Anda di halaman 1dari 22

Ijma’

Pengertian:
• Bahasa: “al-ittifaq” kesepakatan (antara kelompok)
“al-azm wa at-tashmim” (antara kelompok atau individu)
)17 :‫فأجمعوا أمركم أو شركائكم (يونس‬
Istilah: Kesepakatan mujtahid umat Islam tentang hukum syara’ dari
suatu peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah Saw meninggal
dunia.
Eksistensi Ijma’:
-“ghair mutashawwir” (unimaginable) terjadinya, disebabkan ulama
terpisah-pisah dan jumlah mereka banyak;
-“mutashawwir (imaginable); - ulama telah sepakat akan wajibnya shalat
dan rukum Islam lainnya.
- telah ada kesepakatan ulama, sehingga
secara image dapat terwujud
- mereka sepakat mengenai hal-hal
kebutuhan duniawinya (makan, minum)
lebih-lebih akan sepakat tentang urusan
keagamaannya.
- secara pemikiran akal,, tidak mustahil
terjadinya ijma’.
Dasar hukum Ijma’:
- Al-Quran:
)59: ‫ يا أيها الذين آمنوا أطيعوا هللا وأطيعوا الرسول وأولى األمر منكم (النساء‬:‫قال هللا تعالى‬

artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah


Rasul-Nya dan ulil amr (penguasa) diantara kamu (An-Nisa: 59).

)103:‫ واعتصموا بحبل هللا جميعا وال تفرقوا (آل عمران‬:‫قال تعالى‬

artinya: Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada agama Allah


dan janganlah bercerai berai (Ali-Imran:103)
‫ ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى‬:‫قال تعالى‬
)115 :‫ونصله جهنم وساءت مصيرا (النساء‬

artinya: Barang siapa yang menentang Rasul setelah kebenaran


menjadi jelas baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya
orang-orang beriman. Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu, dan kami masukkan ke neraka
jahannan, dimana merupakan seburuk-buruknya tempat kembali
(An-Nisa: 115).
-As-sunnah:
‫ ال تجتمع أمتي على خطأ (اخرجه أبو داود‬:‫قال صلى هللا عليه وسلم‬
)‫والترمذي‬
Artinya: Umatku tidak akan bersepakat untuk
melakukan kesalahan (HR. Abu Daud dan
Turmuzi).
• Pembagian Ijma’:
Menurut ulama hukum Ijma’ dibagi dua:
1) Ijma’ qauly: Para mujtahidin sepakat menyatakan
pendapatnya dengan jelas dan tegas
baik berupa ucapan atau tulisan, Ijma’
ini d1sebut juga sebagai Ijma’ bayani
atau sharih.
2). Ijma’ sukuti: para mujtahidin tidak menyatakan
kesepakatannya dengan jelas atau tegas,
tetapi mereka diam diri atau absen dan
tidak memberikan reaksi terhadap suatu
ketentuan hukum yang telah dikemukakan
mujtahidin lain yang hidup di masanya,
ijma’ ini disebut juga Ijma’ I’tibari
• Obyek Ijma’ adalah semua peristiwa atau kejadian yang
tidak ada dasarnya baik dalam al-Quran ataupun Hadits
Nabi, peristiwa atau kejadian tersebut tidak berkaitan
dengan masalah ibadah mahdhah, tapi masalah
mu’amalah dan persoalan kemasyarakatan atau semua
hal-hal yang berkaitan dengan urusan duniawi.
Qiyas
• Pengertian:
Bahasa: “at-taswiyah (menyamakan), “at-taqdir” (mengukur)
Istilah: Menetapkan suatu hukum suatu kejadikan atau peristiwa
yang belum ada kedudukan hukumnya dengan suatu
kejadian atau peristiwa yang ada kedudukan/ketentuan
hukumnya dari nash al-Quran dan Hadits, karena adaanya
segi-segi persamaan antara keduanya yang disebut ‘illat”.
• Dasar Hukum Qiyas:
‫ يا ايها آمنوا أطيعوا هللا وأطيعوا الرسول وأولى األمر منكم فإن تنازعتم في شيء‬:‫قال هللا تعالى‬
)59 :‫ ذلك خير واحسن تأويال (النساء‬،‫فردوه إلى هللا والرسول إن كنتم تؤمنون باهلل واليوم اآلخر‬

Artinya: Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah


kepada Rasul-Nya, dan para pemimpin (ulil amr) dari kalian.
Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu hendaklah
dikembalikan kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada
Allah daan hari akhirat, demikian itu lebih baik bagimu dan lebbih
baik akibatnya. (QS. An-Nisa:59).
)2 :‫ فاعتبروا يا أولى األبصار (الخشر‬....‫ هو الذي أخرج الذين كفروا‬:‫وقال تعالى‬

Artinya: Dialah (Allah) yang mengeluarkan orang-orang kafir….


Maka ambillah tamtsil/ibarat (dari kejadian itu) hai orang-orang
mempunyai pandangan yang tajam (QS. Al-Khasyr: 2).

‫ نعم‬:‫ إن أمي نذرت أن تحج فلم تحج حتى ماتت أفأحج عنها؟ قال‬:‫إن امرأة من جهينة قالت‬
‫ أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضية؟ اقضوا هللا فاهلل أحق بالوفاء (أخرجه‬،‫حجى عنها‬
)‫البخاري والنسائي‬

Artinya: Seorang perempuan dari qabilah Juhainah menghadap


kepada Rasulullah dan berkata: bahwa Ibuku pernah bernadzar
akan melakukan haji pada waktu hidupnya, namun meninggal
sebelum sempat melakukan haji, apakah aku berkewajiban untuk
menghajikannya? Rasulullah menjawab: Laksanakanlah haji
untuknya, tahukah kamu, seandainya ibumu memiliki hutang,
apakah kamu akan melunasinya? Maka bayarlah hutangnya kepada
Allah karena Allah lebih berhak untuk dibayar (HR. Bukhari dan
Nasai).
Rukun Qiyas:
1) Ashal: yang berarti pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah
ditetapkan hukumnya dalam nash (al-Quran dan Hadits),
ashal disebut juga “maqis ‘alaih” .
2) Fara’: yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum
ada ketetapan hukumnya karena tidak ada nash (al-
Quran dan Hadits) yang dapat dijadikan sebagai
dasarnya, fara’ disebut juga “maqis”
3) Hukum al-ashal (hukum asal) yaitu hukum dari ashal yang telah
ditetapkan berdasrkan nash (al-Quran dan Hadits) dan
hukum itu jugalah yyang dtetapkan apabila ada
kesamaan illatnya.
4) Illat: yaitu: suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat tersebut
yang dicari di fara’. Seandainya sifat yang di ashal ada
kesamaannya pada fara’ maka kesamaan sifat tersebut
menjadi dasar dalam penetapan hukum.
Pembagian Qiyas:
Qiyas ada tiga macam:
1. Qiyas yang mempersamakan ashal dengan fara’, karena
keduanya memiliki kesamaan illat. Qiyas ini terbagi dua:
a. - qiyas jali: qiyas yang illatnya berdasarkan dalil yang
pasti, tidak ada kemungkinan lain selain illat tersebut
(umpatan terhadap ibu kandung yang menjadi dasar tidak
boleh ada pemukulan kepada orang tua).
b. - qiyas khafi: qiyas yang illatnya dapat dijadikan sebagai
illat dan mungkin pula untuk tidak dijadikan illat (contoh:
sisa minuman burung buas diqiyaskan/ dianalogikan
kepada sisa minuman binatang buas, keduanya sama-
sama minum sehingga air liur keduanya dapat bercampur
dengan sisa air yang diminumnya. Namun mulut keduanya
berbeda: burung dari unsur tulang atau zat tanduk (suci)
sementara binatang dari daging, daging binatang buas
haram.
2) Qiyas dalalah: qiyas yang illatnya tidak disebut, namun
merupakan petunjuk yang dapat memberi indikasi adanya
illat untuk menetapkan suatu hukum (contoh: harta anak-
anak kecil yang belum balig, apakah wajib dizakati atau
tidak. Harta tersebut dapat diqiyaskan kepada harta orang
dewasa yang wajib dizakati, karena kedua harta terebut
dapat bertambah dan berkembang).
3) Qiyas syibh: qiyas yang fara’ dapat diqiyaskan kepada dua
ashal atau lebih, akan tetapi diambil ashal yang lebih
banyak persamaannya. (contoh dalam masalah
perbudakan: hukum merusak budak dapat diqiyaskan
kepada hukum merusak orang merdeka. Tapi dapat juga
diqiyaskan kepada merusak harta benda, karena budak
dapat juga dikategorikan sebagai harta benda, namun
budak diqiyaskan ke harta benda karena lebih banyak
persamaannya, dibanding dengan orang merdeka).
1. Istihsan
• Secara harfiah : menjadikan sesuatu baik
• Istilah : Meninggalkan ketentuan hukum yang umum
berlaku mengenai suatu kasus dengan mengambil
ketentuan hukum lain karena adanya alasan hukum
untuk melakukan hal demikian.

• Contoh : Aturan umum dalam hukum Islam harta wakaf


tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan (hadits:
sedekahkanlah pokoknya, tidak dijual, tidak dihibahkan
dan tidak diwariskan, akan tetapi diinfakkan hasilnya).
Namun jika terjadi pemubaziran pada harta wakaf kalau
tidak dijual, maka boleh dijual karena agama juga
melarang tindakan pemubaziran.
• Jadi pembolehan melakukan penjualan harta
wakaf dalam kasus ini didasarkan pada Istihsan,
yaitu tindakan mengambil kebijaksanaan hukum
berdasarkan suatu alasan hukum (dalil) yang
menghendaki hal tersebut dilakukan.

• Maka Istihsan adalah suatu kebijakan hukum


atau pengecualian hukum, yang mengalihkan
aturan umum mengenai suatu kasus kepada
hukum lain karena adanya alasan hukum yang
mengharuskan diambilnya kebijasanaan
tersebut.
2. Mashlahah Mursalah
Pengertian Mashlahah:
• Mashlahah secara harfiah berasal dari kata “ash shalah”
berarti kebaikan atau manfaat, kebalikan dari kerusakan
atau mafsadah .
• Mafsadah berasal dari kata “al fasad” berarti “at talaf”
(kebinasaan atau kemudlaratan).
• Jadi al mashlahah adalah sesuatu yang dapat membawa
kebaikan dan menolak kemudlaratan, sementara
al mafsadah adalah sesuatu yang dapat membawa
kebinasaan atau kemudlaratan.
• Sementara arti dari “Mursalah” adalah netral.
• Jadi arti dari Mashlahah mursalah adalah segala
kepentingan yang bermanfaat dan baik, namun tidak ada
nash dari al Quran dan Sunnah yang mendukung secara
langsung ataupun melarangnya.
• Pada prinsipnya, mashlahah dapat mencakup semua
persoalan yang berkaitan dengan kepentingan manusia,
baik hal yang primer (dlaruriyat); sekunder (hajiyat) dan
pelengkap (tahsiniyat).
• Mashlahah dibagi menjadi:
- Mashlah mu’tabarah yaitu: suatu kepentingan yang
baik yang mendapat penegasan secara langsung dari al-
Quran dan Sunnah.
- Mashlahah mulghah: suatu kepentingan (yang
menurut anggapan kita) baik, namun mendapat
pelarangan secara langsung dari al-Quran dan Sunnah
- Mashlahah mursalah adalah suatu kepentingan yang
baik yang tidak mendapat larangan dari al-Quran dan
Sunnah dan juga tidak mendapat penegasan langsung
dari kedua sumber tersebut.
• Contoh: kewajiban melakukan pencatatan nikah
3. Istishhab
Pengertian Istishhab:
• Secara harfiyah Istishhab berasal dari kata “mushahabah” berarti
kebersamaan atau keberlangsungan
• Secara istilah adalah keberlangsungan status hukum suatu hal di
masa lalu pada masa kini dan masa depan, sejauh belum ada
perubahan terhadap status hukum tersebut.
Contoh: status hukum orang yang hilang yang tidak diketahui rimbahnya.

Istishhab ada tiga macam:


- keberlangsungan kebolehan umum: segala sesuatu (di luar masalah
ritual ibadah) dasar umumnya adalah kebolehan umum sampai ada
dalil yang menunjukkan lain.
- keberlangsungan kebebasan asli (al baraah al ashliyah atau baraat
adz dzimmah) artinya bebas dari tanggung jawab hukum.
- kelangsungan hukum: status hukum yang sudah ada di masa lampau
terus berlaku hingga ada dalil yang menentukan lain.
Kaidahnya: (Al ashlu baqa’u maa kana ‘ala maa kana)
4. Sadd Adz Dzari’ah
Pengertian:
• Secara harfiyah “Sadd” berarti: menutup dan
“Adz dzari’ah” : Jalan yang menghantarkan untuk
sampai kepada sesuatu. Jadi “sadd adz dzari’ah:
menutup jalan.
Istilah: sebagai pencegahan perbuatan-perbuatan yang
mengakibatkan kerugian yang muktabar
meskipun awalnya perbuatan-perbuatan tersebut
mengandung mashlahat.
• Jadi Sadd Adz Dzari’ah adalah merupakan tindakan
preventif dengan melarang suatu perbuatan yang
menurut hukum syara’ sebenarnya dibolehkan, namun –
dengan ijtihad- perbuatan tersebut dilarang karena
karena dapat membawa kepada suatu yang dilarang
atau yang menimbulkan mudlarat.
Contoh: saling berpandangan, dilarang karena dapat
mengantar ke perzinahan.
Pembagian Dzari’ah ada empat:
- dzari’ah yang secara pasti membawa kerusakan:
(menggali sumur –dibelakang pintu rumah dengan
zhalim; perzinahan yang menyebabkan
tercampunya keturunan anak manusia).
- dzari’ah secara praduga yang kuat membawa
kerusakan: (penjualan senjata di waktu konflik;
penjualan anggur sebagai bahan baku minuman
keras).
- dzari’ah yang biasanya membawa kerusakan: (jual
saham, larangan berduaan di tempat tertutup dsb)
- dzari’ah yang kemungkinan kecil dapat membawa
kerusakan, namun jarang terjadi : penggalian sumur
di tempat yang aman, pandangan seseorang
terhadap tunangannya).
5. ‘Urf (adat Istiadat)
Pengertian:
Secara harfiyah ‘Urf berarti terkenal (diketahui secara
umum)
Istilah: suatu hal yang diakui keberadaannya dan diikuti
oleh umum dan menjadi kebiasaan dalam
masyarakat, baik berupa perkatan, maupun
perbuatan sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan nash-nash syari’ah atau ijma’.
Syarat-syarat adat istiadat untuk dapat menjadi sumber
hukum al:
- Adat tersebut tidak bertentangan dengan nash
al-Quran dan Hadis) atau Ima.
- Adat tersebut konstan dan berlaku umum di dalam
masyarakat.
Pembagian ‘Urf:
‘Urf Shahih: sesuatu yang konstan dan berlaku umum
tidak bertentangan dengan nash. (akad
istishna’)
‘Urf Fasid : sesuatu yang konstan dan berlaku umum
tapi bertentangan dengan nash. (minuman
keras, perjudian dsb)
Kaidah fiqhiyah:
- Adat menjadi sumebr penetapan hukum (al ‘adah
muhakkamah)
- Praktik masyarakat adalah hujjah yang wajib
diamalkan (Isti’malun nasi hujjatun yajibul ‘amalu
biha)
6. Qaul Sahabi (Fatwa sahabat)
• Sahabat Nabi adalah orang yang hidup sezaman
dengan Nabi Saw dan pernah bertemu dengan beliau
walaupun sebentar.
Qaul Sahabi: pendirian seorang sahabat mengenai
suatu masalah hukum ijtihad baik yang
tercermin dalam fatwanya maupun dalam
keputusannya yang menyangkut
penegasan dalam al Quran.
• Apabila Qaul Sahabat bukan merupakan ijtihad murni,
melainkan merupakan suatu yang diketahui oleh
Rasulullah maka hal tersebut dapat dijadikan sumber
hukum. Demikian halnya apabila para sahabat sepakat
mengenai suatu masalah maka hal tersebut merupakan
ijma’.
7. Syar’u Man Qablana (Hukum Agama Terdahulu)

• Yang dimaksud “Hukum Agama Samawi


Terdahulu adalah ketentuan hukum yang
dibawa oleh para Nabi sebelum Nabi
Muhammad Saw seperti Nabi Isa AS, Nabi
Ibrahim, Nabi Musa.
• Apabila hukum agama tersebut tidak mendapat
konfirmasi dalam hukum Islam maka tidak
menjadi sumber hukum.
• Yang menjadi pembicaraan dalam hal ini adalah
aturan-aturan hukum agama terdahulu yang
disebutkan di dalam al Quran atau Hadits
sebagai suatu cerita mengenai nabi-nabi
terdahulu.
• Hukum Agama Samawi Terdahulu ada dua;
- hukum yang tidak dijelaskan dalam al Quran, maka
tidak menjadi ketentuan secara sepakat.
- hukum yang diceritakan dalam al Quran, dalam hal ini
ada dua:
1. disebutkan dalam al Quran atau Hadis bahwa hal
tersebut menjadi ketentuan: (Hadis: Halal bagiku
rampasan, sekalipun tidak halal bagi nabi-nabi
sebelumku).
2. disebutkan dalam al Quran atau Hadis dan
diseritakan kalau hal tersebut menjadi kewajiban bagi
umat sebelumnya, seperti puasa (kama kutiba ‘alal
ladzina min qablikum) dan berkurban (dlahu fa
innaha sunnatu abikum Ibrahimu As)
WASSALAM

Anda mungkin juga menyukai