Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASPEK KEAMANAN PADA ASUHAN PASIEN PERIOPERATIF

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

FARADILA NOVIANA NPM.16.11.4066.E.A.0009

INDRIANTI ROSIDA SAFITRI NPM.16.11.4066.E.A.0015

JULIANA SAPUTRI NPM.16.11.4066.E.A.0018

LIGUNA EFENDI A.P NPM.16.11.4066.E.A.0019

SITI FATIMAH NPM.16.11.4066.E.A.0028

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Patient Safety atau keselamatan pasien merupakan isu global yang


mempengaruhi negara-negara di semua tingkat pembangunan. Meskipun perkiraan
ukuran permasalahan masih belum pasti, khususnya di negara berkembang dan
negara transisi/konflik, ada kemungkinan bahwa jutaan pasien seluruh dunia
menderita cacat, cedera atau meninggal setiap tahun karena pelayanan kesehatan
yang tidak aman. Mengurangi kejadian yang membahayakan bagi pasien
merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan bagi setiap orang, dan terdapat
banyak hal yang harus dipelajari dan dibagi antara negara-negara maju dengan
negara-negara berkembang dan negara dalam transisi/konflik tentang masalah
keselamatan pasien (World Health Organization, 2009 dalam Kamil, 2016).

Menurut National Health Performance Committee (NHPC, 2001, dikutip


dari Australian Institute Health and Welfare (AIHW, 2009) mendefinisikan
keselamatan pasien adalah menghindari atau mengurangi hingga ketingkat yang
dapat diterima dari bahaya aktual atau risiko dari pelayanan kesehatan atau
lingkungan di mana pelayanan kesehatan diberikan. Fokus dari definisi ini adalah
untuk mencegah hasil pelayanan kesehatan yang merugikan pasien atau yang tidak
diinginkan. (Putra, 2012)

Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih


penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat dengan
kemampuan perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan
pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi,
kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan
menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan
mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris
Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD)
selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan memodifikasi
perilaku. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien. World Health Organization (WHO),
2014 Keselamatan pasien merupakan masalah keseahatan masyarakat global
yang serius. Di Eropa mengalami pasien dengan resiko infeksi 83,5% dan
bukti kesalahan medis menunjukkan 50-72,3%. Di kumpulkan angka-angka
penelitian rumah sakit di berbagai Negara, ditemukan KTD dengan
rentang 3,2 –16,6 %. (Lombogia, 2016).

Pelaporan data di Indonesia tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) dan


kejadian nyaris cidera (KNC) belum banyak dilakukan oleh rumah sakit di
Indonesia. Data yang dimiliki Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
dari September 2006-2011 berdasarkan jenis kejadian: KTD sebanyak 249 laporan,
KNC sebanyak 283 laporan. Berdasarkan unit penyebab: keperawatan sebanyak
207 laporan, farmasi sebanyak 80 laporan, laboratorium sebanyak 41 laporan,
dokter sebanyak 33 laporan, sarana prasarana sebanyak 25 laporan. (Putra, 2012)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui dan mengerti mengenai aspek keamanan pada


asuhan keperawatan pasien perioperative.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. untuk mengetahui konsep patient safety

2. untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien perioperatif

3. untuk mengetahui aspek keamanaan pada asuhan keperawatan pasien


perioperatif

4. untuk mengetahui standar operating prosedur yang memperhatikan


tindakan keamanan pasien

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan makalah ini dapat berguna bagi institusi dalam bidang


Manajemen Patient Safety

1.3.2 Bagi Masyarakat

Diharap makalah ini dapat berguna bagi masyarakat dan menambah wawasan
mengenai aspek keselamatan asuhan pada pasien perioperatif

1.3.3 Bagi Rumah Sakit

Diharap bisa menjadi masukan bagi Rumah sakit untuk melakukan


manajemen patient safety sesuai prosedur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PATIENT SAFETY


a. Definisi Patient Safety
The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan pasien

sebagai freedom from accidental injury. Senada dengan hal ini Hughes (2008)

menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera

terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang

terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis.

Praktek keselamatan pasien adalah mengurangi risiko kejadian yang tidak

diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkungan diagnosis

atau kondisi perawatan medis.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 691/MEN

KES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit, definisi

keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi

dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu

tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.


Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah

setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau

berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari
kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan

kejadian potensial cedera.


Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden

yang mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya

disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke

pasien. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang

sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera,

selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk

menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kejadian sentinel adalah

suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Pelaporan

insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah

suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien,

analisis dan solusi untuk pembelajaran.


Dari beberapa definisi dari diatas dapat di simpulkan secara garis besar

keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem rumah sakit yang

membuat asuhan pasien lebih aman dengan pencegahan cidera terhadap

pasien.

b. Tujuan Patient Safety


Menurut Depkes RI (2006) Panduan Nasional Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (Patient Safety) tujuan keselamatan pasien adalah :


1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2) Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan.


5) Standar Patient Safety
Menurut Gerties dalam Rebecca (2007) patient-centered care terdiri dari 7

upaya keselamatan pasien :


1) Peduli terhadap nilai-nilai pasien, pecegahan dan pengendalian

kebutuhannya.
2) Melakukan koordinasi dan integrasi perawatan.
3) Pendidikan, Komunikasi dan Informasi
4) Kenyaman fisik
5) Dukungan emosi
6) Membuat pasien sebagai keluarga atau teman.
7) Transition and Continuity (keberlanjutan)

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada

“Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on

Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar

keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :

1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi

tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya

insiden.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban

dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.


3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan

pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Rumah sakit harus

mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara

intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja

serta keselamatan pasien.


5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program

keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui

penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

“.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk

identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau

mengurangi insiden.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi

antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan

tentang keselamatan pasien.


d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,

mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan

keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.


6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi

untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan

pasien secara jelas.


b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf

serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.


7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen

informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi

internal dan eksternal.


b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
8. Langkah penerapan patient safety (Depkes R1, 2006)
Mengacu kepada standar keselamatan pasien , maka rumah sakit

harus mendesain (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang

ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,

menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan

melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan

pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan

tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,petugas pelayanan kesehatan,

kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain

yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah

Keselamatan Pasien Rumah Sakit” yaitu :


a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
b. Pimpin dan dukung staf anda
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko
d. Kembangkan sistem pelaporan
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
g. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
9. Sembilan Solusi live saving patient safety di RS (KKPRS, 2007)
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-

alike medication names).


b. Pastikan identifikasi pasien.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima / pengoperan pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan

lnfeksi nosokomial.
10. Dasar hukum patient safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien

adalah sebagai berikut:


a. Pasal 53 (3) UUNo.36/2009 tentang kesehatan
Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien

dibanding kepentingan lainnya.


b. Pasal 32n UU No.44/2009 tentang rumah sakit
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh keamanan dan

keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit


c. Pasal 29b UU No.44/2009 tentang rumah sakit
Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif

dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit.


d. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 tentang rumah sakit
Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien

dan atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang

dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis

yang komprehensif.
e. Pasal 32d UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang

bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur

operasional.
f. Pasal 32e UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan

efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.

g. Pasal 32j UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi yang meliputi

diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,

alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya

pengobatan.

h. Pasal 32q UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut rumah

sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak

sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

i. Pasal 43 UU No.44/2009
1) Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan

menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan

angka kejadian yang tidak diharapkan.


3) Rumah sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien

yang ditetapkan oleh menteri.


4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk

mengkoreksi sistem dalam angka meningkatkan keselamatan

pasien.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan

peraturan menteri.
j. Permenkes RI no.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang

keselamatan pasien rumah sakit.

Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut

meliputi:

a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan risiko
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan patient safety
Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety

di rumah sakit adalah sebagai berikut :


a. Kepemimpinan
Kuntoro (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu seni dan

proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain supaya mereka

memiliki motivasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam


situasi tertentu, sehingga sangat berperan dalam menentukan arah

organisasi, mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan

mempertahankan organisasi yang efektif.


b. Individu
Patient safety merupakan tantangan global yang memerlukan

pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai area, mencakup faktor

manusia dan system perencanaan. Menurut Jones (2007) pemberian

layanan kesehatan adalah aktivitas tim, serta para professional dan

anggota tanpa lisensi dari berbagai disiplin. Berdasarkan model

manajemen tradisional, penekanan adalah pada individu dalam tempat

kerja, dan lebih menghargai pencapaian individu. Dalam hal keselamatan

pasien, pemimpin harus memastikan bahwa menempatkan pekerja yang

dimiliki mempunyai keterampilan untuk menjalankan fungsinya

sehingga pelayanan yang diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit

harus dapat mengadakan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan

keterampilan dan pengetahuan para staf, karena pengetahuan para staf

akan menentukan sikap mereka dalam mendukung keselamatan pasien.


c. Budaya
Jones (2007) berpendapat the organizational culture affects the outcomes

of quality for the organization. Budaya organisasi mempengaruhi hasil

dari mutu organisasi. Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam

patient safety. Menurut Whithebead, Weiss & Tappen (2010) suatu kultur

keselamatan mempromosikan kepercayaan, kejujuran, keterbukaan, dan

ketransparanan. Organisasi dan kepemimpinan senior harus melakukan


perubahan arah untuk mengembangkan budaya keselamatan, suatu

lingkungan yang tidak menyalahkan di mana pelaporan kesalahan

dipromosikan dan dihadiahi.


d. Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain

proses pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Menurut

Hughes (2008) temuan riset menunjukkan bahwa IT aplikasi dapat

tingkatkan keselamatan pasien dengan standardisasi, kesalahan , dan

mengengurangi data tulis tangan, diantara fungsi lain.


e. Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman

dan efektif yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam

isolasi dari lingkungan fisik dan pengaturan di mana perawatan

diberikan. Hughes (2008) berpendapat bahwa lingkungan kerja adalah

tempat dimana perawat menyediakan perawatan pada pasien yang bisa

menentukan kualitas dan keselamatan pelayanan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF


a. PRABEDAH
1) Pengkajian Keperawatan
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam tahap prabedah adalah

pengetahuan tentang persiapan pembedahan dan pengalaman masa lalu,

kesiapan psikologis, pengobatan yang mempengaruhi kerja obat dan


anestesi, seperti anti biotika yang berpontensi dalam istirahat otot,

antikoagulan yang dapat meningkatkan perdarahan, antihipertensi yang

mempengaruhi anestesi yang dapat menyebabkan hipotensi, diuretika yang

berpengaruh pada ketidak seimbanganpotasium, dan lain-lain. Selain itu

terdapat juga pengkajian terhadap riwayat alergi obat atau lainnya, status

nutrisi, ada atau tidaknya alat protesa seperti gigi palsu dan sebagainya.
Pemeriksaan lainnya yang dianjurkan sebelum pelaksanaan bedah adalah

radiografi thoraks, kapasitas vital, fungsi paru, dan analisis gas darah pada

pemautan sistem respirasi, kemudian pemeriksaan elektroradiogram, darah,

leukosit, eritrosit, hematokrit, elektrolit, pemeriksaan air kencing, albumin,

blood urea nitrogen (BUN), kreatin, dan lain-lain untuk menentukan

gangguan sistem renal dan pemeriksaan kadar gula darah atau lainnya untuk

mendeteksi gangguan metabolisme.


2) Diagnosa Keperawatan
Hal yang perlu diperhatikan dalam diagnosis keperaqwatan prabedah

adalah :
1. Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian.
2. Takut berhubungan dengan dampak dari tindakan pembedahan atau

anestesi.
3. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau

menurunnya nutrisi.
4. Resiko terjadinya cedera berhubungan dengan defisit pengindraan.
3) Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
1. Memperlihatkan tanda-tanda tidak ada kecemasan.
2. Memperhatikan tanda-tanda tidak ada ketakutan.
3. Resiko infeksi dan cedera tidak terjadi.

4) Rencana Tindakan :
1. Untuk mengatasi adanya rasa cemas dan takut, dapat dilakukan persiapan

psikologis pada pasien melalui pendidikan kesehatanm penjelasan

tentang peristiwa yang mungkin akan terjadi, dan seterusnya.


2. Untuk mengatasi masalah risiko infeksi atau edera lainnya dapat

dilakukan dengan persiapan prabedah seperti diet, persiapan perut, kulit,

persiapan bernafas dan latihan batuk, persiapan latihan kaki, latihan

mobilitas, dan latihan lain-lain.


5) Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
1. Pemberian Pendidikan Kesehatan Prabedah
Pemberian pendidikan kesehatan yang perlu dijelaskan adalah berbagai

informasi mengenai tindakan pembedahan, diantaranya jenis

pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus yang

diperlukan, pengiriman kekamar bedah, ruang pemulihan, dan

kemungkinan pengonatan setelah operasi.


2. Persiapan Diet
Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khudalam hal

pengaturan diet. Pasien boleh menerima makanan biasa sehari sebelum

bedah, tetapi 8 jam sebelum bedah tidak diperbolehkan makan,

sedangkan cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum bedah, sebab

makanan atau cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya

aspirasi.
3. Persiapan Kulit
Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan

dibedah dari mikroorganisme dengan cara menyiram kulit menggunakan

sabun heksaklorofin (hexacholophene) atau sejenisnya sesuai dengan

jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka harus dicukur.
4. Latihan Bernafas dan Latihan Batuk
Cara latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

pengembangan paru sedangkan batuk dapat menjadi kontraindikasi pada

bedah intrakranial, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan karena dapat

meningkatkan tekanan, merusak jaringan, dan melepaskan jahitan.

Pernafasan yang dianjurkan adalah pernafasan diagfragma, dengan cara

seperti dibawah ini :


a. Atur posisi tidur semi fowler, lutut dilipat untuk thorak.
b. Tempatkan tangan di atas perut.
c. Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada

mengembang.
d. Tahan napas selama 3 detik.
e. Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan.
f. Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga 3

kali, setelah napas terakhir, batukkan untuk mengeluarkan lendir.


g. Istirahat.
5. Latihan Kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dan latihan dampak

tromboplebitis. Latihan kaki yang dianjurkan antara lain latihan

memompa otot , latihan quadrisep, dan latihan mengencangkan glutea.

Latihan otot dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot betis dan

paha, kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga 10 kali. Latihan

quadrisep dapat dilakukan dengan cara membengkokkan lutut kaki rata

pada tempat tidur, kemudian luruskan kaki pada tempat tidur, dan ulangi

hingga 5 kali. Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan dengan

cara menekan otot pantat, kemudian coba gerakan kaki ke tepi tempat

tidur, lalu istirahat dan ualangi sebanyak 5 kali.


6. Latihan Mobilitas
Latihan mobilitas dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi,

mencegah dekubitus, merangsang peristaltik serta mengurangi adanya

nyeri. Untuk melakukan latihan mobilitas, pasien harus mampu

menggunakan alat ditempat tidur, seperti menggunakan penghalang agar

bisa memutar badan, melatih duduk di sisi tempat tidur atau dengan cara

menggeser pasien ke sisi tempat tiduratau dengan cara menggeser pasien

ke sisi tempat tidur, melatih duduk diawali tidur fowler, kemudian duduk

tegak dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur.


7. Pencegah Cedera
Untuk mengatasi risiko terjadi cedera, tindakan yang perlu dilakukan

sebelum pelaksanaan bedah adalah :


a. Cek identitas pasien
b. Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya

cincin, gelang dan lain-lain.


c. Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi
d. Lepaskan lensa kontak
e. Lepaskan protesa
f. Alat bantu pendengaran dapat digunakan jika pasien tidak dapat

mendengar
g. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kencing
h. Gunakan kaos kaki antiemboli bila pasien berisiko mengalami

tromboplebitis

6) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah prabedah secara umum dapat dinilai dari

adanya kemampuan dalam memahami masalah atau kemungkinan yang

terjadi pada intrah dan pasca bedah. Tidak ada kecemasan, ketakutan,

serta, tidak ditemukannya risiko komplikasi pad infeksi atau cedera

lainnya.
C. STANDART OPERATING PROSEDUR YANG MEMPERHATIKAN TINDAKAN KEAMANAN PASIEN

Standar Operasional Prosedur (SOP)

JUDUL :

Keamanan dan Keselamatan Pasien “Ketepatan Identiifikasi Pasien”

Tanggal terbit

Pengertian Suatu pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatan ketelitian identifikasi

pasien.

Tujuan 1. Mengidentifikasi dengan benar

2. mencocokkan layanan dengan individu

Indikasi Menghindari kekeliruan mengidentifikasi pasien terutama pada keadaan:

1. pasien masih dibius

2. pindah tempat tidur

3. pindah kamar

4. pindah lokasi di dalam rumah sakit


5. pasien memiliki cacat indra

Alat dan bahan a. Gelang pasien

Prosedur 1. Identifikasi pasien dengan menggunakan dua identitas pasien, seperti

nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien

dengan bar-code.

2. Jelaskan manfaat gelang pasien

3. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, ,elepas, menutup gelang.

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

5. Minta pasien untuk mengingatkan petugas bila akan melakukan

tindakan atau memberi obat, memberikan pengobatan tidak

mengkonfirmasi nama dan mengecek ke gelang.

Dokumentasi Mencatat setiap tindakan yang dilakukan


BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Patient Safety atau keselamatan pasien merupakan isu global yang


mempengaruhi negara-negara di semua tingkat pembangunan. Meskipun perkiraan
ukuran permasalahan masih belum pasti, khususnya di negara berkembang dan
negara transisi/konflik, ada kemungkinan bahwa jutaan pasien seluruh dunia
menderita cacat, cedera atau meninggal setiap tahun karena pelayanan kesehatan
yang tidak aman.

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
“Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien
tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu : Hak pasien, Mendidik pasien dan keluarga,
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, Penggunaan metoda-metoda
peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien, Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien,
Mendidik staf tentang keselamatan pasien, Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien.

3.2 Saran

Kami mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah
ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami
guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI

Lombogia, Angelita dkk. 2016. Hubungan perilaku Dengan Kemampuan Perawat


Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Akut
Instalasi Gawat Daruratrsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Putra, Armansyah Jaya. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Perawatan Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2012

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Nuha Medika : Yogyakarta.

Yulia, Sri. 2010. Pengaruh Pelatihan Keselamatan Pasien Terhadap Pemahaman

Perawat Pelaksana Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien di RS Tugu Ibu

Depok, tesis M.Kep, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,

Depok.,http://www.edu.ui.ac.id/files

Depkes RI, 2006, Panduan nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).

http ://www.depkes.go.id.

Mustikawati, Yully H. 2011. Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cedera dan

Kejadian Tidak Diharapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah

Jakarta, tesis M.Kep, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok,

http://www.edu.ui.ac.id/files

Hughes, Ronda. G.2008.Patient Safety and Quality an Evidence Based Handbook of

Nurses. Rockville MD : Agency for Healthcare Research and Quality

Publications, http://www.ahrg.gov/QUAL/nursehdbk.

Anda mungkin juga menyukai