Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHIWABARAKATUH,
SETINGGI – TINGGI KESYUKURAN KEHADRAT ILAHI KERANA
DENGAN LIMPAH KURNIANYA DAPAT KAMI MENYIAPKAN E
FOLIO INI DENGAN SEMPURNA.WALAUPUN TERDAPAT
PERKARA YANG TIDAK DAPAT DIELAKKAN NAMUN IA TIDAK
MENJADI SUATU MASALAHYANG BESAR DALAM
MENYIAPKAN E FOLIO INI.

NAMU BEGITU KAMI TETAP BERUSAHA MENCARI DARI


PELBAGAI SUMBER DAN HASILNYA E-FOLIO INI DAPAT
DISIAPAKN ATAS USAHA KERAS DAN JUGA BANTUAN
NDARIPADA RAKAN – RAKAN SEKUMPULAN YANG LAIN
DALAM MENYIAPKANNYA.DISINI KAMI BERDUA INGIN
MENGUCAPANKAN RIBUAN TERIMA KASIH KEPADA USTAZ
ASMADI KERANA TELAH BANYAK MEMBANTUK DALAM
MEMBERI PANDUAN DAN TUJUK AJAR TENTANG
PELAKSANAANNYA
SUMBER – SUMBER HUKUM ISLAM

AL-QURAN

HADIS

QIYAS

IJMAK
sumber hukum Islam telah digunakan dalam fikih Islam untuk
mengelaborasi sistem hukum Islam.Dalam Sunni, kitab suci Al-
Qur'an, yang diyakini oleh umat Islam sebagai firman Allah yang
langsung dan tidak berubah, serta Sunnah, yang merupakan
perkataan dan perbuatan dari nabi Islam Muhammad dalam literatur
hadis, merupakan sumber hukum utama. Dalam Syi'ah, sunnah juga
diperluas dengan menambahkan tradisi yang pernah dilakukan
imam.
Tidak semua yang ada dalam dalam kitab Islam mampu menjawab
secara langsung seluruh pertanyaan atas perkara-perkara baru yang
muncul di tengah umat. Oleh karena itu, para fakih mengembangkan
metode tambahan untuk mendapatkan keputusan hukum. Menurut
mazhab-mazhab fikih Sunni, sumber sekunder hukum Islam adalah
ijmak; qiyas; mencari kemaslahatan umum; istihsan; fatwa;
keputusan yang diambil oleh generasi pertama umat Islam; dan urf
(adat). Mazhab Hanafi lebih sering mengandalkan analogi dan
penalaran independen, sementara Maliki dan Hambali menggunakan
nash hadis. Mazhab Syafi'i menyeimbangkan hadis dan analogi.Di
kalangan Syi'ah, fikih mazhab Ja'fari Ushuli menggunakan empat
sumber, yaitu Al-Qur'an, As-Sunnah, ijmak, dan akal. Mereka
menggunakan ijmak dalam kondisi khusus dan mengandalkan akal
untuk menemukan prinsip-prinsip umum berdasarkan Al-Qur'an dan
As-Sunnah, dan menggunakan ushul fikih sebagai metodologi untuk
menafsirkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam keadaan yang berbeda.
Mazhab Ja'fari Akhbari lebih mengandalkan sumber kitab suci dan
menolak ijtihad.[1][4] Menurut Momen, meskipun ushul fikih Syiah
dan empat mazhab Sunni memiliki perbedaan yang cukup besar, ada
sedikit perbedaan furu' pada ritual dan kehidupan sosial.
1. Al-Qur’an
Sumber hukum islam yang paling utama sudah pasti Al-Qur’an.
Karena Al-Qur’an sebagai sumber dari segala ajaran dan syariat
islam. Hal ini bukan didengungkan tanpa alasan, karena di dalam Al-
Quran sendiripun juga menegaskanya.
Para ulama tidak hanya menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber
hukum islam. Tetapi juga sebagai rumusan yang memiliki unsur dasar
ang penting. Yaitu, Al-Qur’an yang berbentuk lafazt yang
mengandung makna dalam dan penuh arti. Lafazt yang tertulis pun
bukan sekedar lafazt biasa, tetapi lafazt istimewa karena
disampiakan Allah melalui Jibril ke Naabi Muhammad. Kemudian
Nabi Muhammad SAW melafaztkannya.Adapun unsur di dalam Al-
Qur’an bahwasanya dari segi penyampaiannya menggunakan bahasa
arab. Ada unsur pokok lain yang sifatnya spesial, dimana Al-Qur’an
ini hanya diturunkan oleh Jibril langsung ke Nabi Muhammad SAW,
bukan ke nabi-nabi lain. Nabi-nabi sebelum-sebelumnya juga
mendapatkan wahyu, hanya saja tidak ditulis dalam kitab Al-Qur’an,
melainkan kitab di masa beliau Berjaya. Unsur terakhir adalah, Al-
Qur’an dinukilkan secara mutawir
Sebagai tambahan informasi, bahwasanya Al-Qur’an diturunkan ke
Rosulullah SAW lewat beberapa kondisi dan beberapa cara loh. Ada
yang diturunkan oleh malaikat dengan cara memasukan wahyu ke
hati Rosulullah, ada juga malaikat menampakkan diri seperti manusia
sambil melafalkan wahyu dan pesan dari Allah SWT. Tidak hanya itu,
ada juga wahyu yang diturunkan seperti gemerincing lonceng dan
masih banyak lagi tentu saja . Di bab ini sebenarnya kita kembali lagi
ke pelajaran agama islam saat dibangku SMP dan SMA mungkin.
Dimana ditinjau dari jenis dan bagiannya, ayat Al-Qur’an dibagi
menjadi ayat makiyah dan ayat madaniyah. Pastinya kamu sudah
tahu penjelasan kedua tersebut.

 Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan


ketidaksanggupan atau kelemahan yang dimiliki oleh manusia
untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun manusia itu
adalah orang pintar.
 Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:

‫ضهُ ْم‬ ُ ‫ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّْأتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَْأتُوْ نَ بِ ِم ْثلِ ٖه َولَوْ َكانَ بَ ْع‬
ِ ‫قُلْ لَّ ِٕى ِن اجْ تَ َم َع‬
‫ْض ظَ ِه ْيرًا‬
ٍ ‫لِبَع‬

Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk


membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling
membantu satu sama lain."

2.hadis
Hadis dalam Hukum Islam memiliki posisi dan fungsi yang sangat
penting. Allah SWT telah menurunkan kitab suci al-Qur‟an
sebagai petunjuk bagi hamba-Nya untuk meraih kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat. Maka hamba yang baik tentu akan berusaha
sekuat tenaga untuk memahami dan mengamalkan petunjuk
tersebut. Di antara petunjuk penting dalam al-Qur‟an adalah bahwa
orang yang ingin melaksanakan petunjuk al- Qur‟an harus mengikuti
bagaimana Nabi Muhammad SAW mengamalkan isi kandungan al-
Qur‟an tersebut. Bagaimana Nabi Muhammad SAW
membimbing umatnya dengan mengamalkan al-Qur‟an secara
nyata itulah salah satu pengertian hadits atau sunnah Nabi
Muhammad SAW.
Para ulama secara lebih detail kemudian memberi penjelasan
tentang pengertian sunnah Nabi SAW atau hadis. Secara etimologis
sunnah diartikan sebagai perjalanan, cara hidup atau tradisi yang
baik maupun yang buruk. Sementara menurut istilah yang disebut
dengan sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari
Muhammad SAW selain al-Qur‟an, baik berupa perkataan,
perbuatan maupun ketetapan yang layak menjadi sumber hukum
syariat.

Yang dimaksud dengan sunnah berupa perkataan (qauliyah) adalah


segala sesuatu yang memang berupa perkataan Nabi SAW. Biasanya
sunnah qauliyah ini dalam bentuk sederhananya diungkapkan
dengan kata-kata ”Nabi bersabda”. Sedangkan yang dimaksud
dengan perbuatan Nabi sebagai sunnah adalah, suatu ketika Nabi
SAW melakukan sesuatu yang berkaitan dengan urusan agama
kemudian para sahabat melaporkan hal tersebut. Salah satu contoh
yang paling populer adalah hadits-hadits tentang tatacara shalat, ini
banyak yang berupa hadis fi’liyah/perbuatan. Sementara yang
dimaksud dengan sunnah taqrir atau ketetapan adalah segala bentuk
perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat kemudian Nabi SAW
tidak melarangnya justru malah membenarkannya.

َ‫قُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَا ِ ْن ت ََولَّوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين‬
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu
berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai


penguat, sebagai pemberi keterangan, sebagai pentakhshis
keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada
di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah
Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT,
dan adakalanya berasal
3. IjmaK’
Sumber hukum Al-Ijtima sebenarnya buah dari kesepakatan dari para
ahli istihan (mujtahid) setelah masa Rasulullah. Tentu saja konteks
dari ijtima’ ii masih seputar tentang hukum dan ketentuan yang
berkaiatan dengan syariat.
Al-ijtima’ hadir sebagai ikhtiar untuk isthad umat islam setelah qias.
Dari segi definisi, ijtima’ itu sendiri dapat diartikan sebagai pengatur
sesuatu yang tidak teratur. Dapat pula diartikan sebagai kesepakatan
pendapat dari para mujtahid dan sebagai persetujuan para ulama
fiqih terhadap masalah hukum tertentu yang telah disepakati
bersama.
Sumber hukum ijtima’ dibagi menjadi dua, yaitu ijtima shoreh atau
ijtimak yang menyampaikan pesan aau aturan secara tegas dan jelas.
Ada juga ijtima’ sukuti (diam atau tidak jelas) kebalikan dari shoreh.
Nah jika ditinjau dari kepastian hukum, ijma’ pun dapat digolongkan
menjadi ijtma’ qathi (memiliki kejelasan hukum), dan ijma’ dzanni
(menghasilkan ketentuan hukum pasti).

4. Qiyas
Sumber hukum islam yang terakhir yang disepakati adalah qias. Qias
digunakan dan diterapkan ketika suatu masalah tidak ada hukum di
Al-Qur’an, hadis dan ijma’. Barulah menggunakan qiyas dengan cara
mengambil perumpaan antara dua peristiwa atau lebih.Qias ini
digunakan untuk menarik garis hukum baru dari garis hukum yang
lama. sebagai contoh qias terkait menentukan halal haram sebuah
minuman. Dulu, mungkin tidak ada narkotika atau apapun yang saat
ini banyak minuman yang memabukan. Jika dulu minuman yang
memabukan adalah khamar, sekarang khamar bentuknya mungkin
sudah bertransformasi bentuk, rasa, dampak yang ditimbulkan dan
namannya.
Jika kita tetap menggunakan khamar sebagai minuman yang haram,
maka minuman dan obat narkotika tidak bisa diberlakukan sebagai
barang haram. Itu sebabnya hukum qias ini hadir, untuk
menyegarkan dan tetap pada satu koridor yang tidak menyimpang
dari 3 sumber hukum islam yang sudah disebutkan di atas.

Pembahagian Hukum-Hukum Islam


Jika dilihat dari pembagian hukum islam, memiliki beberapa
bahagian. Ada yang hukumnya wajib, ada yang hukumnya sunnah,
haram, makruh dan mubah.
1. Wajib
Saya yakin, banyak yang menyadari betul kata wajib satu ini.
Dikatakan wajib apabila mengerjakan perbuatan akan mendapatkan
pahala. Apabila meninggalkan kewajiban, akan mendapatkan siksa
atau dosa. Kecuali bagi orang yang tidak mengetahui ilmu/aturan.
2. Sunnah
Dikatakan sunnah apabila seseorang yang mengerjakan perintah
akan mendapatkan pahala. Jika tidak mengerjakannya pun tidak dosa
atau tidak disiksa. Hanya saja, banyak orang yang menyarankan
untuk mengerjakan sunnah, karena sayang jika ada kesempatan
mengumpulkan amal, tidak dimanfaatkan.

3. Haram
Dalam kehidupan sehari-hari, umat muslim memiliki banyak aturan
yang menyangkut tentang benda yang halal dan mana yang haram.
Dikatakan haramapabila hal-hal yang dilarang tetap dilanggar, akan
dicatat sebagai dosa. Jika meninggalkan hal-hal yang haram, maka
akan dicatat mendapatkan pahala.
4. Makruh
Dikatakan makruh apabila aturan yang dimakruhkan di tinggalkan,
maka jauh lebih baik. sedangkan jika yang dimakruhkan tetap
dilakukan, maka kurang elok atau kurang baik. Baik itu kurang baik
untuk diri sendiri atau orang lain. Misalnya, merokok, bagi diri sendiri
tidak baik untuk kesehatan. Bagi orang pun juga kurang baik.
5. Mubah
Dikatakan mubah hal-hal yang dibolehkan dalam agama dibolehkan
di kerjakan atau yang seharusnya di tinggalkan tidak di kerjakan.

Tujuan Hukum Islam


Pemeliharaan akal :
 Tujuan hukum Islam yang pertama adalah mengembangkan
dan menjaga akal. Hukum Islam mengharamkan segala sesuatu
yang dapat memabukkan dan melemahkan ingatan, seperti
minuman keras atau beralkohol dan narkoba. Islam
menganjurkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Pemeliharaan kemuliaan
 Hukum Islam menjaga kemuliaan setiap manusia agar ia
terhindar dari hal-hal yang dapat mencemari nama baik dan
kehormatannya. Syariat Islam mengatur masalah tentang fitnah
atau tuduhan dan melarang untuk membicarakan orang lain.

Pemeliharaan jiwa
 Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga dan patut dijaga
keselamatannya. Hukum Islam telah menetapkansanksi atas
pembunuhan, terhadap siapa saja yang membunuh seseorang
tanpa alasan yang benar.

Pemeliharaan keturunan
 Hukum Islam menjaga kelestarian dan terjaganya garis
keturunan. Dengan demikian, seorang anak yang lahir melalui
jalan resmi pernikahan akan mendapatkan haknya sesuai garis
keturunan dari ayahnya.

Pemeliharaan agama
 Hukum Islam memberikan kebebasan bagi setiap manusia
untuk menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya. Akan tetapi,
Islam mempunyai sanksi bagi setiap muslim yang murtad agar
manusia lain tidak mempermainkan agamanya.

Pemeliharaan harta
 Syariat Islam telah menetapkan sanksi atas kasus pencurian.
Hal ini merupakan sanksi yang sangat keras untuk mencegah
segala godaan untuk melakukan pelanggaran terhadap harta
orang lain.
Apakah dasar hukum Islam?

Segala pertuturan, perlakuan, gerak hati, soal-soal


ibadah, muamalat (berjual beli), berkeluarga,
bermasyarakat dan segala macam aktiviti insan muslim
harus mengambil kira hukum-hukum syariat.
Dalam Islam, terdapat beberapa dasar hukum yang
harus kita ketahui dan fahami.Ia adalah asas untuk
menentukan setiap perbuatan kita.

Hukum-Hukum Dalam Islam

1. Takrif Halal

Halal bermaksud:

Sesuatu yang dibolehkan (tidak berdosa) memakai,


memakan, atau mengerjakannya setelah ada pengesahan
(sah) menurut syarak.

Firman Allah SWT:

Makanlah daripada yang baik (halal) dan kerjakanlah


amalan soleh.

– Surah al-Mu’minun ayat 51


Allah SWT memerintahkan kita makan dan minum
daripada bahan-bahan yang baik iaitu halal, suci lagi
bersih sebelum melakukan ibadat dan amalan soleh lain.

Disamping itu, binatang yang boleh dimakan seperti


kambing, ayam dan lembu perlu disembelih terlebih
dahulu sebelum dimakan, sesuai dengan tuntutan Islam.

2. Hukum Haram
Haram bermaksud:

Sesuatu yang diberi pahala apabila meninggalkan dan


berdosa apabila mengerjakannya di sisi syarak.

Hukum ini berlawanan dengan halal.

Terdapat hadis yang meriwayatkan daripada Nabi SAW:

Tidak akan masuk ke dalam Syurga daging dan darah


yang tumbuh daripada (sumber) yang haram. Nerakalah
lebih utama baginya

— Hadis riwayat Ibnu Hibban


Antara makanan atau minuman yang haram ialah daging
babi, arak dan sebagainya.
Islam menuntut bahawa memakan makanan yang halal
adalah lebih baik.

‫َو ُكلُوا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم اللَّـهُ َحاَل اًل طَيِّبًا‬

Maksudnya : “Dan makanlah dari rezeki yang telah


diberikan Allah kepada kamu, iaitu yang halal lagi baik.”

(Surah al-Maidah: 88)

Demikian juga firman Allah SWT berikut:

َ ‫ت َوي َُح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبَاِئ‬


‫ث‬ ِ ‫َوي ُِحلُّ لَهُ ُم الطَّيِّبَا‬

Maksudnya : “Dan ia menghalalkan bagi mereka segala


benda yang baik, dan mengharamkan kepada mereka
segala benda yang buruk”

(Surah al-A’raf: 157)

Semua binatang buas yang mempunyai taring yang kuat


untuk menangkap mangsa adalah haram.

Daripada Ibn Abbas R.Anhuma, beliau berkata:

‫اع َو َع ْن ُك ِّل ِذي‬ ٍ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم َع ْن ُكلِّ ِذي نَا‬
ِ َ‫ب ِم َن ال ِّسب‬
‫ب ِم َن الطَّي ِْر‬
ٍ َ‫ِم ْخل‬
Maksudnya : “Rasulullah SAW melarang memakan
setiap binatang buas yang bertaring dan setiap jenis
burung yang mempunyai kuku untuk mencengkam.”

[Riwayat Muslim (1934) dan Abu Daud (3803)]

Binatang seperti anjing, khinzir, serigala, beruang,


kucing, gajah, singa, harimau, kera dan seumpama
dengannya adalah haram dimakan.

Daripada Ibn Abbas R.Anhuma, beliau berkata:

‫اع َو َع ْن ُك ِّل ِذي‬ ٍ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم َع ْن ُكلِّ ِذي نَا‬
ِ َ‫ب ِم َن ال ِّسب‬
‫ب ِم َن الطَّي ِْر‬
ٍ َ‫ِم ْخل‬

Maksudnya : “Rasulullah SAW melarang memakan


setiap binatang buas yang bertaring dan setiap jenis
burung yang mempunyai kuku untuk mencengkam.”

[Riwayat Muslim (1934) dan Abu Daud (3803)]

Burung yang haram dimakan pula ialah burung yang


mempunyai kuku yangkuat dan boleh melukakan seperti
burung hering, semua jenis burung helang dan burung
rajawali.

Daripada Aisyah R.Anha, Rasulullah SAW bersabda:


، ُ‫ َوال َع ْق َرب‬،ُ‫ـ َو ْال ِح َدأة‬، ُ‫ ال ُغ َراب‬:‫ يُ ْقتَ ْل َن فِي ْال َح َر ِم‬،‫ق‬
ٌ ‫َخ ْمسٌ ِم َن ال َّد َوابِّ ُكلُّه َُّن فا َ ِس‬
‫ َو ْال َكلبُ ال َعقُو ُر‬،ُ‫َوالفَْأ َرة‬

Maksudnya: “Kesemua lima jenis binatang adalah fasik,


yang boleh dibunuh walaupun di Tanah Haram, iaitu
gagak, helang, kala jengking, tikus, dan anjing ganas.”

[Riwayat al-Bukhari (1732) dan Muslim (1198)]

Semua binatang yang disunatkan bunuh adalah haram


untuk dimakan, seperti ular, kala jengking, gagak,
helang, tikus, dan semua binatang yang
memudharatkan.
Disamping itu, Islam juga menetapkan supaya kita
menjauhi perbuatan-perbuatan haram seperti:

 Memakan harta anak yatim


 Menilik nasib
 Bergaul bebas lelaki dan wanita yang bukan mahram
 Berjudi
 Membuka aurat (kecuali yang diharuskan oleh syarak)

3. Hukum Wajib
Wajib bermaksud:

Sesuatu yang diberi pahala apabila dikerjakan dan


berdosa meninggalkannya.

Contohnya amalan solat lima waktu, puasa pada bulan


Ramadan dan sebagainya.

Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya solat (sembahyang) itu merupakan


kewajipan yang telah ditetapkan atas orang Mukmin dan
(Mukminah).

— Surah an-Nisa’ ayat 103

4. Hukum Sunat
Sunat bermaksud:

Sesuatu yang diberi pahala jika dikerjakan dan tidak


berdosa apabila meninggalkannya.

Contohnya, solat sunat, bersedekah, puasa sunat dan


sebagainya.

Amalan-amalan sunat ini merupakan amalan tambahan


atau sokongan untuk menampung mana-mana
kekurangan dalam ibadat wajib yang kurang sempurna.

Di akhirat kelak, apabila setiap insan dihadapkan ke


muka pengadilan Allah, setiap amalan wajib akan dinilai
kesempurnaannya.

Jika kurang sempurna, maka ditanya pula tentang


amalan-amalan sunat seperti solat sunat dan puasa sunat
untuk menampalkan kekurangan pada amalan yang
wajib.

5. Hukum Makruh
Makruh bermaksud:

Sesuatu amalan yang diberi pahala jika ditinggalkan dan


tidak berdosa apabila mengerjakannya.

Amalan makruh seperti memakan makanan yang berbau


seperti bawang mentah, petai dan segala makanan yang
menyebabkan mulut berbau busuk sehingga mengganggu
jemaah lain dalam solat juga dikira makruh.

Nabi SAW sendiri menggemari amalan-amalan sunat dan


membenci perbuatan makruh yang mendekati
haram.Ibadat seperti solat yang dilakukan pada waktu-
waktu yang tidak digalakkan adalah makruh seperti
ketika matahari berada tegak di atas langit, terbit dan
juga ketika terbenam.

6. Hukum Harus
Maksud harus adalah:

Sesuatu amalan yang tidak berpahala jika dikerjakan dan


tidak berdosa apabila meninggalkannya seperti bersiar-
siar, makan, minum dan sebagainya.

7. Hukum Sah
Maksud sah adalah:

Sesuatu amalan yang cukup rukun dan sempurna


syaratnya menurut syarak.

Contohnya syarat sah solat adalah suci daripada hadas


besar dan hadas kecil.

8. Hukum Batal

Maksud batal adalah?


Sesuatu amalan yang tidak cukup rukun dan syaratnya
menurut syarak.

Contohnya, solat akan batal jika bergerak berturut-turut


sebanyak tiga kali.

Amalan-amalan sama ada yang wajib ataupun yang sunat


apabila tidak cukup rukun atau syaratnya dianggap batal
atau tidak sah.Ia tidak akan diterima oleh Allah SWT
sebagai ibadah dan dianggap sia-sia sahaja.Hal ini
menampakkan kejahilan seseorang itu dalam
melaksanakan amal ibadahnya.

Enam kitab hadis utama


Enam kitab hadis utama ([‫ ;الكتب السته‬al-Kutub al-Sittah] teks
mempunyai penanda italik (bantuan)) merujuk kepada
koleksi hadis oleh cendekiawan Muslim yang dibukukan kira-
kira 200 tahun selepas kewafatan Nabi Muhammad s.a.w.
dan atas inisiatif mereka, menghimpun ''Hadis'' baginda.
Himpunan ini kadangkala (silap) digelar sebagai Al-Sihah al-
Sittah, yang bermaksud "enam yang sah
 Berikut merupakan senarai kitab-kitab tersebut,
mengikut aturan ketulenan:

1. Sahih Bukhari, himpunan Imam Bukhari (m. 870),


mengandungi 7275 ahadith
2. Sahih Muslim, himpunan Imam Muslim (m. 875),
mengandungi 9200 ahadith
3. Sunan al-Sughra, himpunan Imam Nasa'i (m. 915)
4. Sunan Abu Daud, himpunan Imam Abu Daud (m.
888)
5. Jami' at-Tirmizi, himpunan Imam Tirmidzi (m. 892)
6. Sunan Ibnu Majah, himpunan Imam Ibnu Majah (m.
887)

Sumber-Sumber Hukum Yang Diperselisihkan:

1- Al-Istihsan:

Kata al-Faqih al-Halwani al-Hanafi, Istihsan adalah:


Meninggalkan qiyas kerana satu dalil yang lebih kuat darinya
daripada Kitab ataupun Sunnah atau Ijmak.
Imam al-Karkhi al-Hanafi pula mendefinisikannya sebagai:
Seseorang berpatah semula daripada menghukum sesuatu
permasalahan seperti yang dia hukumkan pada permasalahan
yang hampir sama kepada hukum yang berbeza dengannya. Ini
disebabkan ada suatu bentuk yang membawa perbezaan
antaranya dengan yang awal.

Keautoritian al-Istihsan: Majoriti para ulama menggunapakai al-


istihsan dan menganggapnya sebagai satu dalil daripada dalil-
dalil hukum. Manakala sebahagian fuqaha lain pula
mengingkarinya seperti golongan al-Syafieeyyah. Sehingga
dinukilkan daripada Imam al-Syafie bahawa beliau berkata:
Istihsan adalah berseronok-seronok dan berkata mengikut
hawa nafsu. Kata beliau lagi: Sesiapa yang melakukan istihsan
sesungguhnya dia telah membuat syariat. Lihat al-Ihkam fi Usul
al-Ahkam, Saifuddin al-Amidi (4/209).

2- Al-Maslahah al-Mursalah:

Kata Imam al-Ghazali: Al-Maslahah adalah mendatangkan


manfaat dan menolak kemudharatan iaitu mafsadah. Lihat al-
Mustasfa min Ilmi al-Usul, al-Ghazali (2/139).

Maslahah terbahagi kepada tiga:

i) Al-Masolih al-Mu’tabarah (maslahah-maslahah yang


diambil kira):
Iaitu apa yang Allah mengambil kira akannya dari sudut Dia
mensyariatkan baginya hukum-hakam yang sampai kepadanya.
Seperti menjaga agama, nyawa, akal, maruah, dan juga harta.
ii) Al-Masolih al-Mulghah (maslahah yang tidak diambil
kira):
Sekalipun pada perkara-perkara ini dianggap ada
kemaslahatan, akan tetapi syarak tidak mengambil kiranya
sebagai maslahah. Contohnya hak samarata di antara anak
lelaki dan anak perempuan di dalam mirath. Demikian juga
maslahah yang akan diperoleh daripada orang yang melakukan
riba dalam menambahkan hartanya. Ini juga maslahah yang
tidak diambil kira oleh syarak lalu ianya dibatalkan.

iii) Al-Masolih al-Mursalah:


Maslahah-maslahah ini tidak terdapat nas yang menyatakan
ke atasnya. Tidak pula terdapat nas-nas yang menbantahnya.
Makai a dianggap sebagai maslahah mursalah di sisi
usuliyyuun.

3- Sadd al-Zaraai’:

Definisi al-Zaraai’

 Ia adalah kata banyak dari perkataan zari’ah yang bermaksud


jalan. Ia merupakan jalan yang membawa kepada mafsadah
ataupun maslahah. Akan tetapi penggunaanya lebih banyak
kepada jalan yang membawa kepada kerosakan. Oleh itu sad
al-zarai’e adalah menutup jalan-jalan yang boleh membawa
kepada kerosakan ataupun keburukan.

Contoh-contoh Sadd al-Zaraaie’:

Pengharaman berkhalwat dengan ajnabi untuk mengelakkan


berzina.
Larangan untuk seorang lelaki meminang pinangan orang lain.
Untuk mengelakkan permusuhan dan kebencian.
Larangan untuk melakukan ihtikar (monopoli). Kerana ia
merupakan satu jalan untuk menyempitkan urusan manusia
dalam makanan asasi mereka.

4- Al-‘Urf

Definisi Uruf

 Apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan di sisi masyarakat


dan diamalkan di dalam kehidupan daripada ucapan atau
perbuatan. Uruf dan adat merupakan istilah yang sama di sisi
fuqaha.

Uruf terbahagi kepada beberapa bahagian seperti berikut:

a) Uruf ‘amali (perbuatan):


Uruf ini merupakan amalan-amalan yang telah menjadi
adat kebiasaan di sisi manusia. Contohnya: Jual beli
secara ta’athi (saling memberi), pembahagian mahar
kepada mahar segera dan mahar muajjal (tertangguh),
masuk ke dalam tandas awam tanpa menentukan tempoh
lama berada di dalamnya.

b) Uruf qauli (perkataan):


Perkataan-perkataan atau lafaz yang telah menjadi
kebiasaan di dalam masyarakat. Seperti mereka
maksudkan dengan lafaz-lafaz tersebut akan makna
tertentu selain dari makna yang diletakkan untuk lafaz
tersebut. Contohnya adalah terkenalnya penggunaan
lafaz daging kepada selain dari ikan, penggunaan nama
daabbah kepada haiwan yang memiliki empat kaki, serta
penggunaan kalimah al-walad kepada anak lelaki dan
bukannya merujuk kepada anak perempuan.

5- Qaul al-Sahabi

Definisi al-Sahabi di sisi para ulama usul adalah: Sesiapa yang


menyaksikan Nabi S.A.W dan beriman dengannya, dan
melazimi baginda dalam tempoh yang memadai untuk digelar
sebagai sahabat secara urufnya seperti para khulafa al-rasyidin.

Yang dimaksudkan dengan qaul sahabi adalah ucapan ataupun


pendapat daripada seorang sahabat dalam permasalan fekah,
qadha, ataupun fatwa.

6- Syara’ Man Qablana

Definisi Syarak man Qablana adalah: Hukum-hakam yang Allah


telah syariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum kita dan
Allah turunkannya kepada para Nabi dan Rasul-Nya untuk
disampaikan kepada umat-umat tersebut.

Syarak Man Qablana mempunyai beberapa jenis:

Pertama: Hukum-hakam yang datang di dalam al-Quran


ataupun al-Sunnah dan terdapatnya dalil di dalam syariat kita
yang menunjukkan ianya difardhukan ke atas kita sebagaimana
ia difardhukan ke atas umat-umat terdahulu. Maka jenis yang
pertama ini dianggap sebagai syariat buat kita.
Kedua: Hukum-hakam yang dikisahkan oleh Allah di dalam al-
Quran ataupun dijelaskan oleh Rasulullah S.A.W di dalam
sunnahnya dan terdapatnya dalil di dalam syariat kita yang
menunjukkan ianya telah dimansukhkan untuk kita iaitu ia
hanya khusus untuk umat-umat terdahulu. Maka jenis yang
kedua ini tidak ada khilaf bahawa ianya tidak disyariatkan untuk
kita.

Ketiga: Hukum-hakam yang tidak disebutkan di dalam al-Quran


dan juga Sunnah maka ini juga tidak menjadi syariat buat kita
tanpa khilaf.

Keempat: Hukum-hakam yang datang di dalam al-Quran dan


juga al-Sunnah akan tetapi konteks ayat tidak menunjukkan
ianya masih kekal hukumnya atau sudah tiada dalam syariat
kita. Maka jenis ini terdapat khilaf di sisi para ulama
terhadapnya. Golongan Hanafiyah mengambil kira ia sebagai
sebahagian dari syariat kita. Majoriti fuqaha lain tidak
menganggapnya sebagai syariat buat kita.

7- Istishab

Takrif istishab dari sudut istilah adalah: Berterusan


mengisbatkan apa-apa yang telah sabit ataupun menafikan
apa-apa yang telah ternafi. Rujuk I’lam al-Muwaqqi’in, Ibn al-
Qayyim (1/294).

Al-Syaukani pula mendefinisikan istishab sebagai: Mengekalkan


sesuatu perkara berdasarkan keadaan asalnya selama mana
tidak terdapat sesuatu yang mengubahnya. Lihat Irsyad al-
Fuhul, al-Syaukani. Hlm. 20.
PENUTUP

Sebagai orang Islam, kita wajib untuk memahami


segala rukun dan syarat dalam satu-satu amalan
serta memberi perhatian pula kepada perkara-
perkara yang boleh membatalkan amalan. Ini
khususnya amalan wajib seperti puasa, solat dan
haji yang akan membawa kesempurnaan iman,
islam dan akhlak umat Islam itu sendiri.

RUJUKAN

 https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_dalam_Islam#:~:text=Maka
%20dapat%20dibuat%20kesimpulan%2C%20bahawa,pintu%20bidang
%20ilmu%20fiqh%20Islam
 https://news.detik.com/berita/d-5216687/4-sumber-hukum-islam-yang-
disepakati-ulama
 https://an-nur.ac.id/sumber-hukum-islam/
 https://www.nunjournal.com/index.php/qalam/article/download/73/70
 https://mjs.um.edu.my/index.php/RIS/article/download/
37579/14646/91532
 https://mjs.um.edu.my/index.php/RIS/article/download/
37579/14646/91532
 https://akuislam.com/blog/fiqh/hukum-islam/

Anda mungkin juga menyukai