Sepatan - Hubungan Penghuni Rumah Yang Merokok Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Di BP Anak Puskesmas Sepatan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 40

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT

MENGENAI ANTIBIOTIK DENGAN KEPATUHAN MINUM


ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS CURUG

Disusun oleh :

Angela

Putri Paramitha

Dibimbing oleh :

Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M. Kes

dr. Elni Handayani

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


KESEHATAN KELUARGA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PELITA HARAPAN PERIODE 3 DESEMBER 2018 – 26 JANUARI 2019
TANGERANG
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI
ANTIBIOTIK DENGAN KEPATUHAN MINUM ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS
CURUG

Disusun oleh :

Angela

Putri Paramitha

Telah disetujui untuk diujikan

(Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M. Kes) (dr. Elni Handayani)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


KESEHATAN KELUARGA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PELITA HARAPAN PERIODE 3 DESEMBER 2018 – 26 JANUARI 2019
TANGERANG

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan penilitian mengenai “Hubungan
Ringkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotik dengan Kepathuan Minum
Antibiotik di Puskesmas Curug” sebagai persyaratan kelulusan dalam program
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Pelita Harapan Periode
Desember – Januari 2018. Laporan ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan, masukan, dan bantuan yang telah
diberikan selama proses pembuatan laporan penelitian ini kepada :

1. Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M. Kes, sebagai dosen pembimbing


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang telah berjasa
memberikan bimbingan dan saran yang berguna dalam penyusunan laporan
penelitian ini.
2. dr. Elni Handayani, selaku Kepala Puskesmas serta pembimbing di
Puskesmas Curug, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan dan masukan dalam pelaksanaan penelitian ini.
3. Kepada semua pihak yang telah bersedia untuk bekerja sama sehingga
penelitian ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini belum sempurna dan masih
memiliki kesalahan, sehingga bila terdapatnya kritik maupun saran akan sangat
diharapkan sebagai perbaikan bagi Penulis.

Curug, Januari 2019

Penulis

3
Daftar Isi

BAB I- PENDAHULUAN........................................................................................... 6
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................. 6
1.2. Perumusan Masalah .....................................................Error! Bookmark not defined.
1.2.1. Pernyataan Masalah..............................................Error! Bookmark not defined.
1.2.2. Pertanyaan Masalah..............................................Error! Bookmark not defined.
1.3. Tujuan ..........................................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.1. Tujuan Umum ......................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.2. Tujuan Khusus......................................................Error! Bookmark not defined.
1.4. Manfaat ........................................................................Error! Bookmark not defined.
1.4.1. Manfaat Bagi Dokter Muda..................................Error! Bookmark not defined.
1.4.2. Manfaat Bagi Puskesmas Sepatan ........................Error! Bookmark not defined.
1.5. Ruang Lingkup ............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II- TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 9
2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ....................Error! Bookmark not defined.
2.2. Rokok ..........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III- PROFIL PUSKESMAS .............................. Error! Bookmark not defined.
3.1. Profil Puskesmas Sepatan ............................................Error! Bookmark not defined.
3.1.1. Data Demografi Puskesmas..................................Error! Bookmark not defined.
3.1.2. Sumber Daya Puskesmas .....................................Error! Bookmark not defined.
3.2. Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas........................................................................18
3.3. Sarana Prasarana ..........................................................Error! Bookmark not defined.
3.3.1.Pembiayaan Kesehatan ..........................................Error! Bookmark not defined.
3.3.2.Denah Puskesmas Sepatan ....................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV- KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI
OPERASIONAL ........................................................................................................ 24
4.2. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 25
4.3. Hipotesis ..................................................................................................................... 25
4.4. Definisi Operasional ................................................................................................... 25
BAB V- METODE PENELITIAN ............................ Error! Bookmark not defined.
5.1. Desain Penelitian .........................................................Error! Bookmark not defined.
5.2. Waktu dan Tempat.......................................................Error! Bookmark not defined.
5.3. Populasi Penelitian ......................................................Error! Bookmark not defined.
5.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................Error! Bookmark not defined.
5.5. Besar Sampel ...............................................................Error! Bookmark not defined.
5.6. Cara Pengambilan Sampel ...........................................Error! Bookmark not defined.
5.7. Instrumen Penelitian ....................................................Error! Bookmark not defined.
5.8. Alur Penelitian .............................................................Error! Bookmark not defined.
5.9. Cara Kerja Penelitian ...................................................Error! Bookmark not defined.
5.10. Manajemen dan Analisis Data ...................................Error! Bookmark not defined.
5.11. Etika ...........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB VI- HASIL DAN PEMBAHASAN .................. Error! Bookmark not defined.
BAB VII- KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 33

4
7.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 33
7.2. Saran ........................................................................................................................... 33
7.2.1. Untuk Pasien & Keluarga Pasien ............................................................................. 33
7.2.2. Untuk Puskesmas ..................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 34
LAMPIRAN ............................................................................................................... 36

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu obat yang paling sering diresepkan, tetapi sering terjadi
penggunaan yang tidak tepat hingga menyebabkan resistensi terhadap kuman
adalah antibiotik. Disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang penggunaan antibiotik yang tepat (Baltazar et al., 2009). Pemahaman
masyarakat mengenai apa itu resistensi antibiotik sangat rendah. Berdasarka
hasil penelitian WHO dari 12 negara termasuk Indonesia, sebanyak 53-62%
berhenti minum antibiotik ketika merasa sudah sembuh.
Saat ini, resistensi antibiotik merupakan masalah besar bagi kesehatan
masyarakat global, sehingga WHO mengkoordinasi kampanye global untuk
meningkatkan kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap antibiotik (World
Health Organization, 2015). Hasil penelitian dari Yordania dimana diambil
sampel acak dari 1.141 orang dewasa bahwa 67,1% percaya bahwa antibiotik
mengobati pilek dan batuk. Sebesar 28,1% antibiotik disalahgunakan sebagai
analgesik. Sebanyak 11,9% dari wanita menunjukkan pengetahuan bahwa
penggunaan antibiotik selama kehamilan dan menyusui aman dikonsumsi dan
55,6% menggunakannya sebagai profilaksis terhadap infeksi. Sebesar 49,0%
menggunakan antibiotik tanpa konsultasi dokter sedangkan 51,8%
menggunakan antibiotik berdasarkan pada saran relatif. Dan juga 22,9% dari
dokter meresepkan antibiotik melalui telepon dan ≥ 50,0% secara rutin
meresepkan antibiotik untuk mengobati gejala flu biasa (Shehadeh et al.,
2012). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Yusuf Sholihan tahun
2015 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dimana terdapat 276 responden,
sebanyak 179 orang (64,86%) pernah membeli antibiotik tanpa resep dokter.
Adapun tingkat pengetahuan pengunjung apotek di kecamatan Jebres tentang
antibiotik rendah, yaitu 102 orang (36,96%), sedang sebanyak 120 orang
(43,48%), dan tinggi sebanyak 54 orang (19,57%) (Sholihan, 2015).

6
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS)
melakukan survey di 3 lokasi studi yaitu Kabupaten Sukoharjo, Klaten dan
Karanganyar berlangsung selama 3 tahun mulai September 2013-Agustus
2016 terhadap masyarakat, menunjukkan hasil bahwa fungsi pengawasan
serta pengendalian praktek penggunaan antibiotik yang tidak
bertanggungjawab dan tidak bijak lemah sehingga banyak penggunaan
antibiotik yang tidak sesuai anjuran. Tingkat pengetahuan dari responden
pasien rumah sakit masih rendah yaitu 61,1% (Center for Indonesian
Veterinary Analytical Studies (CIVAS), 2017). Berdasarkan latar belakang
diatas, mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang
penggunaan antibiotik masih tergolong rendah dan menimbulkan tingkat
penggunaan irrasional yang tinggi. Meskipun penelitian mengenai antibiotik
telah banyak dilakukan sebelumnya, tetapi ada penelitian yang mengatakan
tingkat pengetahuan pasien mengenai antibiotik tidak memengaruhi
kepatuhan penggunaan obat.

1.2 Perumusan Masalah


-Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai merupakan masalah besar bagi
dunia kesehatan
-Resistensi terhadap antibiotik semakin banyak ditemukan salah satunya di
Indonesia
-Tingkat pengetahuan memengaruhi penggunaan antibiotik pasien

1.3 Pertanyaan Penelitian


- Bagaimana tingkat pengetahuan pasien terhadap antibiotik di Puskesmas
Curug?
- Bagaimana tingkat kepatuhan penggunaan antibiotik di Puskesmas
Curug?
- Bagaimana tingkat resistensi pasien terhadap antibiotik?

1.4 Tujuan Penelitian

7
 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan pasien mengenai antibiotik
terhadap kepatuhan penggunaannya di Puskesmas Curug.
 Tujuan Khusus
- Mengetahui seberapa sering pasien Puskesmas Curug
memperoleh pngobatan antibiotik.
- Mengetahui tingkat resistensi pasien terhadap antibiotik di
Indonesia

1.5 Manfaat Penelitian


- Memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan mengenai
antibiotik di Puskesmas Curug
- Memberikan gambaran mengenai kepatuhan penggunaan antibiotik di
Puskesmas Curug
- Meningkatkan tingkat pengetahuan pasien mengenai antibiotik
- Mencegah meningkatnya resistensi terhadap antibiotik

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik
2.1.1 Definisi
Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan dari berbagai jenis
mikroorganisme (bakteri,fungi,aktinomisetes) yang menekan
mikroorganisme lainnya.. Ratusan antibiotik telah berhasil
diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk
mengobati infeksi. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba (terutama fungi) yang dapat menghambat atau dapat
membasmi mikroba jenis lain. Banyak jenis antibiotik yang dibuat
secara semisintetik atau sintetik penuh. Akan tetapi, saat ini
antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba
(misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai
antibiotik.

2.1.2 Mekanisme Kerja


Cara kerjanya dari antibiotik yang utama adalah menghambat sintesa
protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi, seperti
kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan linkomisin.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok:
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba (sulfonamide
dan trimetoprin)
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba (penisilin
dan sefalosporin)
3. Mengganggu permeabilitas membrane sel mikroba
(polimiksin, zat–zat polien dan imidazol)
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
(erytrhtomycin, tetrasiklin dan kloramfenikol)

9
5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel
mikroba (golongan kuinolon dan rifampisin).
Antibiotik memiliki mekanisme kerja yang berbeda-beda. Salah satu
jenis antibiotik misalnya peniciline, seperti antibiotik 1-laktam lain,
peniciline akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengganggu reaksi tranpeptidasi dalam sintesis dinding sel bakteri.
Tetrasiklin memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat
sintesa protein kuman. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat
sintesis protein kuman, umumnya bersifat bakteriostatik. Pada
konsentrasi yang tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat
bakterisid. Mekanisme kerja dari sulfonamid adalah menghambat
sintesis asam nukleat dan dihidropteroat sintase serta produksi folat.
Trimetoprim secara selektif menghambat asam dihidrofolat reduktase
bakteri, yang mengubah asam dihidrofolat menjadi asam
tetrahidrofolat, suatu tahap menuju sintesis purin dan pada akhirnya
sintesis DNA. Mekanisme kerja Kuinolon menyekat sintesis DNA
bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA girase) dan
topoisomerase IV bakteri. Mekanisme kerja rifampisin sangat aktif
terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA-
dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme
lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai
dalam sintesis RNA.(8) Polimiksin bersifat bakterisida. Polimiksin
melekat pada membrane sel bakteri yang kaya dengan
fosfatidiletanolamin dan mengganggu sifat osmotic serta mekanisme
transport pada membran.

2.1.3 Resistensi Antibiotik


Resistensi antibiotik adalah suatu kondisi tidak terganggunya mikroba
oleh antimikroba, atau dapat dikatakan efektifitas antibiotik terhadap
mikroba target berkurang. Resistensi antibiotik dapat terjadi karena
penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan,

10
penggunaan antibiotik yang tidak sesuai (tidak menyelesaikan
pengobatan antibiotic), sehinga bermutasi dan menjadi resisten.
Agar suatu antibiotik ekfektif, antibiotik tersebut harus mencapai
targetnya, berikatan dengannya, dan mengganggu fungsinya.
Resistensi bakteri terhadap senyawa antimikorba terbagi dalam 3
kelompok umum yaitu, obat tidak mencapai targetnya, obat tidak aktif,
target berubah.(5)
Secara garis besar, kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu
antimikroba melalui tiga mekanisme :
a. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel
mikroba.
Membran luar bakteri gram-negatif merupakan sawar
permeabilitias yang mencegah molekul-molekul polar
berukuran besar memasuki sel. Molekul – molekul polar
berukuran kecil, termasuk banyak antibiotik, masuk kedalam
sel melalui saluran yang terbuat dari protein yang disebut
porin. Jika saluran porin yang tepat tidak ada, atau terjadi
mutasi, atau hilang, maka hal tersebut dapat memperlambat
laju, atau sama sekali mencegah masuknya obat ke dalam sel,
sehingga akan menurunkan konsentrasi efektif obat pada
lokasi target. Jika target berada dalam sel dan obat
memerlukan transport aktif untuk melewati membran sel,
maka mutasi atau kondisi lingkungan yang menghentikan
mekanisme transport ini dapat menyebabkan resistensi.
b. Inaktifasi obat
Variasi dari mekanisme ini adalah gagalnya sel bakteri untuk
mengubah obat inaktif menjadi metabolit aktif. Perubahan
pada target tersebut dapat terjadi akibat mutasi target alami,
modifikasi target, dan substitusi target asal yang rentan dengan
alternative lain yang resisten. Mekanisme resistensi ini terjadi
akibat menurunnya pengikatan obat oleh target kritis atau

11
substitusi dengan target baru yang tidak dapat mengikat obat
yang ditujukan untuk target asalnya.
c. Mikroba mengubah tempat ikatan (dinding site) antimikroba
Mekanisme ini terlihat pada S. aureus yang resisten terhadap
metisilin (MRSA). Kuman ini mengubah Penicillin Binding
Proteinnya (PBP) sehingga afinitasnya menurun terhadap
metisilin dan antibiotik beta laktam yang lain.(6)

2.1.4 Efek Samping


Umumnya obat mempunyai lebih dari satu aksi atau efek. Kegunaan
terapi suatu obat tergantung selektifitas aksinya, sedemikan hingga
merupakan efek yang paling menonjol dan hanya pada suatu
kelompok sel atau fungsi organ. Efek atau aksi pokok adalah satu –
satunya efek pada letak primer bila ada satu efekyang digunakan
untuk terapi disebut efek terapi. Sedangkan efek samping adalah efek
suatu obat yang tidak termasuk kegunaan terapi.(11)
Efek samping penggunaan antimkroba dikelompokkan menurut :
1) Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan
melibatkan sistem imun tubuh hospes, terjadinya tidak
bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan
derajat beratnya reaksi dapat bervariasi.
2) Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara
genetic terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai
contoh, 10% pria berkulit hitam akan mengalami anemia
hemolitik berat bila mendapat primakuin. Ini disebabkan
mereka kekurangan enzim G6PD.
3) Reaksi toksik
Pada umumnya bersifat toksik-selektif, tetapi sifat ini
relative.efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis

12
antimikroba. Yang mungkin dapat dianggap relative tidak
toksik sampai kini ialah golongan penisilin. Dalam
menimbulkan efek toksik, masing – masing antimikroba dapat
memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada
tubuh hospes.
4) Perubahan biologi dan metabolik pada hospes

2.2. Kepatuhan
2.2.1. Pengertian Kepatuhan
Menurut WHO (World Health Organization), kepatuhan
(adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku
seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau
melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi
pelayanan kesehatan.16
Menurut Sacket kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai
keberhasilan sebuah terapi pada pasien yang mengikuti ketentuan-
ketentuan kesehatan profesional.16

2.2.2. Cara Mengukur Kepatuhan


Cara pengukuran kepatuhan dapat di kelompokan menjadi 2
metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. untuk
mengukur kepatuhan sebagai perilaku, aspek-aspek yang diukur
sangat tergantung pada metode yang digunakan, seperti frekuensi,
jumlah pil/obat lain, kontinuitas, metabolisme dalam tubuh, aspek
biologis dalam darah, serta perubahan fisiologis dalam tubuh.17

13
Tabel 3. Metode Mengukur Kepatuhan17

Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur


kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang dinamakan MMAS
(Morisky Medication Adherence Scale), dengan delapan item yang
berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukkan frekuensi kelupaan
dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa
sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya
untuk tetap minum obat.17
Metode lain dikemukakan oleh Krousel-Wood, dkk. (2009),
yang membuat formula untuk menghitung kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat yang disebut sebagai CSA (Continuous Single-
Interval Medication Availability), MPR (Medication Possesion Ratio)

14
dan CMG (Continuous Multiple-Interval Medication Gaps). CSA
dihitung dengan membagi jumlah hari diberi obat oleh dokter
dengan jumlah hari sebelum mengkonsumsi obat baru pada saat
pengobatan berikutnya. MPR dihitung dengan membagi jumlah hari
yang diberikan oleh dokter antara hari pertama diberi obat sampai
hari terakhir obat dikonsumsi dengan total jumlah hari yang secara
aktual digunakan untuk minum obat oleh pasien. CMG dihitung
dengan membagi total jumlah hari tanpa minum obat antara hari
pertama dan terakhir minum obat dengan jumlah hari dalam periode
yang diberikan oleh dokter.17
Coudhry, dkk (2009) mengembangkan PDC (Proportion of
Days Covered), yang diperoleh dengan membagi jumlah hari yang
diberikan oleh dokter antara hari pertama dan terakhir dengan
jumlah hari aktual yang digunakan oleh pasien antara hari pertama
sampai terakhir ditambah dengan jumlah hari yang diberikan oleh
dokter antar hari pertama sampai terakhir pada saat pemberian resep
selanjutnya dibagi dengan jumlah hari aktual yang digunakan oleh
pasien untuk mengkonsumsi obat pada periode pemberian resep
periode ini, dikalikan 100 persen.17
Baik CSA, MPR, CMG maupun PDC, nampak bahwa
aspek perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi obat adalah
mengenai jumlah hari, dengan beberapa variasinya. Berdasarkan
beberapa pertimbangan (antara lain kemudahan, metode yang sering
digunakan oleh peneliti sebelumnya dan faktor teknis serta biaya),
maka dalam penelitian ini aspek-aspek dan metode yang digunakan
untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat
menggunakan metode skala, yaitu dengan mengadaptasi MMAS dari
Morisky.17

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan


Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan, antara lain18 :
Usia

15
oo.Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin
banyak permasalahan yang dihadapi terutama terkait kondisi
kesehatannya. Hal ini disebabkan terjadinya kemunduran
fungsi seluruh tubuh secara progresif. Lansia yang tidak dapat
beradaptasi dengan kemundurannya tersebut cenderung akan
muncul sikap penolakan sehingga dapat bersikap tidak peduli
dengan kondisinya dan tidak patuh dengan anjuran kesehatan
terkait minum obat. Hal ini didukung oleh penelitian
Misnadiarly (2006) bahwa umur tua atau lansia mempunyai
peluang tidak patuh sehubungan dengan fungsi organ dan daya
ingat.

Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang
secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-
laki dan perempuan. Jenis kelamin berkaitan dengan peran
kehidupan dan perilaku dalam masyarakat. Dalam hal menjaga
kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan
kesehatannya dan lebih sering obati dirinya dibandingkan laki-
laki.

Tingkat Pendidikan
Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya yang dapat digunakan untuk memperoleh
informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup. Semakin
tinggi pengetahuan seseorang, maka akan memudahkan
seseorang menerima informasi sehingga menambah
pengetahuan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Semakin
tinggi tingkat pendidikan, semakin besar kepatuhan dalam
menjalani pengobatan.

Status Pekerjaan

16
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan keluarga. Orang yang bekerja
cenderung memiliki sedikit waktu untuk mengunjungi fasilitas
kesehatan.

Sumber Informasi
Keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi
kepatuhan dalam pengobatan. Sumber informasi yang dapat
mempengaruhi seseorang dapat diperoleh dari televisi, radio,
koran, buku, majalah, internet, keluarga dan lingkungan
sekitar.

Jumlah Obat Dikonsumsi


Jumlah obat yang dikonsumsi menjadi salah satu alasan
munculnya ketidakpatuhan pengobatan penyakit kronik.
Semakin banyaknya obat yang diminum, besar kemungkinan
pasien untuk tidak patuh dengan pengobatannya.

Akomodasi (Biaya Transportasi)


Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian
klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah
jarak dan waktu, biasanya pasien cenderung malas melakukan
pengobatan pada tempat yang jauh.

Gejala Penyakit
Keteraturan pasien melakukan pengobatan juga dipengaruhi
oleh keluhan yang dirasakan oleh pasien. Keluhan yang
diderita akan membuat pasien semakin aktif dalam kunjungan
pengobatan.

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan


klien

17
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada
klien setelah memperoleh infomasi tentang diagnosis. Suatu
penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana pengobatan
dapat meningkatkan kepatuhan, semakin baik pelayanan yang
diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula pasien
melakukan kunjungan pengobatan.

Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu,
dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.19
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar
untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk
mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur
pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang
diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau
diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula pasien
dalam mengikuti pengobatan.

Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2
orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian
darah, hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama
lain, mempertahankan satu kebudayaan.20
Pasien yang sedang sakit sangat membutuhkan dukungan dari
orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga, dukungan dapat
ditujukan melalui sikap antara lain :
 Memberikan perhatian, misalnya mempertahankan

18
makanan meliputi porsi, jenis, frekuensi dalam sehari-
hari serta kecukupan gizi.
 Mengingatkan, misalnya kapan penderita harus minum
obat, kapan istirahat serta kapan saatnya kontrol.
 Menyiapkan obat yang harus diminum oleh pasien.
 Memberikan motivasi pada pasien untuk datang ke balai
pengobatan.

Efek Samping Pengobatan


Efek samping obat yang dirasakan pasien, terutama pasien
penyakit kronik yang harus mengkonsumsi obat dalam jangka
panjang, juga turut berperan dalam menentukan keteraturan
pasien mengkonsumsi obatnya. Apabila pasien merasa
terganggu dengan efek samping obat yang dikonsumsinya,
maka pasien akan malas untuk melanjutkan pengobatannya.

Motivasi
Keinginan pasien untuk sembuh merupakan salah satu
motivasi yang kuat untuk membantu kepatuhan pasien dalam
pengobatannya. Dengan motivasi yang kuat, maka pasien tidak
akan beralasan seperti sibuk, lupa, atau tidak punya waktu
dalam meneruskan pengobatannya.

Biaya Pengobatan
Biaya pengobatan yang besar juga akan menjadi penghambat
bagi pasien untuk meneruskan pengobatannya.

Kemauan Membayar
Pasien dengan penyakit kronik harus teratur dan rutin untuk
melakukan pengobatan jangka panjang. Kebanyakan pasien
akan merasa keberatan apabila harus membayar terus menerus.

19
2.2.4. Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan
Berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan antara lain18 :
Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk
meningkatkan kepatuhan, yakni dengan adanya
komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting
karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional
kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan
ketaatan bagi pasien.

Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para
profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga
pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien
maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien
dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana
cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila
sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol
secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi
pasien hipertensi.

Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga
mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.
Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam
meningkatkan tingkat kepatuhan antara lain :
 Pasien memerlukan dukungan, bukan disalahkan.
 Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi
jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi

20
dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan.
 Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan
keamanan penggunaan obat.
 Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup
penting dalam mencapai efektifitas suatu system
kesehatan.
 Memperbaiki kepatuhan merupakan intervensi terbaik
dalam menangani penyakit kronis.
 Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam
menyelesaikan masalah ketidakpatuhan.

2.3. Ketidakpatuhan
2.3.1 faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat
digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven antara lain:
Pemahaman tentang intruksi
Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah
paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya.

Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat
kepatuhan.

Isolasi sosial dan keluarga


Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh
dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu
serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan
yang dapat mereka terima.

21
Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat
suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna
untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

2.3.2 Strategi Untuk Mengurangi Ketidakpatuhan


Strategi untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien18 :
 Pasien harus mengembangkan tujuan kepatuhan serta memiliki
keyakinan dan sikap yang positif terhadap suatu
penatalaksanaan, dan keluarga serta teman juga harus
mendukung keyakinan tersebut.
 Pengontrolan terhadap perilaku sering tidak cukup untuk
mengubah perilaku itu sendiri. Faktor kognitif juga berperan
penting.
 Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari
anggota keluarga yang lain, teman dapat membantu
mengurangi ansietas, mereka dapat menghilangkan godaan
pada ketidakpatuhan, dan mereka sering menjadi kelompok
pendukung untuk mencapai kepatuhan.

22
23
BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI


OPERASIONAL

4.1. Kerangka Teori

Faktor Individu:
- Usia
- Jenis kelamin

Kepatuhan penggunaan
antibiotik

Faktor lain:
- Tingkat pengetahuan
mengenai antibiotik
-Ekonomi
- Tingkat Pendidikan

24
4.2. Kerangka Konsep

Tingkat pengetahuan Kepatuhan


masyarakat mengenai Penggunaan
antibiotik Antibiotik
Variabel Independen Variabel Dependen

Berikut adalah kerangka konsep yang menunjukkan hubungan tingkat


pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik terhadap kepatuhan penggunaanya,
dimana pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik variabel independen yang
memiliki hubungan satu arah terhadap kepatuhan penggunaan antibiotik yang
merupakan variabel dependen.

4.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat mengenai


antibiotik terhadap kepatuhan penggunaannya, dimana semakin tinggi pengetahuan
masyarakat, maka akan cenderung semakin patuh dalam penggunaan antibiotik
sesuai indikasi.

4.4. Definisi Operasional

1. ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran
napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, pleura).1
 Gejala yang sering ditemukan pada ISPA adalah demam, batuk, nyeri
tenggorokan, pilek (coryza), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas.8
 Skala: Nominal (ya atau tidak)
2. Merokok adalah aktivitas menghirup atau menghisap asap rokok dari batang
rokok yang terbakar.14
 Derajat merokok
o Perokok ringan: 1-10 batang rokok per hari
o Perokok sedang: 11-20 batang rokok per hari
o Perokok berat: Diatas 20 batang rokok per hari.4

25
 Skala: Ordinal

26
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi observasional dengan pendekatan studi potong


lintang (cross sectional), serta pengambilan data primer (wawancara).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Curug. Studi dilakukan pada periode


Desember 2018 - Januari 2019.

4.3 Bahan dan Cara Penelitian


4.3.1 Bahan Penelitian
• Kuesioner gambaran pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik.
• Kuesioner mengenai kepatuhan pasien meminum antibiotik yang
sudah tergabung dengan kuesioner mengenai gambaran pengetahuan
masyarakat mengenai antibiotik.

4.3.2 Cara Penelitian


1. Peneliti akan menjelaskan mengenai judul dan tujuan penelitian
2. Responden akan mengisi dan menandatangani lembar informed
consent.
3. Peneliti akan membagikan kuesioner kepada responden mengenai
pengetahuan masyarakat mengenai antibiotic dan epatuhan
penggunaannya. Responden akan menjawab sesuai dengan apa yang
responden ketahui mengenai antibiotik.
4. Peneliti akan mengumpulkan kembali kuesioner dari responden.

27
5. Data akan dikumpulkan dan ditabulasi menggunakan Microsoft Excel
2017 dan data akan diolah diolah menggunakan SPSS 22.

4.4 Populasi Penelitian


4.4.1 Populasi Target

Populasi target adalah semua pasien yang datang berobat ke Puskesmas


Curug pada bulan Desember 2018 - Januari 2019.

4.4.2 Populasi Terjangkau

Pasien yang berobat di Puskesmas Curug dan mampu untuk menjawab


pertanyaan.

4.5 Cara Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan cara pengambilan sampel dengan teknik simple


random sampling.

4.6 Cara Penghitungan Jumlah Sampel

Besar sampel minimal dalam penelitian ini dihitung dengan rumus besar
sampel menggunakan uji hipotesis untuk penelitian analitik komparatif kategorik
tidak berpasangan. Rumus besar sampel analitik komparatif kategorik tidak
berpasangan adalah:

2
(Zα√2𝑝𝑞 + 𝑍𝛽√𝑝1𝑞1 + 𝑝2𝑞2)
(𝑝1 − 𝑝2)2

Zα = kesalahan tipe I ditetapkan 5% =

Zβ = kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20% =

28
P1 = Proporsi kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan rawat jalan =

P2 = Proporsi kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan yang dianggap


bermakna =

Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah subyek

(5%

4.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Faktor inklusi:

- Pasien yang berobat di Puskesmas Curug

- Pasien berusia 20 tahun – 55 tahun

- Pasien kooperatif

Faktor eksklusi:

- Pasien menolak berpartisipasi dalam penelitian

- Pasien berusia <17 tahun dan >55 tahun

- Tidak bisa membaca dan menulis

4.8 Pengolahan Data

Untuk memperoleh data kualitatif pasien dilakukan pengumpulan data akan


diambil dari data primer yang dilakukan melalui proses wawancara kepada
pasien di Puskesmas Cisauk. Data kategorik dijabarkan dalam bentuk frekuensi
dan persentase. Data nominal atau ordinal akan dijabarkan dalam bentuk
proporsi dengan menyertakan interval kepercayaan 95% dan p value. Status
pasien yang memenuhi kriteria secara konsekutif dan kemudian dicocokan

29
dengan kriteria inklusi/eksklusi. Tabulasi dilakukan menggunakan program
pengumpulan data elektronik Microsoft Excel 2011, sedangkan analisis data
menggunakan program SPSS 22.0. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan
metode tersebut di atas sampai besar sampel telah terpenuhi.

4.9 Analisa Data

Analisis bivariat mencari hubungan tingkat pengetahuan pasien mengenai


antibiotik dengan kepatuhan minum antibiotik yang dilakukan dengan uji
Analisis Chi Square.

4.10 Alur

30
BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang dilakukan pada Desember 2018 – Januari 2019 berjudul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Mengenai Antibiotik Terhadap
Kepatuhan Minum Antibiotik Di Puskesmas Curug” diperoleh dari kuisioner
yang diberikan pada responden yang memenuhi kriteria penelitian dan
wawancara mendalam pada 10 responden diantaranya.

5.2 Deskripsi Lokasi Penelitian


Wilayah Puskesmas Curug terletak di Jalan Raya Curug, Kecamatan
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten yang mempunyai wilayah kerja
seluas 1.617.000 Ha atau identik dengan 16.17 km2. Dengan perincian 45 %
digunakan untuk perumahan, 35% untuk sawah, perkebunan, ladang dan
sisanya untuk lain-lain. Secara geografis letak Puskesmas Curug mudah
dijangkau dengan kendaraan umum roda dua maupun roda empat karena
letaknya di Jalan besar dengan kondisi jalan yang baik.
Wilayah kerja Puskesmas Curug merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Cisauk. Yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Curug terdiri dari 3 desa
yakni Desa Suradita, Desa Dangdang dan Desa Mekar Wangi.
Secara geografis batas wilayah kerja Puskesmas Curug adalah :
- Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Pagedangan dan Puskesmas
Cisauk
- Selatan : Kabupaten Bogor,Provinsi Jawa Barat
- Timur : Kota Tangerang Selatan
- Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Legok

5.3 Hasil Penelitian


5.3.1 Karakteristik Responden

31
Berdasarkan tabel 1. menunjukkan bahwa responden paling banyak
adalah perempuan yaitu terdiri dari 55 orang (60,44%) dan sisanya adalah
laki-laki yang berjumlah 36 pasien (39,56%). Dari tingkat pendidikan
menunjukkan bahwa pasien yang menjadi responden berasal dari
beberapa tingkat pendidikan, yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan
Tinggi. Responden dengan latar belakang pendidikan SLTA adalah yang
paling banyak menjadi responden yaitu 40 orang (43,96%) dan yang
paling sedikit adalah responden dengan latar belakang pendidikan
perguruan tinggi. Sedangkan dari jenis pekerjaan responden menunjukkan
bahwa pasien yang menjadi responden mempunyai latar belakang
pekerjaan yang berbeda-beda. Responden paling banyak adalah ibu rumah
tangga yaitu 41 orang (45,06%) dan paling sedikit adalah PNS yaitu 2
orang ( 2,20%)
Karakteristik Pasien Sampel
N= %

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

32
5.4 TingkatPengetahuan Masyarakat
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, diperoleh data yang dapat dilihat pada
tabel sampai dengan tabel

Tabel

5.4.1 Data Kepatuhan Minum Obat Berdasarkan Jenis Kelamin

5.5 Data jenis kelamin dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif statistik
untuk melihat sebaran dan proporsinya.

TABEL 5.3.1 Distribusi Persebaran Responden Menurut Jenis Kelamin


Responden di Puskesmas Curug
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki
Perempuan
Total 1

GRAFIK 5.3.1 Distribusi Persebaran Responden Menurut


Jenis Kelamin Responden di Puskesmas Suradita

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Laki-Laki Perempuan

33
Berdasarkan tabel 5.3.1 terlihat bahwa dari 100 responden sebagian
besar wanita dengan jumlah 72 responden (72%). sedangkan yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 responden (28%).

5.1.2.1 Usia
Data usia dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif statistik untuk
melihat sebaran dan proporsinya.

TABEL 5.3.2 Distribusi Persebaran Responden Menurut Usia


Responden di Puskesmas Suradita
Usia Jumlah Persentase
15-24 tahun 0 0%
25-34 tahun 3 3%
35-44 tahun 10 10%
45-54 tahun 29 29%
≥55 tahun 58 58%
Total 100 100%

34
GRAFIK 5.3.2 Distribusi Persebaran Responden Menurut
usia Responden di Puskesmas Suradita
70

60

50

40

30

20

10

0
15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun ≥55 tahun

Berdasarkan tabel 5.3.2 terlihat bahwa dari 100 responden sebagian


besar berusia ≥ 55 tahun dengan jumlah 58 responden (58%).
sedangkan yang berusia 45-55 tahun sebanyak 29 responden (29%),
usia 35-44 tahun sebanyak 10 responden (10%), usia 25 - 34 tahun
sebanyak 3 responden (3%) dan tidak ada responden pada usia 15-24
tahun.

5.1.2.2 Tingkat Pendidikan


Data tingkat pendidikan dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif
statistik untuk melihat sebaran dan proporsinya.

TABEL 5.3.3 Distribusi Persebaran Responden Menurut Tingkat


Pendidikan Responden di Puskesmas Suradita
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
Tidak bersekolah 10 10%
Tamat SD/sederajat 68 68%
Tamat SMP/sederajat 13 13%
Tamat SMA/sederajat 9 9%

35
Tamat DIII/PT 0 0%
Total 100 100%

GRAFIK 5.3.3. Distribusi Persebaran Responden Menurut


Tingkat Pendidikan Responden di Puskesmas Suradita
80

70

60

50

40

30

20

10

0
Tidak Tamat Tamat Tamat Tamat DIII/PT
bersekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat

Berdasarkan tabel 5.3.3 terlihat bahwa dari 100 responden sebagian


besar Tamat SD/sederajat dengan jumlah 68 responden (68%).
sedangkan yang tidak bersekolah sebanyak 10 responden (10%),
Tamat SMP/sederajat sebanyak 13 responden (13%), Tamat
SMA/sederajat sebanyak 9 responden (9%) dan tidak ada responden
yangTamat DIII/PT.

5.1.2.3 Status Pekerjaan


Data status pekerjaan dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif
statistik untuk melihat sebaran dan proporsinya.

TABEL 5.3.4 Distribusi Persebaran Responden Menurut Status


Pekerjaan Responden di Puskesmas Suradita

36
Status Pekerjaan Jumlah Persentase
Bekerja 28 28%
Tidak Bekerja 72 72%
Total 100 100%

GRAFIK 5.3.4. Distribusi Persebaran Responden Menurut


Status Pekerjaan Responden di Puskesmas Suradita

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Bekerja Tidak Bekerja

Berdasarkan tabel 5.1.4 terlihat bahwa dari 100 responden sebagian


besar Tidak bekerja dengan jumlah 72 responden (72%). sedangkan
yang berkerja sebanyak 28 responden (28%).

5.1.2.4 Sumber Informasi Mengenai Hipertensi


Data sumber informasi mengenai hipertensi dianalisis dengan
menggunakan uji deskriptif statistik untuk melihat sebaran dan
proporsinya.

TABEL 5.3.5 Distribusi Persebaran Responden Menurut Sumber


Informasi Mengenai Hipertensi Responden di Puskesmas Suradita
Sumber Informasi Jumlah Persentase
Keluarga 0 0%

37
Pelayanan Kesehatan 20 20%
Media massa/TV 0 0%
Lingkungan sekitar 80 80%
Total 100 100%

Grafik 5.3.5 Distribusi Persebaran Responden Menurut


Sumber Informasi Mengenai Hipertensi di Puskesmas
Suradita
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Keluarga Pelayanan Media Massa/TV Lingkungan
Kesehatan Sekitar

Berdasarkan tabel 5.3.5 terlihat bahwa dari 100 responden sebagian


besar Mendapatkan informasi dari Lingkungan sekitar dengan jumlah
80 responden (80%). sedangkan yang mendapatkan informasi dari
pelayanan kesehatan sebanyak 20 responden (20%), dan tidak ada
responden yang menjawab bahwa mendapatkan sumber informasi dari
keluarga maupun media massa/TV.

5.1.2.5 Jumlah obat yang dikonsumsi


Data jumlah obat yang dikonsumsi dianalisis dengan menggunakan
uji deskriptif statistik untuk melihat sebaran dan proporsinya.

TABEL 5.3.6 Distribusi Persebaran Responden Menurut Jumlah Obat


Yang Dikonsumsi Responden di Puskesmas Suradita
Jumlah Obat yang Dikonsumsi Jumlah Persentase

38
Tunggal 67 67%
Kombinasi 33 33%
Total 100 100%

GRAFIK 5.3.6 Distribusi Persebaran Responden Menurut


Jumlah Obat yang Dikonsumsi Responden di Puskesmas
Suradita
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Tunggal Kombinasi

Berdasarkan tabel 5.3.6 terlihat bahwa dari 100 responden sebagian


besar Mengkonsumsi obat antihipertensi tunggal dengan jumlah 67
responden (67%). sedangkan yang mengkonsumsi obat antihipertensi
kombinasi sebanyak 33 responden (33%.).

5.1.3 Data Kualitatif


Peneliti akan menguraikan data kualitatif mengenai “Ketidakpatuhan
Pasien Hipertensi dalam Minum Obat Anti Hipertensi di Puskesmas
Suradita” dalam bentuk naratif. Hasil penelitian diperoleh melalui teknik
wawancara secara mendalam (in depth interview) dengan informan sebagai
bentuk pencarian data dan dokumentasi langsung di lapangan.

39
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

40

Anda mungkin juga menyukai