Sepatan - Hubungan Penghuni Rumah Yang Merokok Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Di BP Anak Puskesmas Sepatan
Sepatan - Hubungan Penghuni Rumah Yang Merokok Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Di BP Anak Puskesmas Sepatan
Sepatan - Hubungan Penghuni Rumah Yang Merokok Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Di BP Anak Puskesmas Sepatan
Disusun oleh :
Angela
Putri Paramitha
Dibimbing oleh :
Disusun oleh :
Angela
Putri Paramitha
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan penilitian mengenai “Hubungan
Ringkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotik dengan Kepathuan Minum
Antibiotik di Puskesmas Curug” sebagai persyaratan kelulusan dalam program
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Pelita Harapan Periode
Desember – Januari 2018. Laporan ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan, masukan, dan bantuan yang telah
diberikan selama proses pembuatan laporan penelitian ini kepada :
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini belum sempurna dan masih
memiliki kesalahan, sehingga bila terdapatnya kritik maupun saran akan sangat
diharapkan sebagai perbaikan bagi Penulis.
Penulis
3
Daftar Isi
BAB I- PENDAHULUAN........................................................................................... 6
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................. 6
1.2. Perumusan Masalah .....................................................Error! Bookmark not defined.
1.2.1. Pernyataan Masalah..............................................Error! Bookmark not defined.
1.2.2. Pertanyaan Masalah..............................................Error! Bookmark not defined.
1.3. Tujuan ..........................................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.1. Tujuan Umum ......................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.2. Tujuan Khusus......................................................Error! Bookmark not defined.
1.4. Manfaat ........................................................................Error! Bookmark not defined.
1.4.1. Manfaat Bagi Dokter Muda..................................Error! Bookmark not defined.
1.4.2. Manfaat Bagi Puskesmas Sepatan ........................Error! Bookmark not defined.
1.5. Ruang Lingkup ............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II- TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 9
2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ....................Error! Bookmark not defined.
2.2. Rokok ..........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III- PROFIL PUSKESMAS .............................. Error! Bookmark not defined.
3.1. Profil Puskesmas Sepatan ............................................Error! Bookmark not defined.
3.1.1. Data Demografi Puskesmas..................................Error! Bookmark not defined.
3.1.2. Sumber Daya Puskesmas .....................................Error! Bookmark not defined.
3.2. Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas........................................................................18
3.3. Sarana Prasarana ..........................................................Error! Bookmark not defined.
3.3.1.Pembiayaan Kesehatan ..........................................Error! Bookmark not defined.
3.3.2.Denah Puskesmas Sepatan ....................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV- KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI
OPERASIONAL ........................................................................................................ 24
4.2. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 25
4.3. Hipotesis ..................................................................................................................... 25
4.4. Definisi Operasional ................................................................................................... 25
BAB V- METODE PENELITIAN ............................ Error! Bookmark not defined.
5.1. Desain Penelitian .........................................................Error! Bookmark not defined.
5.2. Waktu dan Tempat.......................................................Error! Bookmark not defined.
5.3. Populasi Penelitian ......................................................Error! Bookmark not defined.
5.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................Error! Bookmark not defined.
5.5. Besar Sampel ...............................................................Error! Bookmark not defined.
5.6. Cara Pengambilan Sampel ...........................................Error! Bookmark not defined.
5.7. Instrumen Penelitian ....................................................Error! Bookmark not defined.
5.8. Alur Penelitian .............................................................Error! Bookmark not defined.
5.9. Cara Kerja Penelitian ...................................................Error! Bookmark not defined.
5.10. Manajemen dan Analisis Data ...................................Error! Bookmark not defined.
5.11. Etika ...........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB VI- HASIL DAN PEMBAHASAN .................. Error! Bookmark not defined.
BAB VII- KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 33
4
7.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 33
7.2. Saran ........................................................................................................................... 33
7.2.1. Untuk Pasien & Keluarga Pasien ............................................................................. 33
7.2.2. Untuk Puskesmas ..................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 34
LAMPIRAN ............................................................................................................... 36
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS)
melakukan survey di 3 lokasi studi yaitu Kabupaten Sukoharjo, Klaten dan
Karanganyar berlangsung selama 3 tahun mulai September 2013-Agustus
2016 terhadap masyarakat, menunjukkan hasil bahwa fungsi pengawasan
serta pengendalian praktek penggunaan antibiotik yang tidak
bertanggungjawab dan tidak bijak lemah sehingga banyak penggunaan
antibiotik yang tidak sesuai anjuran. Tingkat pengetahuan dari responden
pasien rumah sakit masih rendah yaitu 61,1% (Center for Indonesian
Veterinary Analytical Studies (CIVAS), 2017). Berdasarkan latar belakang
diatas, mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang
penggunaan antibiotik masih tergolong rendah dan menimbulkan tingkat
penggunaan irrasional yang tinggi. Meskipun penelitian mengenai antibiotik
telah banyak dilakukan sebelumnya, tetapi ada penelitian yang mengatakan
tingkat pengetahuan pasien mengenai antibiotik tidak memengaruhi
kepatuhan penggunaan obat.
7
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan pasien mengenai antibiotik
terhadap kepatuhan penggunaannya di Puskesmas Curug.
Tujuan Khusus
- Mengetahui seberapa sering pasien Puskesmas Curug
memperoleh pngobatan antibiotik.
- Mengetahui tingkat resistensi pasien terhadap antibiotik di
Indonesia
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik
2.1.1 Definisi
Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan dari berbagai jenis
mikroorganisme (bakteri,fungi,aktinomisetes) yang menekan
mikroorganisme lainnya.. Ratusan antibiotik telah berhasil
diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk
mengobati infeksi. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba (terutama fungi) yang dapat menghambat atau dapat
membasmi mikroba jenis lain. Banyak jenis antibiotik yang dibuat
secara semisintetik atau sintetik penuh. Akan tetapi, saat ini
antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba
(misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai
antibiotik.
9
5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel
mikroba (golongan kuinolon dan rifampisin).
Antibiotik memiliki mekanisme kerja yang berbeda-beda. Salah satu
jenis antibiotik misalnya peniciline, seperti antibiotik 1-laktam lain,
peniciline akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengganggu reaksi tranpeptidasi dalam sintesis dinding sel bakteri.
Tetrasiklin memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat
sintesa protein kuman. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat
sintesis protein kuman, umumnya bersifat bakteriostatik. Pada
konsentrasi yang tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat
bakterisid. Mekanisme kerja dari sulfonamid adalah menghambat
sintesis asam nukleat dan dihidropteroat sintase serta produksi folat.
Trimetoprim secara selektif menghambat asam dihidrofolat reduktase
bakteri, yang mengubah asam dihidrofolat menjadi asam
tetrahidrofolat, suatu tahap menuju sintesis purin dan pada akhirnya
sintesis DNA. Mekanisme kerja Kuinolon menyekat sintesis DNA
bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA girase) dan
topoisomerase IV bakteri. Mekanisme kerja rifampisin sangat aktif
terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA-
dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme
lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai
dalam sintesis RNA.(8) Polimiksin bersifat bakterisida. Polimiksin
melekat pada membrane sel bakteri yang kaya dengan
fosfatidiletanolamin dan mengganggu sifat osmotic serta mekanisme
transport pada membran.
10
penggunaan antibiotik yang tidak sesuai (tidak menyelesaikan
pengobatan antibiotic), sehinga bermutasi dan menjadi resisten.
Agar suatu antibiotik ekfektif, antibiotik tersebut harus mencapai
targetnya, berikatan dengannya, dan mengganggu fungsinya.
Resistensi bakteri terhadap senyawa antimikorba terbagi dalam 3
kelompok umum yaitu, obat tidak mencapai targetnya, obat tidak aktif,
target berubah.(5)
Secara garis besar, kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu
antimikroba melalui tiga mekanisme :
a. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel
mikroba.
Membran luar bakteri gram-negatif merupakan sawar
permeabilitias yang mencegah molekul-molekul polar
berukuran besar memasuki sel. Molekul – molekul polar
berukuran kecil, termasuk banyak antibiotik, masuk kedalam
sel melalui saluran yang terbuat dari protein yang disebut
porin. Jika saluran porin yang tepat tidak ada, atau terjadi
mutasi, atau hilang, maka hal tersebut dapat memperlambat
laju, atau sama sekali mencegah masuknya obat ke dalam sel,
sehingga akan menurunkan konsentrasi efektif obat pada
lokasi target. Jika target berada dalam sel dan obat
memerlukan transport aktif untuk melewati membran sel,
maka mutasi atau kondisi lingkungan yang menghentikan
mekanisme transport ini dapat menyebabkan resistensi.
b. Inaktifasi obat
Variasi dari mekanisme ini adalah gagalnya sel bakteri untuk
mengubah obat inaktif menjadi metabolit aktif. Perubahan
pada target tersebut dapat terjadi akibat mutasi target alami,
modifikasi target, dan substitusi target asal yang rentan dengan
alternative lain yang resisten. Mekanisme resistensi ini terjadi
akibat menurunnya pengikatan obat oleh target kritis atau
11
substitusi dengan target baru yang tidak dapat mengikat obat
yang ditujukan untuk target asalnya.
c. Mikroba mengubah tempat ikatan (dinding site) antimikroba
Mekanisme ini terlihat pada S. aureus yang resisten terhadap
metisilin (MRSA). Kuman ini mengubah Penicillin Binding
Proteinnya (PBP) sehingga afinitasnya menurun terhadap
metisilin dan antibiotik beta laktam yang lain.(6)
12
antimikroba. Yang mungkin dapat dianggap relative tidak
toksik sampai kini ialah golongan penisilin. Dalam
menimbulkan efek toksik, masing – masing antimikroba dapat
memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada
tubuh hospes.
4) Perubahan biologi dan metabolik pada hospes
2.2. Kepatuhan
2.2.1. Pengertian Kepatuhan
Menurut WHO (World Health Organization), kepatuhan
(adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku
seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau
melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi
pelayanan kesehatan.16
Menurut Sacket kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai
keberhasilan sebuah terapi pada pasien yang mengikuti ketentuan-
ketentuan kesehatan profesional.16
13
Tabel 3. Metode Mengukur Kepatuhan17
14
dan CMG (Continuous Multiple-Interval Medication Gaps). CSA
dihitung dengan membagi jumlah hari diberi obat oleh dokter
dengan jumlah hari sebelum mengkonsumsi obat baru pada saat
pengobatan berikutnya. MPR dihitung dengan membagi jumlah hari
yang diberikan oleh dokter antara hari pertama diberi obat sampai
hari terakhir obat dikonsumsi dengan total jumlah hari yang secara
aktual digunakan untuk minum obat oleh pasien. CMG dihitung
dengan membagi total jumlah hari tanpa minum obat antara hari
pertama dan terakhir minum obat dengan jumlah hari dalam periode
yang diberikan oleh dokter.17
Coudhry, dkk (2009) mengembangkan PDC (Proportion of
Days Covered), yang diperoleh dengan membagi jumlah hari yang
diberikan oleh dokter antara hari pertama dan terakhir dengan
jumlah hari aktual yang digunakan oleh pasien antara hari pertama
sampai terakhir ditambah dengan jumlah hari yang diberikan oleh
dokter antar hari pertama sampai terakhir pada saat pemberian resep
selanjutnya dibagi dengan jumlah hari aktual yang digunakan oleh
pasien untuk mengkonsumsi obat pada periode pemberian resep
periode ini, dikalikan 100 persen.17
Baik CSA, MPR, CMG maupun PDC, nampak bahwa
aspek perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi obat adalah
mengenai jumlah hari, dengan beberapa variasinya. Berdasarkan
beberapa pertimbangan (antara lain kemudahan, metode yang sering
digunakan oleh peneliti sebelumnya dan faktor teknis serta biaya),
maka dalam penelitian ini aspek-aspek dan metode yang digunakan
untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat
menggunakan metode skala, yaitu dengan mengadaptasi MMAS dari
Morisky.17
15
oo.Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin
banyak permasalahan yang dihadapi terutama terkait kondisi
kesehatannya. Hal ini disebabkan terjadinya kemunduran
fungsi seluruh tubuh secara progresif. Lansia yang tidak dapat
beradaptasi dengan kemundurannya tersebut cenderung akan
muncul sikap penolakan sehingga dapat bersikap tidak peduli
dengan kondisinya dan tidak patuh dengan anjuran kesehatan
terkait minum obat. Hal ini didukung oleh penelitian
Misnadiarly (2006) bahwa umur tua atau lansia mempunyai
peluang tidak patuh sehubungan dengan fungsi organ dan daya
ingat.
Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang
secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-
laki dan perempuan. Jenis kelamin berkaitan dengan peran
kehidupan dan perilaku dalam masyarakat. Dalam hal menjaga
kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan
kesehatannya dan lebih sering obati dirinya dibandingkan laki-
laki.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya yang dapat digunakan untuk memperoleh
informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup. Semakin
tinggi pengetahuan seseorang, maka akan memudahkan
seseorang menerima informasi sehingga menambah
pengetahuan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Semakin
tinggi tingkat pendidikan, semakin besar kepatuhan dalam
menjalani pengobatan.
Status Pekerjaan
16
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan keluarga. Orang yang bekerja
cenderung memiliki sedikit waktu untuk mengunjungi fasilitas
kesehatan.
Sumber Informasi
Keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi
kepatuhan dalam pengobatan. Sumber informasi yang dapat
mempengaruhi seseorang dapat diperoleh dari televisi, radio,
koran, buku, majalah, internet, keluarga dan lingkungan
sekitar.
Gejala Penyakit
Keteraturan pasien melakukan pengobatan juga dipengaruhi
oleh keluhan yang dirasakan oleh pasien. Keluhan yang
diderita akan membuat pasien semakin aktif dalam kunjungan
pengobatan.
17
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada
klien setelah memperoleh infomasi tentang diagnosis. Suatu
penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana pengobatan
dapat meningkatkan kepatuhan, semakin baik pelayanan yang
diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula pasien
melakukan kunjungan pengobatan.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu,
dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.19
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar
untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk
mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur
pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang
diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau
diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula pasien
dalam mengikuti pengobatan.
Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2
orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian
darah, hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama
lain, mempertahankan satu kebudayaan.20
Pasien yang sedang sakit sangat membutuhkan dukungan dari
orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga, dukungan dapat
ditujukan melalui sikap antara lain :
Memberikan perhatian, misalnya mempertahankan
18
makanan meliputi porsi, jenis, frekuensi dalam sehari-
hari serta kecukupan gizi.
Mengingatkan, misalnya kapan penderita harus minum
obat, kapan istirahat serta kapan saatnya kontrol.
Menyiapkan obat yang harus diminum oleh pasien.
Memberikan motivasi pada pasien untuk datang ke balai
pengobatan.
Motivasi
Keinginan pasien untuk sembuh merupakan salah satu
motivasi yang kuat untuk membantu kepatuhan pasien dalam
pengobatannya. Dengan motivasi yang kuat, maka pasien tidak
akan beralasan seperti sibuk, lupa, atau tidak punya waktu
dalam meneruskan pengobatannya.
Biaya Pengobatan
Biaya pengobatan yang besar juga akan menjadi penghambat
bagi pasien untuk meneruskan pengobatannya.
Kemauan Membayar
Pasien dengan penyakit kronik harus teratur dan rutin untuk
melakukan pengobatan jangka panjang. Kebanyakan pasien
akan merasa keberatan apabila harus membayar terus menerus.
19
2.2.4. Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan
Berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan antara lain18 :
Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk
meningkatkan kepatuhan, yakni dengan adanya
komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting
karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional
kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan
ketaatan bagi pasien.
Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para
profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga
pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien
maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien
dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana
cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila
sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol
secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi
pasien hipertensi.
Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga
mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.
Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam
meningkatkan tingkat kepatuhan antara lain :
Pasien memerlukan dukungan, bukan disalahkan.
Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi
jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi
20
dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan.
Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan
keamanan penggunaan obat.
Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup
penting dalam mencapai efektifitas suatu system
kesehatan.
Memperbaiki kepatuhan merupakan intervensi terbaik
dalam menangani penyakit kronis.
Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam
menyelesaikan masalah ketidakpatuhan.
2.3. Ketidakpatuhan
2.3.1 faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat
digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven antara lain:
Pemahaman tentang intruksi
Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah
paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya.
Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat
kepatuhan.
21
Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat
suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna
untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
22
23
BAB III
Faktor Individu:
- Usia
- Jenis kelamin
Kepatuhan penggunaan
antibiotik
Faktor lain:
- Tingkat pengetahuan
mengenai antibiotik
-Ekonomi
- Tingkat Pendidikan
24
4.2. Kerangka Konsep
4.3. Hipotesis
1. ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran
napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, pleura).1
Gejala yang sering ditemukan pada ISPA adalah demam, batuk, nyeri
tenggorokan, pilek (coryza), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas.8
Skala: Nominal (ya atau tidak)
2. Merokok adalah aktivitas menghirup atau menghisap asap rokok dari batang
rokok yang terbakar.14
Derajat merokok
o Perokok ringan: 1-10 batang rokok per hari
o Perokok sedang: 11-20 batang rokok per hari
o Perokok berat: Diatas 20 batang rokok per hari.4
25
Skala: Ordinal
26
BAB 4
METODE PENELITIAN
27
5. Data akan dikumpulkan dan ditabulasi menggunakan Microsoft Excel
2017 dan data akan diolah diolah menggunakan SPSS 22.
Besar sampel minimal dalam penelitian ini dihitung dengan rumus besar
sampel menggunakan uji hipotesis untuk penelitian analitik komparatif kategorik
tidak berpasangan. Rumus besar sampel analitik komparatif kategorik tidak
berpasangan adalah:
2
(Zα√2𝑝𝑞 + 𝑍𝛽√𝑝1𝑞1 + 𝑝2𝑞2)
(𝑝1 − 𝑝2)2
28
P1 = Proporsi kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan rawat jalan =
(5%
Faktor inklusi:
- Pasien kooperatif
Faktor eksklusi:
29
dengan kriteria inklusi/eksklusi. Tabulasi dilakukan menggunakan program
pengumpulan data elektronik Microsoft Excel 2011, sedangkan analisis data
menggunakan program SPSS 22.0. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan
metode tersebut di atas sampai besar sampel telah terpenuhi.
4.10 Alur
30
BAB 5
HASIL PENELITIAN
31
Berdasarkan tabel 1. menunjukkan bahwa responden paling banyak
adalah perempuan yaitu terdiri dari 55 orang (60,44%) dan sisanya adalah
laki-laki yang berjumlah 36 pasien (39,56%). Dari tingkat pendidikan
menunjukkan bahwa pasien yang menjadi responden berasal dari
beberapa tingkat pendidikan, yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan
Tinggi. Responden dengan latar belakang pendidikan SLTA adalah yang
paling banyak menjadi responden yaitu 40 orang (43,96%) dan yang
paling sedikit adalah responden dengan latar belakang pendidikan
perguruan tinggi. Sedangkan dari jenis pekerjaan responden menunjukkan
bahwa pasien yang menjadi responden mempunyai latar belakang
pekerjaan yang berbeda-beda. Responden paling banyak adalah ibu rumah
tangga yaitu 41 orang (45,06%) dan paling sedikit adalah PNS yaitu 2
orang ( 2,20%)
Karakteristik Pasien Sampel
N= %
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
32
5.4 TingkatPengetahuan Masyarakat
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, diperoleh data yang dapat dilihat pada
tabel sampai dengan tabel
Tabel
5.5 Data jenis kelamin dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif statistik
untuk melihat sebaran dan proporsinya.
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Laki-Laki Perempuan
33
Berdasarkan tabel 5.3.1 terlihat bahwa dari 100 responden sebagian
besar wanita dengan jumlah 72 responden (72%). sedangkan yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 responden (28%).
5.1.2.1 Usia
Data usia dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif statistik untuk
melihat sebaran dan proporsinya.
34
GRAFIK 5.3.2 Distribusi Persebaran Responden Menurut
usia Responden di Puskesmas Suradita
70
60
50
40
30
20
10
0
15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun ≥55 tahun
35
Tamat DIII/PT 0 0%
Total 100 100%
70
60
50
40
30
20
10
0
Tidak Tamat Tamat Tamat Tamat DIII/PT
bersekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat
36
Status Pekerjaan Jumlah Persentase
Bekerja 28 28%
Tidak Bekerja 72 72%
Total 100 100%
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Bekerja Tidak Bekerja
37
Pelayanan Kesehatan 20 20%
Media massa/TV 0 0%
Lingkungan sekitar 80 80%
Total 100 100%
38
Tunggal 67 67%
Kombinasi 33 33%
Total 100 100%
39
BAB 6
40