Anda di halaman 1dari 27

IJTIHAD

SEBAGAI
SUMBER AJARAN ISLAM
Capaian Pembelajaran;
• Mahasiswa mampu menelaah Ijtihad sebagai
sumber ajaran Islam
• Mahasiswa mampu merincikan macam-macam
Ijtihad
• Mahasiswa mampu mengidentifikasi Klasifikasi
jenis dan tingkatan Ijtihad.
• Mahasiswa mampu merincikan lapangan
Ijtihad (Majalul Ijtihad)
• Mahasiswa mampu merincikan syarat dan
tingkatan Mujtahid
Sejarah Ijtihad
Salah satu mekanisme ijtihad yang dilakukan pada masa Khafilah
Abu Bakar As-Shiddiq adalah dengan mengumpulkan para
sahabat untuk bermusyawarah menentukan hukum terhadap
suatu permasalahan. Suatu hari, salah seorang sahabat yakni
Amr bin Ash diketahui melaksanakan shalat tanpa terlebih dahulu
mandi padahal dia dalam keadaan junub. Amr ketika itu hanya
bertayamum. Kontan hal tersebut menimbulkan pertanyaan di
kalangan para sahabat. Untuk menengahi persoalan itu,
Rasulullah SAW lantas bersabda dalam rangka membenarkan
perbuatan Amr, "Apabila seorang hakim berijtihad dan benar,
maka baginya dua pahala, tetapi bila berijtihad lalu keliru maka
baginya satu pahala." (HR Bukhari dan Muslim).
Sejarah Ijtihad
• Dalam buku Ensiklopedi Islam, dari sejarahnya, ijtihad
memang sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW
dan beliau sendiri merupakan mujtahid (ahli ijtihad)
pertama. Ijtihadnya terbatas pada masalah-masalah yang
belum ditetapkan hukumnya oleh Alquran. Bila hasil
ijtihad Rasulullah benar maka akan turun wahyu
membenarkannya.
• Adapun jika sebaliknya, turunlah wahyu untuk
meluruskan kesalahan tersebut. Ijtihad banyak
digunakanan pada masa sahabat sebab setelah wafatnya
Rasul, tentu saja wahyu tidak lagi diturunkan demikian
pula hadis pun tidak bertambah. Sementara di sisi lain,
problema yang timbul di tengah umat makin bertambah,
baik ragam maupun jumlah. Salah satu mekanisme ijtihad
yang dilaksanakan pada zaman Khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq adalah dengan mengumpulkan para sahabat guna
bermusyarawah serta menentukan hukum terhadap
permasalahan tertentu.
Sejarah Ijtihad
• Pada abad kedua dan keempat Hijriyah, ijtihad
mencapai masa perkembangan paling pesat. Masa ini
pula kemudian dikenal dengan periode pembukuan
sunah dan fikih demikian pula munculnya para
mujtahid terkemuka yang merupakan imam-imam
mazhab, antara lain Imam Malik, Imam Hanafi,
Imam Syafii serta Imam Hanbali.
• Akan tetapi ijtihad mulai mengalami kemunduran
setelah abad keempat Hijriyah. Muncul pendapat
yang menyatakan pintu ijtihad telah tertutup
lantaran umat Muslim merasa sudah cukup dengan
pendapat mujtahid sebelumnya
• Selain itu, tidak lagi muncul mujtahid-mujtahid
handal yang memiliki kemampuan seperti para
mujtahid sebelumnya.
Pengertian Ijtihad
• Secara etimologi, berakar dari kata al-juhd, yang berarti al-thaqah
(daya kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-jahd yang berati al-
masyaqah (kuasa, payah, kepayahan, bersungguh-sungguh)
• Menurut bahasa arti “istinbath” sebagai muradif dari ijtihad , yaitu
“mengeluarkan sesuatu dari persembunyian
• Secara terminologi, Ijtihad berarti mencurahkan kemampuan untuk
mendapatkan hukum syara’ tentang suatu masalah dari sumber
hukum yang terperinci.
• Ijtihad (Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh,
yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah
berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan
akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan
selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan
para ahli agama Islam.
Dasar Hukum Ijtihad
• Qs. An-Nisa’: 59
“Hai orang-orang beriman taatilah Alloh dan RosulNya dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Alloh dan Rosul, jika kamu benar-benar beriman kepada
Alloh dan hari kemudian...
• Qs. An- Nisa’: 83
“...Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rosul dan ulil amri di antara
mereka , tentulah orang-orang yng ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka.”
• Qs. Asy-syura: 38
...Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah diantara mereka...
• Qs. Ali Imran:159
...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...
• Hadits Nabi
Ummatku tdk akan melakukan kesepakatan terhadap yang salah (HR. Tarmizi)
• Apabila hakim memutuskan hukum dan ia berijtihad, kemudian ternyata
ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala dan jika ijtihadnya keliru maka ia
mendapat satu pahala
Tujuan Ijtihad
• Ijtihad dibutuhkan setelah Nabi wafat
karena permasalahan selalu berkembang.
Sejak abad ke II dan ke III Hijriyah
permasalahan hukum Islam telah mulai
dirumuskan, di antaranya hasil dari al-
madzậhibul–arba’ah baik dalam ibadah
maupun muamalah.
• Untuk memenuhi keperluan umat
manusia akan pegangan hidup dalam
beribadah kepada Allah di suatu tempat
tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan


lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia
diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadis. Selain itu
ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran
dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah
baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan
baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan
beragama sehari-hari. Jika terjadi persoalan baru bagi
kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu
masa waktu tertentu.
Lanjutan…
Adapun fungsi ijtihad , di antaranya:
•Fungsi al-ruju’ (kembali): mengembalikan ajaran-
ajaran Islam kepada al-Quran dan sunnah dari segala
interpretasi yang kurang relevan,
•Fungsi al-ihya (kehidupan): menghidupkan kembali
bagian-bagian dari nilai dan Islam semangat agar
mampu menjawab tantangan zaman,
•Fungsi al-inabah (pembenahan): memenuhi ajaran-
ajaran Islam yang telah di-ijtihadi oleh ulama
terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan
menurut konteks zaman dan kondisi yang dihadapi.
Jenis-jenis Ijtihad
Ijma’
• Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama
dalam menetapkan suatu hukum dalam agama
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara
yang terjadi.

• Ijma’ adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para


ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan
dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang
berwenang untuk diikuti seluruh umat.

• Ijma’ terbagi dua, yaitu; 1). Ijma’ Qauli dan 2) Ijma’ Sukuti
QIYAS
• Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan
artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara
yang baru yang belum ada pada masa
sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek
dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi
sama.

• Rukun Qiyas ada empat;


1.Al-Ashl (Pokok)
2.Al-Far’u (Cabang)
3.Hukum Asal
4.‘Illat
Istihsân
• Istihsân yaitu Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih
(ahli fiqih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
• Istihsan yaitu menunggalkan hukum yang telah ditetapkan
pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan
berdasarkan dalil dan syara’.
• Istihsân yaitu mengeluarkan hukum suatu masalah dari
hukum masalah-masalah yang serupa dengannya kepada
hokum lain karena didasarkan hal lain yang lebih kuat dalam
pandangan mujtahid.
• Istihsân terbagi kedalam dua bentuk, yaitu;
1)Istihsân Qiyasi
2)Istihsân Istisna’i
Maslahah Mursalah
• Maslahah mursalah adalah tindakan
memutuskan masalah yang tidak ada nashnya
dengan pertimbangan kepentingan hidup
manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat
dan menghindari kemudharatan.
• Contohnya: di dalam Al Quran ataupun Hadis
tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk
membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi,
hal ini dilakukan oleh umat Islam demi
kemaslahatan umat.
‘URF
• Adalah tindakan menentukan masih bolehnya
suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan aturan-aturan dalam
Alquran dan Hadis.
• Contohnya: dalam hal jual beli. Si pembeli
menyerahkan uang sebagai pembayaran atas
barang yang ia beli dengan tidak mengadakan
ijab qabul, karena harga telah dimaklumi
bersama antara penjual dan pembeli.
Istishab
• Yaitu tindakan menetapkan berlakunya suatu
ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya.
• Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar
keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang
menyebut perubahan tersebut.
• Contohnya: seseorang yang ragu-ragu apakah
ia sudah berwudhu ataupun belum. Di saat
seperti ini, ia harus berpegang atau yakin
kepada keadaan sebelum ia berwudhu’,
sehingga ia harus berwudhu kembali karena
shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
Saddu adz-Dzariah
• Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentinagn umat.
• Dalam istilah lain Saddu adz-Dzari’ah ini disebut
sebagai tindakan preventif.
CARA-CARA IJTIHAD
MUJTAHID BERIJTIHAD dengan memperhatikan dalil-dalil yang
tinggi tingkatannya kemudian berurut pada tingkatan berikutnya.
Urutan berikut sebagai berikut:
1) Nash Alqur’an
2) Khabar (hadis) mutawatir
3) Khabar Ahad,
4) Zahir Qur’an
5) zahir hadis
• Apabila dalam urutan itu tidak didapatkan, hendaknya
memperhatikan perbuatan-perbuatan Nabi, kemudian
taqrirnya. Jika melalui ini pun tidak didapatkan, maka
hendaknya memperhatikan fatwa-fatwa sahabat. Jika tidak
didapat, barulah ditetapkan melalui qiyas atau dengan salah
satu dalil yang dapat dibenarkan melalui syara, dengan
memperhatikan kemaslahatan. Jika didapatkan dalil yang
berlawanan, hendaknya mengumpulkan dalil-dalil menurut
kaidah yang dibenarkan. Jika tidak mungkin mengumpulkan,
diambil salah satu yang lebih kuat
• Apabila sama-sama kuat, hendaknya menasakhkan, atau
mencari yang terdahulu dan yang kemudian, yang dahulu
itulah yang dibatalkan. Kalau tidak diketahui, hendaknya
berhenti (tawaquf), tidak boleh menetapkan hukum dengan
dalil yang bertentangan, hendaknya menggunakan dalil
yang lebih rendah tingkatannya.
Pembagian Ijtihad
Ad-Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian
yang sebagiannya sesuai dengan pendapat Asy-
Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqat, yaitu:
•Ijithad al-Batani yaitu ijtihad untuk menjelaskan
hukum-hukum syara dari nash,
•Ijtihad al-Qiyasi, yaitu ijtihad terhadap
permasalahan yang tidak terdapat dalam al­Quran
dan as-Sunnah dengan menggunakan metode
qiyas,
•Ijtihad al-Istishlah, yaitu ijtihad terhadap
permasalahan yang tidak terdapat dalam al­-
Quran dan sunnah dengan mengunaka ra’yu
berdasar kaidah istishlah
Tingkatan Ijtihad
Lapangan Ijtihad (Majalul Ijtihad)
Lapangan ijtihad adalah pada setiap hukum syara yang
tidak memiliki dalil qath’i. Adapun hukum yang diketahui
dari agama secara dharurah dan bidahah (pasti benar
berdasarkan pertimbangan akal, tidak termasuk
lapangan ijtihad )
Maka yang termasuk dalam lapangan Ijtihad yaitu;
•Masalah-masalah baru yang hukumnya belum
ditegaskan oleh nash al-Quran dan sunnah (ma la
nashaha fi ashlain)
•Masalah-masalah baru yang hukmnya belum di-jama’i
oleh ulama atau immatul mujtahid
•Nash-nash dzhany dan dalil-dalil hukum yang
diperselisihkan
•Hukum Islam yang ma’qulu ma’na/ ta’aqquly
(kausalitas hukumnya dapat diketahui mujtahid )
Syarat-syarat Mujtahid
• Mengetahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan
dengan hukum.
• Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan
oleh para ahlinya
• Mengetahui Nasikh dan Mansukh.
• Mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya secara
sempurna.
• Mengetahui ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya
• Mengetahui rahasia- rahasia tasyrie’ (Asraru asy-
syari’ah). yaitu kaidah-kaidah yang menerangkan tujuan
syara dalam meletakkan beban taklif kepada mukallaf
• Niat dan I’tiqad yang benar
Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-
ketentuan sebagi berikut :

• Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan


keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal
pikiran manusia yang relatif.

• Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi


seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa/
tempat, tapi tidak berlaku pada masa/ tempat yang lainnya.

• Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah.

• Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah.

• Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi,


akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang
menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.
Ijtihad Merupakan Suatu Upaya
Pengembangan Hukum Islam
• Ijtihad sebagai metode penemuan hukum yang bersandar pada
hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal ketika diutus
sebagi seorang hakim ke Yaman, yang bunyi hadis tersebut;
Artinya: "Dari Mu'adz bin Jabal bahwasanya Rasulullah SAW,
ketika mengutusnya ke Yaman Bersabda: "bagaimana kamu
menetapkan hukum jika diajukan kepadamu sesuatu yang harus
diputuskan, Muadz menjawab saya akan memutuskan
berdasarkan kitab Allah, Rasulullah berkata:"jika kamu tidak
menemukan dalam kitab Allah? Muadz menjawab: "saya akan
memutus berdasarkan sunnah Rasulullah. Rasulullah berkata:
"jika kamu tidak menemukan dalam sunnah Rasulullah, Muadz
menjawab saya akan berijtihad dengan pendapatku dan dengan
seluruh kemampuanku. Maka Rasulullah merasa lega dan berkata:
Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan
Rasulullah (muadz) dalam hal yang diridhoi oleh Rasulullah. Hadis
ini dijadikan oleh para ulama sebagai dasar pijakan eksistensi
ijtihad sebagai sumber dalam tatanan hukum Islam dan
menggambarkan sumber hukum Islam secara hirearkis yang
meliputi al-Quran, Hadis dan Ijtihad .
Ijtihad Merupakan Suatu Upaya
Pengembangan Hukum Islam
Materi hukum Islam yang bersumber dari al-Quran dan sunnah
adalah bersifat umum dan universal. Hukum yang demikian dapat
diserap untuk memperkaya dan menyempurnakan hukum nasional.
Akan tetapi, untuk mempermudah penyerapan tersebut diperlukan
rumusan-rumusan yang jelas dan rasional, sehingga dapat diterapkan
secara real. Dengan demikian, untuk mengembangkan upaya
kontribusi hukum Islam terhadap hukum nasional diperlukan
pemikiran kembali ajaran hukum al-Quran dan sunnah. Atau tegasnya,
perlu adanya pembaharuan dibidang hukum Islam, guna menjawab
tantangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai