Anda di halaman 1dari 2

Contoh Resensi Non Fiksi

Berikut akan dibahas contoh resensi buku non fiksi yang dimaksud tersebut.
Pertama-tama, sebelum mulai meresensi buku, cantumkan dulu data buku yang akan
diresensi seperti: judul buku, nama penulis (kalau meresensi buku fiksi, nama penulis
biasanya nama penulis diganti dengan nama pengarang), nama penerbit, tahun terbit,
ketebalan buku, nomor SBN, dan harga buku.

Misalnya:
Judul : Pelanggaran HAM dalam Hukum Keadaan Darurat di ndonesia
Penulis : Binsor Gultom
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : November 2010
Tebal : 408 halaman

Isi Resensi:
Bagaimana menegakkan Hak Azasi Manusia (HAM) dimasa hukum darurat sebuah
negara? Binsor Gultom dalam buku berjudul "Pelanggaran HAM dalam Hukum
Keadaan Darurat di ndonesia hadir untuk memberikan pandangan dan jawaban atas
pertanyaanfundamental diatas.
Disaat sebuah negara-bangsa hendak mengeluarkan sebuah keputusan yang
mahapenting kerap saja ada gejolak (dari berbagai pihak yang bertentangan) untuk
melakukan perlawanan yang kontradiktif.
Dengan dalih mengamankan negara, kerap kali pihak angkatan bersenjata melakukan
tindakan yang refresif kepada para penentang (demonstran). Makanya, konflik
berdarah yang tak jarang berujung pada pelanggaran HAM hampir selalu terjadi dalam
setiap "pertempuran antara civil society dengan aparatus angkatan negara.
ndonesia menangis pasca jajak pendapat Timor-Timur tahun 1999 silam karena
banyak angkatan besenjata/ABR kala itu yang disinyalir telah melakukan pelanggaran
HAM dengan banyak melakukan pembunuhanterhadap warga setempat. Belum lagi
pelanggaran berat dalam peristiwa berdarah di Tanjung Priok 15 tahun sebelum jajak
pendapat terjadi (1984).
Disamping dua kasus yang dianggap paling fenomenal dan terberat pelanggaran HAM-
nya, setidaknya negeri ini mendata puluhan kejadian lain yang juga disinyalir
didalamnya mengandung substrat melanggar HAM.
Tahun 1965-1966 ada upaya pembasmian anggota PK yang dilakukan rezim orde baru
yang diperkirakan menewaskan sampai satu juta orang, pengejaran terhadap para
pembangkang politik tahun 1966-1971, operasi militer di Papua,
penembakan misterius (petrus) terhadap para pelaku kriminal tahun 1980-an, dsb.
ronisnya, upaya para korban/keluarga korban selalu menghadapi jalan buntu ketika
berteriak mengemis keadilan. Banyak rintang yang menjegal para pelaku untuk
diberikan penghakiman di institusipengadilan negeri ini.
Hal yang menghambat tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya multiinterpretasi
dalam penanganan kasus-kasus HAM tersebut dari institusi-institusi yang berwenang,
seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Penyelidikan terhadap Pelanggaran (KPP) HAM.
Dengan model kajian ilmiah, buku ini memberikan solusi yang dianggap "manis yakni
dalam setiap penyelesaian kasus pelanggaran HAM pada keadaan darurat,
wabilkhusus darutat militer dan perang, sebaiknya dijalankan di Pengadilan Militer
dengan komposisi hakim terdiri dari 3 hakim dari Peradilan Umum dan 2 orang dari
Peradilan Militer.
Penulis merasa pesimis jika kasus HAM tersebut mesti dijalankan sesuai dengan UU
No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang sarat prinsip retroaktif, tidak ada
kadaluarsa, dan ribetnya lagi memerlukan rekomendasi dari DPR.
tulah sekelumit mengenai contoh resensi buku non fiksi yang wajib Anda pelajari dan
fahami dengan seksama.

Anda mungkin juga menyukai