Anda di halaman 1dari 14

Nama kelompok 5

1. Sugiarto Arif Budiman


2. Dita Rizky B
3. Nurul Abibah
4. Arizal Setyawan
5. Desy Nur Annisa

INSTRUMEN

A. Jenis-jenis Instrumen

1. Tes
Secara harfiah kata “test” berasal dari kata bahasa prancis kuno: testum yang
berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia, dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan tes yang berarti ujian atau percobaan. Tes dapat berupa
serentetan pertanyaan, lembar kerja, atau sejenisnya yang dapat digunakan untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek
penelitian.
Menurut Margono(2005) tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang
diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat
dijadikan dasar bagi penetapan skor angka. Sehingga, tes juga dapat berupa
serentetan pertanyaan, lembar kerja, atau sejenisnya yang dapat digunakan untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek
penelitian.
Menurut Margono (2005), terdapat dua jenis tes yang sering dipergunakan sebagai
alat ukur yaitu:
a. Tes tulis

Tes tulis adalah sejumlah pertanyaan yang diajukan secara tertulis tentang
aspek – aspek yang ingin diketahui keadaanya dari jawaban yang diberikan
secara tertulis pula.

b. Tes lisan
Tes lisan adalah sejumlah pertanyaan yang diajukan secara lisan tentang aspek
– aspek yang ingin diketahui keadaanya dari jawaban yang diberikan secara
lisan pula.
Keunggulan:
Penilaian objektif dan cepat, materi yang ditanyakan bisa lebih luas dan
menyeluruh, dan pertanyaannya dapat mendetail sehingga dapat digunakan
untuk mengukur pengetahuan dan kemampuan siswa.
Kelemahan: Tipe soal ini dapat mengecoh.
2. Nontes
a. Interview (Wawancara)
Metode wawancara menurut Silalahi (2012) merupakan metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan secara lisan dari
seseorang yang disebut responden melalui suatu percakapan yang
berlangsung secara sistematis dan terorganisasi yang dilakukan oleh peneliti
sebagai pewawancara (interviewer) dengan sejumlah orang sebagai
responden atau yang diwawancarai (interviewee) untuk mendapatkan
sejumlah informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Menurut Sugiyono (2012), wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil.
Selanjutnya, berdasarkan Silalahi (2012) wawancara dapat dibedakan sebagai
berikut:
1) Wawancara Terstruktur (Structured Interview)
Wawancara terstruktur (structured interview), kadang-kadang disebut
wawancara distandarisasi (standarized interview), memerlukan
administrasi dari suatu jadwal wawancara oleh seorang pewawancara.
Wawancara terstruktur dilakukan oleh peneliti apabila peneliti
mengetahui secara jelas dan terperinci informasi yang dibutuhkan dan
memiliki suatu daftar pertanyaan yang sudah ditentukan atau disusun
sebelumnya yang akan disampaikan kepada responden. Oleh karena itu,
dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan
alternatif jawabannya. Responden diberi pertanyaan yang sama, dan
pewawancara mencatatnya.

Contoh:
Wawancara tentang tanggapan siswa terhadap model pembelajaran
diskusi kelompok. Yang diwawancarai adalah 10 siswa yang dipilih
secara random. Pewawancara melingkari salah satu jawaban yang
diberikan responden.
1. Bagaimana tanggapan anda dengan model pembelajaran diskusi?
a. Sangat bagus
b. Bagus
c. Tidak bagus
d. Sangat tidak bagus
2. Bagaimana proses belajarnya?
a. Sangat bagus
b. Bagus
c. Tidak bagus
d. Sangat tidak bagus, dst.

2) Wawancara Tak Terstruktur


Wawancara tidak terstruktur adalah adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2012).
Dalam wawancara tak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara
pasti data yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak
mendengarkan aapa yang diceritakan oleh responden.
Contohnya: bagaimanakah pendapat bapak/ibu terhadap kebijakan
pemerintah terhadap Perguruan Tinggi Berbadan Hukum? Dan
bagaiman peluang masyarakat miskin dalam memperoleh pendidikan
yang bermutu? Dst.

Berdasarkan Silalahi (2012), garis besar langkah-langkah melakukan


wawancara adalah sebagai berikut:
1) Susun pertanyaan yang berhubungan dengan objek penelitian; apakah
pertanyaan terstruktur atau tak terstruktur.
2) Tentukan subjek yang diwawancarai dan cara wawancara.
3) Adakan hubungan dengan responden untuk memperkenalkan diri dan
penelitian, mengomunikasikan maksud wawancara, sekaligus
menentukan jadwal dan tempat dan sarana wawancara.
4) Uji coba wawancara dengan sampel kecil dari sampel yang telah
ditentukan.
5) Perbaiki pertanyaan wawancara jika membingungkan.
6) Lakukan wawancara dan ajukan pertanyaan.
7) Bangun komunikasi efektif selama wawancara (termasuk tahap uji coba).
8) Lakukan probing untuk mengkonfirmasi jawaban dan untuk mendapat
informasi yang lebih luas.
9) Catat jawaban-jawaban, baik secara manual dan atau secara mekanik
melalui alat perekam.
10) Ucapkan terimakasih kepada responden jika wawancara telah selesai
dan buat janji jika masih diperlukan wawancara lanjutan.
Supaya hasil wawancara dapat direkam dengan baik, dan peneliti memiliki
bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka
diperlukan bantuan alat-alat sebagai berikut:
1) Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan
sumber data. Sekarang sudah banyak komputer yang keci, notebook
yang dapat digunakan untuk membantu mencatat data hasil wawancara.
2) Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau
pembicaraan. Penggunaan tape recorder dalam wawancara perlu
memberi tahu kepada informan apakah dibolehkan atau tidak.
3) Camera: untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan
dengan informan/sumber data. Dengan adanya foto, keabsahan data
penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti betul-betul melakukan
pengumpulan data.

3. Observasi
Berdasarkan Sugiyono dalam Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
pelbagai proses biologis dan psikologis. Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses
kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Menurut Sugiyono dalam Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi
adalah dasar semua ilmu pengetahua Para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui
observasi. Selain itu, Sugiyono dalam Marshall (1995) menyatakan bahwa
“through observation, the researcher learn about behavior and meaning attached
to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna
dari perilaku tersebut.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulakn bahwa observasi
adalah pengamatan terhadap suatu objek, gejala, peristiwa atau proses yang terjadi
dalam suatu situasi baik yang terjadi pada manusia dan lingkungannya.
Sugiyono dalam Sanafiah Faisal (1990) mengklasifikasikan observasi menjadi
sebagai berikut:
1) Observasi Berpartisipasi (Participant Observation)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
Sugiyono dalam Susan Stainback (1988) menyatakan “In participant
observation, the reseacher observes what people do, listent to what they say,
and participates in their activities”. Dalam observasi partisipatif, peneliti
mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka
ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktifitas mereka. Contohnya, peneliti
berperan sebagai guru di suatu kelas yang diteliti, peneliti dapat mengamati
bagaimana proses pembelajaran dikelas, semangat belajar, dsb.

2) Observasi Tidak Terstruktur (Unstructured Observation)


Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena
peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam
melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah
baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Contohnya, penelitian
yang dilakukan pada sebuah sekolah yang belum dikenalnya. Peneliti belum
tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh karena itu peneliti dapat melakukan
observasi tidak terstruktur untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Menurut Sugiyono dalam Nasution (1988), manfaat observasi adalah sebagai
berikut:
1) Peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan
situasi sosial, jadi akan diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
2) Peneliti akan memperoleh pengalaman langsung, sehingga memungkinkan
peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh
konsep atau pandangan sebelumnya.
3) Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain,
khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu.
4) Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan
oleh responden.
5) Peneliti dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi responden.

Selanjutnya, Sugiyono dalam Spradley (1980) tahapan observasi adalah sebagai


berikut:
1) Observasi deskriptif
Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial
tertentu sebagai objek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa
masalah yang jelas yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajahan
umum, dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat,
didengar dan dirasakan. Observasi tahap ini sering disebut sebagai grand tour
observation , dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama.

2) Observasi terfokus
Pada tahap ini, peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu
observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu.
Observasi ini juga dinamakan observasi taksonomi sehingga dapat menemukan
fokus.
3) Observasi terseleksi
Pada tahap ini peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan sehingga
datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis komponensial terhadap fokus,
maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-
kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori, serta menemukan hubungan
antara suatu kategori dengan kategori yang lain.

4. Kuesioner (Angket)
Arikunto (2006) mendefinisikan angket sebagai pernyataan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadi atau hal-hal yang ia ketahui. Sedangkan menurut Soendari (2010), angket
adalah perangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh
responden secara tertulis pula. Sejalan dengan itu Sugiyono (2012) menyatakan
bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila
peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah
responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa
pertanyaan/ pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden
secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet.
Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan
angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu prinsip penulisan, pengukuran, dan
penampilan fisik.
1. Prinsip Penulisan Angket
Prinsip penulisan angket menyangkut beberapa faktor, yaitu:
a. Isi dan tujuan pertanyaa.
Yang dimaksud di sini adalah, apakah isi pertanyaan tersebut merupakan
bentuk pengukuran atau bukan. Jika berbentuk pengukuran, maka dalam
membuat pertanyaan harus teliti, sebab pertanyaan harus dalam bentuk
skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur
variabel yang diteliti.
b. Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam penulisan angket harus disesuaikan
dengan kemampuan berbahasa responden. Bahasa yang digunakan pun
harus memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan sosial
budaya, dan ‘frame of reference’ dari responden.
c. Tipe dan bentuk pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka (pertanyaan yang
mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya dalam bentuk
uraian) atau tertutup (pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat
atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif
jawaban yang telah disediakan) dan dapat pula menggunakan kalimat
positif ataupun negatif.
d. Pertanyaan tidak mendua
Setiap pertanyaan dalam angket sebisa mungkin jelas dan tidak mendua
(double-barrelled) sehingga menyulitkan responden untuk memberikan
jawaban.
e. Tidak menanyakan pertanyaan yang sudah lupa
Setiap pertanyaan dalam instrumen angket juga sebaiknya tidak
menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau
pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berpikir berat.
Contoh : Bagaimana menurut Anda pendapat siswa SMA tentang
pelaksanaan SIPENMARU 30 tahun yang lalu? Jikalau responden yang
bersangkutan baru berumur 30an tahun, pastilah akan sulit memberikan
jawaban.

f. Pertanyaan tidak menggiring


Pertanyaan dalam angket sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban
yang baik saja atau ke yang jelek saja.
g. Panjang pertanyaan
Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga akan
membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah variabel banyak,
sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka instrumen tersebut
dibuat bervariasi dalam poenampilan, model skala pengukuran yang
digunakan, dan cara mengisinya.
h. Urutan pertanyaan
5. Urutan pertanyaan dalam angket dimulai dari yang umum menuju ke hal yang
spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit, atau diacak. Hal ini perlu
dipertimbangkan karena secara psikologis akan mempengaruhi semangat
responden untuk menjawab. Jika pada awalnya responden langsung diberi
pertanyaan yang sulit, maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket
yang telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak perlu dibuat bila tingkat
kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan sudah tinggi.
2. Prinsip Pengukuran
Angket merupakan instrumen penelitian yang akan digunakan untuk mengukur
variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu, angket tersebut harus dapat
digunakan untuk mendapat data yang valid dan reliabel tentang variabel yang
diukur.Untuk memperoleh data yang valid dan reliabel, maka instrumen angket
tersebut perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu sebelum
digunakan.
3. Penampilan Fisik Angket
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi
respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket.
Contoh : Angket yang dibuat di kertas buram, akan mendapat respon yang
kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan angket yang dicetak dalam
kertas yang bagus dan berwarna.
Angket/ kuesioner dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk/tipe, tergantung dari
sudut pandang kita melihatnya.
Silalahi (2012) membagi kuesioner menjadi 2 tipe berdasarkan pertanyaan yang
digunakan, yakni:
51 Pertanyaan dan Jawaban Terbuka (Open Ended)
Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan dengan kategori respons tidak
dispesifikasi. Pertanyaan menghendaki responden menjawab dalam cara yang
mereka pilih. Responden menguraikan pendapat, persepsi, atau sikap mereka
mengenai hal yang ditanyakan. Jadi, alternatif kategori respon yang dipilih
oleh responden tidak secara pasti ditentukan dalam kuesioner. Kadang-
kadang pertanyaan terbuka dibuat secara fleksibel dan digunakan untuk
pertanyaan-pertanyaan rumit yang memerlukan penjelasan terperinci.
Contoh pertanyaan kuesioner terbuka adalah:
1. Kondisi kelas yang bagaimana yang Anda senangi dalam sebuah
perkuliahan?
2. Hal apa yang Anda senangi dari dosen pengampu mata kuliah A?
Mengapa? Dalam pengajuan pertanyaan-pertanyaan tersebut, tidak ada
pilihan yang disediakan; tetapi responden harus bisa mengimprovisasi
jawabannya.
52 Pertanyaan dan Jawaban Tertutup (Closed Questions)
Pertanyaan tertutup meminta responden membuat pilihan di antara satu set
alternatif tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti. Sejumlah alternatif
kategori respon yang pasti telah disusun secara lengkap dan terpisah sehingga
responden hanya memilih salah satu atau lebih dari kategori respon tersebut
(Silalahi, 2012).
‘Bagaimana pendapat Anda terhadap pembalajaran yang telah berlangsung
tadi?’
a. Sangat baik b. Baik c. Cukup d. Kurang e. Sangat kurang
53 Pertanyaan dan Jawaban Kontingensi
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner sering disusun dalam apa yang
disebut contingency questions (Bailey dalam Silalahi (2012)), yaitu suatu
pertanyaan yang relevan untuk responden ditentukan oleh responnya untuk
satu pertanyaan penyaringan. Pada dasarnya, pertanyaan tipe ini merupakan
kasus spesial dari pertanyaan tertutup. Cara ini disebut probing atau
pertanyaan filter.
Contoh :
Pertanyaan dan jawaban kontingensi
Apakah Anda pernah mengikuti pelajaran tambahan di Lembaga Bimbingan
Belajar?
(Silakan nyatakan jawaban Anda dengan memberi tanda √ pada jawaban yang
sesuai dengan kondisi Anda)
__ YA
__ TIDAK
Jika ‘YA’, sejak kapan Anda mengikuti bimbingan belajar tersebut?
__ SD
__ SMP
__ SMA
5. Dokumentasi

Menurut Guba dan Lincoln (dalam Soendari, 2010), dokumentasi adalah


setiap bahan tertulis ataupun film yang sering digunakan untuk keperluan
penelitian. Sedangkan Sugiyono (2012) mendefinisikan dokumen sebagai
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi,
peraturan, kebijakan. Sedangkan dokumen yang berbentuk gambar misalnya
foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya seni
dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel atau
dapat dipercaya jika didukung oleh dokumentasi, baik berupa foto-foto, karya
tulis akademik dan seni yang telah ada, maupun bentuk dokumen lainnya. Tetapi
perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang tinggi.
Sebagai contoh, banyak foto yang tidak mencerminkan keadaan aslinya, karena
foto dibuat untuk kepentingan tertentu. Demikian juga autobiografi yang ditulis
untuk dirinya sendiri, sering cenderung subyektif (Sugiyono, 2012).
Langkah-langkah dalam pelaksanaan pengumpulan data dengan metode
angket secara esensial (Silalahi, 2012) adalah:
1. Pernyataan masalah
2. Pilih subjek
3. Susun kuesioner: lebih atraktif dan singkat serta mudah dijawab.
4. Validasi kuesioner
5. Siapkan surat pengantar
6. Uji coba kuesioner kepada sampel kecil dari subjek
7. Tindaklanjuti kegiatan
8. Lakukan pengertian kuesioner dan pengkodean terhadap tiap respons
9. Analisis data
10. Tulis satu laporan yang menyajikan temuan

B. Cara Penyusunan Instrumen

Iskandar (2008:79) mengemukakan enam langkah dalam penyusunan instrumen


penelitian, yaitu:
1. Mengidentifikasikan variabel-variabel yang diteliti.
2. Menjabarkan variabel menjadi dimensi-dimensi
3. Mencari indikator dari setiap dimensi.
4. Mendeskripsikan kisi-kisi instrumen
5. Merumuskan item-item pertanyaan atau pernyataan instrumen
6. Petunjuk pengisian instrumen.
Sedangkan Margono mengemukakan langkah umum penyusunan instrumen sebagai
berikut :
1. Analisis variabel penelitian
2. Menentapkan jenis instrumen yang digunakan
3. Menyusun kisi-kisi atau lay out instrumen
4. Menyusun item atau pertanyaan sesuai dengan jenis instrumen dan jumlah yang telah
ditetapkan dalam kisi-kisi
5. Uji coba dan revisi
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara.

BiMPoME. 2011. Assesment in Mathematics Education. Palembang: Perpustakaan PPs


UNSRI.

Gay&Diehl. 1992. Research Methods for Business and Management. Singapore: Prentice
Hall International, Inc.

Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif).
Jakarta: GP Press.

Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Margono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Silalahi, Ulber. 2012. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Soendari, T. 2010. Instrumen Penelitian.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai