TINJAUAN PUSTAKA
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roh HW, et.al, (2015) “Participation in
Physical, Social, and Religious Activity and Risk of Depression in the Elderly: A Community-Based
Three-Year Longitudinal Study in Korea” Partisipasi dalam aktivitas fisik, sosial, dan religius
berhubungan dengan penurunan risiko depresi pada orang tua. Selain itu, risiko depresi
jauh lebih rendah pada orang lanjut usia yang berpartisipasi dalam dua atau tiga jenis
aktivitas di atas daripada orang tua yang tidak. Sehingga hasil dari penelitian ini
menunjukkan hasil yang signifikan antara aktivitas fisik, sosial, dan keagamaan
terhadap gejala depresi. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosmarin
DH, et.al, (2014) “Spiritual Struggle and Affective Symptoms among Geriatric Mood Disordered
Patients” dalam penelitian ini menunjukkan bahwa afiliasi agama, keyakinan pada
Tuhan, dan frekuensi kehadiran ibadah, dan doa pribadi cukup terkait dengan tingkat
depresi yang lebih rendah yang di ukur dengan menggunakan Geriatric Depression Scale
(GDS). Namun dalam penelitian ini terdapat kesenjangan yaitu letak geografis dari
penelitian dan sampel yang relatif tidak beragama. Penelitian yang dilakukan oleh
Anyfantakis, et.al, (2015) “Effect of religiosity/spirituality and sense of coherence on depression
within a rural population in Greece: the Spili III project” hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa peserta yang berpartisipasi dalam penelitian religius yang diidentifikasi oleh
skala Royal Free Interview for Spiritual and Religious Beliefs (RFI-SRB), menunjukkan
kemungkinan terjadinya depresi yang lebih rendah, seperti yang ditunjukkan oleh skala
Beck Depression Inventory (BDI). Dalam penelitian ini keyakinan agama dapat
membantu pasien untuk mengatasi situasi stres dengan lebih baik dan dapat
memberikan arti dan harapan dalam hidupnya. Selanjutnya, keterlibatan religius dan
spiritual juga dapat mengakibatkan terjadinya praktek gaya hidup yang lebih sehat
seperti kesetiaan dalam perkawinan, dan menghindari konsusmsi alkohol, obat-obatan
dan merokok. Penelitian yang dilakukan oleh KOENIG G. HAROLD (2010)
“Spirituality and Mental Health” dalam penelitian ini keyakinan spiritual tampaknya
terkait dengan kesehatan mental yang lebih baik, secara khusus dapat mengurangi gejala
depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan obat-obatan. Keterlibatan spiritual dapat
meningkatkan dukungan sosial, menjadi pedoman untuk hidup sehat dan untuk
berhubungan dengan orang lain, dan memberikan makna dan tujuan terutama di
tengah-tengah penderitaan dan cobaan yang sedang dialami. Penelitian yang dilakukan
oleh Bamonti Patricia, et.al (2016) “Spirituality Attenuates the Association Between Depression
Symptom Severity and Meaning in Life” dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji
apakah spiritualitas ada hubungan dengan keparahan gejala depresi dan makna dalam
kehidupan lansia. Hasil dalam penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa perawatan
kesehatan mental Pada tingkat spiritualitas yang lebih rendah, ada hubungan yang kuat
dengan keparahan gejala depresi dan perasaan bahwa hidup tidak ada artinya.
Sedangkan Pada tingkat spiritualitas yang tinggi, hubungan antara gejala depresi dan
perasaan tidak berarti dilemahkan dan tidak signifikan. Pada tingkat depresi yang lebih
rendah, menunjukkan makna hidup yang tinggi untuk sebagian besar peserta. Namun,
pada tingkat depresi yang tinggi, makna hidup bervariasi, dengan mereka yang
melaporkan tingkat spiritualitas tinggi melaporkan tingkat yang sebanding untuk
makna dalam hidup mereka yang tidak depresi tinggi.