Arab yang artinya “Jalan yg dilewati menuju sumber mata air. (Lisan Al-Arab, 8/175). • Secara bahasa, kata SYARIAH juga digunakan untuk menyebut MADZHAB atau ajaran agama. (Tafsir Al-Qurthubi, 16/163). SINGKATNYA : SYARIAT berarti aturan atau Undang-Undang. • Aturan disebut syariat, karena sangat jelas, dan mengumpulkan banyak hal. (Al-Misbah Al-Munir, 1/310). Ada juga yang mengatakan, aturan ini disebut syariah, karena dia menjadi sumber yang didatangi banyak orang untuk mengambilnya. • Dalam perkembangannya, istilah Syariah lebih di kenal dengan sebutan “Hukum Islam”. • Secara istilah, syariah Islam adalah semua aturan yang Allah turunkan untuk manusia, baik terkait masalah aqidah, ibadah, muamalah, etika, moral maupun akhlak. Baik yg terkait hubungan makhluk dengan Allah, maupun hubungan antar- sesama makhluk. (Tarikh Tasyri’ Al-Islami, Manna’ Qathan, hlm. 13). Allah berfirman, : • ك َعلَى َش ِري َع ٍة ِم َن اأْل َ ْم ِر فَاتَّبِ ْعهَا َ ثُ َّم َج َع ْلنَا • “Kemudian Aku jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu…” (QS. Al-Jatsiyah: 18) MAKNA AYAT :
• “Aku jadikan kamu berada di atas
manhaj (jalan hidup) yang jelas dalam urusan agama, yang akan mengantarkanmu menuju kebenaran.” (Tafsir Al-Qurthubi, 16/163). • Rincian Syariat Para Nabi Berbeda- beda. Allah tegaskan dalam Al-Quran, • لِ ُك ٍّل َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِش ْر َعةً َو ِم ْنهَا ًجا “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (QS. Al-Maidah: 48)”. • Rincian syariat yg Allah turunkan, berbeda-beda antara satu umat dg umat lainnya, disesuaikan dengan perbedaan waktu dan keadaan masing-masing umat. Dan semua syariat ini adalah adil ketika dia diturunkan. Meskipun demikian, bagian prinsip dalam syariat, tidak berbeda antara satu umat satu nabi dengan umat nabi lainnya. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 234) Keistimewaan Syariat Islam 1.Bersumber dari Sang Pencipta, Tuhan semesta alam. Sehingga mutlak benar. 2.Terjaga dari perubahan, karena Allah menjaga sumbernya. 3. Mencakup semua aspek kehidupan manusia 4.Menjadi keputusan adil untuk setiap kasus sengketa manusia. 5.Layak diterapkan di setiap zaman dan tempat. • Terlepas dari pro-kontra manusia terhadap aturan yang Allah turunkan. Dan dalam hidup pasti ada aturan. Bisa jadi sejalan, bisa jadi berbenturan. Antara syariat Allah dan syariat hawa nafsu manusia. • Orang yang saat ini tidak sedang mengikuti syariat Allah, berarti dia sedang mengikuti syariat hawa nafsunya. Karena hidup tidak akan pernah lepas dari aturan dan syariat, dan semua akan dipertanggung jawabkan. Tinggal satu pertanyaan, kemanakah kita hendak memilih? Pengertian Syariah dan Fiqih dan Perbedaan Pendapat Syariat Oleh Ulama Fiqih • Membedakan antara pengertian syariat Islam dg Fiqih Islam adalah satu hal yg sangat krusial bagi seorang muslim. Tanpa ini perselisihan dalil Alquran dan Alhadits akan terus terjadi, kemudian berakibat pada perpecahan. Definisi Syariah dan Fiqih
• Pengertian syariah menurut istilah adalah “teks-teks
suci yang diturunkan Allah kepada Rasulullah, baik al- Quran maupun as-Sunnah”, yg mana sunnah sendiri adalah terjemahan, penjabaran, implementasi dan praktik dari Alquran, Allah berfirman: إن هو إال وحي يوحى )( • وما ينطق عن الهوى • Muhammad itu tidak berbicara karena nafsunya sendiri, melainkan berdasarkan wahyu yang dia terima. (al-Najm: 3-4) • Dua nash suci (dalil al-Quran dan al-Hadits) tersebut kemudian menjadi sumber hukum dalam Islam. • Adapun pengertiaan syariat Islam menurut bahasa adalah: jalan hidup yang harus dilalui dan digunakan setiap muslim baik secara individu, sosial maupun bernegara. • Syariat atau syariah adalah 2 kata yang sama memiliki makna yang sama dan diambil dari bahasa Arab ة8شريع88 لا. • Adapun pengertian Fiqih menurut bahasa diambil dari kata “al-fiqhu” ة8ق88 لفا, artinya “pemahaman” (al-fahmu). • Menurut istilah, Fiqih Islam adalah hasil konklusi dari pemahaman para Ulama Fiqih atas naskah suci al-Quran dan al-Hadits. • Adalah sebuah kesalahan ilmiah mencampur adukkan atau tidak membedakan antara Syariah dengan Fiqih. • Karena Syariah itu “ma’shumah” alias “tidak bisa salah”, semua isinya adalah kebenaran yang harus kita imani secara utuh, dilakukan, serta semua isinya adalah kebaikan dan kemaslahatan manusia di dunia-akhirat. • Sedangkan Fiqih adalah hasil cipta, karya para Ulama Fiqih berdasarkan pemahaman, kajian, dan telaah mereka terhadap Syariah, menggunakan metode dan alat yang dibenarkan syariah. Sifatnya sangat relatif, bisa berubah, bergeser. • Karenanya, wajar kalau ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam satu masalah yang sama, setinggi apapun derajat dan keilmuwan mereka, masih tetap saja mereka manusia yang bisa benar dan bisa keliru. • Para ulama juga punya pengalaman, latar belakang pendidikan dan tingkat kepakaran ilmu yang berbeda yang tentu saja berpengaruh pada sudut pandang suatu masalah. • Hal ini tidak berarti kalau Fiqih itu tidak ada harganya dan tidak besar nilainya, bukan demikian, disini yang di maksud bahwa Fiqih tidak memiliki “qodasah” atau kesakralan sebagaimana Syariah. • Inilah mengapa istilah syariah dan syariat lebih populer: fakultas syariah, bank syariah dan hijab syar’i. 1 Karena istilah “syariat” dirasa dan dianggap lebih tinggi dibandingkan “fiqih”. • Kesimpulannya, Fiqih adalah hasil ijtihad ulama fiqih bersandarkan dan berdasarkan pada Kitabullah dan Sunnah Nabi. Oleh karenanya ilmu fiqih sangat debatable. • Jangankan lintas ormas, satu madzhab pun masih akan dijumpai perbedaan pendapat, bahkan dengan landasan hukum (dalil) yang sama. • Syariah adalah istilah yang nilainya lebih tinggi dibandingkan fiqih, bahkan istilah itu sendiri telah Allah ﷻ gunakan dalam firmannya. ِم َن اأْل َ ْم ِر فَاتَّبِ ْعهَا ش ِري َع ٍة َ َثُ َّم َج َع ْلن َ اك َعلَى • • “Kemudian Aku jadikan kamu berada di atas syariat (peraturan/jalan) yang merupakan bagian dari agama, Maka ikutilah syariat itu…” (al-Jatsiyah: 18) Sikap Terhadap Hukum Syariat dan Hukum Fiqih Dalam Ibadah dan Muamalah
• Setelah memahami pengertian syariah dan pengertian fiqih, ada
baiknya kita mengerti sikap apa yang harus dilakukan terhadap sumber hukum Islam (al-Quran dan al-Hadits). • Pertama, hukum-hukum yang ditetapkan oleh sumber hukum Islam secara gamblang harus disikapi secara “qat’i” alias mutlak. Artinya ketika membaca teks tersebut, jelas tanpa perlu penafsiran atau kajian lagi, seperti: • kewajiban shalat, puasa, zakat harta, memenuhi janji, dilarang berbohong, haram mencuri, zina, larangan nikah sejenis, dan lainnya yang disebut secara gamblang dalam dalil-dalil naqly, yaitu al-Quran dan Sunnah Mutawatirah. • Kedua, dalil dalam sumber hukum Islam yang tercantum tanpa dijelaskan secara gamblang hingga berpotensi dipahami secara multi- interpretasi, yang kemudian menjadi bahan ijtihad ulama dan hasilnya berbeda-beda, maka harus disikapi dengan lapang dada, menghargai perbedaan pendapat. Seperti: • apakah al-fatihah dimulai dari basmalah atau dari “Alhamdulillah…”, apakah niat puasa ramadhan wajib diucapkan setiap malam atau tidak, apakah boleh menghitung awal Ramadhan dan akhirnya dengan hisab falaki atau tidak, berapakan nishab barang curian sehingga seorang pencuri bisa dihukum hudud, dan lain sebagainya. (Al-Madkhal al-Fiqhy al-Aam, Prof. Musthafa Zarqa). • Dengan ini, perbedaan pendapat ulama fiqih dalam sebuah masalah merupakan khazanah dan kekayaan intelektual umat Islam yang harus dibanggakan dan dijaga, bukan diributkan atau malah jadi sumber perpecahan. Perbedaan dan Contoh Syariah dan Fiqih
• Untuk lebih memahami pengertian syariat dan fiqih,
serta perbedaan keduanya, alangkah baiknya kita menyimak sebuah kisah betapa ikhtilaf pendapat sudah lumrah terjadi di antara para Sahabat Rasul yang mulia. • Kisah ini selalu diulang-ulang dan hampir tidak pernah ketinggalan ketika para ulama membahas tema persatuan umat Islam. Tema ini juga erat hubungannya dengan syariat dan fiqih: • Nabi Muhammad ﷺ pernah memberikan instruksi pada para sahabatnya, “Jangan ada seorang pun dari kalian yang shalat Ashar keculi setelah sampai di perkampungan Bani Quraizhah.” • Di tengah perjalanan, waktu shalat pun menghampiri mereka. Sebagian berkata, “Kami tidak akan shalat kecuali setelah sampai tujuan, sebagaimana perintah Rasul.” • Sebagian lain berbeda pandangan, “Tidak, kami tetap akan melaksanakan shalat ashar sekarang juga, karena bukan itu yang dimaksud oleh Rasul. Beliau hanya ingin kita bergegas sampai tujuan.” • Maka, kejadian tersebut disampaikan kepada Nabi ﷺ. Ternyata beliau tidak menyalahkan seorang pun dari mereka atas keputusan yang mereka pilih. (Hadits Muttafaq Alaih). • Karena beliau mengerti, para sahabat membuat keputusan A atau B, itu murni karena ingin mentaati Rasul. • Nah, perintah Nabi “jangan shalat” itulah syariat. Sementara pertimbangan dan keputusan para sahabat setelah mendengar dan memahami sabda Rasul, itulah fiqih.