Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

Wanita 57 Tahun dengan Carpal Tunnel Syndrome

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Diajukan Kepada:
Pembimbing : dr. Siti Istiqomah K, Sp. S

Disusun Oleh :
Muhammad Adzanta Al Afghani H2A013035P

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD TUGUREJO SEMARANG

2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhammad Adzanta Al Afghani


NIM : H2A013035P
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Ilmu Penyakit Saraf
Pembimbing : dr. Siti Istiqomah K, Sp. S

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Oktober 2018

Pembimbing,

dr. Siti Istiqomah K, Sp. S

2
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah
neuropati tekanan / jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan,
nervus medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan
menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari,
telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui
terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami tekanan yang
menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah Sindroma
Terowongan Karpal / STK (Carpal Tunnel Syndrome / CTS).
Sindrom ini merupakan sindrom yang timbul akibat N. Medianus tertekan
di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan, sewaktu
nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan. Beberapa
faktor diketahui menjadi risiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja, seperti
gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot, getaran, suhu, postur
kerja yang tidak ergonomik dan lain-lain.
Gejala awal yang sering didapatkan dari CTS adalah rasa nyeri, rasa
parestesia atau tebal (numbness) dan rasa seperti terkena aliran listrik (tingling)
pada daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus. Nyeri yang terasa dibagian
tangan dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga dapat membuat penderita
terbangun dari tidurnya. Rasa nyeri yang dirasakan umumnya sedikit berkurang
bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan
memposisikan tangan ditempat yang lebih tinggi. Rasa nyeri ini dapat bertambah
berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan menetap. Terkadang
rasa nyeri ini 3 dapat menjalar hingga ke lengan atas maupun leher, sedangkan
parestesia umumnya hanya terdapat di daerah distal pergelangan tangan. Rasa
nyeri tersebut dapat membuat fungsi tangan menjadi terbatas, sehingga dapat
menimbulkan kelumpuhan dari otot-otot dan dapat mengakibatkan kecatatan yang
akan berpengaruh pada pekerjaan penderita

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. R
2. Umur : 57 thn
3. Alamat : Semarang
4. Perkerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Agama : Islam
6. Tanggal Pemeriksaan : 16 Oktober 2018
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kedua telapak tangan sering kesemutan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : Telapak tangan kanan dan kiri
Onset : + 3 bulan yang lalu
Kronologis
Pasien mengeluh kesemutan di telapak tangan kanan dan kiri yang
dirasakan sejak ± 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul
sampai sekarang. Pasien juga mengeluh rasa sedikit tebal pada jari tengah,
telunjuk, dan ibu jari tangan kanan dan kiri. Pasien juga mengaku terdapat
nyeri di pergelangan tangan yang tidak menjalar. Pasien menyangkal
riwayat bengkak dan panas pada pergelangan tangan.
Kualitas : Kesemutan hilang timbul memberat pada malam hari
Kuantitas : Kesemutan sering dirasakan pasien dan menganggu
aktivitas
Faktor : Saat melakukan aktivitas terutama mencuci
memperberat
Faktor Bila tangan dikibas-kibaskan atau diistirahatkan
memperingan
Keluhan lain : Tidak ada

4
3. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal
2. Riwayat Trauma : Disangkal
3. Riwayat Hipertensi : Disangkal
4. Riwayat Diabetes : Disangkal
5. Riwayat alergi : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa, hipertensi, diabetes, serta alergi disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang aktivitasnya mencuci, memeras,
menyeterika baju dan kegiatan rumah tangga lainya
6. Riwayat Sosisal Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan kedua
anaknya. Pembayaran menggunakan BPJS non PBI

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : E4M6V5 = 15
3. Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7°C
4. Status Gizi
BB : 60 kg
TB : 160 cm
BMI : 23, 43 kg/m2 (normoweight)

5. Status Generalis
a. Kulit
i. Warna : sawo matang, ikterik (-)
ii. Turgor : cukup

5
b. Kepala : mesocephal
c. Mata
i. Exophtalmus : (-)
ii. Enophthalmus : (-)
iii. Konjungtiva : anemis (-)
iv. Sklera : ikterik (-)
v. Refleks pupil : langsung (+/+), tidak langsung (+/+), isokor
vi. Ukuran pupil : 3mm / 3mm (bulat, central reguler)
d. Hidung
i. Deformitas : (-)
ii. Sekret : (-)
e. Telinga
i. Deformitas : (-)
ii. Serumen : (-)
f. Mulut
i. Simetri : Simetris
ii. Mulut kering : (-)
iii. Bibir sianosis : (-)
iv. Tonsil : T1-T1
g. Leher
i. Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
ii. Kelenjar limfe : pembesaran (-)
h. Pembesaran kelenjar getah bening
i. Submandibula : (-)
ii. Leher : (-)
iii. Supraklavikula : (-)
iv. Ketiak : (-)
i. Paru-paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kanan Gerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
Kiri pernafasan tertinggal

Palpasi Kanan Vokal fremitus simetris kanan dan kiri

6
Kiri ICS : tidak melebar / menyempit
Perkusi Kanan Sonor Sonor
Kiri Sonor Sonor
Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler
Kiri Ronki (-/-), wheezing (-/-)
j. Jantung
i. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
ii. Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea
midclavicularis sinistra
iii. Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas
normal
iv. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular,
murmur (-), gallop (-)
k. Abdomen
i. Inspeksi : perut tampak cembung, ikterik (-)
ii. Auskultasi : peristaltik (+) normal
iii. Perkusi : Timpani pada region abdomen,
pekak hepar (+)
iv. Palpasi : nyeri tekan (-), organomegali (-)

l. Ekstremitas superior
Kanan Kiri
Edema - -
Capillary Refill Time < 2 detik < 2 detik
Akral dingin - -
Ekstremitas inferior
Kanan Kiri
Edema - -
Capillary Refill Time < 2 detik < 2 detik
Akral dingin - -

6. Status neurologis
a. Kesadaran
1) Kualitatif : Compos Mentis
2) Kuantitatif : GCS 15, E4M6V5

7
b. Orientasi : Baik
c. Jalan pikiran : Baik/koheren
d. Kemampuan bicara : Baik
e. Pemeriksaan motorik

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra


Gerakan normal normal normal normal

Kekuatan Otot 5/5/5 5/5/5 5/5/5 5/5/5

Tonus Otot normal normal normal normal

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

f. Refleks fisiologis
KANAN KIRI
Biceps (+) (+)
Triceps Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Radius (+) (+)
Ulna (+) (+)
Patella (+) (+)
Achiles Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. Refleks patologis
KANAN KIRI
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Openheim (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Gonda (-) (-)
Hoffman tromer (-) (-)
h. Pemeriksaan sensorik
1) Eksteroseptif : Nyeri : dbn
Suhu : tidak dilakukan
Raba : dbn
2) Proprioseptif : dalam batas normal
3) Diskriminatif : (+) normal

8
i. Pemeriksaan saraf kranialis
1) N. I (Olfactorius)
KANAN KIRI
Subjektif Normal Normal
Objektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2) N. II (Opticus)
KANAN KIRI
Tajam
Normal Normal
penglihatan
Lapang
Normal Normal
pandang
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3) N. III (Okulomotorius), N. IV (Troklearis), dan


N. VI (Abducens)
KANAN KIRI
Pergerakan
Normal Normal
bulbus
Sikap bulbus Sentral Sentral
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Eksoftalmus (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ukuran pupil Diameter 3mm Diameter 3 mm
Bentuk pupil Bulat, isokor Bulat isokor
Refleks direk (+) (+)
Refleks indirek (+) (+)
Melihat kembar (-) (-)

9
4) N. V (Trigeminus)
KANAN KIRI
Membuka
Pasien dapat membuka mulut, simetris
mulut
Mengunyah Tidak dilakukan
Menggigit Tidak dilakukan
Reflek kornea Tidak dilakukan
Sensibilitas
Normal Normal
muka

5) N. VII (Facialis)
KANAN KIRI
Mengerutkan dahi Simetris
Mengangkat alis Simetris
Menutup mata + +
Menyeringai Simetris
Mencucu Simetris
Pengecapan lidah 2/3
Tidak dilakukan
anterior
Sensibilitas Normal

6) N. VIII (Vestibulokoklearis)
KANAN KIRI
Detik arloji + +
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Webber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7) N. IX (Glossopharyngeus)
HASIL
Pengecapan lidah 1/3
Tidak dilakukan
posterior
Refleks muntah Tidak dilakukan

10
8) N. X (Vagus)
HASIL
Arcus faring Simetris, uvula ditengah
Berbicara Normal
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan

9) N. XI (Accessorius)
KANAN KIRI
Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)

10) N. XII (Hipoglossus)


HASIL
Tremor lidah (-)
Kedudukan lidah Deviasi (-)
Artikulasi Jelas
j. Koordinasi
1) Tes Gerakan Cepat : Tidak dilakukan
2) Tes Telunjuk – Hidung : Tidak dilakukan
3) Tes tumit – lutut : Tidak dilakukan
4) Tes Romberg : Tidak dilakukan
5) Tes Romberg dipertajam : Tidak dilakukan
6) Stepping test : Tidak dilakukan
7) Tes Cara Berjalan : Tidak dilakukan
k. Fungsi Vegetatif
1) Vasomotorik : Tidak dilakukan
2) Sudomotorik : Tidak dilakukan
3) Pilo-erektor : Tidak dilakukan
4) Miksi : Dalam batas normal
5) Defekasi : Dalam batas normal
6) Potensi dan Libido : Tidak dilakukan

11
l. Fungsi Luhur
1) Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis
2) Ingatan Baru : Tidak dilakukan
3) Ingatan Lama : Tidak dilakukan
4) Orientasi : Tidak dilakukan
5) Intelegensia : Tidak dilakukan
6) Daya Pertimbangan : Tidak dilakukan
7) Reaksi Emosi : Tidak dilakukan
8) Afasia : Tidak dilakukan
9) Apraksia : Tidak dilakukan
10) Agnosia : Tidak dilakukan
m. Tes Provokasi
1) Phalen’s Test : (+)
2) Tinel’ sign : (+/+)
3) Flick’s sign : (+/+) keluhan berkurang
4) Wrist extention’s test : (+/+)
5) Pressure test : (+/+)
6) Luthy’ssign : tidak dilakukan
7) Tourniquet test : tidak dilakukan

D. DIAGNOSIS BANDING
1. Carpal Tunnel Syndrome
2. Pronator Terres Syndome
3. De Quervine Syndrome

E. DIAGNOSIS
1. Diagnosa klinik : Hipoestesia palmar dextra et sinistra,
Hipoestesia digiti I, II, III manus dextra et
sinistra
2. Diagnosa Topis : Nervus medianus dalam carpal tunnel
3. Diagnosa Etiologi : Susp. Carpal Tunnel Syndrome

12
F. PLANNING
1. IpDx
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. X-Foto wrist joint AP lateral
c. Elektromiografi
2. IpTx
Medikamentosa
a. Meloxicam 15 mg 1 x 1
b. Vit B6 50 mg 3 x 1
c. Injeksi metylprednisolon 20 mg intrakompartemen
Non Farmakoterapi
a. Fisioterapi
b. Mengurangi aktivitas yang memberatkan pergelangan tangan
3. IpMx
a. Keluhan kesemutan
b. Pemeriksaan neurologis
4. IpEx
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang sedang diderita
b. Menjelaskan prognosis penyakit dan tatalaksananya
c. Mengurangi aktivitas yang memberatkan pergelangan tangan seperti
mencuci baju dengan tangan
d. Bila sudah diberi obat minum dan injeksi tetapi keluhan tidak membaik
disarankan dilakukan operasi
G. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam
Qua ad functionam : dubia ad bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
1. Carpal Tunnel
Carpal tunnel adalah suatu terowongan fibro-osseous yang dibentuk
oleh tulang-tulang karpal dan flexor retinaculum. Komponen tulang pada
carpal tunnel membentuk suatu lengkungan,yang dibentuk oleh empat
tonjolan tulang di proksimal oleh tulang pisiformis dan tubercle of scaphoid
dan di distal oleh hook of hamate dan tubercle of trapezium. Tendon
palmaris longus di superfisial berjalan anterior menuju ke flexor
retinaculum untuk menyatu dengan fasia palmaris. Di bawah fasia palmaris,
suatu ligamen membentuk batas superfisial dari carpal tunnel, yang disebut
ligamen karpal transversal. Ligamen flexor retinaculum dan karpal
transversal dianggap merupakan istilah yang sama (sinonim) oleh berbagai
penulis.

Gambar 1. Carpal Tunnel


2. Nervus Medianus
Nervus medianus tersusun oleh belahan fasikulus lateralis dan
belahan fasikulus medialis. N. medianus membawakan serabut-serabut
radiks ventralis dan dorsalis C.6, C.7, C.8, dan T.1. Otot-otot yang

14
dipersarafinya ialah otot-otot yang melakukan pronasi lengan bawah
(m.pronator teres dan m.pronator kuadratus), fleksi falangs paling ujung jari
telunjuk, jari tengah dan ibu jari (mm.lumbrikales sisi radial), fleksi jari
telunjuk, jari tengah dan ibu jari pada sendi metakarpofalangeal
(mm.lumbrikales dan mm.interoseae sisi radial), fleksi jari sisi radial di
sendi interfalangeal (mm.fleksor digitorum profundus sisi radial), oposisi
dan abduksi ibu jari (m.opones polisis dan m.abduktor polisis brevis).

Gambar 2. Nervus Medianus

Kawasan sensoriknya mencakup kulit yang menutupi telapak tangan,


kecuali daerah ulnar selebar 11/2 jari. Dan pada dorsum manus kawasan
sensoriknya adalah kulit yang menutupi falangs kedua dan falangs ujung jari
telunjuk, jari tengah, dan separuh jari manis. N. medianus sering terjepit atau
tertekan dalam perjalanannya melalui m.pronator teres, siku dan retinakulum
pergelangan tangan. Pada luka di pergelangan tangan, misalnya, n.medianus dapat

15
terpotong bersama dengan n.ulnaris. Hal itu sering terjadi pada kecelakaan di mana
tangan menerobos kaca. Kelumpuhan yang menyusulnya melanda ketiga jari sisi
radial, sehingga ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah tidak dapat difleksikan, baik
di sendi metakarpofalangeal, maupun di sendi interfalangeal. Ibu jari tidak dapat
melakukan oposisi dan abduksi. Atrofi otot-otot tenar akan cepat menyusul
kelumpuhan tersebut.

Gambar 3. Persarafan sensorik nervusmedianus


B. CARPAL TUNNEL SYNDROME
1. Definisi
Carpal tunnel syndrome adalah kumpulan gejala khas dan tanda-
tanda yang terjadi termasuk kompresi saraf medianus dalam terowongan
karpal. Gejala yang termasuk adalah mati rasa, paresetesia, dan nyeri pada
distribusi saraf medianus. Gejala ini mungkin atau tidak disertai dengan
perubahan obyektif dalam sensasi dan kekuatan struktur medianus yang
diinervasi di tangan.
Sindroma ini dulu juga dikenal sebagai acroparesthesia, median
thenar neuritis, atau partial thenar atrophy. Diagnosis carpal tunnel
syndrome berupa adanya nyeri, mati rasa dan kesemutan yang dapat
menjalar hingga pundak dan leher, gangguan ini sering terjadi di malam hari
saat tidur dengan posisi tidur berbaring ke satu sisi. Untuk mencegah

16
terjadinya carpal tunnel syndrome akibat aktivitas repetitif yang
menimbulkan mati rasa dan nyeri, perlu dilakukan gerakan pergelangan
tangan, tangan dan jari tangan. Selain itu, pengobatan yang efektif bagi
penderita carpal tunnel syndrome dengan menggunakan splint (balut
tangan), injeksi kortikosteroid dan pembedahan. Mayoritas kasus carpal
tunnel syndrome didiagnosis tanpa disertai dengan penyebab yang khusus
dan pada beberapa penderita diartikan oleh faktor genetik.
2. Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh saraf medianus
juga dilalui beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan
semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan
pada saraf medianus sehingga timbul carpal tunnel syndrome.
Pada sebagian kasus, etiologinya ideopatik terutama pada penderita
lanjut usia, tetapi beberapa kondisi adpat beroktribusi sebagai penyebab ,
yaitu:
a. Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,
misalnya HMSN (hereditary motory and sensory neuropathies) tipe III.
b. Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,
pergelangan tangan. Sprain pada pergelangan tangan. Trauma langsung
terhadap pergelangan tangan.
c. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik,
pekerjaan kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik
terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan
tangannya juga merupakan penyebab yang mendasari carpal tunnel
syndrome.
d. Infeksi : tenosinovitis, tuberkulosis tulang, sarkoidosis
e. Metabolik : amiloidosis dan gout artritis
f. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, DM, hipotiroid
dan kehamilan
g. Neoplasma : kista ganglion, lipoma,infiltrasi metastase dan mieloma

17
h. Penyakit kolagen vaskular : reumatoid artritis, polimialgia reumatika,
skleroderma, dan SLE
i. Degeneratif : osteoartritis
j. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk
dialisis, hematoma, komplikasi dan terapi anti koagulan
k. Faktor stress
l. Inflamasi : inflamasi dari membran mukosa yang mengelilingi tendon
yang menyebabkan saraf medianus tertekan.
3. Gejala Klinis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal
biasanya berupa parestesia, hilangnya sensasi atau rasa seperti terkena aliran
listrik pada jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang
dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan paresetesi biasanya lebih
menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat
pada malam hari sehinga sering membangunkan penderita dari tidurnya.
Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau
menggerak-gerakan tangannya atau dengan meletakan tangannya pada
posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih
banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri
dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering
bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terus terasa sampai
ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah
distal pergelangan tangan.
Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekauan pada jari-jari,
tangan, dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan
berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipestesia
pata dijumai [ada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus
medianus.

18
Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya
menjadi kurang terampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-
benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan
dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba
memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita carpal tunnel
syndrome pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-
otot lainnya yang diinervasi oleh saraf medianus.
4. Patogenesis
Beberapa hipotesa mengenai patogenesis dari carpal tunnel
syndrome. Umumnya carpal tunnel syndrome terjadi secara kronis dimana
terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap
saraf medianus. Tekanan yang beruang-ulang dan lama akan menyebabkan
peningkatan tekanan intravaskuler. Akibatnya aliran darah vena
intravaskular melambat. Kongesti yang terjadi akan mengganggu nutrisi
intravaskular lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.
Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Keadaan ini menyebabkan keluhan nyeri dan
bengkak yang terutama timbul pada malam hari. Pada pagi hari akan terasa
berkurang setelah tangan digerak-gerakan atau diurut. Apabila keadaan ini
terus berlanjut maka akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut
saraf. Lalu saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang
mengakibatkan fungsi saraf medianus terganggu secara menyeluruh.
Pada carpal tunnel syndrome akut biasanya terjadi penekanan yang
melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi
dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh
peninggian tekanan intravaskular yang menyebabkan berlanjutnya
gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan
edema sehingga aliran darah ke saraf terganggu. Akibatnya kerusakan pada
saraf tersebut.Tekanan langsung pada saraf perifer dapat pula menimbulkan
invaginasi nodus ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf
terganggu.

19
5. Diagnosis
Diagnosis carpal tunnel syndrome dapat ditegakan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan dibantu pemeriksaan penunjang
a. Anamnesis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal
biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti
terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari
4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-
kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.. Keluhan parestesia
biasanya lebih menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat
pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya.
Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau
menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada
posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih
banyak mengistirahatkan tangannya
b. Pemeriksaan fisik
Haruslah dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi motorik, sensorik, dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan tes provokasi yang dapat membantu menegakan
diagnosis carpal tunnel syndrome adalah sebagai berikut:
1) Flick’s sign
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa.
2) Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi terdapat atrofi otot-otot thenar.
3) Wrist extension test
Penderita melakukan ekstensi secara maksimal, sebaiknya dilakukan
secara serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila

20
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti carpal tunnel syndrome,
maka tes ini menyokong.
4) Phalen’s test
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu
60 detik timbul gejala seperti carpal tunnel syndrome, tes ini
menyokong diagnosis.
5) Torniquet test
Dilakukan pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter
diatas siku dengan tekanan sedikit diatas sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala CTS maka tes ini menyokong.
6) Tinel’s sign
Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
7) Pressure test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan
ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti
CTS, tes ini menyokong
8) Luthy’s sign
Penderita diminta melingkari bu jari dan jari telunjuk pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat maka tes ini menyokong diagnosa.
9) Pemeriksaan fungsi otonom
Diperhatikan adakah perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin
yang terbatas pada daerah inervasi nervus medianus.
10) Pemeriksaan sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus,
tes dianggap positif.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

21
a) Pemeriksaan EMG dapat menunjukan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-
otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-
otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus carpal tunnel
syndrome.
b) Kecepatan hantar saraf pada 15-20% kasus bisa normal. Pada yang
lainnya KHS akan menurun dan masa latent distal dapat
memanjang, menunjukan adanya gangguan pada konduksi saraf di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa
laten motorik.
2) Pemerksaan radiologis
Pemeriksaan foto roentgen pada pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah penyebab dari CTS terdapat penyebab lain seperti
fraktur atau artritis.
3) Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi dari CTS belum jelas seperti pada usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun
darah lengkap.
6. Diagnosis Banding
a. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher
diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya.
b. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain
otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari
tangan dan lengan bawah.
c. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit
telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
d. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan

22
tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan di dekat ibu jari.
7. Terapi
Terapi yang ditujukan pada carpal tunnel syndrome adalah terapi
terhadap penyakit yang mendasari keadaan tersebut atau penyakit yang
menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome. Oleh karena itu sebaiknya
terapi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Terapi langsung terhadap carpal tunnel syndrome
1) Terapi konservatif
a) Istirahatkan pergelangan tangan
b) Obat anti inflamasi non steroid
c) Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai
dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.
d) Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25
mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke
dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau
25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan
di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum
berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih.
Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum
memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
e) Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretik
f) Vitamin B6. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa CTS terjadi
karena adanya defisiensi vitamin B6 sehingga dianjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi
beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan
neuropati bila diberikan dalam dosis besar
g) Fisioterapi. Dianjurkan untuk perbaikan vaskularisasi tangan.

23
2) Terapi operatif
Tindakan operasi pada carpal tunnel syndrome disebut
neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya
dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau
adanya atrofi otot-otot thenar. Indikasi relatif tindakan operasi adalh
hilangnya sensibilitas persisten.
b. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari Carpal Tunnel
Syndrome
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya carpal tunnel
syndrome harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan
kekambuhan Carpal tunnel syndrome kembali. Pada keadaan dimana
CTS terjadi karena adanya gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya carpal tunnel syndrome atau mencegah
kekambuhannya antara lain:
1) Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
2) Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda.
Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam
sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
3) Batasi gerakan tangan yang repetitif
4) Istirahatkan tangan secara periodik
5) Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat
6) Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan
peregangan secara teratur
Disamping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang
sering mendasari terjadinya carpal tunnel syndrome seperti: trauma akut
maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal
ginjal, penderita yang sering hemodialisa, myxedema akibat hipotiroid,
akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil

24
kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi
pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat
menyebabakan retensi cairan atau menyebabakan bertambahnya isi
terowongan.
8. Pencegahan
Salah satu cara menhindari Carpal tunnel syndrome adalah dengan
cara jika melakukan sesuatu yang banyak menimbulkan pergerakan pada
pergelangan tangan dianjurkan untuk berhenti sejenak setiap 15-20 menit
dengan melakukan stretching agar pergelangan tangan tidak terekspos terus-
menerus. Menjaga tangan tetap hangat karena tangan lebih mudah terasa
sakit bila dalam suhu dingin. Perbaiki postur tubuh karena potur tubuh yang
salah dapat menyebabkan posisi bahu sedikit kedepan sehingga pada posisi
ini otot leher dan bahu akan memendek dan menekan saraf-saraf leher yang
dapat mempengaruhipergelangan tangan, jari da tangan.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi
yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophyyang ditandai dengan
nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik. Sekalipun
prognosa carpal tunnel syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif
cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.

25
DAFTAR PUSTAKA

1) Burns, D. K., V. Kumar. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S.
L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. pp: 903-948.
2) Gilliland, B. C. Polikondritis Berulang dan Berbagai Artritis Lain. Dalam:
Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L.
Kasper. 2007.
3) Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4. Edisi 13. Terjemahan
Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1902-1903
4) Guyton, A. C., J. E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan
Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
5) Mardjono, M., P. Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 5. Jakarta: Penerbit
Dian Rakyat. 2008.
6) Perdossi. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: Pehimpunan Dokter Saraf
Seluruh Indonesia. 2016.

26

Anda mungkin juga menyukai