Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 58 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang


kanan dan kiri sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti terbakar dan
cenut-cenut, serta bersifat hilang-timbul. Keluhan ini diawali dengan nyeri
pinggang yang menjalar hingga ke paha kiri bagian dalam, nyeri semakin
memberat sejak 1 minggu terakhir. Nyeri dipengaruhi oleh aktivitas. Nyeri
dirasakan semakin memberat terutama saat duduk lama, berjalan jauh, saat
membungkuk dan beraktifitas. Nyeri berkurang saat pasien beristirahat.
Kesemutan dan rasa tebal pada kedua tungkai kaki disangkal. Pasien tidak
merasakan nyeri saat batuk ataupun bersin dan juga tidak merasakan nyeri saat
mengejan. Pasien sering mengangkat benda berat, dan menyangkal pernah jatuh
dalam waktu dekat ini.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit yang sama. Pasien belum
pernah berobat dan minum obat untuk menghilangkan keluhannya. Pasien
biasanya hanya menggunakan kompres dingin. Pasien juga mengatakan jika kadar
kolesterol dan asam uratnya tinggi, tetapi pasien tidak pernah kontrol dan berobat
untuk kolesterol dan asam uratnya.
Kata spondylolisthesis berasal dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata
“spondylo” yang berarti tulang belakang (vertebra) dan “listhesis” yang berarti
bergeser. Maka spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus vertebrae
(biasanya kedepan) terhadap korpus vertebra yang terletak dibawahnya.
Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5
bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pula pada tingkat
vertebra yang lebih tinggi. 15,16,17
Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada
tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran
klinisnya berupa low back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam
dan bokong, terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan
derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas
segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat

41
42

pergeseran dan mengenai system sensoris, motorik dan perubahan reflex akibat
dari pergeseran serabut saraf.16,17
Pasien dengan spondilolistesis degenerative biasanya pada orang tua dan
muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio
neurogenic atau gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling
sering terjadi pada L4-L5. Gejala radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus
lateralis dan hipertrofi ligamen atau herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering
terkena dan menyebabkan kelemahan otot ekstensor halluces longus. Penyebab
gejala klaudikasio neurogenic selama pergerakan adalah bersifat multifactorial.
Nyeri berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk.
Fleksi memperbesar ukuran kanal dengan menegangkan ligamentum flavum,
mengurangi overriding lamina dan pembesaran foramen. Hal tersebut
mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi nyeri yang
timbul. 18,19
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, VAS
skala 5, kesadaran compos mentis, GCS 456, kesan gizi normoweight. Hasil
pemeriksaan tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 92 x/menit, reguler, isi
cukup, ekual, pernapasan 22 x/menit, reguler, suhu 360C kesan dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, ambulasi mandiri,
gaya berjalan normal gait, postur tegap. Pemeriksaan fisik termasuk ROM dan
MMT dalam batas normal. Saat dilakukan tes provokasi nyeri didapatkan tes
laseque yang positif pada tungkai kaki sebelah kiri.
Pemeriksaan fisik pada spondilolistetis, postur pasien biasanya normal,
bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan subluksasio berat,
terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang karena
nyeri dan terdapatnya spasme otot. Penyangga badan kadang-kadang
memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya terletak pada bagian
dimana terdapatnya pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa
segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai timbul. Ketika pasien dalam
posisi telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau
nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek
pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai.
43

Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah
diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka
keatas seperti posisi fetus. Defek dapat diketahui pada posisi tersebut.
Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondilolistesis biasanya
negative. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien
dengan sindrom cauda equine yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.17,18
Foto polos vertebra merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam
diagnosis spondilosis atau spondilolistesis. X ray pada pasien dengan
spondilolistesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP,
Lateral dan oblique adalah modalitas standard dan posisi lateral persendian
lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam
mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka
pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.20
Pada pemeriksaan foto polos vertebra menunjukkan adanya listesis pada
L4-L5 dengan derajat 1 yakni pergeserannya kurang dari 25%.

Gambar Tingkat pergeseran Spondilolistesis20

Pada kasus ini pasien memiliki gangguan impairment berupa nyeri pada
regio vertebra setinggi lumbal 4-5, menjalar hingga paha kiri bagian dalam.
Functional Limitation yang dialami seperti, duduk lama, berdiri lama, dan
44

beraktivitas berat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Terdapat disability


ringan berupa gangguan aktivitas sehari-hari terutama dalam bekerja.
Oleh karena adanya gangguan tersebut maka direncanakan program
rehabilitasi medis dengan tujuan jangka pendek yaitu, (1) m engurangi nyeri
pinggang yang menjalar hingga ke paha kiri dengan VAS skala 5, (2) memperluas
gerak sendi tulang belakang (ekstensi), (3) mengatasi gangguan mobilisasi dari
posisi berdiri ke bungkuk, (4) mengatasi gangguan ambulasi saat berjalan, (5)
meningkatkan aktivitas sehari-hari misalnya saat pasien melakukan pekerjaan.
Tujuan jangka panjang yaitu memelihara kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional pasien semaksimal mungkin. Adapun teknologi
fisioterapi pada kasus ini yaitu: (1) short wave diathermy, (2) proper back
positioning, (3) terapi latihan fisik berupa latihan William flexion exercise.
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi
oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis
yang dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan
meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi.
Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri
serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan
aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi.21
Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan
peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat
sebagai analgesik. Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada
permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa
milimeter. Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi
listrik atau suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi
masuk kejaringan tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan
dibawah kulit (subkutan). Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari
(1) Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD), (2) Diatermi
gelombang mikro (microwave diathermy = MWD), (3) Diatermi ultrasound
(utrasound diathermy = USD).22
Short wave diathermy adalah suatu modalitas fisioterapi yang dapat yang
menghasilkan gelombang elektromagnetik yang mempunyai efek teurapik dan
45

fisiologis terhadap jaringan karena adanya panas pada jaringan. Dengan efek
panas maka jaringan akan teregang sehingga menimbulkan vasodilatasi dan
sirkulasi darah menjadi lancar. Dengan itu stimulasi nyeri akan terbawa oleh
aliran darah. Dengan demikian maka nyeri dapat berkurang.22
Modalitas terapi fisik lainnya yang digunakan adalah modalitas
Elektrostimulasi TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), alat ini
dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun nyeri kronis. Untuk peletakan
elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai sekarang masih lebih
banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan elektrode harus tetap
berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan fisiologi. Letak elektroda
yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom saraf tepi, motor point,
trigger point, titik akupuntur.21
Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Back exercise mempunyai
manfaat untuk memperkuat otot-otot perut dan otot-otot punggung sehingga tubuh
dalam keadaan tegak secara fisiologis. Beck exercise yang dilakukan secara baik
dan benar dalam waktu yang relative lama akan meningkatkan kekuatan otot
secara aktif sehingga disebut stabilisasi aktif. Peningkatan kekuatan otot juga
mempunyai efek peningkatan daya tahan terhadap perubahan gerakan atau
pembebanan secara statis dan dinamis.23
Back exercise juga akan memperbaiki peredaran darah sehingga mengatasi
terjadinya pembengkakan yang dapat mengganggu gerakan dan fungsi sendi.
Back exercise juga akan mengurangi nyeri melalui mekanisme gerbang control
dan pengurangan nyeri melalui Beta endorphin. Umumnya perbaikan nyeri tidak
terdapat pada keseluruhan latihan dan kemungkinan tidak dapat berperan dalam
pengurangan nyeri pada latihan punggung bawah.23
Prinsip latihan pada pendertita nyeri punggung bawah musculoskeletal.23
a. Memperbaiki postur tubuh, mengurangi hiperlordosis lumbal
b. Membiasakan diri untuk melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan
mekanik tulang belakang.
46

Gambar Proper back positioning23

Sehingga sesuai dengan sikap standar yang didefinisikan oleh Posture


Committee of the American Academy of Orthopaedic Surgery, “Skeletal
alignment sebagai bagian dari tubuh yang seimbang yang melindungi struktur
penyokong tubuh dari trauma dan deformitas yang progresif”. Definisi skeletal
alignment adalah tidak hanya meliputikolumna vertebralis saja tetapi juga semua
komponen musculoskeletal yang berhubungan dengan kolumna vertebralis.23
Sedangkan secara operasional pemberian latihan penguatan otot punggung
bawah ditujukan untuk:23
a. Memperkuat otot-otot fleksor lumbosacral terutama otot dinding abdomen
dan otot gluteus.
b. Mengurangi ketegangan otot
c. Meregangkan otot-otot yang memendek terutama otot-otot ekstensor
punggung, otot hamstring dan quadratus lumborum.
d. Mengurangi gaya yang bekerja pada tulang punggung dengan cara
mengurangi beban badan dan koreksi postur.
47

Latihan fisik yang dilakukan adalah William flexion exercise.

Gambar William flexion excercise23

Problematika pada spondilolistesis berupa nyeri dan keterbatasan gerak akan


menyebabkan keluhan pada keterbatasan fungsi berupa ketidakmampuan untuk
berdiri, berjalan, dan melakukan aktivitas-aktivitas berat dalam rumah tangga dan
sosial. Akibat selanjutnya penderita spondilolistesis akan mendapatkan hambatan
dalam aktivitas sosial masyarakat karena keadaannya. Okupasi Terapi bertujuan
untuk melatih keterampilan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada
terapi penderita dilatih untuk meningkatan fungsi ADL dengan cara pasien
dianjurkan untuk lebih rutin melakukan latihan William flexion exercise untuk
menguatkan otot-otot punggung dan abdomen. Terapi psikologi dilakukan supaya
pasien tidak merasa tertekan dengan beban pikirannya sehingga pasien dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari. pasien perlu mendapat dukungan dari keluarga
dan sekelilingnya agar pasien tetap semangat dalam proses pengobatan dan
fisioterapi.
Pasien memiliki prognosa yang baik, secara vitam, fungsionam, dan
sanationam. Hal ini berdasarkan tanda vital pasien yang tidak mengindikasikan
adanya kelainan, berdasarkan index barthel pasien yang menunjukkan disabilitas
ringan sehingga secara fungsional baik, dan tidak ada resiko kematian.

Anda mungkin juga menyukai