Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN S DENGAN

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN (ILEUS OBSTRUKTIF TOTAL)

DI RUANG KANA RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

Diajukan Untuk Menyelesaikan Tugas Stase KMB Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh:

Amorita Puspa Pramudi

Annisa Oktaviani 318001

Astri Puji Novianti 318096

Diah Krisnawati 318010

Endawana 318100

Ersya Yuliyanti Permana 318013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JABAR

BANDUNG

2018
KASUS TIC

Tn S berusia 52 tahun datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tanggal 07 maret

2019, Tn S mengeluh tidak bisa buang air besar dan flatus sejak 8 hari SMRS, Tn S

juga mengeluh perutnya terasa kembung dan mengeras. Pada tanggal 8 maret 2019

klien dilakukan operasi laparatomi. Terdapat stoma kolostomi pada perut bagian kiri

dan Tn S terpasang drainase. Klien mengelh nyeri pada bagian luka post operasi dan

klien mengeluh demam hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: TD 150/90 mmHg, N

81x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu 38,5oC, skala nyeri 5 (0-10). Tn S diberikan therapy

metronidazole 3x500mg, Ceftriaxone 1x2 gr, keterolac 2x30 mg dan omepprazole

2x50 mg.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10/03/2019

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Hematologi 8
parameter
Hemoglobin L 10,5 g/dl 14-17,4
Hematokrit L 32,4 % 41,5—50,4
Leukosit H 11,73 10^3/ul 4,50-11,0
Eritrosit 4,57 Juta/ul 4,4-6,0
Trombosit 337 Ribu/ul 150-450
Index eritrosit
MCV L 709 FL 80-96
MCH L 23,0 Pg 27,5-33,2
MCHC L 32,4 % 33,4-33,5
Natruium (N) L 124 mEq/L 135-145
Kalium (K) L 2,7 mEq/L 3,5-5,1

TAHAP 1

1. Flatus ?

2. Mcv ?

3. Mch ?

4. Mchc ?

5. Laparatomi ?

Tahap II

1. Flatus adalah keluarnya gas dari bagian bawah saluran pencernaan, baik

dengan berbunyi maupun tanpa bunyi, baik berbau maupun tidak berbau dan

dalam bahasa eufemisme disebut dengan “buang angin”

2. mcv adalah mean corpuscular volume, merupakan salah satu pemerisaan

darah yang menunjukkan volume rata-rata satu sel darah dibandingkan dengan

volume sel darah keseluruhan dalam darah.

3. Mch adalah mean corpuscular hemoglobin adalah perkiraan jumlah atau berat

rata-rata hemoglobin pada setiap sel darah merah dalam tubuh.

4. Mchc adalah mean corpuscular hemoglobin concertration adalah konsentrasi

hemoglobin rata rata untuk setiap sel darah merah.


5. Laparatomy adalah prosedur yang membuat irisan ventrikal besar pada

dinding perut ke dalam rongga perut.

Tahap III

1. Apa diagnosa pada kasus ini?

2. Kenapa klien mengalami susah BAB ?

3. Kenapa bisa terjadi pembesaran perut paada klien ?

4. Diagnosa apa saja yang muncul dalam kasus ini ?

Tahap IV

1. Ileus obstruktif total

2. Pada pasien dengan ileus obstruktif total terjadi penyumbatan pada usus baik

pada usus halus maupun usus besar sehingga menyebabkan peristaltic

menurun sehingga klien susah untuk BAB

3. Pada pasien dengan ileus bisa terjadi terjadi distensi abdomen karena adanya

penyumbatan pada usus yang mengakibatkan pembesaran pada usus dan

menyebabkan distensi

4. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik

5. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi


Tahap V

Etiologi Definisi Anatomi fisiologi

ILEUS OBSTRUKTIF
Patofisiologi Manifestasi klinis
TOTAL

Komplikasi Pemeriksaan Penatalaksanaan


penunjang

Klasifikasi
Tahap VI

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran

gastrointestinal tanpa disertai adanya asuhan keperawatan pada obstruksi

mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus

paralitik (Mansjoer, 2011).

Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran

gastrointestinal tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada

kondisi klinik sering disebut dengan ileus paralitik. Perawat sangat perlu

melakukan pemantauan pada pasien pascabedah abdominal dari kondisi ileus.

Setelah 2-3 hari pasca-pembedahan abdomen, ileus merupakan suatu kondisi

fisiologis yang normal sekunder dari anestesia dan efek intervensi bedah.

Namun, istilah ileus kondisi kelumpuhan intestinal dapat bertahan lebih dari 3

hari pascabedah.

Sebagaian besar kasus ileus terjadi setelah operasi intra-abdomen.

Kembali normalnya aktivitas usus setelah pembedahan abdominal

mengikutipola yang yang dapat diprediksi. Usus kecil biasanya mendapatkan

kembali funsi dalam beberapa jam. Aktivitas regains lambung dalam 1-2 hari

dan usus besar aktivitas regains 3-5 hari (Person, 2006).


Ileus obstruktif adalah hambatan pasase isi usus yang disebabkan oleh

sumbatan mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di

dalam lumen usus. (Sjamsuhidayat, 2005).

Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltic usus sementara. Ileus

paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami

paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi

sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin

seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson.

Ileostomi adalah pembuatan lubang kedalam ileum melalui

pembedahan atau usus halus biasanya dengan stoma ileum pada dinding

abdomen. Tindakan ini memungkinkan drainase bahan fekal (efluen) dari

ileum keluar tubuh. Drainase sangat lunak dan terjadi pada frekuensi yang

sering. Ileostomi dapat dilakukan permanen atau sementara. Ileostomi

permanen dapat dibuat setelah kolektomi total.

B. Etiologi

Walaupun predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah

abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan

risiko terjadinya ileus, di antaranya (Behm, 2003) sebagai berikut:

1. Sepsis

2. Obat-obatan (misalnya: opioid, antasid, coumarin, amitriptyline,

chlorpromazine).
3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia,

hipomagnesemia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).

4. Infark miokard

5. Pneumonia

6. Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina).

7. Bilier dan ginjal kolik.

8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.

9. Inflamasi intraabdomen dan peritonitis.

10. Hematoma retroperitonel.

C. Patofisiologi

Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang

terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding

usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal

tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi

pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian

proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus

(distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan

terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.

Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang

menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga

dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan


ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai

usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini

menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada

obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah hilang oleh karena dinding usus

kehilangan daya kontraksinya.

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah

sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab

mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana

peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis

peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana

gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang

menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena

sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya

absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah

dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber

kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan

elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan

hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi,

pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik

dan kematian bila tidak dikoreksi.


Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan

penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek

lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan

permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam

rongga peritonium dan sirkulasi sistemik.

Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi

diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul

atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu.

Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi

sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah

yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang

terlibat cukup panjang.


Pathway
D. Klasifikasi

1. Neurogenik/fungsional (ileus paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik

usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya

amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan

neurologis seperti penyakit parkinson.

2. Mekanis (ileus obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus

obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma

yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis,

obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses

a. Obstruksi sederhana

Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak,

yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri

abdomen bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut

bagian atas. Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah

periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul

dengan adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya

bervariasi tergantung letak sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah

yang dihasilkan semakain fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama pada

obstruksi komplit. Pada pemeriksaan radiologist, dengan posisi tegak dan

telentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anaka tangga dari usus
kecil yang mengalami dilatasi dengan air-fluis level. Pemberian kontras akan

menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya.

b. Obstruksi disertai proses strangulasi

Kira-kira sepertiga obstruksi dengan strangulasi tidak diperkirakan sebelum

dilakukan operasi. Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan

disertai dengan nyeri hebat.

E. Manifestasi Klinis

Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.d (2004) dan Barbara C Long

(1996) menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus adalah:

1. Obstruksi usus halus

Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang

cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang

timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan

tidak terdapat flatus.

Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat

keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila

obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah

obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi

abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia

akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

a. Mual

b. Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air dan

mengandung empedu, hitam dan fekal.


c. Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan

menetap.

d. Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi. Perforasi

dengan cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi yang berat serta

menyebabkan syok.

e. Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.

f. Abdominal distention

g. Tidak adanya flatus

2. Obstruksi usus besar

Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi

pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir

terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan

rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya

abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar

melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.

Dengan melihat patogenesis yang terjadi, maka gambaran klinik yang dapat

ditimbulkan sebagai akibat obstruksi usus dapat bersifat sistemik dan serangan yang

bersifat kolik.

a. Distensi berat

b. Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus menerus

menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.

c. Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet

d. Muntah fekal laten


e. Dehidrasi laten

f. Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara penyumbatan

sebagian menyebabkan diare.

Manifestasi klinik laparatomi:

1. Nyeri tekan

2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan

3. Kelemahan

4. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan\\

5. Konstipasi

6. Mual dan muntah, anoreksia

Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi keadaan gangguan pendarahan

dinding usus yang menyebabkan nekrosis atau gangguan dinding usus. Bahaya

umum dari keadaan ini adalah sepsis atau toxinemia.

F. Komplikasi

1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi

peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra

abdomen.

3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.

4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. (Brunner

and Suddarth, 2001, hal 1122)


G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen.

2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,

hernia).

3. Pemeriksaan sinar x: untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan

dalam usus.

4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah

lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan

kemungkinan infeksi.

5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa

obstruksi usus. (Doengoes, 2000).

H. Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif

Sebagian besar kasus ileus pascabedah mendapat intervensi konservatif.pasien

harus menerima hidrasi intervena. Untuk pasien dengan muntah dan distens,

penggunaan selang nasogastrik diberikan untuk menurunkan gejala, namun belum ada

penelitian dalam literatur yang mendukung penggunaan selang nasogastrik untuk

memfasilitasi resolusi ileus. Panjang selang ke saluran gastrointestinal tidak memiliki

manfaat atas perbaikan ileus. Untuk pasien dengan ileus berlarut-larut, obstruksi

mekanis harus diperiksa dengan studi kontras.sepsis dan gangguan elektrolit yang
mendasari, terauma hipokalemia, hiponatremia, dan hipomagnesmia, dapat

memperburuk ileus.kondisi ini didiagnosis dan diperbaiki (Mukherjee, 2008).

Cara lainnya adalah menghentikan obat yang memproduksi ileus (misalnya:

opiat). Dalam suatu stud, jumlah morfin yang diberikan secara langsung akan

berhubungan dengan terjadinya ileus (cali, 2000).

Penggunaan narkotika pascaoperasi dapat dikurangi dengan suplemen dengan

obat anti-inflamasi non-steroid (oains).oains dapat menurunkan ileus dengan

menurunkan peradangan lokal dan dengan mengurangi jumlah narkotika yang

digunakan.studi mioelektrik dari elektroda ditempatkan pada usus besar, di mana

studi ini telah mengungkapkan resolusi lebih cepat dari yang diberikan pada pasien

ileus versus yang diberikan ketorolac morfin, namun kelemahan oains digunakan

mencangkup disfungsi trombosit dan ulserasi mukosa lambung.kondisi ini dapat

dipertimbangkan dengan penggunaan agen cyclooxygenase-2, untuk menurunkan

efek samping ini (ferraz, 1995).

Samping saat ini belum ada suatu variabel yang secara akurat memprediksi

resolusi ileus. Pemeriksaan kondisi klinis masih menjadi parameter penting untuk

mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang baik.laporan dari pasien bahwa

sudah terjadi flatus, harus dinilai ulang dengan saksama secara pemeriksaan fisik dan

diagnostik yang akurat, serta tidak boleh hanya mengandalkan dari laporan pasien

(mukherjee, 2008).

2. Terapi diet

Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus

berakhir.namun, kondisi ileus tidak mengalangi pemberian nutrisi enteral. Pemberian


enteral secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap (ng wq,2003). Pada suatu studi

pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah perman karet sebagai

bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pascabedah

setelah laparoskopi colectomy.sembilan belas pasien yang menjalani elektif

laparoskopi colectomy secara acak.sepuluh pasien yang ditetapkan kegrub permen

karet dan sembilan untuk kelompok kontrol. Kelompok permen karet yang

digunakan tiga kali sehari dari pascaoperasi pertama pagi sampai intake oral.

Terjadinya flatus lebih cepat dalam kelompok permen karet dari pada di kelompok

kontrol buang air besar pertama tercatat pada 3.1 hari dalam kelompok permen karet

versus 5,8 hari pada kelompok kontrol (asao, 2002)

3. Terapi aktivitas

Kebijakan konvensional pada praktik klinik memberikan pemahaman bahwa

ambulasi dini merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pascabedah, meskipun

hal ini belum ditunjukkan dalam literatur.

Dalam sebuah studi nonrandomized mengevaluasi 34 pasien, elektroda bipolar

seromuscular ditempatkan disegmen saluran gastrointestinal setelah

laporotomi.sepuluh pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascaoperasi hari

pertama, dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascabedah hari

keempat.hasil yang didapat, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil

mioelektrik dalam pemulihan dilambung, jejunum, atau usus antara 2 kelompok

tersebut (waldhausen, 1990).


4. Terapi farmakologis

Sampai saat ini belum terdapat studi yang menilai manfaat supositoria dan

enema untuk pengobatan ileus.eritromisin, suatu agnosis resptor motilin, telah

digunakan untuk paresis pasca-operasi lambung namun belum terbukti bermanfaat

bagi ileus.metoklopramid, sebuah antagonis dopaminergik, sebagai obat antimuntah

dan prokinetik.data telah menunjukkan bahwa pemberian obat ini dapat benar-benar

memperburuk ileus (mukherjee, 2008).

Terapi farmakologis yang dianjurkan adalah golongan opioid antagonis

selektif, misalnya alvimopan.alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah

ileus postoperative reseksi usus (maron, 2008).

a. Dekompresi dengan pipa lambung pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan

cairan dan elektrolit. Juga keseimbangan asam-basa. Koreksi bedah. Tindakan

bedah yang dilakukan sesuai dengan kelainan patologinya. Antibiotika profilaksis

atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya. Dasar pengobatan

obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan

peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis

dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki

kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

1) Obstruksi usus halus

Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik

bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.apabila usus tersumbat

secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan,


sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan

cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan

terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling

umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya

adalah herniotomi.

2) Obstruksi usus besar

Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan

untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah

yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk

terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan

lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab

obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

b. Tindakan operatif

Tindakan operatif untuk membebaskan obstruksi dibutuhkan bila

dekompresi dengan ngt tidak memberikan perbaikan atau diduga adanya kematian

jaringan. Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu

perhatikan: ·berapa lama obstruksinya sudah berlangsung. · bagaimana

keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya maupun

kondisi sebelum sakit. · apakah ada risiko strangulasi. Pada umumnya dikenal 4

macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus: · koreksi

sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk

membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,

jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan. · tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat,

misalnya pada tumor intralurninal, crohn disease, dan sebagainya. · membuat

fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada

ca stadium lanjut. · melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat

anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,

misalnya pada carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada

beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap,

baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,

misalnya pada ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,

kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.


TAHAP VII

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN S

DENGAN GANGGUAN SISTER PENCERNAAN (ILEUS OBSTRUKTIF TOTAL)

DI RUANG KANA RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 07 maret 2019
Tanggal pengkajian : 12 maret 2019
No register : 0001749827
Diagnosa medis : Ileus obstruktif total
1. Identitas klien
Nama : Tn S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 52 tahun
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Cibubur sari rt 08/ rw 04, Walungkar, Purwakarta

Identitas penanggung jawab


Nama : Ny E
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Cibubur sari, rt 08/ rw 054, Walungkar,
Purwakarta
Hubungan dengan klien : Istri
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri
b. Keluhan sekarang
Klien mengeluh nyeri, nyeri dirasajab bertambah apabila klien bergerak, nyeri
dirasakan berkurang apabila klien berbaring, nyeri dirasakan seperti ditusuk-
tusuk, nyeri dirasakan di bagian perut pada luka post oprasi laparatomy, skala
nyeri 4 (0-10) nyeri sedang, nyeri dirasakan hilang timbul sejak 3 hari yang lalu.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat dirumah sakit dengan penyakit
gastritis pada sebulan yang lalu, klien tidak mempunyai riwayat oprasi
sebelumnya, dan tidak punya penyakit hernia sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang
sama seperti yang diderita klien, klien juga mengatakan didalam keluarganya
tidak ada penyakit yang diturunkan seperti diabetes dan hipertensi, dan dalam
keluarganya tidak ada penyakit yang di tularkan seperti Hiv dan tbc.

3. Riwayat psikososial spiritual


a. Support system : klien mengatakan dalam keluarganya selalu
mendukung kesehatan klien dan istri klien
mengatakan selalu memfasilitasi dalam kesehatan
klien.
b. Komunikasi : klien mengatakan komunikasi klien baik sebelum
sakit atau sedang sakit masih terjalin dengan baik.
c. System nilai kepercayaan : klien mengatakan bahwa penyakit yang diderita
sekarang mempercayai bahwa penyakitnya
adalah cobaan dan klien mengatakan bahwa
klien mempercayai bahwa penyakitnya akan
sembuh.
d. Konsep diri
Ideal diri : ideal diri klien saat ini adalah ingin cepat sembuh
dan dapat berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
Gambaran diri : klien menyukai semua bagian tubuhnya dan yang
paling disukai dari tubuhnya adalah mata, karena
mata dengan mata klien dapat melihat indahnya
dunia.
Peran diri : peran klien sebagai suami dan ayah dari anak-
anaknya dan klien mengatakan tidak ada masalah
dalam peran klien baik sebelum sakit maupun
pada saat sakit.
Identitas diri : klien merasa puas dengan jenis kelaminnya
sebagai seorang laki-laki, karena klien dapat
menjaga anak dan istrinya.
Harga diri : klien mengatakan dengan keadaan tubuh saat ini
tidak merasa rendah diri, dirinya merasa masih
berharga didalam keluarganya baik bagi istri
maupun bagi anak-anaknya.

4. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan pada saat sakit


a. Pola nutrisi
Sebelum sakit : klien mengatakan sebelum sakit BB klien 70 kg dan
tinggi klien 165 cm, klien makan 3x sehari, nafsu makan
klien baik, klien mengatakan tidak ada alergi makanan.
Saat sakit : klien mengatkan saat dirawat dirumah sakit klien
dipuasakan.
b. Pola cairan
Sebelum sakit : klien mengatakan asupan cairan pada saat sebelum sakit
yaitu oral, dengan jenis cairan air mineral klien minum
±7 gelas/ hari atau sekitar 1500 ml/ hari.
Saat sakit : klien mengatakan pada saat sakit minum klien dibatasi,
minum klien hanya sedikit
c. Pola eliminasi
BAK
Sebelum sakit : klien mengatakan buang air kecil pada saat sebelum sakit
± 1700 cc dengan warna kuning jernih, berbau pesing
ammonia dan klien mengatakan tidak ada keluhan pada
saat BAK.
Saat sakit : klien terpasang kateter urin dengan produksi ± 600 cc/ 7
jam, berwarna kuning jernih, berbau pesing ammonia,
tidak ada keluhan pada saat BAK.
BAB
Sebelum sakit : pada saat sebelum sakit klien buang air besar 1x/hari,
dengan konsistensi lembek, berwarna kuning kecoklatan,
klien mengatakan tidak menggunakan obat pencahar.
Saat sakit : klien mengatakan tidak buang air besar sejak 7 hari yang
lalu, saat ini klien terpasang stoma kolostomi, frekuensi
tidak menentu, konsistensi encer, warna feses kuning
kehijauan.
d. Insensible water lose : 43,75 cc/jam
e. Pola personal hygiene
Mandi
Sebelum sakit : klien mengatakan mandi 2x/hari, dilakukan secara
mandiri
Saat sakit : klien mengatakan pada saat sakit klien hanya dilakukan
penyekaan, dengan frekuensi 1x/hari, dengan dibantu
istrinya.
Oral hygiene
Sebelum sakit : klien mengatakan sebelum sakit oral hygiene dilakukan
setiap klien wudhu, dan dilakukan secara mandiri.
Saat sakit : klien mengatakan pada saat sakit klien hanya oral
hygiene 1x/hari dengan dibantu oleh istrinya.
Cuci rambut
Sebelum sakit : klien mengatakan pada saat sebelum sakit klien mencuci
rambut 1x sehari dan dilakukan secara mandiri.
Saat sakit : klien mengatakan pada saat sakit rambut klien belum
pernah di cuci
f. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : klien mengatakan pada saat sebelum sakit lama tidur
klien ± 1 jam pada saat malam hari klien tidur dari pukul
21.00-05.00, sedangkan pada saat tidur siang klien tidur
dari jam 14.00-16.00, kebiasaan klien pada saat sebelum
tidur yaitu menonton tv, klien mengatakan tidak ada
kesulitan saat akan tidur.
Saat sakit : klien mengatakan pada saat sakit klien tidur sekitar ± 9
jam pada malam hari klien tidur pukul 21.00-05.00 pada
saat siang hari klien tidur pukul 14.00-15.00, kebiasaan
klien sebelum tidur yaitu berbincang-bincang dengan
istrinya, klien mengatakan tidak ada kesulitan sebelum
klien tidur namun apabila nyeri terasa klien sering
terbangun.
g. Pola aktifitas
Sebelum sakit : klien mengatakan pada saat sebelum sakit klien
beraktifitas sebagai pedagang, klien memulai aktifitas
nya dari pukul 06.00-12.00, pada saat ada waktu luang
klien mengatakan suka mengajak anak-anaknya untuk
berjalan-jalan dank lien mengatakan jarang melakukan
olahraga
Saat sakit : klien mengatakan pada saat sakit tidak ada aktifitas, klien
hanya istirahat dan tidur.
h. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Merokok : klien mengatakan tidak mengkonsumsi rokok baik
sebelum sakit atau pada saat sakit.
Minuman keras : klien tidak mempunyai riwayat meminum minuman
keras
Ketegantungan obat : klien tidak mempunyai riwayat ketergantungan obat.

5. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
Kesadaran : compos metris E4 V5 M6
Tekanan darah : 120/80 MmHg
Nadi : 81x/mnt
Pernafasan : 20x/mnt
Suhu : 38oC
Bb/Tb : 70 Kg/ 165 cm
b. Pemeriksaan fisik persistem
1) System penglihatan
Inspeksi : konjungtiva kedua mata klien an anemis, sclera kedua
mata an ikterik, reflex cahaya (+), refelex kornea (+),
distribusi kedua alis merata, penglihatan klien normal
(klien dapat membaca huruf pada nametag perawat
dengan durasi 30 cm), lapang pandang kedua mata klien
normal, pergerakan bola mata normal.
Palpasi : tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan pada kedua mata.
2) System pendengaran
Inspeksi : airikula simetris kiri dan kanan, pinna sejajar dengan
ujung kelopak mata, tidak terdapat serumen, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran, pendengaran klien
baik klien dapat mendengar suara gesekan rambut.
3) System wicara
Tidak ada gangguan dalam system wicara klien
4) System pernafasan
Inspeksi : bentuk hidung simetris, tidak terlihat pernafasan cuping
hidung, tidak ada deviasi septum, tidak terlihat
pergerakan otot bantu pernafasan, tidak terdapat secret.
Palpasi : pergerakan dada simetris kiri dan kanan, vocal fremitus
teraba sama antara kiri dan kanan pada saat klien
mnegatakan tuzuh puluh tuzuh.
Perkusi : suara terdengar resonan pada daerah paru
Auskultasi : pada daerah trachea bunyi auskultasi terdengan tracheal,
pada daerah bronkus bunyi auskultasi terdengar
bronkovesikuler dan disemua lapang paru terdengar
suara nafas vesikuler.
5) System kardiovaskuler
Inspeksi : konjungtiva ananemis, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat peningkatan jvp 5±1 cm H2O.
Palpasi : icus cordis teraba pada midklavikula ics 5 sinistra, crt<3
detik , akral teraba hangat, nadi 81x/menit, TD: 120/80
MmHg.
Perkusi : terdengar suara dullness pada daerah jantung
Auskultasi : terdengar bunyi jantung regular
6) System neurologi
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik.
o Nervus 1 (olfaktorius)
Fungsi penciuman hidung klien baik, terbukti klien dapat
membedakan bau kopi dan kayu putih.
o Nervus II (optikus)
Fungsi visual dan lapang pandang klien tidak terganggu, klien
dapat membaca tulisan di nametag perawat dengan jarak 30 cm.
o Nervus III, IV,VI (okulomotorius, thoklearis, abdusen)
Pergerakan bola mata klien baik,klien dapat menggerakan bola
mata kesemua arah.
o Nervus V
Fungsi nervus v klien tidak terganggu klien dapat merasakan
adanya sentuhan pada saat diusapkan pilihan kapas pada maksila,
dan mandibula dengan mata tertutup, kelopak mata klien mengedip
saat kornea disentuh.
o Nervus VII (fasialis)
Fungsi nervus VII tidak terganggu, klien dapat merasakan sensasi
rasa manis, asam, pada anterior lidah, klien dapat mengerutkan
dahi dan tersenyum.
o Nervus VIII (akustikus)
Fungsi pendengaran klien tidak terganggu dapat menjawab
pertanyaan perawat dengar benar tanpa diulang, dan dapat
mendengar suara gesekan rambut.
o Nervus IX (glosofaringeus) nervus X (vagus)
Fungsi nervus IX & X klien tidak terganggu , klien dapat
merasakan sesasi rasa pahit, saat di tes menggunakan kopi, gerakan
ovula klien di midline
o Nevus XI (asesorius)
Fungsi nervus XI klien tidak terganggu, klien mampu melawan
tahanan saat menoleh ke kanan dan ke kiri serta mampu menahan
tahanan pada saat perawatat member tahanan dibahu.
o Nervus XII (akustikus)
Fungsi nervus XI klien tidak terganggu, klien mampu menjulurkan
lidah serta menggerakan lidah.
Pemeriksaan reflex
o Bisep +/+
o Trisef +/+
o Patella +/+
o Babinski +/+
7) System pencernaan
Inspeksi : bibir simetris, mukosa bibir lembab, tidak terdapat
stomatitis, lidah berwarna merah muda, perut klien
tampak datar, tampak stoma kolostomi, terdapat luka
post op laparatomy, terpasang stoma bag, terpasang
drainase.
Auskultasi : bising usus 14x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar, nyeri pada luka post operasi
8) System imunologi
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
9) System endokrin
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terlihat tremor
10) System urogenital
Inspeksi : terpasang kateter, tidak terdapat distensi kandung kemih,
genitalia bersih
Palpasi : kandung kemih teraba lembek, ginjal tidak teraba.
Perkusi : timpani pada kandung kemih, tidak terdapat nyeri ketok
ginjal.
11) System integument
Inspeksi : warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih,
rambut berwarna hitam, kuku pendek dan bersih.
Palpasi : turgor kulit <2 dtk, tidak ada lesi.
12) System muskulokletal
Ekremitas atas : kedua tangan dapat digerakan, reflex bisep trisep positif
pada kedua tangan, ROM pada kedua tangan maksimal,
tidak ada atrofi otot tangan, terpansang infuse pada
tangan kiri,
Eksremitas bawah : kaki dapat digerakan, tidak ada lesi, reflex patella
positif, babinski positif, tidak ada varises, tidak ada
oedema.
Kekuatan otot : 5 5
5 5

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Nama pasien : Tn S
Order date : 10-maret-2019 pukul 17:23

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Hematologi 8 parameter
Hemoglobin L 10,5 g/dl 14-17,4
Hematokrit L 32,4 % 41,5—50,4
Leukosit H 11,73 10^3/ul 4,50-11,0
Eritrosit 4,57 Juta/ul 4,4-6,0
Trombosit 337 Ribu/ul 150-450
Index eritrosit
MCV L 709 FL 80-96
MCH L 23,0 Pg 27,5-33,2
MCHC L 32,4 % 33,4-33,5
Natruium (N) L 124 mEq/L 135-145
Kalium (K) L 2,7 mEq/L 3,5-5,1

7. Penatalaksaaan medis
a. Therapy
o Ceftriaxone
Indikasi : ceftriaxone adalah obat antibiotic dengan fungsi untuk
mengobati berbagai macam infeksi bakteri, ceftriaxone
termasuk kedalam kelas antibiotic yang bekerja dengan
cara menghentikan pertumbuhan bakteri.
Efek samping : bengkak, nyeri dan kemerahan di tempat suntikan, mual,
atau muntah.
Dosis : 1x 2 gr intravena
o Keterolac
Indikasi : keterolac adalah obat dengan fungsi mengatasi nyeri
sedang, nyeri berat untuk sementara. Biasanya obat ini
digunakan sebelum atau sesudah prosedur medis atau
setelah oprasi.
Efek samping : nyeri dada, lemas, sesak, bicara rero, masalah
keseimbangan
Dosis : 2x50 mg Intravena
o Omeprazole
Indikasi : obat yang mampu menurunkan kadar asam yang
diproduksi di dalam lambung, obat golongan pompa
proton ini digunakan untuk mengobati beberapa kondisi
yaitu nyeri ulu hati, GERD, dan tukak lambung.
Efek samping : sakit kepala, sembelit/ konstipasi, diare, sakit perut, dan
sakit sendi.
Dosis : 2x50 mg Intravena
o Metronidazole
Indikasi : metronidazole adalah obat antimikroba yang digunakan
untuk mengobati berbagai macam infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme, protozoa, dan bakteri
anaerob.
Efek samping : warna urin menjadi gelap, nafsu makan muntah, mual,
konstipasi dan sakit perut
Dosis : 3x 500 mg Intravena

B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Ds : Insisi pada daerah perut Nyeri
Klien mengatakan nyei
pada luka post operasi, Inkontinuitas jaringa
nyeri dirasakan sepertri
di tusus-tusuk, nyeri Pengeluaran zat-zat kimia,
diraskan hilang timbul bradikinin, serotonin,
sejak 3 hari yang lalu. prostaglandin sebagai
Do : stimulasi nyeri
o Klien meringis
kesakitan Stimulasi ditangkap oleh
o Klien tampak reseptor nyeri syaraf bebas
memegang area nyeri
o Skala nyeri 4 (0-10) Thalamus sebagai pusat
nyeri sedang sensori otak
o Td : 120/ 80 mmHg
N : 81x/mnt Dihantarkan ke korteks
R : 20x/mnt serebri dimana intensitas
S : 38oC lokasi nyeri ditentukan

Nyeri di persepsikan

Nyeri

2 Ds : Perlengketan,intusepsi, Hipertermi
o Klien mengatakan vovulnus, hernia dan tumor
tubuhnya terasa
panas. Proliferasi bakteri yang
o Klien mengatakan berlangsung cepat
merasa menggigil
Do : Pelepasan bakteri dan toksik
o Klien tampak dari usus yang inpark
menggigil
o Akral hangat Bakteri melepaskan
o Suhu : 38oC endotoksin dan merangsang
tubuh melepaskan zat pyrogen
oleh leukosit

Infuls disampaikan ke
hipotalamus bagian
termoreguler melalui ductus
toracicus

Hipertermi
3 Ds :- Perlengketan, intusepsi, Resiko tinggi
Do : vovulnus, hernia, tumor infeksi
o Terdapat stoma
kolostomi Lumen usus tersumbat
o Terdapat luka post
operasi laparatomy Tekanan intralumen
o Terpasang kateter urin meningkat
o Terpasang infuse
o Terpasang drainase Menurunkan pengaliran air
o Leukosit 11.73 dan natrium dari lumen ususs
10^/uL ke darah

Penimbunan dan air dan


natrium dalam intralumen

Tindakan operatif

Pembedahan

Terdapat luka insisi

Port de entry
Resiko tinggi infeksi

C. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

D. Intervensi keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan o Observasi secara nonverbal dari

berhubungan keperawatan selama 2x24 jam ketidaknyamanan

dengan agen nyeri klien berkurang dengan o Lakukan pengkajian nyeri

cedera fisik kriteria hasil : secara komperhensif termasuk

o Mampu mengenali nyeri lokasi, .karakteristik, durasi,

(skala, intensitas, dan tanda frekuensi, kualitas dan faktor

nyeri) presipitasi.

o Mampu mengontrol nyeri, o Ajarkan tekhnik non

tahu penyebab nyeri, farmakologi untuk mengurangi

mampu menggunakan nyeri dengan melakukan

tekhnik nonfarmakologi tekhnik relaksasi napas dalam


untuk mengurangi nyeri, o Kolaborasi dengan dokter untuk

o Melaporka nyeri berkurang pemberian analgetik

dengan menggunakan

manajemen nyeri

o Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

2 Hipertermi o Setelah dilakukan asuhan o Monitor suhu dan tanda-tanda

berhubungan keperawatan selama 2x24 vital lainnya

dengan jam demam klien berkurang o Monitor suhu dan warna kulit

dehidrasi dengan kriteria hasil: o Berikan edukasi untuk

o Suhu dalam rentang normal mencegah dan mengontrol

(36oC- 37,5OC). demam

o TTV dalam batas normal o Anjurkan keluarga untuk

kompres hangat pada dahi dan

axila

o Anjurkan keluarga untuk

memakaikan pakaian yang

menyerap keringat.

o Kolaborasi pemberian

antipiretik.

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan o Lakukan cuci tangan sebelum

berhubungan keperawatan selama 2x24 jam dan sesudah kontak atau


dengan klien terhindar dari infeksi merawat pasien dengan

prosedur dengan kriteria hasil: menggunakan antiseptic

invasive o Tidak ditemukan adanya o Batasi pengunjung atau keluar

darah dalam urin masuk keluarga terhadap pasien

o Tidak terjadi tanda-tanda o Monitor adanya tanda dan gejala

infeksi seperti lubor, dolor, infeksi

kalor, tumor dan o Kolaborasi pemberian antibiotik

fungsiolesa.

o Tidak terjadi peningkatan

jumlah leukosit

E. Implementasi

No Diagnosa Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf

1 Nyeri akut 13- maret o Melakukan S:

berhubungan -2019 observasi nonverbal o Klien mengatakan

dengan agen dari masih merasakan

cedera fisik ketidaknyamanan nyeri, nyeri

pasien dirasakan di

o Melakukan bagian luka post

pengkajian secara operasi, nyeri

komperhensif, diraskan seperti

mengkaji lokasi, ditusuk-tusuk,


karakteristik, durasi, o Klien mengatakan

frekuensi, dan nyerinya sedikit

kualitas nyeri. berkurang setelah

o Mengajarkan klien melakukan

untuk nelakukan tekhnik relasasi

teknik mengurangi nafas dalam

nyeri dengan cara O:

relaksasi tarik nafas o Klien tampak

dalam. meringis

o Melakukan o Skala nyeri 3 (0-

kolaborasi dengan 10).

dokter untuk o Klien bisa

pemberian analgetik memperaktikan

klien diberikan tekhnik relaksasi.

keterolac 2x30 mg

2 Hipertermi 13- maret o Melakukan S:

berhubungan -2019 pengukuran suhu dan o Klien mengatakan

dengan tanda-tanda vital. demam nya

dehidrasi o Melakukan edukasi berkurang setelah

untuk mencegah dilakukan

demam (klien kompres hangat.

dianjurkan untuk O:

memakai baju yang o Klien


menyerap keringat) menggunakan

o Menganjurkan klien baju yang

untuk dilakukan meenyerap

pengompresan di area keringat

dahi dan di aksila o Klien tidak

dengan menggunakan menggigil

air hangat. o Akral hangat

o TD : 120/80

mmHg

N : 78 x/mnt

S : 37o C

R : 20 x/mnt

3 Resiko 13- maret o Melakukan cuci S:

infeksi -2019 tangan sebelum dan o Keluarga klien

berhubungan sesudah kontak mengatakan selalu

dengan dengan pasien mencuci tangan

prosedur o Memberitahukan sebelum kontak

invasive keluarga untuk dengan pasien.

melakukan cuci O:

tangan sebelum o Tidak terdapat

melakukan tindakan tanda-tanda

ke pasien infeksi baik rubor,

o Memberitahukan dolor, kalor,


keluarga untuk tumor dan

membatasi fungsiolesa.

pengunjung

o Melakukan

monitoring tanda-

tanda infeksi seperti

(rubor, dolor, kalor,

tumor, fungsiolesa).

o Melakukan kolaborasi

pemberian antibiotic

Ceftriaxone 1x2 gr

Metronidazole 3x500

mg

4 Nyeri akut 14 - maret o Melakukan S:

berhubungan -2019 observasi nonverbal o Klien mengatakan

dengan agen dari nyeri berkurang

cedera fisik ketidaknyamanan o Klien mengatakan

pasien sudah bisa

o Melakukan melakukan

pengkajian secara mobilisasi miring

komperhensif, kiri dan miring

mengkaji lokasi, kanan tanpa

karakteristik, durasi, merasakan nyeri.


frekuensi, dan o Klien mengatakan

kualitas nyeri masih suka

o Melakukan evaluasi melakukan

apabila klien masih tekhnik relaksasi

melakukan tekhnik O:

relaksasi o Klien tampak

o Melakukan tenang

kolaborasi dengan o Skala nyeri 2 (0-

dokter untuk 10)

pemberian analgetik o Klien melakukan

klien diberikan tekhnik relaksasi

keterolac 2x30 mg

F. Catatan perkembangan
No Tanggal Diagnosa Catatan perkembangan Paraf
1 15/03/2019 Nyeri akut S:
o Klien mengatakan nyeri berkurang
berhubungan
o Klien mengatakan bisa mengontrol nyeri
dengan agen
dengan cara tarik nafas dalam
cedera fisik o Klien mengatakn sudah bisa miring tanpa
disertai nyeri
O:
o Skala nyeri 2 (0-10).
o Klien tampak tenang
o Klien dapat mengontrol nyeri
o Klien bisa melakukan tekhnik tarik nafas
dalam
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan (pasien pulang)
2 15/03/2019 Hipertermi S:
o Klien mengatakan sudah tidak menggigil
berhubungan
o Klien mengatakan sudah tidak demam
dengan
O:
dehidrasi o Klien tenang
o Akral hangat
o Td : 120/80 mmHg
N : 80 x/mnt
S : 36,5oC
RR : 20x/mnt
A:
Masalah teratasi
P:
Intervemsi dihentikan (pasien pulang)
3 15/03/2019 Resiko infeksi S : -
O:
berhubungan
o Urin berwarna kuning jernih
dengan
o Tidak ada tanda-tanda infeksi
prosedur o S : 36,5OC
A:
invasive
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan (pasien pulang)

Anda mungkin juga menyukai