Anda di halaman 1dari 34

SUMBER ROYU (AKAL FIKIRAN)

DALAM PENETAPAN HUKUM ISLAM


ijtihad
Berasal dari kata ijtihada yang artinya
bersungguh-sungguh, rajin, giat dan
mencurakan segala kemampuan
Secara istilah: usaha sungguh-sungguh dari
seorang mujtahid (orang yang berijtihad)
dalam rangka mengetahui tentang hukum-
hukum syariat
Macam-macam ijtihad
Al-ijtihadul bayaniy: menjelaskan hukum-hukum
syariah dari nash-nash syari
Al-ijtihadul qiyasiy: meletakan hukum-hukum
syariyah untuk kejadian atau peristiwa yang tidak
terdapat dalam al-Quran dan sunnah, dengan jalan
menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam
nash-nash hukum syari
Al-ijtihadul istishlahiy: meletakan hukum syariyah
untuk peristiwa yang terjadi, yang tidak ditetapkan
al-Quran dan sunnah dengan mempergunakan rayu
yang disandarkan pada istishlah (kemaslahatan)
Syarat ijtihad
Percaya kepada Allah dan Rasulnya
seorang yang alim (pandai) dan arif (bijaksana)
Mengetahui dan menguasai ilmu syara
(mengerti dan faham tujuan-tujuan syariat
dengan sepenuhnya)
Adil dan menjauhi segala macam maksiyat
dll
Tingkatan mujtahid
Mujtahid mutlaq: seseorang yang mampu berijtihad tanpa
terikat dengan mazhab manapun
Mujtahid Muntasib: seseorang yang memiliki syarat
berijtihad tetapi ia menggabungkan diri pada suatu mazhab
(Abu Yusuf, al-Muzany)
Mujtahid Mazhab: mereka yang berijtihad engikuti salah
satu mazhab
Mujtahid Murjiih: seseorang yang hanya mampu memilih
pendapat yang kuat dikalangan ulama untuk diikuti
Pengertian Ijma:
Secara etimologi: kesepakatan atau konsensus
Kesepakatan bulat Mujtahid dalam suatu masa setelah
wafatnya Rasulullah, terhadap hukum syara yang bersifat
praktis (amaly)
Ijma dapat menjadi dalil hukum selama memenuhi rukun-
rukun ijma dan menjadi hukum yang qathi dengan dasar:
- an-Nisa [4]: 59, al-Baqarah [2]: 143, ali Imran [3]: 110, as-
Syura [42]: 10, an-Nisa [4]: 115
Hadis: la tajmau ummati ala dholalah [Umatku tidak akan
bersepakat atas perbuatan yang sesat]; ummati la tajmau
ala khota [umatku tidak akan melakukan kesepakatan
terhadap yang salah]
Rukun Ijma
Yang terlibat dalam pembahasan hukum syara adalah
seluruh mujtahid
Kesepakatan atas hukum syara mengenai suatu
peristiwa pada saat terjadi oleh seluruh mujtahid
muslim tanpa melihat asal negara, kebangsaan dan
kelompok
Kesepakatan mereka diawali dengan pengungkapan
pendapat masing-masing
Hukum yang disepakati itu adalah hukum syara yang
bersifat aktual dan tidak ada hukumnya secara rinci
dalam al-Quran
Sandaran ijma haruslah al-Quran dan hadis.
Syarat ijma
Yang melakukan ijma adalah orang yang
memenuhi persyaratan ijtihad
Kesepakatan itu muncul dari para mujtahid
yang bersifat adil (berpendirian kuat terhadap
agamanya)
Para mujtahid yang terlibat adalah yang
berusaha menghindari diri dari perbutan dan
ucapan bidah
Periode Ijma
1. masa sahabat setelah Rasulullah wafat, persoalan-
persoalan baru muncul ditetapkan berdasarkan ijtihad.
Jika mereka telah bersepakat pada suatu hukum, maka
hukum itu yang akan dijalankan. Jika belum didapatkan
titik temu, mereka akan mengkaji kembali.
2. pada masa ijtihad, imam mujtahid berusaha agar
pendapat-pendapatnya tidak menyimpang dari apa
yang telah ditetapkan oleh para fuqaha dinegerinya.
(Abu Hanifa berusaha keras mengikuti hukum yang
telah disepakati ulama Kufa; imam Malik menganggap
ijma ahli Madinah dapat dijadikan argumentasi)
3.Para fuqaha berusaha untuk mengetahui ijma dari
sahabat untuk diikuti, agar mereka tidak menyimpang
dari hukum-hukum yang telah disepakati
Kemungkinan terjadi ijma
Ijma hanya mungkin terjadi pada masa sahabat.
Sedangkan pada masa tabiin hampir dipastikan bahwa
ijma tidak pernah terjadi dengan alasan:
1. fuqaha tidak mungkin bertemu karena domisi yang
saling berjauhan
2.selalu terdapat perbedaan pendapat diantara fuqaha
3.Tidak ada kesepakatan ulama tentang orang-orang
yang diterima ijmanya
Tidak ada kesepakatan tentang kreteria ulama yang
berhak untuk berpendapat dalam masalah fikih
Tingkatan ijma
Ijma sharih: Mujtahid menyatakan bahwa
mereka menerima pendapat yang disepakati
tersebut
Ijma sukuti: pendapat yang dikemukakan oleh
seorang mujtahid, kemudian pendapat
tersebut telah diketahui oleh mujatahid pada
masa tersebut namun tidak satupun yang
menolaknya.
Kedudukan ijma dalam hukum Islam
Ijma memiliki kedudukan penting dalam
hukum islam dan telah dijadikan argumen
final dan konklusif atas semua hal karena
Ijmalah yang menentuan bagaimana Sunnah
Nabi selama ini, dan bahkan penafsiran atas
Quran yang mana yang benar. Sehingga baik
al-Quran maupun Sunnah diotentikkan oleh
ijma (mungkin istilah jumhur ulama)
Ijma berperan dalam setiap cabang syariah.
Meskipun secara langsung ia tidak dapat
membatalkan teks al-Quran dan hadis, tetapi ia
dapat mengindikasikan bahwa peraturan tersebut
telah usang
Ijma pada awalnya diperkenalkan sebagai sebuah
doktrin untuk mendukung struktur politik dalam
abad kedua Islam
Ijma memainkan peran penting dalam
penutupan pintu ijtihad. Keputusan-keputusan
ulama pada abad kedua dan ketiga tidak dapat
dibatalkan
Pendapat tentang ijma
Syah waliyullah: menolak teori tentang ijma
total. Ia menganggap hukum yang didukung
oleh syura dan diperkuat oleh persetujuan
khalifah sebagai ijma
Sayyid ahmad khan: meragukan teori klasik
ijma. Ia mensahishkan ijma asalkan didukung
oleh al-Quran atau sunnah, jadi ijma
diposisikan sebagai sumber hukum sekunder
dan sebagai penguat saja.
ubayd Allah Sindhi: ada perbedaan jelas
antara sunnah dan Ijma
Muhammad Iqbal: keputusan-keputusan
majelis legeslatif terpilih adalah ijma
masyarakat muslim. Ijma dijadikan sebagai
lembaga permanen yang terorganisir
Muhammad Abduh: golongan elit dalam
masyarakat mampu melahirkan ijma. Mereka
mewakili masyarakat dalam badan legeslatif
terpilih dan kesepakatan mereka mengenai
suatu peraturan sama nilainya dengan ijma
masyarakat
Ziya golkap: syariah ada dua yaitu syariah
dogmatis dan syariah sosial. Urf mewakili
aspek sosial yang bisa dirubah-rubah dan
termasuk ijma. Syariah dogmatis bersifat
kaku dan permanen.
H.A.R. Gibb: ijma merupakan kesepakatan
seluruh masyarakat. Ia muncul secara sepntan
dalam bentuk kehendak umum dalam
perjalanan waktu
Contoh ijma pada masa shahabat:
Memberi 1/6 harta pusaka kepada nenek baik
jika nenek sendiri maupun lebih dari seorang
Melarang memadu bibi istri baik dari ayah
maupun dari ibu
Saudara seayah dapat menempati posisi
saudara kandung jika saudara kandung tidak
ada
Batalnya perkawinan wanita muslimah dengan
pria non-muslim
Definisi Qiyas:
mengukur, memastikan, membandingkan
sesuatu yang semisalnya
menghubungkan suatu perkara yang tidak
ada nash tentang hukumnya kepada perkara
lain yang ada nash hukumnya karena adanya
persamaan illat (effecitve cause) hukumnya.


Kehujjahan qiyas:
Disebutkan dalam surat an-Nisa ayat 59 agar dalam
masalah khilafiyah hendaknya kembali kepada Allah dan
Rasul
Dalam beberapa kasus Allah memberikan alasan hukum
(illat) dalam ayat-ayat hukum (kasus khomr)
Sunnah dalam kaitan hukum menunjukan adanya prinsip
illat (kewajiban minta izin ketika memasuki rumah orang
lain dimaksud untuk keselamatan mata)
Para sahabat sudah menetapkan qiyas dalam hukum Islam
(Ali bin Abi Thalib mengqiyaskan hukuman had bagi
pemabuk dengan had qadzaf/hukuman menuduh zina
tanpa saksi dengan pertimbangan bahwa keadaan mabuk
dapat melontarkan tuduhan keji)
Unsur-unsur qiyas
kasus baru (far)
al-ashl (kasus asli yang ada dalam nash),
al-illat (ratio legis) yaitu alasan serupa antara asl
dan far yang berupa sifat umum yang terdapat
pada keduanya, dan
al-hukm yaitu hukum yang dipergunakan qiyas
untuk memperluas hukum dari asal ke far atau
norma hukum yang dinisbatkan kepada kasus
baru yang ditransfer dari kasus lama ke kasus
baru karena kesamaan antara kedua kasus
Al-ashl:
Sumber yang menjelaskan hukum yang
dipergunakan sebagai qiyas dari far (cabang)
atau yang mempunyai sasaran hukum.
Sumber hukum yang dipergunakan sebagai dasar
harus berupa nash baik al-Quran, sunnah atau
ijma
Misal: pengharaman wisky dengan mengqiyaskan
kepada khamar, maka yang asl itu adalah khamar
yang telah ditetapkan hukumnya melalui nash
Al-hukum
Ketetapan nash yang hendak ditransferkan pada
kasus-kasus hukum baru karena ada persamaan.
Persyaratan hukum: harus berupa hukum syara
yang amaliah, harus berupa hukum yang rasional
(maqul mana) yang bisa ditangkap dan
ditemukan illatnya (bukan hukum taabbudi),
bukan hukum pengecualian dalam kasus rukhsah,
dan bukan hukum yang ditetapkan sebagai
kekhususan
Al-far
Kasus yang hendak diketahui hukumnya
melalui qiyas terhadap hukum asalnya.
Syarat far: far belum terdapat nash hukumya
dalam al-Quran dan hadis; far harus benar-
benar memiliki illat yang jelas sama jelasnya
dengan illat hukum ashl
Misalnya: wisky pada contoh di atas
illat
Secara etimologi: nama bagi sesuatu yang
menyebabkan berubahnya keadaan sesuatu yang
lain dengan keberadaannya
Sifat khas yang dipandang sebagai dasar dalam
penetapan hukum( motiv dalam hukum)/ sifat
yang berpengaruh terhadap hukum, bukan
karena zatnya, melainkan atas perbuatan Syari
Misalnya: dalam kasus khamar illatnya adalah
memabukan
Katagori illat:
Suatu hikmah yang menjadi motivasi dalam
menetapkan hukum berupa pencapaian kemaslahatan
atau menolak kemafsadatan. Misal: tercapainya
berbagai manfaat bagi orang yang melakukan transaksi
jual beli, karena jual beli itu diperbolehkan.
Terpeliharanya keturunan yang diakibatkannya
diharamkan zina, atau terpeliharanya akal manusia
disebabkan diharamkannya meminum khamar
Sifat zahir yang diukur yang sejalan dengan suatu
hukum dalam mencapai suatu kemaslahatan, berupa
manfaat atau menghindari kemudaratan bagi manusia
Hukm al-Ashl
Hukum yang telah ditentukan oleh nash atau
ijma yang akan diberlakukan pada faru
seperti keharaman meminum khamar
Kehujjahan qiyas sebagai dasar
penetapan hukum
Kelompok yang menerima qiyas bisa dijadikan hujjah dalam
menetapkan hukum dianut oleh mayoritas ulama ushul
fiqh. Alasannya:
- Firman Allah dalam surat al-Hasyr (fatabiru ya ulil al-bab),
surat al-baqarah: 179, 222; al-Maidah ayat 91, 6. seluruh
ayat menurut ulama menyebutkan illat yang menjadi
penyebab munculnya hukum. Kebolehan menggunakan
qiyas tidak berarti membuat hukum baru tetapi sekedar
menyingkap illat yang ada pada suatu kasus
- Adanya hadis Muaz bin jabal saat nabi mengutusnya ke
Yaman untuk menjadi qadhi (hakim) yang mana Rasulullah
mengakui ijtihad berdasarkan akal, dan qiyas termasuk
salah satunya
Lanjutan...
- Para sahabat sudah menggunakan qiyas
termasuh Abu Bakar dan Umar bin khatab dan
tidak ada seorang pun sahabat yang
membantahnya
- Secara logika, menurut jumhur ulama, hukum
Allah mengandung kemaslahatan untuk umat
manusia. Apabila seorang mujtahid menjumpai
kemaslahatan menjadi illat dalam suatu kasus
hukum yang ditentukan nash dan terdapat juga
dalam kasus yang sedang dicari hukumnya, maka
ia menyamakan hukum kasus yang ia hadapi
dengan hukum yang ada pada nash tersebut
Istihsan:
Menurut bahasa Arab: mengaggap baik atau mencari
yang baik
Menurut istilah: meninggalkan hukum yang telah
ditetapkan pada satu peristiwa atau kejadian yang
ditetapkan berdasarkan dalil syara, menuju
(menetapkan) hukum lain dari peristiwa atau
kejadian itu juga, karena ada suatu dalil syara yang
mengharuskan untuk meninggalkannya.
Contohnya: sisa minuman burung buas, seperti sisa
burung elang dsb adalah suci dan halal diminum
Maslaha mursalah:
Suatu kemaslahatan yang tidak disinggung
oleh syara dan tidak pula terdapat dalil-dalil
yang menyuruh untuk mengerjakan atau
meninggalkannya, sedangkan jika dikerjakan
akan mendatangkan kebaikan yang besar atau
kemaslahatan
Misalnya: mendirikan penjara, membukukan
al-Quran
Urf:
Sesuatu yang telah dikenal masyarakat dan
merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik
berupa perkataan maupun perbuatan
Uruf terbagi 2, yaitu shahih dan fasid. Yang disebut
pertama adalah urf yang baik dan dapat diterima
karena tidak bertentangan dengan syara dan yang
disebut belakangan sebaliknya.
Contoh: mengadakan halal bi halal setelah
melaksanakan shalat id bagi masyarakat Indonesia
Syaru man qablana:
Syariat yang dibawa para rasul terdahulu,
sebelum nabi Muhammad diutus yang
menjadi petunjuk kaum yang mereka diutus
kepadanya, sepeprti syariat nabi Ibrahim, nabi
Musa,dsb
Mislanya: khitan merupakan kelanjutan dari
syariat nabi Ibarahim
Istishab:
Menurut bahasa: mencari sesuatu yang ada
hubungannya
Menurut istilah: tetap berpegang pada hukum yang
telah ada dari satu peristiwa atau kejadian sampai
ada dalil yang mengubah hukumnya.
Misalnya: tetapnya setatus perkawinan walaupun
sudah terpisah belasan tahun, sebelum ada
ketetapan perubahan hukum atas perkawinannya.
Saddudz dzariah
Saddu: penghalang, penghambat atau
hambatan. Dzariah: jalan
Artinya: menghambat atau menghalangi atau
mnyumbat semua jalan yang menuju kepada
kerusakan atau maksiat.
Misalnya: larangan menjual khamar karena
perbuatan itu membuka pintu yang menuju
pada minum khamar.

Anda mungkin juga menyukai