On HD
Disusun Oleh :
Rahayu
NIM. 16.11.4066.E.A.0065
SAMARINDA
2018/2019
1
GAGAL GINJAL
1. Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu
kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal
yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya
gagal ginjal terjadi dalam beberapa hari atau minggu.(Price & Wilson,2006)
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal.
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai
penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2
selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal
B. Etiologi
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonephritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik
Gangguan komgenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
2
Penyakit metabolic Diabetes mellitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amyloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah :
hipertrofi prostat, struktur uretra,
anomaly congenital, leher vesika
urinaris dan uretra.
3
3. Perubahan hemodinamik ginjal primer
a) Penghambat sintesis prostaglandin,aspirin dan obat NSAID lain.
b) Vasodilatasi arteriol eferen : penghambat enzim pengkonversi
angiotensin, misalnya kaptopril
c) Obat vasokonstriksi ; obat alfa-adrenergik (missal, norepinefrin)
angiotensin ll
d) sindrioma hepatorenal
4
2) Nefrotoksin endogen
(a) Pigmen intratubular : hemoglobin,myoglobin
(b) Protein intratubular : myeloma multiple
(c) Kristal intratubular : asam urat
2. Penyakit vascular atau glomerulus ginjal primer
a) Glomerulonefritis prognesif cepat atau pascastreptokokus akut
b) Hipertensi maligna
c) Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait – pembatasan
garam atau air
3. Nefritis tubulointertisial akut
a. alergi : beta-laktam (penisilin,sefalosporin,sulfonamide)
b. Infeksi (missal, pielonefritis akut)
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney
Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit
ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu,
lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat,
dan infeksi saluran kemih yang berulang
C. Manifestasi Klinis
1. Gagal ginjal kronik
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,
infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,
hiperurikemia, lupus aritomatosus sistemik (LES)
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang
sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida)
5
2. Gagal ginjal akut
Perjalanan krinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3 stadium :
oliguria, dieresis, dan pemulihan. Pembagian ini dipakai pada penjelasan
dibawah ini, tetapi harus diingat bahwa gagal ginjal akut azotemia dapat
saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400ml/24 jam.
a) Stadium oliguria
Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesuai trauma dan disertai
azotemia
b) Stadium diuresis
Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400ml/hari
Berlangsung 2-3 minggu
Pengeluaran urin harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih.
Tingginya kadar urea darah
Kemingkinan menderita kekurangan kalium, natrium, dan air
Selama stadium dini dieresis kadar BUN mungkin meningkat terus
c) Stadium penyembuhan Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai
satu tahun, dan selama itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal
sedikit demi sedikit membaik.
D. Stadium CKD
Stadium deskripsi GFR
(mL/menit/1,73 m)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan ≥90
urin, abnormalitas struktur atau ciri
genetik menunjukkan adanya penyakit
ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, 60-89
dan temuan lain (seperti pada
stadium 1) menunjukkan adanya
penyakit ginjal
6
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
E. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare
(2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
7
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
8
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolic
9
2. Konsep Hemodialisa
a. Pengertian
Hemodialisis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat
dialysis ginjal) untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk
sisa dari darah. (Litin, 2009). Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal
pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal
melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis membran dialysis selain
cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya datang
ke rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya
dapat digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal,
2011).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Dari beberapa pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal
yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dalam tubuh.
b. Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan : (1)
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat. (2) Membuang kelebihan air. (3) Mempertahankan atau
mengembalikan system buffer tubuh. (4) Mempertahankan atau
mengembalikan kadar elektrolit tubuh. (5) Memperbaiki status kesehatan
penderita.
c. Proses Hemodialisa
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh
masuk ke dalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal
10
buatan), lalu darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh
pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh sistem
komputerisasi dan secara terus menerus memonitor array safty-critical
parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat
detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak normal,
alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses vascular
(pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat
diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah
sebesar 200 – 300 ml/menit secara kontinu selama hemodialysis 4 – 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di
leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang permanen dibuat
hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut
arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula.
Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin
hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang
outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum
dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah melalui
selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati sirkulasi
darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampah-
sampah secara kontinu menembus membran dan menyeberang ke
kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin
hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada
kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan
bahan utama elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin
sambil dicampur dengan air bersih yang telah mengalami proses
pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses hemodialysis,
darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar tubuh
yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metode dialysis. Melibatkan difusi
zat terlarut ke sembarang suatu selaput semi permeable. Prinsip pemisahan
11
menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung
sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada
membran semi permeabel yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam
dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter
current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang
terlarut berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium,
asam urea, fosfat dan kelebihan khlorida pada darah dan dialysate. Semakin
besar konsentrasi racun tersebut di dalam darah dan dialisat maka proses
difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana
pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang statis, hemodialysis
bersandar pada pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir,
dimana bila dialysate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan mengalir
axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat meningkatkan efektivitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah
disterilkan, urea dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat,
berdifusi ke dalam dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut
dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang digunakan
pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan
dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air
melewati membran. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka kecepatan
ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang
bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan
pada mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannya dalam
menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011).
d. Alasan Dilakukan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan : (1) Kelainan
fungsi otak (ensefalopati uremik). (2) Perikarditis (peradangan kantong
jantung). (3) Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak
12
memberikan respon terhadap pengobatanGagal jantung. (4) Hiperkalemia
(kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
e. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3
kali/Minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika : (1) Penderita
kembali menjalani hidup normal. (2) Penderita kembali menjalani diet yang
normal. (3) Jumlah sel darah merah sulit di toleransi. (4) Tekanan darah
normal. (5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif. (6) Dialisa bisa
digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis
atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani
pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya
selama beberapa hari atau beberapa Minggu, sampai fungsi ginjal kembali
normal.
f. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005)
selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang
terjadi, antara lain : (1) Kram otot : Kram otot pada umumnya terjadi pada
separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu
berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. (2) Hipotensi :
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan cairan. (3) Aritmia : Hipoksia, hipotensi,
penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap
aritmia pada pasien hemodialisa. (4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa :
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic
diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini
13
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan edema
serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. (5) Hipoksemia :
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
(6) Perdarahan : Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi
trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan
heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor resiko terjadinya
perdarahan. (7) Gangguan pencernaan : Gangguan pencernaan yang sering
terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemi.
Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau
peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. (8) Pembekuan darah :
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
3. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
1) Pengkajian
1) Data Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.
Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3) Pola nutrisi dan metabolik.
14
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
15
2) Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
16
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat
/ uremia, dan terjadi perikarditis.
3) Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b. d penurunan haluaran urine, diet berlebihan
dan retensi cairan serta natrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan pemburahan membrane mukosa
mulut.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
4. Intoleran aktivitas b,d keletihan, anemia, retensi, produk sampah
5. Gangguan pertukaran gas
6. Nyeri
7. Kerusakan integritas kulit
17
riwayat trauma ginjal, riwayat penyakit endokrin, riwayat penyakit
kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat kehamilan, riwayat dehidrasi,
riwayat trauma.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, riwayat penyakit
ginjal yang lain. Cantumkan genogram min. tiga generasi.
5) Pemeriksaan Fisik
Aktivitas istirahat/tidur
Lelah,, lemah atau malaise
Insomnia
Tonus otot menurun
ROM berkurang
Sirkulasi
Palpitasi, angina, nyeri dada
Hipertensi, distensi vena jugularis
Disritmia
Pallor
Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus
Edema periorbital-pretibial
Anemia
Hiperlipidemia
Hiperparatiroid
Trombositopeni
Pericarditis
Aterosklerosis
CHF
LVH
Eliminasi
Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut
Disuri, kaji warna urin
18
Riwayat batu pada saluran kencing
Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
Nutrisi/cairan
Edema, peningkatan BB
Dehidrasi, penurunan BB
Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
Efek pemberian diuretic
Turgor kulit
Stomatitis, perdarahan gusi
Lemak subkutan menurun
Distensi abdomen
Rasa haus
Gastritis ulserasi
Neurosensor
Sakit kepala, penglihatan kabur
Letih, insomnia
Kram otot, kejang, pegal-pegal
Iritasi kulit
Kesemutan, baal-baal
Nyeri/kenyamanan
Sakit kepala, pusing
Nyeri dada, nyeri punggung
Gatal, pruritus,
Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
Oksigenasi
Pernapasan kusmaul
Napas pendek-cepat
Ronchi
Keamanan
Reaksi transfuse
19
Demam (sepsis-dehidrasi)
Infeksi berulang
Penurunan daya tahan
Uremia
Asidosis metabolic
Kejang-kejang
Fraktur tulang
Seksual
Penurunan libido
Haid (-), amenore
Gangguan fungsi ereksi
Produksi testoteron dan sperma menurun
Infertile
20
6) Rencana Asuhan Keperawatan
21
Kolaborasi pemberian
dierutik sesuai interyksi
Batasi masukan cairan
pada keadaan hiponatrermi
dilusi dengan serum
Na<130 mEq/l
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Kolaborasi dengan dokter
jika tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminasi
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari
ketidakseimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
dieurit, kelainan renal,
gagal jantung, diaphoresis,
disfungsi hati dll)
Monitor beratbadan
Monitor serum dan
elektrolit urine
Monitor serum dan
smilalitas urine
Monior BP, HR, dan RR
22
Monitor tekanan darah
orthostatic dan perubahan
irama jantung
Monitor parameter
hemodinamik infasif
Catat secara akutar intake
dan output
Monitor adanya distens
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala
eodem
23
Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengn ahli
gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tetnag
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak
atau orang tua selama
makan
Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan idak selama jam
makan
24
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor kulit kering
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Manajemen sensasi perifer
perfusi jaringan keperawatan selama 1x24 monitor adanya daerah
perifer jam pola nafas adekuat. tertentu yang hanya peka
Kriteria Hasil: terhadap
Mendemonstrasikan panas/dingin/yajam/tumpul
status sirkulasi yang monitor adanya peretese
ditandai dengan : instruksikan keluarga
tekanan systole dan untuk mengobservasi kulit
diastole dalam rentang jika ada isi atau leserasi
yang diharapkan gunakan gerakan pada
tidak ada ostostatik kepala, leher dan
hipertensi punggung
tidak ada tanda-tanda monitor kemmapuan BAB
peningkatan tekanan kolaborasi pemberian
intrkranial (tidak lebih analgesic
dari 15 mmHg)
25
Mendemonstrasikan monitor adanya
kemampuan kognitif tromboplebitis
yang ditandai dengan : diskusikan mengenai
berkomunikasi dengan penyebab perubahan
jelas dan sesuai dengan sensasi
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan
dengan benar
4 Intoleran aktivitas Setelah dilakukan asuhan Activity Therapy
b,d keletihan, keperawatan selama 3x24 Kolaborasi dengan tenaga
anemia, retensi, jam perfusi jaringan rehabilitas medic dalam
produk sampah adekuat. merencanakan program
Kriteria Hasil: terapi yang tepat
Berpartisipasi dalam Bantu klien untuk
aktivitas fisik tanpa mengidentifikasi aktivitas
disertai peningkatan yang mampu dilakukan
tekanan darah, nadi, RR Bantu memilih aktivitas
Mampu melakukan konsisten yang sesuai
aktivitas sehari-hari dengan kemampuan fisik,
(ADL) secara mandiri psikologi dan social
Tanda-tanda vital Bantu untuk
normal mengidentifikasi dan
Energy psikomotor mendapatkan sumber yang
Level kelemahan diperlukan untuk aktivitas
Mampu berpindah yang di inginkan
dengan atau tanpa Bantu klien untuk
bantuan alat membuat jadwal latihan
26
Status kardiopulmunari diwaktu luang
adekuat Monitor respon fisik,
Sirkulasi status baik emosi, social dan spiritual
Status respirasi: pertukaran
gas dan ventilasi adekuat
5. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Respiratory Monitoring
pertukaran gas keperawatan selama 1x24 1. Monitor rata – rata,
jam pola nafas adekuat. kedalaman, irama dan
Kriteria Hasil: usaha respirasi
NOC : Respiratory Status 2. Catat pergerakan
Peningkatan ventilasi dada,amati kesimetrisan,
dan oksigenasi yang penggunaan otot
adekuat tambahan, retraksi otot
Bebas dari tanda tanda supraclavicular dan
distress pernafasan intercostal
Suara nafas yang bersih, 3. Monitor pola nafas :
tidak ada sianosis dan bradipena, takipenia,
dyspneu (mampu kussmaul, hiperventilasi,
mengeluarkan sputum, cheyne stokes
mampu bernafas dengan 4. Auskultasi suara nafas,
mudah, tidak ada pursed catat area penurunan /
lips) tidak adanya ventilasi dan
Tanda tanda vital dalam suara tambahan
rentang normal Oxygen Therapy
1. Auskultasi bunyi nafas,
catat adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas
dalam
3. Atur posisi senyaman
mungkin
27
4. Batasi untuk beraktivitas
Kolaborasi pemberian
oksigen
6. Nyeri Setelah dilakukan Pain Management
tindakan keperawatan Lakukan pengkajian nyeri
selama 3 jam klien secara komprehensif
dapat mengatasi nyeri termasuk lokasi,
yang di alami karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
Mampu mengontrol faktor presipitasi
nyeri (tahu penyebab Observasi reaksi nonverbal
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan
menggunakan tehnik Gunakan tehnik komunikasi
nonfarmakologi untuk terapeutik untuk
mengurangi nyeri, mengetahui pengalaman
mencari bantuan) nyeri pasien
Mampu mengenali nyeri Kurangi faktor presipitasi
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda Pilih dan lakukan
nyeri) penanganan nyeri
Menyatakan rasa (farmakologi,
nyaman setelah nyeri nonfarmakologi, dan inter
berkurang personal)
Luka bersih tidak Ajarkan tentang tehnik non
lembab dan tidak kotor farmakologi
Tanda-tanda vital dalam Tingkatkan
batas normal atau dapat istirahat’evaluasi
ditoleransi keefektifan control nyeri
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
28
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesic yang di
perlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari
Saturday tentukan analgesic
pilihan, rute pemeberian,
dan disis optimal
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali
Evaluasi efektivitas
analgesic,tanda dan gejala
29
(sensasi, elastisitas, Mobilisasi pasien (ubah
temperature, hidrasi, posisi pasien) setiap dua
pigmentasi) jam sekali
Tidak ada luka/lesi Monitor kulit akan adanya
pada kulit kemerahan
Perfusi jaringan baik Monitor akttivitas dan
Menunjukkan mobilisasi pasien
pemahamn dalam Monitor status nutrisi
proses perbaikan kulit pasien
dan mencegah Insision site care
terjadinya cedera Membersihkan, memantau
berulang dan meningkatkan proses
Mampu melindungi penyembuhan pada luka
kulit dan yang ditutup dengan
mempertahankan jahitan, klip atau strapless
kelembaban kulit dan Monitor proses
perawatan alami kesembuhan area insisi
Monitor tanda dn gejala
injeksi pada area insisi
Bersihkan area sekitar
jahitan atau staples,
menggunakan lidi kapas
steril
Gunakan preparat
antiseptic sesuai program
Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
30
PATHWAY
31
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Amin & Kusuma, Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis NANDA
NIC NOC Jilid 2. Yogyakarta:Mediaction
32