Anda di halaman 1dari 24

PAPER

MANAJEMEN PERAWATAN PASIEN NAPZA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV-AIDS

Dosen Pembimbing : Kasron., M.Kep

KELOMPOK 4 :

1. KHOTIJAH SAFINATURROHMAH (108116040)


2. RINIYANTI (108116044)
3. NURUL ABIBAH (108116048)
4. SAHRUL HARDIYANTO (108116053)
5. ANJAS UPI RAHMAWATI (108116056)
6. ARFI NUR ‘AFIFAH (108116061)
7. FIDHA FAIRUZ SYAFIRA (108116062)

PRODI S1 KEPERAWATAN 3B
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AJARAN 2018/2019

A. MANAJEMEN PERAWATAN PASIEN DI PELAYANAN KESEHATAN


1. Rumah Sakit Sebagai Penyedia Pelayanan kesehatan
Definisi rumah sakit dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 disebutkan bahwa Rumah Sakit
sebagai suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka
pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik,
terapeutik dan rehabilitative untuk orang-orang yang menderita sakit,
cidera dan melahirkan.
Dalam Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 pasal
4 dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan perorangan adalah setiap
kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan mencegah dan menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan.
Fungsi dan tugas rumah sakit disamping melaksanakan pelayanan
kesehatan paripurna, pendidikan dan pelatihan juga dapat bertugas untuk
melaksanakan penelitian, pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan berdasarkan kemampuan pelayanan kesehatan dan kapasitas
sumber daya organisasi yang dimiliki.
Pelayanan kesehatan adalah salah satu subsistem dari system
kesehatan. Pelayanan kesehatan menurut levey dan Loomba (1973) yang
dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996) ialah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok dan atau masyarakat.

Suatu pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki syarat-syarat


pokok, yaitu :
a. Tersedia (Available) dan berkesinambungan (Continous)
Artinya semua jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit
ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap
saat yang dibutuhkan.
b. Dapat diterima (Acceptable) dan wajar (Appropriate)
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan
keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
c. Mudah dicapai (Accessible)
Artinya mudah dicapai disini adalah dilihat dari lokasi pelayanan
kesehatan. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka
pengaturan distribusi sarana kesehatan sangat penting.
d. Mudah dijangkau (Affordable)
Arti mudah dijangkau disini adalah dilihat dari sudut biaya
pelayanan kesehatan. Untuk mencapai semua ini, maka harus
diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat.
e. Bermutu (Quality)
Arti bermutu disini adalah menunjuk tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, dimana provider dapat
memuaskan pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara dari
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang
ditetapkan.
2. Pelayanan rawat Jalan /Poliklinik
Pelayanan rawat jalan merupakan pelayanan medis yang penting
pada sebuah rumah sakit dan merupakan pintu gerbang bagi rumah sakit
dan satu-satunya pelayanan medik yang memberikan kesan pertama bagi
pasien yang datang.
Fungsi-fungsi rumah sakit hampir semuanya dilakukan di unit
rawat jalan, seperti pelayanan medis, pencegahan akibat penyakit,
peningkatan pemulihan kesehatan, asuhan keperawatan, penyuluhan
kesehatan, pendidikan dan latihan tenaga medis dan paramedis dan
melaksanakan system rujukan bahkan juga dipakai sebagai tempat
penelitian (Mursifah, 1997).
Departemen Kesehatan menyatakan bahwa rawat jalan adalah
pelayanan yang diberikan kepada pasien yang masuk rumah sakit untuk
keperluan observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medis dan
pelayanan kesehatan lainnya tanpa tinggal di ruang rawat inap.
Perawatannya mencakup pengobatan medis dipraktek swasta perorangan,
praktek bersama, klinikklinik, pusat pelayanan medis swasta maupun
pemerintah termasuk rumah sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan no. 66/Men.Kes/SK/II/1987 dalam
Mursifah (1997) yang dimaksud dengan rawat jalan adalah :
a. Pelayanan terhadap orang yang masuk rumah sakit untuk keperluan
observasi, diagnosa, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan
lainnya tanpa tinggal di ruang rawat inap
b. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan di unit
pelaksana fungsional rawat jalan yang terdiri dari poliklinik umum
dan poliklinik spesialis serta unit gawat darurat
c. Unit rawat jalan rumah sakit adalah suatu institusi pelaksana program
upaya kesehatan rujukan dari sebuah rumah sakit bukan hanya
memberikan pelayanan kepada pasien umum saja tetapi sebagai
tempat rujukan, baik rujukan dari sesama rumah sakit maupun rujukan
dari puskesmas.
3. Rujukan

a. Karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petugas


puskesmas,atau karena fasilitas yang tersedia terbatas, pasien yang tak
dapat diatasi,sebaiknya dirujuk ke dokter ahli yang sesuai atau dirujuk
untuk rawat inap di rumah sakit (misalnya : RS Umum/Swasta,RS
Jiwa,RSKO). Atau ke pusat rehabilitasi.

b. Pasien juga dapat dirujuk hanya untuk konsultasi atau meminta


pemeriksaan penunjang saja, seperti pemeriksaan laboratorium (tes
urun), pemeriksaan radio-diagnostik, elektro diagnostik, maupun test
psikologik (IQ, keperibadian, bakat, minat).

4. Panti Rehabilitasi Narkoba


Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup,
maksudnya hanya orang - orang tertentu dengan kepentingan khusus yang
dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkoba adalah tempat yang
memberikan pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk
menghindarkan diri dari narkoba (Soeparman, 2000:37).
Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi,
yaitu :
a. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan
narkotika.
b. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu
narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat.
Pusat atau Lembaga Rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi
persyaratan antara lain :
a. Sarana dan prasarana yang memadai termasuk gedung,
akomodasi, kamar mandi/WC yang higienis, makanan dan
minuman yang bergizi dan halal, ruang kelas, ruang rekreasi,
ruang konsultasi individual maupun kelompok, ruang konsultasi
keluarga, ruang ibadah, ruang olah raga, ruang ketrampilan dan
lain sebagainya.

b. Tenaga yang profesional (psikiater, dokter umum, psikolog,


pekerja sosial, perawat, agamawan/ rohaniawan dan tenaga ahli
lainnya/instruktur). Tenaga profesional ini untuk menjalankan
program yang terkait.

c. Manajemen yang baik.

d. Kurikulum/program rehabilitasi yang memadai sesuai dengan


kebutuhan.
e. Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran
ataupun kekerasan.

f. Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan


peredaran NAPZA di dalam pusat rehabilitasi (termasuk rokok
dan minuman keras) (Hawari,2009:132).

Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No.04 Tahun 2010


tentang Penempatan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan
pecandu narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi,
sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar
dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut :

a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu) bulan

b. Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan

c. Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan


PROSES PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL
B. MANAJEMEN PENGOBATAN PASIEN
1. TERAPI DAN REHABILITASI
Terapi dan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada
teori dan filosofi yang mendasarinya. Dalam nomenklatur kedokteran
ketergantungan NAPZA adalah suatu jenis penyakit atay dusease entity
yang dalan International classification of diseases and health related
problems-tenth revision 1992 (ICD-10) yang dikeluarkan oleh WHO
digolongkan dalam Mental and behavioral disorders due to psychoactive
subsstance use.
Ketergantungan NAPZA secara klinis memberikan gambaran yang
berbeda-beda dan tergantung banyak faktor,antara lain :
a. Jumlah dan jenis NAPZA yang digunakan
b. Keparahan (severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi
keperibadian terganggu
c. Kondisi psiikiatri dan medis umum
d. Konteks sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan
diharapkan kesembuhannya

Sebelum dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus


dilakukan assesment terhadap pasien dan kemudian baru menentukan apa
yang menjadi sasaran dari terapi yang akan dijalankan
Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :
a. Outpatient (rawat jala)
b. Inpatient (rawat inap)
c. Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)

2. TUJUAN TERAPI DAN REHABILITASI


Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.
Tujuan ini tergolong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau
mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru
menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong
dengan meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari
NAPZA. Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu
NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang
lain.
Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya
adalah pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja
setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari
kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali ketrampilan untuk mencegah
pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan
untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program
terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson
merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi
rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran
terapi golongan ini.

3. PETUNJUK UMUM

a. Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis, sama seperti bila


menghadapi penyakit lain.
b. Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung
jawab sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu, sebainya dirujuk ke
dokter ahli.
c. Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di
puskesmas (apakah mempunyai fasilitas dan tenaga terlatih di bidang
kegawat daruratan)
d. Pasien dalam keadaan overdisis sebainya dirawat inap di UGD RS
Umum.
e. Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau
psikotik sebainya dirawat inap di fasilitas rawat inap, bila perlu
dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa.
f. Pasien dirawat inap, karena mungkin akan mengalami kejang dan
delirium.
4. TERAPI DAN REHABILITASI

Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan


tanggung jawab profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh
kepada etika medis, karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup
ketat dan tidak dapat didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah
satu komponen penting dalam keterampilan medis yang erat kaitannya
dengan gawat darurat medik adalah keterampilan membuat diagnosis.
Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis
(dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien
ketergantungan NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu.
Namun dalam kondisi emergency, dokter merupakan pilihan yang harus
diperhitungkan.
Gawat Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA :
Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :
a. Intoksikasi
b. Overdosis
c. Sindrom putus NALZA
d. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)
Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan
menentukan diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan
intervensi medik.
Berbagai bentuk Trapi dan Rehabilitasi :
a. TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)
Terapi ini antara lain ditujukan untuk :
1) TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI
a) Intoksikasi opioida :
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang
setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali.
b) Intoksikasi kanabis (ganja):
Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.
Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral,
Clobazam 3x10 mg.
c) Intoksikasi kokain dan amfetamin
Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau
Klordiazepoksid 1025 mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat
diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi
palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
d) Intoksikasi alkohol :
(1) Mandi air dingin bergantian air hangat
(2) Minum kopi kental
(3) Aktivitas fisik (sit-up,push-up)
(4) Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan
e) Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK,
MG,Lexo,Rohip):
(1) Melonggarkan pakaian
(2) Membarsihkan lender pada saluran napas
(3) Bila oksigen dan infus garam fisiologis

2) TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS


a) Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
(1) Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien
(jika diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
(2) Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
(3) Hilangkan obstruksi pada saluran napas
(4) Bila perlu berikan oksigen
b) Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar
(1) Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung
eksternal,injeksi adrenalin 0.1-0.2 cc I.M
(2) Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari
biru,hiperventilasi) karena sirkulasi darah yang tidak
memadai, beri infus 50 ml sodium bikarbonas
c) Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9
%) dengan kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih
dahulu sampai ada indikasi untuk memberikan cairan.
Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika didapatkan tanda-
tanda kemungkinan dehidrasi.
d) Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan
adanya perdarahan atau trauma yang membahayakan
e) Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang
berikan diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat
diulang sesudah 20 menit jika kejang belum teratasi.
f) Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV
3) TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT
a) Terapi putus zat opioida
Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi
detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan
maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi
berbeda-beda :
(1) 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional
(2) 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat
(Rapid Opiate Detoxification Treatment)
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam
proses penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan
NAPZA.
Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :
(1) Tanpa diberi terapi apapun, putus obat seketika (abrupt
withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik
saja :
(a) Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol,
Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan
sebagainya
(b) Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya
fenilpropanolamin
(c) Untuk mual beri metopropamid
(d) Untuk kolik beri spasmolitik
(e) Untuk gelisah beri antiansietas
(f) Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan
benzodiazepine
(2) Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)
(a) Dapat diberi morfin, petidin, metadon atau kodein
dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit. Misalnya
yang digunakan di RS Ketergantungan Obat Jakarta,
diberi kodein 3 x 60 mg – 80 mg selanjutnya dikurangi
10 mg setiap hari dan seterusnya.
(b) Disamping itu diberi terapi simptomatik
(3) Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda
(a) Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg
BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis
diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari
(b) Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau
diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
(4) Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat
dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification).
Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug
opiat saja,di lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif
oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan
terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih
kurang 1 tahun.
(5) Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alkohol
Harus secara bertahap dan dapat diberikan
Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara :
(a) Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang
dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi.
(b) Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg
perhari sampai gejala putus zat hilang.
(6) Terapi putus Kokain atau Amfetamin
Rawat inap perlu dipertimbangkan karena
kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk
mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
(7) Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA
(a) Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain
berikan Inj. Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan
peroral 3x2,5-5 mg/hari.
(b) Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-
40 mg IM
(c) Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri
Diazepam seperti pada terapi intoksikasi
sedative/hipnotika atau alkohol
(8) Terapi putus opioida pada neonatus
Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari
seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida,
timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir.
Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking),
gelisah,sulit tidur,diare,tidak mau minum, muntah,
dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat.
(a) Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai.
(b) Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap
hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari
4) TERAPI TERHADAP KOMORBIDITAS
Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma putus NAPZA
dapat teratasi, maka perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap
gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-sama dengan gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (co-morbid
psychopathology), sebagai berikut :
a) Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis
b) Psikoterapi individual
(1) Konseling : bila dijumpai masalah dalam komonikasi
interpersonal
(2) Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan
mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan yang
bijaksana
(3) Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
c) Psikoterapi kelompok
d) Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik
e) Terapi marital bila dijumpai masalah marital
f) Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan
g) Dirujuk atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiwa
5) TERAPI TERHADAP KOMPLIKASI MEDIK
Terapi disesuaikan dengan besaran masalah dan dilaksanakan
secara terpadu melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran.
Misalnya :
a) Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian Penyakit Paru
b) Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit Jantung atau
Interna/Penyakit Dalam
c) Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian Interna/Penyakit
Dalam - HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau Pokdisus
AIDS - Dan lain-lain.
6) TERAPI MAINTENANCE (RUMATAN)
Terapi maintenance/rumatan ini dijalankan pasca
detoksifikasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi
medis serta tidak kriminal. Secara medis terapi ini dijalankan
dengan menggunakan :
a) Terapi psikofarmaka,menggunakan Naltrekson (Opiat
antagonis), atau Metadon
b) Terapi perilaku, diselenggarakan berdasarkan pemberian hadiah
dan hukum
c) Self-help group,didasarkan kepada beberapa fillosofi antara
lain : 12steps
b. REHABILITASI
Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu
menjalani Rehabbilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang
telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi
kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving)
terhadap NAPZA yang selalu terjadi.
Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :
1) Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;
2) Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;
3) Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;
4) Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan
baik;
5) Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;
6) Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam
pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain
:
1) Program Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik)
terhadap opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami
keadaan rindu yang sangat kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap
efek heroin.
Antagonis opiat (Naltrexon HCI,) dapat mengurangi
kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan rindu itu. Apabila pasien
menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan efek euforiknya
sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan
psikoterapi untuk membangun motivasi pasien yang kuat sebelum
memutuskan pemberian antagonis. Antagonis opiat diberikan dalam
dosis tunggal 50 mg sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan.
Karena hepatotoksik, perlu tes fungsi hati secara berkala.
2) Program Metadon
Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk
menggantikan heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga
mengurangi komplikasi medik. Program ini masih kontroversial, di
Indonesia program ini masih berupa uji coba di RSKO
3) Program yang berorientasi psikososial
Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada
terapi psikologik (kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika
kelompok, psikoterapi individu, desensitisasi dan lain-lain) dan
keterampilan sosial yang bertujuan mengembangkan keperibadian
dan sikap mental yang dewasa, serta meningkatkan mutu dan
kemampuan komunikasi interpersonal.
Berbagai variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting
rehabilitasi. Tergantung pada sasaran terapi yang digunakan.
a) Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan
mendatangkan insight sebagai parameter keberhasilan.
b) Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps
seperti :
Cognitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training
c) Supportive Expressive Psychotherapy
d) Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan
secara individual
4) Therapeutic Community
Berupa program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang
tinggal dalam sutu tempet. Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang
dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor,setelah melalui
pendidikan dan latihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan
saja.Disini penderita dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif serta kehidupannya sehari-hari, sehingga
dapat mengatasi keinginan memakai NAPZA atau sugesti (craving)
dan mencegah relap. Dalam komonitas ini semua ikut aktif dalam
proses terapi. Ciri perbedaan anggota dihilangkan. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan
orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan hukuman bagi
yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
Kegiatan Terapi Komunitas menurut Leon, prinsip terapi
yang dilakukan dengan metode terapi Komunitas (Therapeutic
Community) berupa kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan
secara rutin dan teratur. Adapun kegiatan yang rutin
dilakukan,yaitu:
a) Perbaikan Perilaku Sehari-hari (Behavior Management)
Setiap hari, residen diharuskan beraktivitas mengikuti
jadwal yang telah ditentukan, kecuali ada kendala seperti
residen dalam keadaan sakit. Setiap kegiatan sudah dijadwal
secara padat dan teratur. Tujuannya agar pasien diberi kesibukan
sehingga tidak memiliki waktu untuk berdiam diri dan
berkhayal. Semua aktivitas dilakukan secara bersama – sama,
antara para residen dan staf yang bertugas. Tujuannya untuk
meningkatkan kedisiplinan dan rasa kebersamaan dalam suatu
komunitas.
b) Pertemuan
Pada terapi komunitas pertemuan berdasarkan
tujuannya, dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
(1) Morning Meeting
Kegiatan yang bersifat formal dilakukan pada
pagi hari, sesudah makan, selama 30-45 menit. Kegiatan
ini diikuti oleh staf dan residen dengan mengenakan
pakaian formal dan bersepatu, kemudian mengucapkan
moto hidup dari terapi komunitas agar memberi
semangat dan bebas dari ketergantungan narkoba. Tujuan
kegiatan ini yaitu mempengaruhi aspek psikologi, dengan
mengawali hari dengan baik, meningkatkan rasa
keakraban dan persaudaraan dalam komunitas dan yang
terutama adalah memotivasi agar aktivitas sepanjang hari
dapat berlangsung dengan baik (Leon, 2000:251).
(2) Seminar
Pertemuan formal yang dilakukan setiap sore
selama 60-90 menit. Kegiatan seminar dilakukan untuk
mengasah kemampuan mendengarkan, berbicara dan
memperhatikan. Pada kegiatan ini pasien diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapat secara bebas
sehingga merangsang kemampuan berkomunikasi. Tujuan
seminar adalah sebagai stimulasi intelektual, yaitu
merangsang kreatifitas untuk memberi ide dan tanggapan
terhadap hal-hal yang baru, dan membentuk pola berpikir
yang benar dan sarana berinteraksi sosial serta merupakan
pastisipasi aktif dalam kegiatan berkomunikasi. Penataan
ruang biasanya disusun seperti susunan ruang kelas agar
terkesan formal (Leon,2000:259).
(3) House Meeting
Pertemuan informal yang dilakukan setiap malam
hari, setelah makan malam. Sifat pertemuan lebih akrab.
Lama pertemuan sekitar 45-60 menit. Situasi pada saat
pertemuan adalah pasien dalam keadaan santai, duduk
tenang, pasif atau cenderung mendengarkan. Tujuan
house meeting adalah mengevaluasi semua kegiatan
yang telah dilakukan sepanjang hari, baik yang positif
maupun yang negatif (Leon, 2000 : 256).
(4) General Meeting
Pertemuan ini bersifat santai namun kekeluargaan.
Lama pertemuan tidak ditentukan. Tujuannya merayakan
hal-hal yang membanggakan atas prestasi residen sehingga
memotivasi dan meningkatkan kesadaran untuk berperilaku
positif.. Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri
merupakan bagian yang sangat berarti bagi proses
kesembuhan ( Leon, 2000 : 264).
c) Permainan
Berbagai permainan yang dapat meningkatkan kemampuan
bekerja sama dalam kelompok, mengasah kreativitas dan
intelektual, mengembangkan kemampuan untuk mengungapkan
pendapat dan lainlain.
d) Ibadah
Perbaikan mental spiritual sangat dibutuhkan oleh
pasien. Memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan dapat
membantu pasien dalam mengendalikan perilaku dan pola
berpikir. Beribadah secara rutin akan dapat membantu proses
penyembuhan. Kegiatan beribadah dilakukan bersama-sama.
e) Ketrampilan untuk bertahan mandiri lepas dari
ketergantungan dengan narkoba (Vocational/Survival Skill)
Pelatihan yang diberikan untuk mampu bertahan
mandiri lepas dari ketergantungan narkoba dengan pemberian
tugas secara bertahap mulai dari yang mudah hingga kompleks
dan menuntut tanggung jawab dari setiap individu. Pelatihan
kepemimpinan dan penerapannya di lingkungan komunitas,
meliputi evaluasi dan pengambilan keputusan yang telah dibuat
dalam komunitas.
5) Program yang berorientasi Sosial
Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan
sosial, sehingga mereka dapat kembali kedalam kehidupan
masyarakat yang normal,termasuk mampu bekerja.
6) Program yang berorientasi kedisiplinan
Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau
perilaku dengan cara melatih hidup menurut aturan disiplin yang
telah ditetapkan.
7) Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual
Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan
trial and error untuk menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan
NAPZA
8) Lain-lain
Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba
menggabungkan berbagai modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil
keberhasilan secara ilmiah dan dapat dopertanggungj jawabkan
masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi lainnya yang saat ini
dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga dalam prana
dan meditasi.
Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan spiritual baik
dalam arti kata kekuatan diri maupun Keagungan Allah telah
dikembangkan hampir diseluruh dunia.
Dikenal The 12 step Recovery Philosophy, Rational
Recovery dan lain-lain.
c. PROGRAM PASCA RAWAT (AFTER CARE)
Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi,
penyalahguna NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat
(After care) untuk memperkecil kemungkinan relaps (kambuh). Setiap
tempat/panti rehabilitasi yang baik mempunyai program pasca rawat
ini.
d. NARCOTICS ANONYMOUS (NA)
NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki maupun perempuan
yang saling berbagi rasa tentang pengalaman, kekuatan, dan harapan
untuk menyelesaikan masalah dan saling menolong untuk lepas dari
NAPZA (khususnya Narkotika). Satu-satunya syarat untuk menjadi
anggota NA adalah keinginan untuk berhenti memakai Narkotika. NA
tidak terikat pada agama tertentu,pahak politik tertentu maupun
institusi tertentu. Mereka mengadakan pertemuan seminggu sekali.
Pertemuan ini biasanya tertutup,hanya bagi anggota saja atau terbuka
dengan mengundang pembicara dari luar. Mereka menggunakan
beberapa prinsip yang terhimpun dalam 12 langkah (the twelve steps).
C. STANDAR PELAYANAN INSTALASI PEMULASARAAN JENAZAH
1. Persyaratan
a. Jenazah dari Dalam RS :
1) Jenazah yang dikirim dengan identitas jelas
a) Permintaan Pemulasaraan dari Ruangan
b) Identitas Pasien :
(1) Nama
(2) Umur
(3) Alamat
(4) Status Pembayaran
c) Diagnosa Pasien
2) Jenazah dengan identitas tak jelas
a) Permintaan Pemulasaraan dari Ruangan
b) Surat Penitipan dari Pengirim
c) Surat Permintaan Pemakaman
b. Jenazah Dari Luar :
1) Jenazah yang dikirim dengan identitas jelas
a) Permintaan Pemulasaraan jenazah
b) Permintaan Visum Et Repartum 3. Identitas.
2) Jenazah dengan identitas tak jelas (Mr.X)
a) Ada Surat Penitipan dari pengirim (masyarakat ditemukan jenazah,
pamong praja, polisi).
b) Bila membutuhkan Hasil Visum Et Repartum disertai permintaan
dari polisi.
c) Setelah 3x24 jam bila tidak ada kejelasan jenazah (inisial) pengirim
diinformasikan untuk :
(1) Mengambil jenazah untuk dipulasarakan & dimakamkan di luar
RS (tempat jenazah ditemukan)
(2) Membuat surat permintaan untuk dipulasaraakan di RSUD
Muntilan & dimakamkan ditempat jenazah ditemukan.
(3) Membuat surat permintaan untuk dipulasarakan di RSUD
Muntilan & dimakamkan di RSUD Muntilan.
c. Jenazah dari IGD
1) Permintaan dari petugas IGD :
a) Penitipan
b) Pemulasaraan
2) Identitas Pasien
3) Diagnosa Pasien
2. Prosedur
a. Jenazah datang baik dari Luar RS/Dalam RS/IGD.
b. Jenazah menuju ke ruang pemulasaraan jenazah untuk diurus sesuai
permintaan keluarga pasien/pengirim jenazah.
c. Jenazah dikembalikan ke keluarga pasien/ pengirim/ diurus RS.

Jenazah

Luar RS Dalam RS (Rawat IGD


Inap/ICU/OK)

Instalasi Pemulasaraan Jenazah

Keluarga Pasien Pengirim RS

1. Waktu Pelayanan
Setiap hari : 24 jam (On Call)
2. Produk Pelayanan
a. Perawatan jenazah
b. Pemandian jenazah
c. Pendo’a jenazah
d. Penitipan jenazah
e. Pengawetan jenazah
3. Sarana Prasarana/Fasilitas
a. Refrigerator Jenazah
b. Keranda Jenazah
4. Jaminan pelayanan
a. Adanya SPM
b. Adanya SPO
c. Sarana prasarana pendukung
d. Kepastian persyaratan
e. Kepastian biaya
f. SDM Yang Kompeten Di Bidangnya
g. Akreditasi Tahun 2016 : Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 dan
mendapatkan predikat lulus “Tingkat Madya (Bintang Tiga)” dari Komisi
Akreditasi Rumah Sakit dengan sertifikat akreditasi nomor KARS-
SERT/551/XII/2016 yang berlaku sampai dengan 20 Desember 2019.
5. Jaminan Keselamatan dan Jaminan pelayanan
a. Jaminan Keamanan : Pemenuhan Hak Pasien
b. Jaminan Keselamatan : Pelaksanaan Pasien Safety
6. Evaluasi Kinerja Pelayanan
Evaluasi kinerja pelayanan dilakukan melalui Evaluasi Standar
Pelayanan Minimal RS dengan indikator :
a. Waktu tanggap (response time) pelayanan pemulasaraan jenazah
b. Ketersediaan pelayanan pemulasaraan jenazah
c. Ketersediaan fasilitas kamar jenazah
d. Ketersediaan tenaga di instalasi perawatan jenazah
e. Perawatan jenazah sesuai standar universal precaution
f. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi jenazah
g. Kepuasan pelanggan

Anda mungkin juga menyukai