Dosen pengampu :
Dr.H.Ali Akbar Simbolon,Lc.MA
DISUSUN
OLEH :
0101232182
L ATA R
kaidah-kaidah fikih atau kaidah-kaidah hukum Islam merupakan salah satu kekayaan peradaban Islam,
BELAKANG
khususnya di bidang hukum yang digunakan sebagai solusi di dalam menghadapi problem kehidupan yang
praktis baik individu maupun kolektif dengan cara yang arif dan bijaksana sesuai dengan semangat Al-Quran
dan Hadis. Kaidah-kaidah fikih telah teruji sepanjang sejarah hukum Islam, khususnya sejarah sosial umat Islam
pada umumnya selama 1400 tahun. Kaidah-kaidah tersebut masih relevan dan bisa dikembangkan lebih jauh
untuk digunakan pada masa sekarang, dengan mengedepankan sikap yang moderat sebagai Ummatan Wasathan
di dalam benturan-benturan peradaban masa kini. Prof. H. A. Djazuli di dalam bukunya ini mencoba
memaparkan kaidah-kaidah fikih tersebut, dari kaidah yang ruang lingkup dan cakupannya paling luas, yaitu
(meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan) sampai kaidah yang ruang lingkupnya sempit dan
cakupannya sedikit, disertai contoh-contoh yang konkret dan aktual. Sasaran pembaca: Mahasiswa UIN, IAIN,
Perguruan Tinggi Negara dan Swasta, dan khalayak luas.
PEMBAHASAN
HILANG ?
HUKUM ?
MENIMBULKAN KEMUDAHAN ?
Kandungan Kaidah
Ada beberapa hal yang dapat dipahami dari kaidah di atas: Pertama, tujuan niat, Pada dasarnya, tujuan dan fungsi niat itu adalah untuk membedakan antara
perbuatan ibadat dari perbuatan adat dan untuk penentuan (at-ta‟yin) spesifikasi atau kekhususan antara mandi dan berwhudu‟ untuk shalat dengan mandi
dan mencuci anggota badan untuk kebersihan biasa. Dengan niat, maka akan terbedalah menahan lapar karena berpuasa dengan menahan lapar untuk
menghindari penyakit atau untuk diet. Kemudian, memberikan sebagian harta kepada fakir miskin dengan niat zakat, akan berbeda dari memberikannya
kepada mereka tanpa niat, tindakan ini sebagai sumbangan sosial. Menyembelih hewan untuk lauk dan untuk kurban hanya dapat dibedakan dengan niat.
2. KEMUDARATAN ITU DAPAT HILANG َالَّض َر ُر ُيَز اُل
Kaidah ini menjelaskan adanya kemudahan dalam syariah Islam. Tujuannya adalah menetapkan sesuatu yang meyakinkan
dianggap sebagai hal yang asal dan dianggap. Dan bahwa keyakinan menghilangkan keraguan yang sering timbul dari was-was
terutama dalam masalah kesucian dan shalat. Keyakinan adalah ketetapan hati berdasarkan pada dalil yang pasti, sedangkan keraguan
adalah kemungkinan terjadinya dua hal tanpa ada kelebihan antara keduanya.
Maksudnya adalah bahwa perkara yang diyakini adanya tidak bisa dianggap hilang kecuali dengan dalil yang pasti dan faktual
(berdasarkan fakta) dan hukumnya tidak bisa berubah oleh keraguan. Begitu juga perkara yang diyakini tidak adanya maka tetap
dianggap tidak ada dan hukum ini tidak berubah hanya karena keraguan (antara ada dan tiada). Karena ragu itu lebih lemah dari yakin,
maka keraguan tidak dapat merubah ada dan tidak adanya sesuatu.
Dalil yang dipakai untuk kaidah keempat ini adalah berdasarkan pada hadits Nabi di mana seorang lelaki bertanya pada Nabi
bahwa dia berfikir apakah dia kentut apa tidak saat shalat. Nabi menjawab: ( “ )الينصٰـرف حتى يسمع صوتا أو يجد ريحٰـاTeruskan shalat kecuali
apabila mendengar suara atau mencium bau (kentut).” Kaidah ini masuk dalam mayoritas bab fiqih seperti bab ibadah, muamalah,
uqubah (sanksi) dan keputusan. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa kaidah ini mengandung 3/4 (tiga perempat) ilmu fiqih.
KESIMPULAN
Alhamdulillah telah selesainya makalah kami ini,
semoga bermanfaat untuk kita semua, Amin. dalam Ilmu Ushul
Fiqh kita belajar bahwa kemashlahatan itu lebih penting dari
individu. Dan mohon apabila ada kesalahan dalam makalaha
kami ini semoga ke depan nya lebih baik lagi.
TERIMA KASIH