Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai Negara yang kaya akan sumber daya alam


memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan devisa negara terutama
pengolahan sumber daya alam pertambangan. Salah satu daerah industri
pertambangan nikel terbesar di Indonesia terdapat di Sorowako, Kabupaten
Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan, yang dikelola PT. Vale Indonesia
Tbk. PT Vale Indonesia Tbk. melakukan kegiatan pertambangan bahan
galian nikel laterit mulai dari kegiatan eksplorasi, eksploitasi (penambangan)
dan melakukan pengolahan bijih nikel. Dengan adanya peningkatan kegiatan
pengembangan tambang terbuka (Surface Mining) Open Cast.
Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan khususnya
disposal atau tempat penimbunan pada tambang terbuka yang berada di
Sorowako tersebut dipengaruhi oleh kondisi geologi daerah setempat, bentuk
keseluruhan lereng pada lokasi tersebut, kondisi air tanah setempat, faktor
luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi
dan juga dari teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng.
Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang
berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan yang umum untuk
menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai disposal atau tempat
penimbunan untuk memastikan lereng disposal itu akan tetap stabil.
Apabila kestabilan dari suatu lereng dalam operasi penambangan pada

disposal meragukan, maka analisa terhadap kestabilannya harus dinilai

berdasarkan dari struktur geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol

lainnya yang terdapat pada suatu lereng. Kestabilan lereng penambangan

dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik

1
batuan serta gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut. Suatu cara yang

umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng penambangan adalah

dengan faktor keamanan dan juga pengaruh elevasi timbunan. Faktor ini

merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap

stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor.

Kestabilan lereng disposal atau penimbunan pada tambang terbuka pada PT.

Vale Indonesia Tbk telah menjadi masalah yang membutuhkan perhatian yang

lebih bagi kelangsungan kegiatan penambangan dan menjadi hal yang penting

untuk melakukan studi teknis. Kelongsoran pada lereng disposal tambang terbuka

dapat menyebabkan banyak kerugian yaitu terhambatnya jalan angkut utama

maupun instalasi penting yang berada di sekitar disposal yang akan menyebabkan

gangguan pada proses pengangkutan dan produksi yang dilakukan oleh PT. Vale

Indonesia Tbk.

Untuk mengetahui faktor keamanan lereng, geometrik lereng, pengaruh

elevasi timbunan dan batas dumping terhadap kestabilan lereng disposal pada

tambang terbuka di lokasi penelitian dibutuhkan suatu analisis stabilitas lereng

yang dapat memodelkan sesuai dengan kondisi asli di lapangan agar terjadi

kondisi pendekatan dalam hasil analisis dan memudahkan dalam memodelkan

penanganannya, salah satunya dengan menggunakkan program Plaxis.

Plaxis merupakan program komputer berdasarkan metode elemen hingga

dua dimensi yang digunakan secara khusus melakukan analisis deformasi dan

stabilitas untuk bebagai aplikasi dalam bidang geoteknik. Program ini merupakan

2
metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan

cepat membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang

melintang dari kondisi lereng yang akan dianalisis (plaxis, 2012).

Mengacu pada latar belakang tersebut, maka penulis melakukan penilitian

berjudul “ANALISIS STABILITAS LERENG TAMBANG TERBUKA PT.

VALE INDONESIA Tbk. MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.6”.

3
1.2 Permasalahan

1.2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang di gambarkan diatas maka dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana menghitung nilai faktor keamanan dari lereng timbunan pada area

disposal menggunakan software Plaxis 8.6

2. Bagaimana mengetahui pengaruh geometri terhadap kestabilan lereng disposal


berdasarkan analisis menggunakan PlaxisV.8.2dan rumus analisis lereng tak
terhingga.
3. Bagaimana menganalisis pengaruh elevasi timbunan dan batas dumping
terhadap kestabilan lereng.

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1Tujuan.

1. Menghitung nilai faktor keamanan dari lereng timbunan pada area disposal

menggunakan software Plaxis 8.6

2. Mengetahui pengaruh geometri terhadap kestabilan lereng disposal

berdasarkan analisis menggunakan PlaxisV.8.2dan rumus analisis lereng tak

terhingga.

3. Menganalisis pengaruh elevasi timbunan dan batas dumping terhadap

kestabilan lereng.

1.4 Batasan Masalah

1. Pada penelitian ini, pembahasan/kajian hanya akan dilakukan untuk daerah

timbunan material tambang

4
2. Penelitian ini akan fokus pada analisis stabilitas lereng area timbunan

matrial tambang dengan menggunakan software Plaxis 8.6 dan perhitungan

manual sebagai pembanding nilai faktor aman.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk Penulis, manfaat penelitian ini yaitu untuk menambah pengetahuan dan

wawasan tentang stabilitas lereng

2. Untuk Akademisi, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai

konsumsi ilmiah bagi kaum akademis dan dapat dijadikan referensi bagi

peneliti lain yang mempunyai topik serupa

3. Untuk Perusahaan,berupa informasi dan arsip bagi PT. Vale Indonesia Tbk.

1.4 Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar penelitian yang

dilakukan oleh penulis dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi

perusahan terhadap stabilitas timbunan yang dilakukan secara aman.

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut:

1) BAB I PENDAHULUAN

5
Pada bab ini menguraikan secara singkat penulisan mengenai : latar belakang,

permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, waktu dan tempat

pelaksanaan serta sistematika penulisan.

2) BAB II DASAR TEORI

Menjelaskan tentang teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

3) BAB III METODE PENELITIAN

Menjelaskan tentang rencana penelitian, tahapan metode dan teknik penelitian

yang di gunakan dalam penulisan ini.

4) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Menulis dan menganalis hasil yang telah didapat terkait judul atau topik yang

digunakan dalam penulisan ini

5) BAB V PENUTUP

Dalam bab ini dijelaskantentang kesimpulan dansaran yang diambil dari hasil

yang diperoleh dalam penulisan tersebut

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Lereng

2.1.1 Pengertian Lereng

Lereng (slope) merupakan suatu permukaan tanah yang miring dengan


sudut tertentu terhadap bidang horizontal. Lereng dapat terjadi secara alamiah atau
buatan. Bila permukaan tanah tidak datar, maka komponen berat tanah yang
sejajar dengan kemiringan lereng akan menyebabkan tanah bergerak ke arah
bawah. Bila komponen berat tanah cukup besar, kelongsoran lereng dapat terjadi
jika gaya dorong (driving force) lebih besar dari gaya perlawanan yang berasal
dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor. Jenis lereng dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu lereng alam (natural slopes) dan lereng buatan (man
made slopes). Pada kedua jenis lereng ini terdapat beberapa faktor yang membuat
stabilitas dari lereng dapat berkurang sehingga memungkinkan terjadinya
keruntuhan suatu lereng

Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi


oleh kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi
tersebut, kondisi air tanah setempat, faktor luar seperti getaran akibat
peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik
penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini
jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat
penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa
tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan
tetap stabil.
2.2 Tipe Tipe Lereng
2.2.1 Lereng Alam

Lereng alam adalah lereng yang terbentuk karena proses alam. Material
yang membentuk lereng memiliki kecenderungan tergelincir di bawah beratnya

7
sendiri dan gaya-gaya luar yang ditahan oleh kuat geser tanah dari material
tersebut. Gangguan terhadap kestabilan terjadi jika tahanan geser tanah tidak
dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang longsor.
Lereng alam yang telah stabil selama bertahun-tahun dapat saja mengalami
longsor akibat:

a) Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang
berkepanjangan, pembanguanan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem
drainase, dan lain lain.
b) Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang
yang berpotensi longsor
c) Proses pelapukan
d) Gempa
e) Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.

2.2.2 Lereng Buatan

Lereng ini merupakan lereng yang di buat oleh manusia untuk suatu
kepentingan yang berkaitan dengan proyek konstruksi. Lereng buatan ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu:

a) Penggalian

Perencanaan pemotongan adalah untuk suatu lereng dengan kemiringan


tertentu yang cukup aman dan ekonomis. Kestabilan pemotongan ditentukan
oleh kondisi geologi, sifat teknis, tekanan air akibat rembesan dan cara
pemotongan.

b) Lereng timbunan (embankment)

Lereng dengan timbuanan umumnya adalah untuk badan jalan raya, jalan
kereta api,dam,dan tanggul. Sifat teknis tanah timbuanan dipengaruhi oleh cara
penimbunan dan derajat kepadatan tanah. Analisis secara terpisah harus dilakuaan
pada lereng timbunan, yaitu :

8
 Kondisi jangka pendek (saat penimbunan selesai)
 Kondisi jangka panjang
 Penurunan muka air seketika (sudden drawdown)
 Gangguan gempa

Lereng timbunan diatas tanah lunak merupakan suatau masalah tersendiri


dimana kondisi tanah lunak perlu mendapatkan perhatian khusus berhubungan
dengan masalahkestabilan akibat meningkatnyatekanan air pori dan masalah
settlement jangka panjang.

2.3 Analisis Kestabilan Lereng

Dalam praktek, analisis kestabilan lereng didasarkan pada konsep


keseimbangan batas plastis (limit plastic equilibrium). Adapun maksud dari
analisis stabilitas adalah untuk mendapatkan faktor keamanan dari bidang yang
potensial. Dalam analisis stabilitas lereng, beberapa asumsi yang digunakan yaitu:

a) Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor


tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang dua dimensi.
b) Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
c) Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor
tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain
kuatgeser tanah dianggap isotropis
d) Faktor keamanan didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser
rata-rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata
sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin
terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor
keamanan hasil perhitungan nilainya > 1.

Kestabilan suatu lereng sangat bergantung pada kekuatan geser dari bahan
pembentuknya. Keruntuhan geser pada tanah merupakan akibat adanya gerakan
relatif antara butir-butir tanah, bukan karena butir sendirinya yang hancur. Oleh

9
karena itu, kekuatan geser tanah tergantung dari gaya-gaya yang bekerja antar
butirnya. Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu:

a) Bagian yang bersifat kohesi, tergantung dari macam tanah dan kepadatan
butirnya
b) Bagian yang mempunyai sifat gesekan yang sebanding dengan tegangan
normal yang bekerja pada bidang geseran.

Faktor keamanan (FK) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai


metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip Surface), F dapat dihitung
dengan metode sayatan (slice method) menurut Fellinius atau Bishop. Untuk
suatu lereng dengan penampang yang sama, cara Fellinius dapat
dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop. Data yang
diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai FK
(Faktor keamanan lereng) adalah sebagai berikut :
a) Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk membuat
penampang lereng). Meliputi : sudut Kemiringan lereng, tinggi lereng dan
lebar jalan angkut atau berm pada lereng tersebut.
b) Data mekanika tanah
- Sudut geser dalam (ɸ)
- Bobot isi tanah atau batuan (γ)
- Kohesi (c)
- Kadar air tanah (ω)
c. Faktor Luar
- Getaran akibat kegiatan peledakan,
- Beban alat mekanis yang beroperasi, dll.
Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah yang tidak
terganggu (Undisturb soil). Kadar air tanah (ω) diperlukan terutama dalam
perhitungan yang menggunakan computer (terutama bila memerlukan data
γdry atau bobot satuan isi tanah kering, yaitu : γ dry = γ wet / ( 1 + ω)

10
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kestabilan
lereng penambangan adalah sebagai berikut:
2.4.1 Kuat Geser Tanah atau Batuan
Kekuatan yang sangat berperan dalam analisa kestabilan lereng terdiri
dari sifat fisik dan sifat mekanik dari batuan tersebut. Sifat fisik batuan yang
digunakan dalam menganalisa kemantapan lereng adalah bobot isi tanah (),
sedangkan sifat mekaniknya adalah kuat geser batuan yang dinyatakan
dengan parameter kohesi (c) dan sudut geser dalam (). Kekuatan geser
batuan ini adalah kekuatan yang berfungsi sebagai gaya untuk melawan atau
menahan gaya penyebab kelongsoran.
 Bobot isi tanah atau batuan
Nilai bobot isi tanah atau batuan akan menentukan besarnya beban yang
diterima pada permukaan bidang longsor, dinyatakan dalam satuan berat per
volume. Bobot isi batuan juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan air dalam
batuan tersebut. Semakin besar bobot isi pada suatu lereng tambang maka
gaya geser penyebab kelongsoran akan semakin besar. Bobot isi diketahui
dari pengujian laboratorium. Nilai bobot isi batuan untuk analisa kestabilan

11
lereng terdiri dari 3 parameter yaitu nilai Bobot isi batuan pada kondisi asli
(n ), kondisi kering (d ) dan Bobot isi pada kondisi basah (w).
 Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan,
dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin
besar jika kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari
pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser langsung (direct shear
strength test) dan pengujian triaxial (triaxial test).

 Sudut geser dalam ()


Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara
tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan.
Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material
dikenai tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya.
Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan
lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya. Untuk
mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan dalam persamaan
berikut:
τnt = σn tan  + c
Dimana :
τnt = tegangan geser
σn = tegangan normal
 = sudut geser dalam
c = kohesi
2.4.2 Geometri lereng
Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng meliputi
tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu lereng tunggal
(Single slope) maupun lereng keseluruhan (overall slope). Suatu lereng
disebut lereng tunggal (Single slope) jika dibentuk oleh satu jenjang saja dan
disebut keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh beberapa jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah longsor

12
dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan
penyusun yang sama atau homogen. Demikian pula dengan sudut lereng,
semakin besar sudut kemiringan lereng, maka lereng tersebut akan semakin
tidak stabil. Sedangkan semakin besar lebar berm maka lereng tersebut akan
semakin stabil.
2.4.3 Tinggi muka air tanah
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah
dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan
kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga akan menerima tambahan
beban air yang dikandung, sehingga menjadikan lereng lebih mudah longsor.
1. Gaya luar
Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan adalah
beban alat mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran yang diakibatkan
oleh kegiatan peledakan, dll.

2.4 Disposal tambang terbuka secara umum


Suatu kegiatan pertambangan umumnya memindahkan tanah penutup
untuk mengambil bahan galian yang berada didalam bumi. Oleh karena itu,
diperlukan suatu area tertentu untuk membuang material tanah penutup
tersebut sehingga tidak menutupi area yang masih mengandung bahan galian
yang ekonomis. Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu
wastedump/disposaldan stockpile. Wastedump/disposal adalah daerah pada
usatu operasi tambang terbuka yang dijadikan tempat membuang kadar
rendah dan/atau material bukan bijih. Material tersebut perlu digali dari pit
demi memperoleh bijih/material kadar tinggi, sedangkan stockpile digunakan
untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan dating.
Stockpile juga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan bijih kadar
rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang maupun tanah
penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi.

13
Berdasarkan alasan sosiologis di masyarakat, banyak perusahaan
menjauhi nama wastedump. Istilah yang dipakai adalah disposal area,
wasterock storage area, rock piles dan lain-lain
Disposal biasanya dapat dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan
ataupun bekas penambangan kuar, seperti yang terlihat pada gambar 6.1.
Ketika lubang tersebut telah penuh, maka permukaan dari disposal ini akan
dututupi dengan lapisan tanah penutup (top soil) untuk dijadikan daerah
penghijauan. Sudah menjadi tanggung jawab tiap perusahaan penambangan
untuk melakukan penghijauan kembali setelah area penambangan ditutup.
Oleh karena itu, suatu area yang berupa lubang atau lerengbekas
penambangan harus disiapkan untuk menjadi disposal area.
Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan keekonomian.
Lokasi dan bentuk dari disposalakan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk ,
biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. Pada
umumnya daerah yang diperlukan untuk disposal luasnya berkisar antara 2 -3
kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini berdasarkan pertimbangan

diantaranya:
a) Materialyang telah dibongkar (loose material) berkembang 30-45%
dibandingkan dengan material in situ.

14
b) Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landau dari pit.
2.6 Tipe-tipe disposal
Lokasi disposal adalah mined out area (di dalam daerah “Bluezone”) atau
areal lain sebagai tempat penumpukan tanah penutup, waste, reject, atau
material lain yang tidak ekonomis untuk diproses, yang telah mendapat
persetujuan oleh QA, Mining Engineering Control dan STP. Lereng disposal
termasuk kedalam lereng timbunan (embankment). Sifat teknis tanah
timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan tanah.
Ada tiga tipe disposal di PT. VALE Indonesia Sorowako, yaitu:Induced
Flow, Semi Induced Flow dan Finger disposal
2.6.1 Finger Disposal
Finger Disposal adalah disposal yang dibuat maju dengan bantuan
dozer. Disposal tipe ini memiliki ciri-ciri yaitu ketinggian kurang dari 15
meter dengan kemiringan lereng yang landai kurang dari 400. Dibutuhkan
kontinuitas dari material sipil sebagai landasan Dump Truckagar tidak terjadi
longsoran. Jika diperlukan dapat dibuat dyke untuk melindungi area yang
belum terganggu dan juga untuk meningkatkan kapasitas disposalnya. Sama
seperti tipe dumpingsemi induced flow,material didorong dengan dozer
hingga ujung lereng. Dozer mendorong material buangan dari jarak 7,5 mater
dari crest yang merupakan posisi truk menongkang muatannya.
Karena kemiringannya yang landai, pengaruh gaya gravitasi tidaklah
terlalu besar sehingga dibutuhkan dozer yang lebih banyak untuk mendorong
material. Disposal ini dapat bergerak maju setelah dilakukan pembatuan
dengan menggunakan material sipil seperti slag, material reject, dan material
kuari. Kelebihan dari jenis ini yaitu dapat memaksimalkan kapasitas
disposalitu sendiri. Sedangkan kerugiannya, membutuhkan biaya untuk
pembatuan atau kontinuitas material sipil.

15
2.6.2 Disposal Tipe Induced Flow

Induced Flow Disposal adalah tipe disposal yang memanfaatkan beda


ketinggial > 15 meter untuk mendamping material, dengan sudut kemiringan
antara 500 maksimum 700. Disposal tipe ini dibangun di atas tanah asli yang
stabil (original), pada area blue zone atau pada area yang direkomendasikan oleh
Engineer geoteknik. Disposal ini juga dilengkapi dengan backstop sebagai
dudukannya (bund wall) setinggi setengah ban roda truk yang terletak pada ujung
crest seperti yang terlihat pada gambar 6.3 dan 6.4. Untuk mendorong material
yang cukup pada ke bawah bisa dengan air. Selain itu, juga diperlukan instalasi
alat pemnatauan untuk mengamati ada tidaknya pergerakan tanah pada lereng,
alatnya berupa inclinometer. Alat ini dipasang menggunakan bor dan ditanam
kedalam tanah, kedalaman tergantung kondisi lereng yang akan diperiksa
pergerakannya.

16
Kekurangan tipe dumping ini yaitu tidak dapat diterapkan pada semua slope
karena batuan landasannya harus cukup kuat untuk menahan liveroad dari truk
beserta muatannya hingga ke crest-nya, kapasitas disposal-nya kurang maksimal
dan membutuhkan banyak biaya untuk pengadaan backstop.

2.6.3 Disposal Tipe semi Induced Flow

Disposal Semi Induced Flow, umumnya sama atau memiliki kemiripan


dengan induced flow tetapi truk hanya bisa dumping pada jarak tertentu yang
diperbolehkan yaitu 12.5 m dari original crest. Setelah itu tanah penutup di dorong

17
oleh dozer hingga ujung crest. Crest ke toeadalah 30 meter dengan kemiringan
lereng antara 260–360. Semi Induced Flow membutuhkan pembatuan material
sipil pada landasan truk yang akan menongkang untuk menambah daya dukung
tanah agar tidak terjadi longsoran (subsidence). Karena kemiringannya lebih
besar, disposal tipe ini membutuhkan dozer yang lebih sedikit dari pada
Fingerflow. Namun batas dorongan dozer pada disposal jenis ini tidak bergerak
maju. Sebagai langkah antisipasi kelongsoran, perlu dilakukan pemantauan
dengan alat extensometer.

Kelebihan dari jenis ini yaitu tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan
pembatuan di dumping area. Kekurangannya dibanding Disposal Induced Fow
adalah mengeluarkan biaya untuk pengadaan dozer dan apabila dibandingkan
dengan fingerdisposal, kapasitas disposal-nya kurang maksimal.

2.7 Penentuan Parameter Tanah

Penentuan parameter tanah merupakan tahap yang paling penting dalam


perencanaan pembuatan disposal. Kesalahan dalam menentukan parameter tanah
yang digunakan dalam perencanaan disposal dapat berakibat fatal. Oleh karena
itu,parameter tanah yang digunakan harus se akurat mungkin menggambarkan

18
karakter tanah dimana bangunan akan didirikan. Untuk memperoleh nilai-nilai
parameter tanah yang dibutuhkan tersebut dapat dilakukan dengan du acara, yaitu
pengujian di lapangan (in situtest)dan pengujian di laboratorium

2.7.1 Uji Sondir (Cone Penetration Test)

Uji sondir dikenal dan berkembang sejak 70 tahun yang lalu. Uji sondir ini
dibandingkan dengan uji geoteknik lapangan lainnya relatif murah dan cepat
memberikan hasil data yang cukup akurat dan detail. Namun kerugiannya antara
lain tidak dapat diperoleh sampel untuk uji laboratorium maupun untuk klasifikasi
visual dan tidak dapat menembus lapisan batu maupun lapisan keras (akan
menunjukkan tekanan konus yang besar, dan bahkan tidak dapat diteruskan
sehingga tidak dapat memberikan informasi mengenai lapisan keras tersebut
misalnya mengenai ketebalannya, jenisnya, dan kemenerusannya).

19
Sampel tanah untuk tes laboratorium tidak akan didapatkan melalui uji
sondir, tetapi berbagai percobaan telah memberikan berbagai korelasi antara nilai
yangdidapat dari uji sondir terhadap parameter-parameter tanah. Suatu perkiraan
koreksi antara tahanan penetrasi konus dan parameter kekuatan geser yang
diusulkan oleh Meyerhof diberikan pada gambar berikut:

20
Parameter kohesi dapat dikorelasikan dengan persamaan berikut :

Untuk melakukan uji laboratorium terlebih dahulu dilakukan pengambilan


sample yang bisa dilakukan dengan pengeboran atau test pit (untuk medan berat
yang susah diakses bagi mesin bor). Terdapat berbagai teknik pengeboran
tergantung dari jenis tanah, beberapa teknik yang dapat dilakukanyaitu antara lain
pengeboran manual, pengeboran bilas, dan pengeboran inti. Berikut adalah uji-uji
penyelidikan tanah yang dilakukan untuk di laboratorium.

1. Penentuan Indeks Properties (Sifat Fisik Tanah)


a) Kadar Air (Water Content)
Kadar air tanah adalah kandungan air tanah yang ditentukan dari

perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat
bagian padat (solid) dari tanah dan dinyatakan dalam persen (%).
Komposisi massa dan volume tanah terdiri dari:

21
Percobaan ini dilakukandengan membandingkan berat tanah basah dengan berat
tanah setelah dikeringkan dalam oven ±18-24 jam

b) Berat Isi (Unit Weight)


Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan berat volume tanah basah.
Berat isi / volume tanah adalah perbandingan antara berat tanah total
termasuk air yang terkandung di dalamnya dengan volume tanah total.
Percobaan dilakukanmenggunakan ring, lalu ring ditekan sampai terisi
oleh sample. Berat tanah akan didapat dari pengurangan berat sample dan
ring dikurangi berat ring, jika hasilnya dibagi dengan volume ring maka
akan didapat berat isi tanah.
c) Berat Jenis (Specific Gravity)
Uji ini bertujuan untuk mencari harga specific gravity(Gs) dari butiran
tanah dengan alat bantu piknometer, yaitu dengan membandingkan berat
isi butir tanah dan berat air pada suhu tertentu (misal 20o). Jika hasil
Gsyang diperoleh <2,00 maka termasuk tanah organik.

2.7.2 Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Dengan alat geser langsung kekuatan geserdapat diukur secara langsung.


Contoh yang akan diuji dipasang dalam alat dan diberikan tegangan vertikal (yaitu
tegangan normal) yang konstan. Kemudian contoh diberikan tegangan geser
sampai tercapai nilai maksimum. Tegangan geser ini diberikan dengan memakai
kecepatan bergerak (strainrate) yang konstan, yang cukup perlahan-lahan sehingga
tegangan air pori selalu tetap nol. Percobaan uji geser langsung ini hanya dapat
dilakukan untuk kondisi tanah yang memiliki kondisi drained(Wesley, 2012: 238).

22
Gambar 12. Alat geser langsung (Craig, 1989 : 94).

Benda uji dibebani gaya vertikal (N) melalui pelat beban (loading plate) dan
secara berangsur-angsur akan timbul tegangan geser dengan membuat pergeseran
di antara kedua bagian kotak tersebut. Gaya geser (σ) diukur bersamaan dengan
perpindahan geser (Δl). Biasanya perubahan tebal benda uji (Δh) juga diukur.
Harga tegangan geser runtuh diplot terhadap tegangan normalnyauntuk
mendapatkanparameter-parameter kekuatan geser

2.8 Mengatasi Kelongsoran Lereng

Dalam menghadapi persoalan bagaimana caranya memperbaiki atau


menstabilkanlereng pada suatu daerah yang terjadi kelongsoran. Menurut
(Wesley, 1977) ada dua cara untuk membuat lereng supaya menjadi lebih aman
dan mantap, yaitu :

a) Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak, yaitu dengan


mengubah bentuk lereng. Cara yang dilakukan yaitu :
 Membuat lereng lebih datar, yaitu dengan mengurangi sudut
kemiringan,seperti terlihat pada Gambar 13

23
 `Memperkecil ketinggian lereng, lihat Gambar 14. Cara ini hanya dapat
dipakai pada lereng yang ketinggiannya terbatas, yaitu dalam hal
kelongsoran yang bersifat “rational slide”.

Gambar 13. Memperkecil sudut kemiringan lereng (Wesley, 1977).

Gambar 14. Memperkecil Ketinggian lereng (Wesley, 1977).

b) Memperbesar gaya melawan, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara,


yaitu :

24
2.9 Metode Elemen Hingga Plaxis

Plaxis (Finite Elemen Code for Soil and Rock Analyses) merupakan suatu
rangkuman program elemen hingga yang telah dikembangkan untuk menganalisis
deformasi dan stabilisasi geoteknik dalam perencanaan-perencanaan sipil.

Grafik prosedur-prosedur input data (soil properties) yang sederhana mampu


menciptakan model-model elemen hingga yang kompleks dan menyediakan
outputtampilan secara detail berupa hasil-hasil perhitungan. Perhitungan program
ini seluruhnya secara otomatis dan berdasarkan pada prosedur-prosedur penulisan
angka yang tepat. Konsep ini dapat dikuasai oleh pengguna baru dalam waktu
yang relatif singkat setelah melakukan beberpa latihan (Plaxis, 2012).

Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan adalah mengenai nilai-nilai


parameter pada tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah dalam hal ini
adalah tanah hasil penyelidikan geoteknik di lokasi rencana disposal. Data
tersebut digunakan sebagai input, adapun prosedur dari program plaxis antara lain
sebagai berikut :

a) Menentukan title(judul), model, dan elemen pada kotak serta menuliskan


perintah atau tujuan yang akan dipakai.
b) Menuliskan dimensi tanah dari kasus yang akan dipelajari, yaitu sepanjang
ke kiri, ke kanan, ke atas, dan ke bawah.
c) Merangkai bentuk dimensi dari tanah tadi kemudian diberi beban.
d) Menentukan nilai parameter tanah dengan menekan tombol Maerial
Setsantara lain, kohesi, rasio poisson, dan lain sebagainya.
e) Prosedur selanjutnya dapat dipahami lebih lanjut dan lebih jelas lagi pada
literatur yang diperoleh dari program plaxis.

25
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitan

Lokasi penelitian ini berada di PT. Vale Indonesia Tbk. Jl. D Towuti No. 44,

Soworako, Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Gambar 17. Area Pertambangan PT. Vale Indonesia Tbk.

3.2 Tahapan Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Tahapan pengumpulan data tersebut sebagai berikut :

26
3.2.1 Data Primer

Data ini diperoleh secara langsung dari lapangan, data yang diperoleh antara

lain :

a) Pengujian Laboratorium, pada pengujian ini untuk mendapatkan berat

unit, kohesi dan sudut geser dalam.

b) Survei Lapangan, dimana dilakukan survei topografi lokasi, berat alat

dan historikal

c) Pengujian Lapangan, dimana dilakukan pengujian langsun di lapangan

dengan mendapatkan kuat geser tanah.

3.2.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan informasi

dan dokumentasi yang berasal dari :

a) Studi literatur (desk study)Pada tahap ini penulis melakukan

pengumpulan dan pengkajian berbagai bahan bacaan yang berkaitan

dengan topik penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar teori guna

mempertajam analisis data. Literatur-literatur yang digunakan terutama

berkaitan dengan analisis stabilitas lereng Keterangan lengkap tentang

literatur yang digunakan dapat dilihat pada halaman Daftar Pustaka.

b) Data tambahan berupa kontur dan potongan melintang lereng

kajian untuk dianalisis kestabilannya.

27
3.3 Cara Pengambilan Data

Tahapan pengambilan data lapangan, data topografi daerah penelitian, data

critical cross section, data rencana pit dan data penelitian terdahulu pada lokasi

penelitian. Dalam penelitian ini data yang digunakan terbagi menjadi dua bagian

utama yakni data hasil investigasi lapangan dan data laboratorium.

3.3.1 Data Lapangan

a) Data topografi lokasi penelitian

Data topografi lokasi penelitian dilakukan dengan survey lapangan. Data

topografi ini menampilkan keadaan topografi lapangan yang merupakan

geometri lokasi penelitian. Geometri lokasi penelitian termasuk panjang,

lebar,tinggi serta sudut kemiringan lereng. Data tambahan lain yaitu data

topografi lokasi penelitian pada tahun, tahun sebelumnya. Hal ini berfungsi

untuk melihat historikal dari lokasi perencanaan pembuatan disposal.

b) Dumping Point

Dumping point dari topo aktual dapat dilihat di lapangan. Dengan

memperhatikan posisi crest actual, kita dapat menentukan dumping point

awal yang aman untuk memulai pembukaan disposal

c) Elevasi timbunan

Elevasi timbunan actual dapat dilihat dilapangan. Hal ini berfungsi untuk

melihat elevasi awal yang menjadi acuan untuk menentukan elevasi disposal

yang direncanakan.

28
d) Nilai Kuat Geser

Nilai Kuat Geserdi tentukan dengan melakukan pengujian Sondir di lokasi

disposal. Dalam penentuan nilai parameter yang digunakan dalam pengujian,

menggunakan analisis statistik dari pengujian CPT pada lokasi penelitian.

3.3.2 Data Laboratorium

Pengujian laboratorium berfungsi untuk menentukan nilai dari parameter

geoteknik dan percobaan laboratorium ini untuk mendapatkan data tanah yang

belum diketahui dengan menggunakan percobaan uji geser langsung. pengambilan

sampel tanah di lokasi penelitian diambil dari titik pengeboran dalam hal ini akan

dijelalaskan alat dan bahan yang digunakan, langkah kerja dan cara mencari nilai

kohesi dan sudut geser tanah.

1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakanantara lain :

a) Sampel tanah asli (undisturbed sample) di lokasi penelitian.

b) Frame alat geser langsung beserta proving ring.

c) Sel geser langsung (shear box).

d) Alat mengeluarkan sampel (extruder).

e) Cincin cetakan benda uji dan pisau pemotong sampel.

f) Dial pergeseran, stopwatch, dan beban uji.

2 Langkah Kerja

Cara kerja percobaan direct shear test:

29
a) Masukkan cetakan benda uji dengan menekan ke sampel tanah,

sehingga cetakan terisi penuh dengan sampel tanah.

b) Potong dan ratakan kedua permukaan cetakan dengan pisau pemotong

c) Keluarkan benda uji dari cetakan denga extruder.

d) Timbang benda uji dengan timbangan ketelitian 0,01 gram.

e) Masukkan benda uji ke dalam cincin geser yang masih terkunci dan

tutup kedua cincin geser sehingga menjadi satu bagian, posisi benda uji

(sampel tanah) berada diantara dua batu pori dan kertas saring.

f) Letakkan cincin geser beserta sampel tanah di dalam shear box.

g) Atur stang penekan dalam posisi vertikal dan tepat menyentuh bidang

penekan.

h) Putar engkol pendorong sampai tepat menyentuh stang penggeser benda

uji (dial provingtepat mulai bergerak).

i) Buka kunci cincin geser

j) Berikan beban pertama seberat 3320 gram dan isi shear box dengan air

sampai penuh sehingga benda uji terendam.

k) Putar engkol pendorong dengan konstan dan stabil perlahan-lahan

selama 15 detik sambil membaca dengan memperhatikan dial

pergeseran. Bila dial pergeseran menunjukkan 12,5 pembacaan dial

proving ring dapat dimulai.

l) Lakukan terus pembacaan dial proving ring, dengan setiap pembacaan

dial pergeseran mempunyai selisih 12,5 dan selisih waktu 15 detik.

30
m) Setelah pembacaan proving ring maksimum dan mulai menurun dua

atau tiga kali pembacaan, percobaan dihentikan.

n) Bersihkan cincin geser dan shear box dari kotoran sampel tanah di

dalamnya.

o) Ulangi langkah kerja (e) sampai langkah kerja (n) untuk sampel tanah

yang kedua dengan beban kedua sebesar 6640 gram dan sampel tanah

ketiga sebesar 9960 gram.

3 Mencari Nilai Kohesi dan Sudut Geser Tanah

Nilai kohesi (c) dan sudut geser tanah (ᴓ)dapatdicari dengan cara :

a) Angka-angka tegangan normal (σn) sebagai sumbu axis.

b) Angka-angka tegangan geser (σs) sebagai sumbu ordinat

c) Dari titik-titik tersebut ditarik garis lurus yang akan memotong sumbu

ordinat.

d) Untuk mencari harga kohesi (c) diukur dari jarak titik potong garis lurus

terhadap sumbu ordinat ketitik pusat. Dalam pengukuran ini hasilnya

dikalikan dengan skala yang digunakan

e) Sudut geser dalam tanah (ᴓ) yaitu dengan mengukur sudut potong dari

garis horizontal terhadap garis grafik.

3.4 Tahapan Analisis Stabilitas Lereng

3.4.1 Pembutan model geometri lereng

Pembuatan model geometri lereng dengan menggunakan aplikasi Vulcan

7.5. pembuatan model ini dilakukan dengan melakukan penarikan section

31
dari data topografi yang telah di olah. Pada proses ini kita juga dapat melihat

historikal dari lokasi tersebut. Pada umumnya lokasi dapat dibagi menjadi

dua yaitu lokasi tersebut merupakan original dan lokasi merupakan area

penimbunan.

Gambar 19. Contoh penarikan garis sayatan pada desain disposal

Gambar 20. Geometri Lereng pada Pit

32
3.4.2 Penentuan Parameter Geoteknik

Parameter geoteknik yang dianalisis kemudian dimasukkan kedalam

geometri lereng. Pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan software

Plaxis 2d. pada umumnya lapisan dapat dibagi menjadi Bluezone, Limonite,

Saprolite dan Dumping Material

Gambar 18. Pembuatan lapisan dengan aplikasi Plaxis

3.4.3 Pemberian beban pada model disposal

Beban pertama merupakan beban yang berasal dari Dozer D8RDZ dan

DumptruckCAT 777 dan CAT 785 yang beroperasi di lokasi penelitian.

Beban dari Dozer sebesar 110 kPa dengan dan beban dari

Dumptrucksebesar 250kPa

//

33
Gambar 18. Ground Pressure yang diakibatkan oleh alat berat

3.4.4 Simulasi dan Remodelling

Simulasi dilakukan dengan merunning Plaxis setelah memasukkan

parameter-parameter yang dibutuhkan. Nilai faktor keamanan yang

muncul akan merepresentasikan tingkat keamanan dari lereng tersebut.

Jika nilai SF <1.3 maka akan dilakukan remodeling dari Plaxis dengan

menurunkan elevasi dan memundurkan batas dumping hingga nilai SF

mencapai 1.3

Gambar 24. Tampilan Plaxis Curve Output Program.

34

Anda mungkin juga menyukai