MASA
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARI’AH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah YME karena telah memberikan rahmat dan
hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang………..............................................................................1
B. Rumusan Masalah…….............................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 2
A. Simpulan…….......................................................................................... 9
B. Saran………………................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah tasawuf tidak dikenal pada masa kehidupan Nabu dan Khulafaur
Rasyidin. Istilah itu baru muncul ketika Abu Hisyam al-Kufy meletakkan kata
al-Sufi dibelakang namanya pada abad ke 3 Hijriyah. Dari segi kebahasaan,
tasawuf dari kata dasar ( )صوفyang mengindikasikan tempat pertama orang
menggunakan shuf. Tasawuf adalah bagian dari syari'at Islam, atau dengan kata
lain islam memuat ajaran tasawuf.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Che Zarrina Binti Sa'ri, "Tokoh Sufi Wanita Rabi'ah al-'Adawiyyah: Motivator ke Arah Hidup
Lebih Bermakna", dalam Jurnal Ushuluddin, 2007, 29-43.
2
memperkenalkan yaitu Ali Syaqiq al-Balkhy, Ma'ruf al-Karkhy dan Ibrahim
ibn Adham.2
Zuhud yang tersebar pada abad pertama dan kedua Hijriyah terdiri atas
berbagai aliran yaitu:
a. Aliran Madinah
Di madinah telah muncul para zahid. Di antara mereka dari
kalangan sahabat yaitu Abu Ubaidah al-Jarrah (w.18 H), Abu Dzar
al-Ghiffari (w. 22 H), Salman al-Farisi (w. 32 H), Abd Allah ibn
Mas’ud (w. 33 H.), Hudzaifah ibn Yaman (w. 36 H.).
Sementara itu dari kalangan tabi’in di antaranya adalah Sa’id ibn al-
Musayyad (w. 91 H.) dan Salim ibn Abd Allah (w. 106 H.). Aliran
Madinah ini lebih cenderung pada pemikiran angkatan pertama
kaum muslimin (salaf), dan berpegang teguh pada zuhud serta
kerendah hatian Nabi.
b. Aliran Basrah
Pada abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat dua aliran zuhud
yang menonjol. Salah satunya di Bashrah dan Kufah. Mereka
terkenal dengan sikapnya yang kritis dan tidak percaya kecuali pada
hal-hal yang nyata. Mereka adalah penganut aliran Ahl al-Sunnah,
tapi cenderung pada aliran-
aliran Mu’tazilah dan Qadariyyah. Tokoh mereka dalam zuhud
adalah Hasan al-Basri, Malik ibn Dinar, Fadhl al-Raqqashi, Rabbah
ibn ‘Amru al-Qishi, Salih al-Murni atau Abd al-Wahid ibn Zaid.
Corak yang menonjol dari para zahid Bashrah ialah zuhud dan rasa
takut yang berlebih-lebihan.3
2
Syukur, HM. Amin, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. II, 2002), 31.
3
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal Ila> al-Tashawwuf Fi> al-Islam (Kairo: Da>r al-
Thaqa>fah, 1976), 85.
3
c. Aliran Mesir
Pada abad-abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat suatu aliran zuhud
lain, yaitu aliran Mesir. Sebagaimana diketahui, sejak penaklukan Islam
terhadap Mesir, sejumlah sahabat telah memasuki kawasan itu, misalnya
Amr ibn al-Ash, Abd Allah ibn Amr ibn al-As yang terkenal kezuhudannya,
al-Zubair bin Awwam dan Miqdad ibn al-Aswad. Tokoh-tokoh zahid Mesir
pada abad pertama
Hijriyah di antaranya adalah Salim ibn ’Atar al-Tajibi, Abd Al-Rahman ibn
Hujairah (w. 83 H), tokoh yang menonjol pada abad II Hijriyyah adalah al-
Laits ibn Sa’ad (w. 175 H).4
4
Ibid, 85.
5
M, Sholihin Rosihan Anwar, “Ilmu Tasawuf “ (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008), 64.
4
a. Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu
metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa, yang
mengonsentrasikan kejiwaan manusia kepada khaliq-nya.
b. Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak; yaitu di dalamnya terkandung
petunjuk-petunjuk tentang cara berbuat baik serta cara
menghindarkan keburukan.
c. Tasawuf yang berintikan metafisika; yaitu di dalamnya terkandung
ajaran yang melukiskan hakikat Ilahi, yang melukiskan sifat-sifat
Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang tajalli
kepadanya. Tajalli adalah lenyapnya atau hilangnnya hijab dari sifat
kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi, atau
fana segala sesuatu selain Allah, ketika nampak wajah Allah.6
Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat
dibandingkan dengan abad ketiga Hijriyah, karena usaha maksimal para ulama
tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya
kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat
kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota
besar lainnya. Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad ini, ditandai dengan semakin
kuatnya unsur filsafat yang memengaruhi corak tasawuf, karena banyaknya
buku filsafat yang tersebar di kalangan umat Islam dari hasil terjemahan orang-
orang muslim sejak zaman permulaan Dinasti Abbasiyah. Selain munculnya
tasawuf yang cenderung pada syathahiyat, sejenis ungkapan-ungkapan ganjil
dan semi-falsafi yang dimandegani oleh dua tokoh di atas, pada kurun ini mulai
muncul gerakan yang dimandegani oleh Syeikh Junaid al-Baghdadi. Dia
memagari ajaran tasawuf dengan al-Qur‟an dan Hadis dengan ketat dan mulai
meletakkan dasar-dasar thariqah, cara belajar dan mengajar tasawuf, syeikh,
mursyid, murid dan murad. Dengan kata lain, pada kurun ini muncul dua madzha
yang saling bertentangan, yakni madzhab tasawuf Sunni (al-Junaid) dan
madzhab Tasawuf semi-Falsafi (Abu Yazid dan al-Hallaj).
6
Ibid, 64.
5
C. Perkembangan tasawuf pada Abad Kelima Hijriyah
Masa konsolidasi yang berjalan pada kurun abad V M ini sebenarnya
kelanjutan dari pertarungan dua madzhab pada kurun sebelumnya. Pada
kurun ini pertarungan dimenangkan oleh Madzab Sunni. Madzhab tasawuf
Sunni mengalami kegemilangan yang dipengaruhi oleh kemenangan
madzhab teologi Ahl Sunnah wa al-Jama‟ah yang dipelopori oleh Abu
Hasan al-Asy'ari.Dia melakukan kritik pedas terhadap teori Abu Yazid dan
al-Hallaj yang dianggap melenceng dari kaidah dan akidah Islam.
Singkatnya, kurun ini merupakan kurun pemantapan dan pengembalian
tasawuf ke landasan awalnya, al-Qur'an dan Hadis. Tokoh-tokoh yang
menjadi panglima madzhab ini antara lain Al-Qusyairi (376-465 H), Al-
Harawi (w. 396 H), dan Al-Ghazali (450-505H).
Al-Qusyairi adalah sufi pembela teologi Ahlu Sunnah dan mampu
mengompromikan syari‟ah dan hakikah. Menurut al-Qusyairi kesehatan
batin dengan memegang teguh ajaran al-Qur'an dan al-Hadis lebih penting
daripada lahiriyah.
Tokoh kedua ialah Al-Harawi. Dia bermadzhab Hanabilah, maka
tidak heran jika dia bersikap tegas dan tandas terhadap tasawuf yang
dianggap menyeleweng. Hal yang dikritik yaitu ajaran fana' yang dimaknai
sebagai kehancuran wujud sesuatu yang selain Allah Swt. Kemudian dia
memberikan pemaknaan baru atas fana' tersebut dengan ketidaksadaran atas
segala sesuatu selain yang disaksikan, Allah Swt.
Kemudian tokoh yang terakhir ialah Al-Ghazali. Dia merupakan
tokoh pembela teologi sunni terbesar, bahkan lebih besar dibanding sang
pendirinya, Abu Hasan Al-Asy‟ari.7 Ia menolak konsep ketuhanan
Aristoteles, yakni emanasi dan penyatuan. Terkait teori kesatuan, al-Ghazali
menyodorkan teori baru tentang ma'rifat dalam taqarrub ila Allah, tanpa
diikuti penyatuan dengan-Nya.
7
Michael E. Marmura, “Ghazali and Ash‟arism Revisited”, dalam Arabic Sciences and
Philosophy, Vol. 12, 2002, 91.
6
Tasawuf pada abad kelima Hijriyah cenderung mengadakan
pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya kepada landasan al-Quran
dan al-Sunnah. Al-Qushairi dan al-Harawi dipandang sebagai tokoh sufi
yang paling menonjol pada abad ini, yang memberi bentuk tasawuf Sunni.
Kitab al-Risalah al-Qushairiyyah memperlihatkan dengan jelas bagaimana
al-Qushairi mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin Ahl al-
Sunnah. Dalam penilaiannya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran
ini membina prinsip-prinsip tasawuf di atas landasan-landasan tauhid yang
benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari berbagai bentuk
penyimpangan.8
Dengan demikian, abad kelima Hijriyah merupakan tonggak yang
menentukan bagi kejayaan tasawuf ‘amali (sunni). Pada abad tersebut,
tasawuf ini tersebar luas di kalangan dunia Islam. Pondasinya begitu dalam
terpancang untuk jangka waktu lama pada berbagai lapisan masyarakat
Islam.
8
M. Sholihin, Rosihon Anwar. “Ilmu Tasawuf”. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008). 66.
9
Amin Syukur, HM. “Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. II, 2022) 40.
7
1. Tarekat Qadiriyyah, didirikan oleh „Abd al-Qadir Jilani (w. 1166 M) dan
berpusat di Baghdad.
2. Tarekat Naqshabandiyah, didirikan oleh Muhammad ibn Baha‟ al-Din (w.791
H) dan didirikan di Asia Tengah.
3. Tarekat Maulawiyah , didirikan oleh Jalal al-Din Rumi (w. 1273 M), Persia.
4. Tarekat Bekhtasyiyah, didirikan oleh al-Bekhtasyi, Turki.
5. Tarekat Tijaniyah, oleh al—Tijani pada tahun 1781 M di Fez-Maroko.
6. Tarekat Daraquiyah, oleh Maulana „Arabi Darqawi (w. 1823 M.) di Fez-
Maroko.
7. Tarekat Khalwatiyah, didirikan di Persia pada abad 13 M. 8. Tarekat
Suhrawardiyah, oleh Suhrawardi al-Maqthul di Irak.
8. Tarekat Rifa‟iyah, oleh al-Rifa‟I (w.1187 M) di Irak.
9. Tarekat Sadziliyah, oleh al-Sadzili (w. 1258 M.) di Tunis.
10. Tarekat Khishtiyah, oleh Mu‟in al-Din Chisthi di Ajmer-
11. India.
12. Tarekat Sanusiyah, oleh al-Sanusi (w. 18377 M) di Libya. 13. Tarekat
Ni‟matulahiyah, didirikan di Persia dan kemudian di India (Isma‟iliyyah).
13. Tarekat Ahmadiyah, oleh Ahmad al-Badawi (w. 1276 M.) di Mesir dengan
pusat di Tanta.10
Perkembangan tasawuf pada abad kedelapan Hijriyyah, perkembangan
tasawuf pada abad ini tidak terdengar perkembangannya dan pemikiran baru
dalam tasawuf, meskipun banyak pengarang kaum shufi yang mengemukakan
pemikiran tentang ilmu tasawuf, namun kurang mendapat perhatian sungguh-
sungguh dari umat Islam. Sehingga nasib ajaran Tasawuf hampir sama dengan
abad ketujuh.11
10
Syaifan N, “Sufism” (Yogyakarta: Fakultas Agama dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga, 2010).
11
Ulfiatu Rochmah, “Sejarah Perkembangan Ilmu Tasawuf” (Surabaya: UIN Surabaya, 2014).
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan tasawuf dimulai dari abad ke-1 sampai abad ke-8 dan
seterusnya. pada abad ke-1 dan ke-2 perkembangan tasawuf dilakukan oleh para
sahabat nabi dan tabi'in melalui tahapan zuhud, kemudian pada abad ke-3 dan
ke- 4 perkembangan tasawuf dilakukan menggunakan tahapan tasawuf, tetapi
pada perkembangan tasawuf yang lebih pesat terjadi pada abad ke-4. Pada abad
ke-5 tasawuf agak rawan di karenakan ada para ulama yang ingin
mengembalikan kepemimpinan pada keluarga Ali bin Abi Thalib. Pada abad ke-
6, ke-7, dan ke-8, perkembangan tasawuf mengalami penurunan drastis.
Bahkan banyak pengarang sufi tidak lagi mendapat perhatian atas
pemikirannya.
B. Saran
Setelah kita mempelajari makalah diatas semoga dapat menambah wawasan
dalam materi perkembangan ilmu tasawuf . Mohon maaf atas segala
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, kritik dan saran sangat dibutuhkan
dalam pembuatan makalah selanjutanya agar lebih baik dan benar.
9
DAFTAR PUSTAKA
al-Taftazani, Abu al-Wafa al-Ghanimi. 1976. Madkhal Ila> al-Tashawwuf Fi> al-
Islam. Kairo: Da>r al-Thaqa>fah.
Amin, Syukur, HM. 2002. Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab
Sosial Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anwar, M. Sholihin, Rosihon. 2008. Ilmu Tasawuf . Bandung: CV Pustaka Setia.
HM Amin Syukur. 2022. Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial
Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. II.
Marmura, Michael E. 2002. Ghazali and Asharism Revisited, dalam Arabic
Sciences and Philosophy, Vol. 12.
Rochmah, Ulfiatu. 2014. ejarah Perkembangan Ilmu Tasawuf. Surabaya: UIN
Surabaya.
Syaifan N. 2010, Sufism. Yogyakarta: Fakultas Agama dan Filsafat UIN Sunan
Kalijaga.
Zarrina, Che Binti Sa'ri. 2007. Tokoh Sufi Wanita Rabi'ah al-'Adawiyyah: Motivator
ke Arah Hidup Lebih Bermakna , dalam Jurnal Ushuluddin.