Anda di halaman 1dari 6

Qiyas,

 Qiyas berarti mempertemukan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan hal lain
yang ada nash hukumnya karena ada persamaan illat hukum. Dengan
demikian, qiyas merupakan penerapan hukum analogis terhadap hukum sesuatu yang
serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula

 Dasar penggunaan qiyas


Menurut jumhur ulama, qiyas termasuk mengambil pelajaran dari suatu peristiwa.
Dikutip dari buku Qiyas: Sumber Hukum Syariah Keempat oleh Ahmad
Sarwat, dasar qiyas juga merujuk pada surat An Nisa ayat 59, yaitu perintah untuk
kembali kepada Allah dan Rasul.
Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah,
ialah al-Qur'an dan al-Hadits dan perbuatan sahabat dan akal.

 Rukun dan syarat qiyas


RUKUNN

 Ashl atau pokok, yakni persoalan yang telah disebutkan hukumnya di dalam
nash dan dijadikan tempat untuk mengqiyaskan.

 Far'u atau cabang, yakni suatu persoalan (peristiwa baru) yang tidak ada nash
yang menjelaskan hukumnya dan ia akan disamakan hukumnya dengan pokok
melalui qiyas.

 Hukum ashl atau hukum pokok, yakni ketetapan hukum pada pokok berupa
kewajiban, pengharaman, pembolehan, dan sebagainya.

 Illat, yakni sifat yang menjadi sebab adanya hukum ashl. Dengan adanya sifat
itulah, ashl mempunyai suatu hukum.

SYARAT QIYAS , antara lain:

 Hendaklah hukum asalnya tidak berubah-ubah atau belum dinasakhkan


artinya hukum yang tetap berlaku.

 Asal serta hukumnya sudah ada ketentuannya menurut agama artinya


sudah ada menurut ketegasan al-Qur‟an dan hadits

 Hendaklah hukum yang berlaku pada asal berlaku pula pada qiyas,
artinya hukum asal itu dapat diberlakukan pada qiyas.

 Tidak boleh hukum furu' (cabang) terdahulu dari hukum asal,karena


untuk menetapkan hukum berdasarkan kepada illatnya (sebab).
 Hendaklah sama illat yang ada pada furu‟dengan illat yang ada pada
asal

 Hukum yang ada pada furu‟ hendaklah sama dengan hukum yang
pada asal. Artinya tidak boleh hukum furu‟ menyalahi hukum asal.

 Tiap-tiap ada illat ada hukum dan tidak ada illat tidak ada hukum,
artinya illat itu selalu ada.h.Tidak boleh illat itu bertentangan menurut
ketentuan-ketentuan agama, artinyatidak boleh menyalahi kitab dan
sunna

ISTISHAB,
 Istishab merupakan upaya mendekatkan satu peristiwa hukum dengan peristiwa
lainnya, sehingga keduanya dinilai sama hukumnya.
 Macam dan contohnya istishab
1. Istishab al-ibahah al-asliyyah Istishab al-ibahah al-asliyyah yaitu Istishab yang
didasarkan pada hukum asal dari sesuatu yaitu mubah atau boleh. Maksudnya
menetapkan hukum sesuatu yang bermanfaat bagi manusia adalah boleh selama
belum ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Misalnya seluruh pepohonan
di hutan adalah merupakan milik bersama umat manusia dan masing- masing
orang berhak menebang dan memanfaatkan pohon dan buahnya, sampai ada bukti
yang menunjukkan bahwa hutan tersebut telah menjadi milik sesorang.
Berdasarkan ketetapan perintah ini, maka hukum kebolehan memanfaatkan hutan
tersebut berubah menjadi tidak boleh. Istishab seperti ini menurut para ahli ushul
fiqih dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum.

2. Istishab bara’ah al-asliyyah Istishab bara’ah al-asliyyah yaitu menetapkan hukum


yang berpegang pada prinsip bahwa pada dasarnya setiap orang itu bebas dari
tuntutan beban sehingga ditemukan dalil yang menyatakan sebaliknya. Dari sini
kemudian para ulama merumuskan kaidah fikih tentang istishab bahwa (pada
dasarnya setiap orang itu bebas dari tanggungan).Misalnya seseorang pada
dasarnya terbebas dari semua jenis tanggungan sampai ada bukti baru bahwa
orang itu mempunyai tanggungan hutang. Oleh karena jika seseorang menagih
hutang pada orang lain, maka orang yang ditagih itu secara hukum berhak
menolak untuk membayar hutang itu sampai si penagih bisa membawa bukti yang
otentik bahwa orang yang ditagih benar-benar mempunyai hutang.

3. Istishab al-Hukm Istishab al-Hukm yaitu menetapkan hukum yang sudah ada dan
berlaku pada masa lalu sampai sekarang tetap berlaku sampai ada dalil 4 Abu
Ishaq Ibrahim ib ‘Ali al-Syairazi, al-Lamh fi Usul al-Fiqh, juz 1 (Bayrut : Dar
alKutub al-Ilmiyyah, 1985), 123 4 lain yang merubahnya. Dengan kata lain,
penetapan hukum ini mendasarkan pada keberadaan hukum yang sudah ada dan
berjalan untuk tetap diberlakukan sehingga hukum pada sekarang dan masa yang
akan datang sampai ada dalil lain yang merubahnya.
4. Istishab al-Wasf Istishab al-Wasf yaitu istishab yang didasarkan pada anggapan
masih tetapnya sifat yang diketahui ada sebelumnya sampai ada bukti yang
mengubahnya. Misalnya hukum wudhu seseorang yang telah berwudhu dianggap
berlangsung terus sampai adanya penyebab yang membatalkannya. Apabila
seseorang merasa ragu apakah wudhunya masih ada atau sudah batal, maka
berdasarkan istishab wudhuya dianggap masih ada karena keraguan tidak bisa
mengalahkan keyakinan. Hal ini sejalan dengan Sabda Rasul “Jika seseorang
merasakan sesuatu dalam perutnya, lalu ia ragu apakah ada sesuatu yang keluar
atau tidak, maka sekali- kali janganlah ia keluar dari masjid (membatalkan shalat)
sampai kamu mendengar suara atau mencium bau kentut”. (HR. Muslim dan Abu
Hurairah).

Maslahah Mursalah
 Yaitu sesuatu yang mendatangkan manfaat dan menolak adanya mafsadah atau
kerusakan
 Mashalah mursalah dibagi menjadi 3, yaitu:
1. maslahah mu’tabarah. Yaitu jenis kemaslahatan atau kebaikan yang
diakui oleh syariat atau terdapat dalil hukum syara’. Syariat membuat
aturan tertentu untuk mewujudkan kemaslahatan ini..
 contoh,puasa memberi manfaat Kesehatan bagi tubuh
2. mashalahah mulghah. Yaitu jenis kemaslahatan yang diabaikan dan
ditolak oleh syariat mengingat jika maslahat tersebut diwujudkan, akan
timbul dampak buruk yang lebih besar. Seperti maslahat rasa bahagia
saat mengkonsum minuman beralkohol atau ‘jalan keluar’ dari
permasalahan di dunia nyata dengan mengkonsumsi narkoba.
Sejatinya, keduanya adalah jenis maslahat atau kebaikan. Tetapi, ia
adalah kebaikan ilusif. jika kebaikan ilusif ini dituruti, akan timbul
dampak buruk yang lebih besar. Yaitu rusaknya kemampuan berfikir
secara jernih dalam diri manusia. Karena itu, syariat tidak
mempertimbangkan kemaslahatan jenis ini.
3. mashlahah mursalah. Yaitu jenis kemaslahatan yang tidak disebutkan
oleh syariat, apakah ia diakui atau ditolak. Contohnya
 pembukuan mushaf al qur’an, karena tidak diketahui
dalilnya
 buku nikah
 akta nikah

URF
 Urf berarti sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan
dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan ataupun perkataan.
 Macam urf dan contohnya,
dari segi kualitas,
 Al Urf al-Shahih adalah kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat dan tidak
bertentangan dengan nash (ayat suci Alquran maupun hadits). Kebiasaan ini tidak
akan menghilangkan kemaslahatan dan tidak pula membawa mudarat bagi
masyarakat yang mengerjakannya. Misalnya dalam masa pertunangan, pihak laki-
laki boleh memberikan hadiah kepada pihak perempuan. Namun, hadiah ini tidak
dianggap sebagai maskawin.

 Al Urf al-Fasid adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil dan kaidah-
kaidah dalam syara. Contohnya kebiasaan yang berlaku di kalangan pedagang
dalam menghalalkan riba.

Dari segi objek,

 Al Urf al-Lafzhi adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal atau


ungkapan tertentu untuk menyebutkan sesuatu. Makna ungkapan itulah yang
dipahami dan selalu terlintas dalam benak masyarakat. Contohnya adalah
ungkapan “daging”. Jika seseorang mengatakan kepada penjual, "saya beli daging
dua kilogram", maka yang dimaksud kata “daging” di sini adalah daging sapi atau
kambing meski si penjual juga menjual ayam yang bisa disebut daging ayam.

 Al Urf al-Amali adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan


umum atau muamalah keperdataan. Kebiasaan ini tidak ada kaitannya dengan
kepentingan orang lain seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam
satu minggu, kebiasaan memakai pakaian dalam acara-acara khusus, dan masih
banyak lagi.

Qoul Shohabi
 Pendapat para sahabat yang masih diperselisihkan, qoul shahabi berupa dua macam

1. Perbuatan sahabat

2. Perkataan sahabat

 Contoh qoul shahabi

 Talak Tiga Yang Diucapkan Sekaligus, Pada zaman Rasulullah Saw. bila
seseorang menjatuhkan talak tiga secara sekaligus, lalu dia mengaku
niatnya hanya talak satu. Maka dihitung hanya satu talak. Itulah keputusan
Rasulullah Saw. Pada zaman Umar bin Khatthab. bila seseorang
menjatuhkan talak tiga secara sekaligus, lalu dia mengaku niatnya hanya
talak satu. Maka tetap dihitung talak tiga. Di mana suami tidak boleh rujuk
kepada istrinya, kecuali istrinya itu sudah menikah dengan lelaki yang lain
dan bercerai.

 Adzan Shalat Jum’at Dua Kali

Pada zaman Rasulullah Saw. adzan untuk Shalat Jum’at itu hanya
dilakukan sekali. Namun pada zaman Utsman bin Affan, adzan untuk
shalat Jum’at itu dilakukan sebanyak dua kali., Tambahan adzan itu
dilakukan karena jumlah kaum muslimin semakin banyak. Dan perlu
diketahui, bahwa adzan tambahan itu dilakukan di pasar. Tujuannya
mengumumkan kaum muslimin yang masih ada di pasar untuk segera
meninggalkan pasar.

Jadi adzan tambahan itu tidak dilakukan di masjid seperti zaman sekarang.
Tapi di pasar.

 Kijang disamakan dengan kambing

Para shahabat menyamakan hukum kijang dengan kambing. Tentu saja


kijang di sini bukan merek kendaraan roda empat. Melainkan nama
binatang. Yang secara kasat mata memang mirip dengan kambing.

Karena sama dengan kambing, maka kita juga boleh melaksanakan aqiqah
dan qurban dengan menggunakan seekor kijang.

 Macam qoul shahabi

1. Qaul Shahabi yang tidak bisa dinalar


Para ulama sepakat, bahwa Qaul Shahabi yang tidak bisa dinalar itu merupakan salah satu
dalil. Dengan anggapan, bahwa Qaul Shahabi seperti ini sebenarnya merupakan hadits.
Namun para shahabi (shahabat) itu tidak menyebutkannya sebagai hadits.

Contohnya:

Qaul Shahabi yang menyamakan kijang dengan kambing.

2. Qaul Shahabi yang masyhur dan tidak ada Qaul Shahabi lain yang berseberangan

Qaul Shahabi jenis ini juga disebut sebagai Ijma’ Sukuti.

Suatu Qaul Shahabi itu menjadi masyhur karena dua kemungkinan, yaitu:

 Banyaknya Shahabi/Shahabat yang ikut menyampaikan pendapat dalam kasus terkait


 Shahabi/Shahabat itu merupakan salah satu Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali)
 Kasusnya dialami banyak orang.
Contohnya:

Keputusan Umar bin Khatthab memberlakukan talak tiga yang diucapkan sekaligus sebagai
talak tiga.

3. Qaul Shahabi yang berseberangan dengan Qaul Shahabi yang lain

Adakalanya para shahabat berbeda pendapat mengenai hukum suatu kasus. Sehingga terdapat
beberapa Qaul Shahabi.

Contohnya:

Pendapat Abdullah bin Umar, bahwa bola mata merupakan bagian dari wajah. Sehingga
wajib terkena air. Bila kita berwudhu, maka mata harus terbuka (melek). Supaya bola mata
terkena air wudhu.

Sementara para shahabat yang lain berpendapat, bahwa bola mata bukan bagian dari wajah.
Sehingga ketika berwudhu, kita boleh membuka mata, boleh pula menutup mata.

4. Qaul Shahabi yang tidak masyhur dan tidak diketahui apakah ada Qaul Shahabi lain
yang berseberangan

Adakalanya seorang shahabat memiliki suatu pendapat, namun tidak diketahui apakah ada
shahabat lain yang memiliki pendapat berbeda.

Contohnya:

Pendapat Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) akan keabsahan orang yang tayamum menjadi
imam bagi jamaah yang berwudhu. Dan hal ini telah Ibnu Abbas kerjakan. Beliau pernah
tayamum dan menjadi imam bagi jamaah yang berwudhu.

Anda mungkin juga menyukai