POKJA MKE
RUMAH SAKIT TK. II. 14.05.01 PELAMONIA
TAHUN 2018
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................ 2
A. Klasifikasi Komunikasi........................................................................ 3
B. Jenis Komunikasi............................................................................... 4
Tahap pengkajian...................................................................................
..........................................................................................................................
12
Tahap Perencanaan...............................................................................
..........................................................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah
sakit sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan
dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan
perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas,
perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi
yang bisa diterapkan di segala situasi.
Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah
di hadapan dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan
diri. Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah
yang harus kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara
sehingga pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan
sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif
mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang
rencana tindakan selanjutnya.
B. Tujuan
KOMUNIKASI EFEKTIF
Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang artinya bersama. Secara
terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau
informasi (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media.
Menurut ahli kamus bahasa, komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk
mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang
sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh
keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain
menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara
individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
A. KLASIFIKASI KOMUNIKASI
1. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri
antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal merupakan
keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari
pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan,
meberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses intern yang
berkelanjutan.
2. Komunikasi Interpersonal
3. Komunikasi Kelompok
4. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan
umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan ketrampilan komunikasi
lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan efisien.
5. Komunikasi Organisasi
6. Komunikasi Massa
B. JENIS KOMUNIKASI
1. Komunikasi Tertulis
- Lengkap
- Ringkas
- Pertimbangan
- Konkrit
- Jelas
- Sopan
- Benar
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan
pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi
sebagai berikut :
2. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa kata,
tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian.
Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif, kritis berarti cerdas,
tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus
berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahartikan
terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saat
terapi.
3. Intonasi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang menangis kesakitan,
bukan waktunya untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena
itu petugas dan tenaga medis harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Relevansi atau kesesuaian materi komunikasi juga merupakan
faktor penting untuk diperhatikan.
7. Humor
Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberi pesan harus mengeja huruf
dengan menggunakan kode alfabeth internasional yaitu :
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
a. Metakomunikasi
- Penampilan fisik
- Ekspresi wajah
C. MODEL KOMUNIKASI
Unsur komunikasi
3. Saluran (Channel)
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi
berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan dua, tiga atau
empat saluran yang berbeda secara simultan.
Contoh :
Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara),
tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual
(saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran
olfaktori) dan seringkali kita saling menyentuh (saluran taktil). Media fisik yang
sering digunakan di rumah sakit adalah telepon, brosur, surat edaran, memo,
internet , dll.
Penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari sumber informasi
(komunikator). Penerima pesan akan menerjemahkan pesan (decoding)
berdasarkan pada batasan pengertian yang dimilikinya. Dengan demikian dapat
saja terjadi kesenjangan antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan
yang dimengerti oleh penerima pesan yang disebabkan oleh adanya
kemungkinan hadirinya ganguan / hambatan. Hambatan ini bisa karena
perbedaan sudut pandang, pengetahuan atau pengalaman, perbedaan budaya,
masalah bahasa dan lainnya. Pada saat menyampaikan pesan, pengirim pesan
(komunikator) harus memastikan apakah pesan telah diterima dengan baik atau
tidak. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan diterima
dengan baik dan memberikan umpan balik (feedback) kepada pengirim pesan.
5. Umpan balik
a. Cara berbicara
b. Mendengar
c. Cara mengamati
d. Menjaga sikap
6. Gangguan
a. Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat,
udara panas dan lain-lain.
b. Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-lain.
BAB III
Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas dan
tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan
kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien,
teman, atasan dan pihak-pihak lain.
1. Tahap Pengkajian
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah
sakit dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang
kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan
mengetahu masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh
professional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater,
biasanya diterapkan pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostic (laboratorium, radiologi, dsb)
d. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan,
menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi
kendala, antara lain :
a. Kemampuan bahasa
b. Ketajaman pancaindera
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami
bahasa. Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik
secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam
menjawab pertanyaan.
d. Gangguan struktural
3. Tahap perencanaan
4. Tahap pelaksanaan
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
(BACA)
Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat
berperan sebagai sumber atau pengrim pesan dan penerima pesan secara
bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan
atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara
tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan
penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dari
dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga
medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang
berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas
radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosa
maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator
pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu
kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan
dokter akan listening skills dan training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund & Makoul
2002 Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam suatu sistem.
Ada 6 level pada pengkodean ini, yaitu :
Keterangan :
Contoh-contoh kalimat :
Ketrampilan empati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis mulut kepada
pasien, melainkan :
1. Mendengarkan aktif.
Hilang timbul? Nyeri terus menerus? Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak
daoat melakukan kegiatan mengajar? Berapa lama nyeri berlangsung?
Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari? Setiap waktu tertentu nyeri tersebut
dirasakan? Berulang-ulang? Tidak tentu? Apa yang membuatnya reda? Apa
yang membuatnya kumay? Saat istirahat? Ketika kerja? Sewaktu minum obat
tertentu? Adakah keluhan lain yang menyertainya ?
“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”
3. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu
keluhan medis.
4 (Empat)Unsur SBAR :
1. Situation
2. Background
3. Assessment
4. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini.
kamar pasien.
- Sebutkan masalah pasien tersebut
penunjang lainnya.
a. Jam pelayanan
menerima pasien :
Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya
mengikuti proses pengobatan yang telah ditetapkan.
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil
asesmen pasien, yaitu :
a. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka
proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan edukasinya.
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka
proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan
media cetak seperti brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka (lihat selengkapnya di Panduan
Penanganan Pasien Difabel).
c. Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau deperesi)
maka proses komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan
menggunakan media cetak seperti brosur dan menyarankan pasien untuk
membacanya. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa
menghubungi medical information.
3. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
a. Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan
senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan.
PENUTUP
Demikian pedoman komunikasi efektif dibuat dengan harapan petugas rumah sakit
TK. II Pelamonia dapat melakukan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat
sehingga mereka bisa memahami pentingnya mengikuti proses pengobatan yang
telah di tetapkan oleh rumah sakit.
Akhir kata semoga pedoman ini bisa bermamfaat dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien.