Anda di halaman 1dari 20

TEKNIK PENGUMPULAN DATA DENGAN WAWANCARA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Pendidikan di SD

Dosen Pengampu: Dra. Florentina Widihastrini,M.Pd

Disusun oleh:

1. Nova Dwi Lisdyanto 1401414030


2. Pipin Oktria 1401414031
3. Anisa Ratri Cahyani 1401414047
4. Inarotut Tanfidiyah 1401414049

Rombel

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017/2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu metode pengumpulan data adalah
dengan cara wawancara. Apa pengertian dari wawancara itu? Budiyono (2003: 52)
mengatakan bahwa metode wawancara (disebut pulainterview) adalah cara pengumpulan
data yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti (atau orang yang ditugasi) dengan
subyek penelitian atau responden atau sumber data. Dalam hal ini
pewawancaramenggunakan percakapan sedemikian hingga yang diwawancara bersedia
terbuka mengeluarkan pendapatnya. Biasanya yang diminta bukan kemampuan tetapi
informasi mengenai sesuatu. Dalam jurnal oleh Koichu dan Harel (2007) dikemukakan
bahwa: A clinical task-based interview can be seen as a situation where the interview-
interviewee interaction on a task is regulated by a system of explicit and implicit norms,
values, and rules.
Dalam jurnal lain, Hurst (2007: 274) mengungkapkan bahwa: Interview were
chosen as the main data gathering strategy for the original project because it was felt that
potentially data rich environment this afforded would provide the best context for
assesistry and probing for presence of three models of thinking (mathematical knowledge,
contextual knowledge, and strategic knowledge) both before and following the
intervention phase of project. Dari pengertian wawancara yang dikemukakan para ahli
atau pakar di atas dapat dijelaskan bahwa wawancara adalah situasi dimana terjadi
interaksi antara pewawancara dan yang diwawancarai dengan pedoman wawancara
berdasarkan pada hasil tugas/tes yang telah diberikan kepada yang diwawancarai.
Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data primer yang terbaik sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian.
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk mendapatkan
informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Apabila wawancara
dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau sebagai metode diberi kedudukan yang
utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya, ia akan memiliki ciri
sebagai metode primer. Sebaliknya jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari
informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode
perlengkap. Pada saat-saat tertentu metode wawancara digunakan orang untuk menguji
kebenaran dan kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti
observasi, test, kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan semacam itu
metode wawancara akan menjadi batu pengukur atau kriterium.
Dalam tiga golongan fungsi itu tidak implicit bahwa golongan yang satu mempunyai harga
yang lebih tinggi dari yang lain. Sebagai metode primer wawancara mengemban tugas
yang sangat penting. Sebagai pelengkap metode wawancara menjadi sumber informasi
yang sangat berharga, dan sebagai kriterium ia menjadi alat yang memberikan
pertimbangan yang memutuskan. Ditinjau dari segi itu adanya tiga fungsi pokok itu justru
memperlihatkan bahwa interview merupakan suatu metode yang serba guna.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian teknik pengumpulan data dan macam-macamnya?
2. Apa pengertian wawancara pada teknik pengumpulan data?
3. Bagaimana pelaksanaan teknik pengumpulan data dengan metode wawancara?
4. Bagaimana kelebihan dan kekurangan teknik wawancara?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian teknik pengumpulan data dan macam-macamnya
2. Untuk mengetahui pengertian wawancara pada teknik pengumpulan data
3. Untuk mengetahui pelaksanaan teknik pengumpulan data dengan metode
wawancara
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teknik wawancara

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Suharsimi Arikunto (2000:134), instrumen pengumpulan data adalah alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya agar kegiatan tersebut
menjadi sistematis. Untuk memperoleh data di dalam kegiatan penelitian, seorang
peneliti dapat menggunakan berbagai teknik. Penggunaan dari salah satu atau beberapa
teknik pengumpulan data sangat tergantung pada jenis data yang akan dikumpulkan,
tujuan penelitian dan tentu saja pemahaman peneliti tentang teknik yang akan
dipergunakan tersebut serta kemampuannya untuk melaksanakan penelitian dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang terkait. Adapun teknik pengumpulan data yaitu
teknik tes dan teknik nontes.
1. Teknik tes
Nurkancana danSumartana (1986: 25) mendefinisikan tes sebagai suatu cara
untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas
yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu
nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan
dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang
ditetapkan. Dalam penelitian tindakan kelas ada berbagai teknik tes yang dapat
digunakan. Arikunto (1988), mengemukakan bahwa tes sebagai instrumen
pengumpulan data dibedakan menjadi dua, yaitu: tes buatan guru dan tes standar
(standardized tes).
Berdasarkan jumlah atau pengikut tes, maka tes hasil belajar dapat dibedakan
atas dua jenis, yaitu tes individual dan tes kelompok (Nurkancana dan Sumartana,
1986: 25).
Dilihat dari segi penyusunannya tes dibedakan atas tiga jenis, yaitu tes buatan
guru, tes buatan orang lain yang tidak distandarisasi, dan tes standar atau tes yang
sudah distandarisasi.
Berdasarkan bentuk jawaban atau bentuk respon ini, tes hasil belajar dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: tes tindakan, dan tes verbal.
Selain ditinjau dari bentuk jawaban atau respon yang diberikan, tes juga dapat
dilihat dari bentuk pertanyaan yang diberikan oleh guru. Bentuk tes ini tentu sudah
sangat sering Anda terapkan didalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Jenis tes ini
dibedakan menjadi dua, yaitu tes obyektif dan tes essay.
2. Teknik non tes
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya apabila dipadukan
dengan data-data yang dihasilkan denagn menggunakan teknik yang berbeda, berikut
disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes. Adapun jenis-jenis metode non
tes yaitu:
a. Obsevasi
b. Angket atau kuesioner (questionnaire)
c. Wawancara
d. Studi dokumenter
e. Otobiografi

B. Pengertian Wawancara Pada Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang diperlukan atau data pendukung PTK, selain
menggunakan observasi guru juga dapat melakukan wawancara, baik kepada siswa,
rekan-rekan guru, staf sekolah lain atau mungkin kepada orang tua siswa. Secara
sederhana, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 1991).
Wawancara mungkin merupakan alat yang paling purba dan paling sering
digunakan manusia untuk memperoleh informasi (Kerlinger, 1993). Wawancara memiliki
sifat-sifat penting yang tidak dipunyai oleh tes-tes pada skala obyektif dan pengamatan
behavioral. Apabila digunakan dengan menggunakan rencana yang tersusun baik, maka
wawancara dapat menghasilkan banyak informasi yang bersifat fleksibel dan dapat
diadaptasi untuk situasi-situasi individual, serta seringkali dipergunakan bilamana tidak
ada metode lain yang dimungkinkan atau memadai.
Wawancara dapat dipergunakan untuk tiga maksud utama. Pertama, wawancara
dapat dipergunakan sebagai alat eksplorasi untuk identifikasi varibel dan relasi,
mengajukan hipotesis, dan memandu tahap-tahap lain di dalam penelitian. Kedua,
wawancara dapat menjadi instrumen utama penelitian. Dalam hal ini pertanyaan-
pertanyaan yang dirancang untuk mengukur aspek-aspek yang diteliti dimasukkan ke
dalam panduan wawancara dalam keadaan ini, pertanyaan-pertanyaan harus dipandang
sebagai butir-butir (item soal) dalam suatu instrumen penelitian, bukan sekedar sebagai
sarana menghimpun informasi belaka. Ketiga, wawancara itu dapat digunakan sebagai
penopang atau pelengkap metode lain. Dalam keadaan ini wawancara dapat berfungsi
untuk menggali lebih mendalam motivasi responden serta alasan-alasan responden
memberikan jawaban dengan cara-cara tertentu.
Di dalam penelitian kualitatif, wawancara (interview) oleh banyak kepustakaan
dikemukakan di dalam berbagai terminologi, misalnya disebut intensive interviewing,
indepth interviewing, ataupun instructured interviewing, yang berarti suatu percakapan
yang terarah dengan tujuan mengumpulkan atau memperkaya informasi atau bahan-
bahan (data) yang mendetil (kaya atau padat), yang hasil akhirnya untuk digunakan
untuk analisis kualitatif (Mantja, 1993; McMillan & Schumacher, 2001). Perbedaan
dengan wawancara terstruktur yang bertujuan untuk memperoleh pilihan di antara
berbagai alternatif jawaban terhadap pertanyaan yang ditampilkan dari sebuah topik atau
situasi, adalah bahwa wawancara mendalam, mendetil atau intensif berupaya
menemukan pengalaman-pengalaman informan atau responden dari topik tertentu atau
situasi spesifik yang dikaji. Dalam pandangan Lofland and Lofland (1983), bahwa
bagian terbesar dari data observasi peran serta pada dasarnya diperoleh melalui
wawancara informal dan yang disempurnakan melalui observasi. Karena itu pengamatan
peran serta dan wawancara mendalam merupakan teknik sentral dalam penelitian
kualitatif. Oleh karena itu keduanya harus dipandang dari penekanan penggunaannya
dengan memperhatikan saling keterkaitannya
Ada beberapa bentuk wawancara yang sering dipergunakan di dalam pengumpulan
data penelitian. Patton (1987) mengemukakan beberapa bentuk wawancara, yaitu; (a)
wawancara pembicaraan informal, (b) pendekatan dengan menggunakan petunjuk umum
wawancara, dan (c) wawancara baku terbuka.
1. Wawancara pembicaraan informal
Ciri khusus dari wawancara jenis ini adalah dimana pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan bergantung pada pewawancara itu sendiri, atau tergantung dari
spontanitasnya didalam mengajukan pertanyaan. Wawancara ini dilakukan secara
alami, sehingga hubungan antara pewawancara dan yang diwawancarai terjadi
didalam suasana yang wajar atau tidak dirancang atau dipersiapkan secara khsusus.
Dalam proses wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang
disampaikan sebagaimana layaknya pembicaraan biasa yang dilakukan dalam
pembicaraan sehari-hari. Bahkan mungkin ketika wawancara dilakukan orang yang
diwawancarai tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa dirinya sedang
diwawancarai. Meskipun situasi berlangsung secara wajar dan alami, namun
pewawancara tetap melakukan aktivitas pokok sebagai pewawacara yaitu melakukan
pencatatan atau perekaman data. Karena itu diperlukan keterampilan yang memadai
dan spesifik baik di dalam mengajukan item-item pertanyaan maupun didalam
menciptakan situasi yang wajar dan alami tersebut.
2. Pendekatan dengan menggunakan petunjuk umum wawancara
Jika wawancara pembicaraan informal tidak memerlukan panduan khusus dan
spesifik tentang aspek-aspek yang ingin diwawancarai, berbeda dengan teknik
pewawancara yang kedua ini justeru mempersyaratkan agar pewawancara membuat
kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara.
Penyusunan pokok-pokok wawancara harus dipersiapkan terlebih dahulu oleh
pewawancara sebelum wawancara dilakukan. Petunjuk umum wawancara tidak
harus selalu dibuat secara rinci, akan tetapi cukup memuat garis-garis besar aspek
yang ingin ditanyakan. Petunjuk yang didasarkan pada anggapan bahwa ada jawaban
yang secara umum akan sama diberikan oleh para responden, tetapi yang jelas tidak
ada perangkat pertanyaan baku yang disiapkan terlebih dahulu. Pelaksanaan
wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden.
Karena itu urutan-urutan pertanyaan tidak bersifat kaku, termasuk bagian-bagian
mana yang terlebih dahulu ditanyakan atau diletakkan pada akhir.
3. Wawancara baku terbuka
Wawancara baku terbuka adalah wawancara yang menggunakan seperangkat
pertanyaan baku (Moleong, 1991: 136). Pada jenis wawancara ini, urutan
pertanyaan, kata-kata yang dipergunakan didalam daftar pertanyaan, urutan
penyajian disusun sama untuk semua responden yang diwawancarai. Tidak seperti
bentuk pertama, kedua dan ketiga sebelumnya, pada bentuk ini, pewawancara tidak
terlalu memiliki keluwesan mengadakan pertanyaanpertanyaan pendalaman. Maksud
dari adanya pembatasan-pembatasan di dalam wawancara ini adalah untuk
mengurangi terjadinya kemencengan (biasa). Jenis wawancara ini tepat dilakukan
apabila pewawancara terdiri dari sejumlah orang dan yang diwawancarai cukup
banyak jumlahnya, sehingga hasil-hasil atau data yang diperoleh tidak terlalu banyak
perbedaan.
Khusus mengenai pedoman wawancara (Arikunto, 1998: 231) memaparkan dua
macam pedoman wawancara.
1. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya
memuat garis besar yang akan ditanyakan. Dalam keadaan ini sangat diperlukan
kreativitas atau apresiasi pewawancara, bahkan hasil wawancara dengan jenis
pedoman wawancara lebih banyak tergantung pada pewawancara. Itulah sebabnya
Kerlinger (1993), mengingatkan bahwa satu di antara kesulitan dalam wawancara
adalah pewawancaranya, karena dia merupakan bagian dari instrumen pengukur.
Wawancara tak terstruktur tepat dilakukan pada keadaan-keadaan berikut:
Bila pewawancara berhubungan dengan orang-orang penting.
Jika pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi
kepada seorang subyek tertentu.
Apabila pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat penemuan
(discovery).
Jika ia tertarik untuk mempersoalkan bagian-bagian tertentu yang tidak umum.
Jika ia tertarik untuk mengadakan hubungan langsung dengan responden.
Apabila ia tertarik untuk mengungkapkan motivasi, maksud, atau penjelasan
dari responden.
Apabila ia mau mencoba mengungkapkan pengertian suatu peristiwa, situasi,
atau keadaan tertentu.
2. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara
rinci sehingga peluang untuk mengadakan variasi atau improvisasi dalam
pelaksanaan wawancara menjadi sangat terbatas. Panduan wawancara yang paling
banyak dipergunakan menurut Arikunto (1998) adalah panduan wawancara semi
structured. Dalam hal ini mula-mula interviewer menanyakan serentetan
pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam untuk
menggali keterangan-keterangan lebih lanjut.
Ketika Anda melaksanakan wawancara, Anda boleh mengembangkan berbagai
bentuk pertanyaan yang dapat mengungkapkan informasi atau data yang Anda butuhkan.
Ada beberapa jenis pertanyaan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan pertanyaan yang lazim dipergunakan dalam wawancara.
1. Pertanyaan deskriptif (descriptive question), yaitu bentuk pertanyaan di mana
pewawacara meminta responden untuk mendeskripsikan sesuatu. Misalnya,
Dapatkah Anda menceriterakan pertemuan yang baru Anda ikuti!
2. Pertanyaan structural (structural question), adalah pertanyaan yang diarahkan untuk
membantu peneliti bagaimana informan mengorganisasikan pengetahuannya.
Misalnya: Cara apa saja yang Anda gunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran?. Atau, Dapatkah Anda menjelaskan langkahlangkah yang ditempuh di
dalam penerapan metode diskusi kelompok kecil?
3. Pertanyaan pembeda atau mempertentangkan (contras question), adalah pertanyaan
yang bertujuan untuk mengetahui makna sesuatu yang dikemukakan oleh informan
terhadap berbagai terminologi di dalam bahasa penutur. Pertanyaan jenis ini
menghendaki informan membedakan obyek dan peristiwa menurut pengalaman
mereka, sehingga peneliti memperoleh wawasan dimensi makna yang digunakan
informan untuk membedakannya. Pertanyaan ini misalnya: Apakah perbedaan
belajar anak cacat, anak normal dan anak luar biasa? Contoh lain: Apa perbedaan
guru yang melaksanakan PTK dengan guru yang tidak melaksanakan PTK dilihat
dari persiapan mengajar yang disusunnya?
4. Pertanyaan bergiliran (asymetrical turn talking), di mana informan dan pewawacara
bergiliran didalam berbicara. Dalam bentuk ini pertama pewawancara menguraikan
semua pertanyaannya terlebih dahulu, kemudian informan menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut atau mengungkapkan sebagian besar pengalaman-
pengalamannya.
5. Perluasan daripada penyingkatan (expansion rather than abbreviation), di mana
peneliti mendorong informan untuk memperluas (memperjelas) apa yang
dikemukakannya untuk menghindari kurang rincinya topik yang diperoleh. Dalam
proses wawancara ini peneliti sering mengingatkan informan agar tidak dilakukan
secara singkat dan terburu-buru untuk mempercepat waktu penelitian.
6. Mengajukan pertanyaan bersahabat (asking friendly question). Selama proses
wawancara antara peneliti dan informan berlangsung, pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan didalam wawancara selalu diarahkan dalam rangka membangun hubungan
yang akrab, saling menghargai dan penuh kehangatan (rapport), sehingga informan
tidak lekas merasa jenuh apalagi merasa terbebani dengan pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peneliti.
7. Berhenti sejenak (pausing). Dalam kenyataan di lapangan seringkali peneliti merasa
khawatir bilamana aspek-aspek yang telah dirancang untuk ditanyakan tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya karena terbatasnya waktu yang tersedia. Akhirnya tanpa
disadari peneliti terus mengejar informan dengan pertanyaanpertanyaan sehingga
suasana wawancara menjadi kurang kondusif. Sebaiknya pewawancara harus
berhenti beberapa saat agar suasana keakraban dan rapport yang telah terbina
terpelihara dengan baik.
C. Melaksanakan Wawancara
Di dalam pengumpulan data melalui wawancara, ada dua kegiatan yang sangat
mendasar dan saling terkait, yaitu mengembangkan hubungan baik (rapport) dan
mengejar perolehan informasi. Keduanya penting dan menuntut perhatian khusus
peneliti. Dalam pengumpulan data, jangan sampai terjadi kegiatan yang satu
mengorbankan kegiatan aspek lain. Misalnya, karena peneliti khawatir data yang akan
dikumpulkan tidak lengkap, maka ia mengabaikan aspek-aspek yang berkenaan dengan
pembinaan hubungan yang baik dengan informan dengan maksud agar waktu yang
dipergunakan wawancara dapat dipergunakan secara efektif. Sebaliknya juga tidak boleh
terjadi, lantaran sangat menaruh perhatian didalam pembinaan hubungan yang harmonis
dengan informan, data yang dikumpulkan menjadi sangat sedikit dan tidak lengkap,
karena waktu yang tersedia lebih banyak untuk melakukan sesuatu yang diarahkan untuk
menciptakan hubungan baik tersebut. Oleh sebab itu secara garis besarnya ada tiga
kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan wawancara, yaitu: (1) memulai wawancara,
(2) mengajukan pertanyaan pokok sekaligus perekaman data, dan (3) mengakhiri
wawancara.
1. Memulai wawancara
Jika Anda akan melakukan wawancara, sebaiknya terlebih dahulu Anda meluangkan
waktu sejenak untuk mengkaji kembali pedoman atau panduan wawancara yang
telah dipersiapkan. Kegiatan ini bertujuan agar ketika wawancara telah mulai Anda
laksanakan, Anda dapat menanyakan butir-butir pertanyaan dengan lancar tanpa
harus melihat berulang-ulang panduan tersebut, karena hal itu dapat mengganggu
kelancaran wawancara yang Anda lakukan. Bahkan jika panduan wawacara sudah
Anda persiapkan dengan baik dan Anda telah memahami garis-garis besar
pertanyaan dengan baik, Anda tidak harus membaca kembali panduan tersebut
ketika mengajuan pertanyaan sehingga suasana wawancara akan terasa lebih rileks.
Hal lain yang perlu Anda perhatikan kembali adalah kesiapan alat-alat yang akan
dipergunakan didalam mendukung kelancaran wawancara, seperti buku catatan,
alatalat tulis, alat perekam data lainnya jika hal itu diperlukan. Kesiapan seperti ini
nampaknya sederhana, akan tetapi akan sangat mengganggu bilamana peralatan
tersebut tidak tersedia, sementara Anda membutuhkannya ketika wawancara telah
berlangsung. Ketika mengawali wawancara, hal penting yang Anda lakukan adalah
membina hubungan baik, saling menghargai dan saling percaya, sebagaimana sekilas
telah kita bahas sebelumnya. Rapport tidak harus diartikan sebagai hubungan yang
sangat rapat. Baik peneliti maupun informan adalah partisipan penelitian yang harus
memiliki rasa saling percaya yang besar agar terjadi arus informasi yang lebih lancar
dalam proses pengumpulan data. Pada tahap awal wawancara ini Anda dapat
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong terciptanya keakraban,
keterbukaan dan suasana yang tidak formal. Jika hal ini telah Anda lakukan,
kemudian Anda melihat bahwa suasana telah mendukung untuk dimulainya
wawancara, Anda dapat memulainya dari pertanyaan-pertanyaan yang sederhana.
2. Mengajukan pertanyaan
Mungkin di antara Anda ada yang pernah terlibat didalam melakukan wawancara.
Pengalaman Anda didalam membina hubungan baik dengan informan, cara-cara
Anda mengajukan pertanyaan dan sikap Anda didalam mendengar dan memberikan
respon kembali terhadap jawaban informan menjadi hal sangat berarti untuk
mendukung kelancaran wawancara. Dalam kaitan dengan butir pertanyaan yang
diajukan, Kerlinger (1993):
a. Apakah pertanyaan yang akan Anda ajukan berkaitan dengan masalah
penelitian dan sasaran-sasaran penelitian? Selain pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan diarahkan untuk memperoleh informasi faktual, semua butir di dalam
panduan wawancara Anda harus mempunyai fungsi tertentu dalam masalah
penelitiannya. Hal ini juga berarti bahwa semua butir pertanyaan yang terdapat
di dalam panduan wawancara Anda adalah untuk menggali informasi yang dapat
dipergunakan untuk menjawab masalah penelitian dan atau menguji hipotesis.
b. Tepatkah tipe pertanyaan yang akan Anda ajukan? Jika Anda menggunakan
bentuk-bentuk pertanyaan terbuka, mungkin Anda akan mendapatkan informasi
tentang sikap, perilaku, atau tentang pandangan informan Anda tentang sesuatu
secara lebih rinci. Sebaliknya informasi-informasi lain mungkin dapat diperoleh
dengan lebih cepat dan efisien bila Anda menggunakan pertanyaan-pertanyaan
tertutup. Sebagai contoh, bilamana informan Anda minta untuk mengungkapkan
atau pilihan sesuatu yang lebih disukai di antara dua alternatif atau lebih,
sedangkan alternatif itu dapat diungkapkan secara lugas, maka bentuk
pertanyaan-pertanyaan terbuka cenderung tidak tepat bahkan mungkin dinilai
terlalu boros.
c. Apakah butir pertanyaan jelas dan tidak mengundang penafsiran ganda? Suatu
pertanyaan atau butir pertanyaan yang ambigu atau ganda adalah butir
pertanyaan yang tidak mengundang penafsiran yang berlainan serta jawaban
yang berbeda-beda dari penafsiran yang majemuk tersebut. Ada beberapa kaidah
didalam menyusun pertanyaan untuk menghindari ambiguitas. Pertama, kita
harus menghindari pertanyaan yang memuat lebih dari satu gagasan yang dapat
direaksi oleh responden. Pertanyaan seperti; Apakah Anda yakin bahwa tujuan
pembelajaran yang Anda rumuskan sudah cukup baik jika dikaji dari dimensi
peserta didik dan dikaji dari tujuan institusional sekolah Anda? Contoh tersebut
adalah ambigius, karena informan ditanya sekaligus tentang tujuan pembelajaran
dan tujuan institusional sekaligus dalam satu pertanyaan. Kedua, hindari katakata
atau ungkapan yang ambigu, misalnya Bagaimana pendapat dan saran Anda
tentang butir-butir soal tes ini? Atau Bagaimana pandangan Anda tentang
disiplin siswa jika dikaji dari peran Anda sebagai guru dan sebagai orang tua?
Perlu juga diperhatikan bahwa mungkin pada saat tertentu kata-kata ambigu
diperlukan bilamana Anda sengaja bermaksud memancing kerangka pikir yang
berbeda dari para informan.
d. Apakah butir pertanyaan yang Anda rumuskan menggiring informan untuk
memberikan alternatif jawaban tertentu? Pertanyaan-pertanyaan yang sengaja
menggiring informan untuk memberikan jawaban tertentu yang Anda inginkan,
hal itu merupakan ancaman terhadap validitas wawancara Anda. Contoh:
Apakah Anda telah membaca catatan-catatan yang saya tulis? Atau Apakah
Anda telah menyusun langkah-langkah kegiatan sesuai dengan prosedur yang
sudah kita bahas? Mungkin Anda akan mendapatkan sebagian besar informan
Anda menjawab Ya yang kemungkinan besar tidak proporsional, karena
pertanyaan tersebut menyiratkan tidak baik jika informan belum membaca
catatan yang ia buat seperti contoh pertanyaan pertama, atau tidak menyusun
langkah-langkah kegiatan sesuai prosedur yang telah dibahas bersama seperti
pada contoh pertanyaan kedua.
e. Apakah pertanyaan yang Anda susun menuntut pengetahuan dan informasi yang
tidak dimiliki oleh responden? Untuk menjaga agar tidak ada butir pertanyaan
yang tidak valid, karena kurangnya pengetahuan informan tentang masalah yang
ditanyakan, maka akan lebih baik bilamana pewawancara menggunakan
pertanyaan-pertanyaan saringan. Misalnya ketika informan bermaksud
menanyakan pendapat informan tentang Peraturan Pemerintah berkenaan dengan
Standar Nasional Pendidikan, akan lebih baik jika diajukan pertanyaan apakah
informan mengetahui tentang peraturan pemerintah dimaksud. Ada kemungkinan
pewawancara menjelaskan terlebih dahulu secara singkat tentang hal yang
ditanyakan tersebut, baru kemudian menanyakan pendapat responden?
f. Apakah pertanyaan yang Anda susun menuntut hal-hal yang bersifat pribadi
dan peka sehingga informan Anda menolak menjawabnya? Jika pertanyaan
menyentuh hal-hal tersebut, maka Anda harus lebih selektif dan berhati-hati.
Pertanyaan-pertanyaan tentang penghasilan atau hal-hal lain yang bersifat
pribadi hendaknya diletakkan pada bagian belakang dalam wawancara, yaitu
setelah tercapainya hubungan baik dan keakraban (rapport) antara pewawancara
dan informan.
g. Apakah pertanyaan yang Anda ajukan menyiratkan hal-hal yang dianggap baik
atau buruk oleh masyarakat? Pada umumnya orang-orang cenderung
memberikan jawaban sesuai dengan yang dipandang baik oleh umum, jawaban-
jawaban yang menunjukkan atau menyiratkan kesetujuan pada tindakan-tindakan
atau ikhwal yang dipandang baik. Misalnya kita menanyakan kepada seseorang
mengenai perasaannya terhadap anak-anak terlantar. Setiap orang diharapkan
memiliki simpati terhadap anak-anak terlantar. Jika kita tidak berhati-hati kita
hanya akan mendapatkan jawaban stereotip atau klise tentang perasaannya
terhadap anak-anak terlantar tersebut. Beberapa pertanyaan di atas perlu Anda
pahami dengan baik sebagai bahan kajian ketika Anda mengajukan pertanyaan
kepada informan. Cobalah Anda lakukan latihan merumuskan beberapa
pertanyaan, kemudian bandingkan dengan beberapa rambu pertanyaan yang
telah kita bahas bersama di atas.
3. Menutup wawancara
Jika wawancara telah selesai Anda lakukan, Anda harus menahan diri beberapa saat
untuk tidak meninggalkan informan. Hubungan akrab, saling percaya yang telah
Anda bina sejak awal dilakukan wawancara, hendaknya dapat Anda pertahankan
sampai wawancara benar-benar berakhir. Informan Anda harus merasakan kepuasan
yang Anda rasakan. Jika Anda merasa ada bagian-bagian tertentu dari pertanyaan
Anda belum dijawab secara tuntas, tidak selayaknya Anda menunjukkan sikap
ketidakpuasan Anda dihadapan informan, karena bilamana Anda telah membina
hubungan baik, Anda dapat meminta kesediaan informan untuk memberikan
informasi melalui wawancara selanjutnya. Ucapkan terima kasih dengan sikap tulus
dan hangat bilamana informasi yang diberikan informan Anda telah dirasa cukup.
Kemukakan secara terbuka bahwa informasi yang disampaikannya benar-benar
bermakna bagi penelitian yang Anda lakukan.

D. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Wawancara


Bailey (1978) dalam bukunya Methods of Social Research menguraikan beragam
kelebihan dan kekurangan metode wawancara dalam suatu penelitian.
Kelebihan metode wawancara:
1. Flexibility. Pewancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan
situasi yang dihadapi pada waktu itu.
2. Response rate. Maknanya, wawancara cenderung ditanggapi secara lebih baik
dibandingkan dengan kuesioner yang diposkan. Responden yang tidak mampu
menulis atau membaca tetap dapat menjawab pertanyaan, demikian pula mereka
yang malas menulis. Banyak responden yang lebih menyukai mengeluarkan
pandangannya secara lisan daripada tulisan.
3. Nonverbal behavior. Pewawancara dapat mengobservasi perilaku nonverbal,
Misalnya rasa suka, rasa tidak suka, atau perilaku lainnya pada waktu pertanyaan
diajukan dan dijawab oleh responden.
4. Control over environment. Pewawancara dapat mengatur lingkungan di mana
wawancara dilakukan, misalnya di ruangan tersendiri, atau tanpa kehadiran orang
lain. Hal ini mencegah terjadinya jawaban yang diintervensi pihak lain.
5. Question order. Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga responden
dapat memahami maksud penelitian secara lebih baik. Hal ini juga dapat menjamin
pertanyaan dapat terjawab semuanya, kecuali memang respondennya tidak bersedia
menjawabnya.
6. Spontaneity. Pewawancara dapat merekam jawaban-jawaban yang spontan. Dalam
hal tertentu jawaban spontan dapat lebih jujur dan informative, kurang normative.
Kekurangan metode wawancara:
1. Time. Waktu wawancara tidak dapat dilakukan kapan saja. Kadang responden hanya
punya waktu sedikit, sehingga untuk menjawab seluruh pertanyaan diperlukan
beberapa kali wawancara. Interview bias. Walau telah dilakukan tatap muka, namun
kesalahan bertanya dan juga kesalahan mentafsirkan jawaban, masih dapat terjadi.
Sering terjadi atribut (macam kelamin, etnik, status sosial, jabatan, usia, pakaian,
penampilan fisik, dsb) responden dan juga pewawancara mempengaruhi jawaban.
2. Inconvenience. Karena kesibukan atau alasan lainnya, tidak sedikit responden mau
diwawancarai. Namun, karena telah janji, responden tetap mau menjawab
pertanyaan walau dalam kondisi tertekan, sakit, atau mengalami gangguan lainnya.
Dan hal tersebut berpengaruh pada kualitas jawaban Berdasarkan banyak penelitian
di bidang manajemen sumber daya manusia, pimpinan perusahaan lebih sering
melarang peneliti mewawancari pegawainya. Kalau wawancara dilakukan di rumah
juga sama. Mungkin mereka tidak punya waktu atau dapat juga karena mereka takut
didatangi oleh orang asing.
3. Less anonymity. Dibanding melalui kuesioner, melalui wawancara responden sukar
menyembunyikan identitas dirinya . Artinya pewawancara dapat dipandang
mempunyai potensi yang dapat mengancam dirinya, sehingga jawaban harus
dilakukan secara ekstra hati-hati. Apalagi jika jawabannya direkam melalui pita
perekam.
4. Less standardized question wording. Pertanyaan sering kali kurang baku. Responden
yang berbeda dapat ditanyakan dengan kalimat yang berbeda bahkan isinya berbeda
pula. Fleksibilitas ternyata dapat merupakan kekuatan namun dapat pula merupakan
kelemahan tenik wawancara.
Contoh Instrumen Wawancara di SD
Lampiran 1

INSTRUMEN PENELITIAN

Pedoman Wawancara untuk Guru

Nama Sekolah :

Alamat Sekolah :

Nama Guru kelas :

Hari/ tanggal wawancara :

Tempat :

1. Bagaimana pengadaan media IPA di SD ini?


2. Apa saja jenis media IPA yang ada?
3. Berapakah jumlah media IPA yang dimiliki SD ini?
4. Bagaimana kondisi media IPA?
5. Apakah guru selalu menggunakan media dalam pembelajaran IPA?
6. Bagaimana cara guru menyiapkan media IPA dalam pembelajaran?
7. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan guru saat memanfaatkan media dalam
pembelajaran?
8. Metode apa yang biasa digunakan guru dalam pembelajaran?
9. Bagaimanakah pola pemanfaatan media di dalam kelas? (perorangan,
10. kelompok atau didemonstrasikan guru)
11. Bagaimanakah kegiatan tindak lanjut yang dilakukan guru setelah
12. menggunakan media dalam pembelajaran?
13. Bagaimana cara guru melakukan evaluasi setelah menggunakan media? Apa
bentuknya?
14. Bagaimana hasil evaluasi setelah kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan
media?
15. Bagaimana guru mengaktifkan dan melibatkan siswa dengan memanfaatkan
16. media IPA?
17. Adakah inventarisasi media pembelajaran IPA? Seperti apa?
18. Adakah buku pedoman pemanfaatan media IPA?
19. Apakah pemanfaatan media sesuai dengan langkah-langkah dalam buku
20. pedoman?
21. Bagaimana penataan media pembelajaran IPA?
22. Dimanakah tempat untuk menyimpan media IPA?
23. Apakah ada pengawasan dari kepala sekolah terhadap pemanfaatan media
24. pembelajaran?
25. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan kepala sekolah?
26. Apa saja hambatan yang dialami guru dalam memanfaatkan media?
27. Adakah kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menggunakan media?
28. Apakah media sudah dimanfaatkan secara maksimal?

INSTRUMEN PENELITIAN

Panduan Wawancara untuk Kepala Sekolah

Nama Sekolah :

Alamat Sekolah :

Nama Kepala Sekolah :

Hari/ tanggal wawancara :

1. Bagaimana pengadaan media IPA di SD ini?

2. Apa saja jenis media yang ada?

3. Berapakah jumlah media IPA yang dimiliki SD ini?

4. Bagaimana kondisi media IPA?

5. Adakah inventarisasi media IPA di SD ini?

6. Adakah buku petunjuk penggunaan media?

7. Bagaimana penataan media IPA?

8. Adakah petugas khusus yang mengurus media?

9. Apakah membutuhkan biaya untuk pemeliharaan media?

10. Apa yang dilakukan jika ada media yang rusak?

11. Dimanakah tempat penyimpanan media IPA?

12. Apakah kepala sekolah selalu melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan

media oleh guru?

13. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah?

14. Selain kepala sekolah, adakah pihak lain yang melakukan pengawasan

pemanfaatan media?

15. Adakah hambatan dalam pemanfaatan media pembelajaran?


16. Adakah keluhan dari guru dalam pemanfaatan media peraga IPA?

17. Apakah media IPA sudah dimanfaatkan secara maksimal?

84

INSTRUMEN PENELITIAN

Panduan Wawancara untuk Siswa

Nama Sekolah :

Alamat Sekolah :

Nama Siswa :

Kelas :

Hari/ tanggal wawancara :

1. Apakah dalam pembelajaran IPA guru selalu menggunakan media?

2. Apakah kamu senang jika dalam pembelajaran IPA menggunakan media?

3. Apa saja media yang pernah digunakan?

4. Apakah kalian ikut aktif dalam menggunakan media?

5. Apakah guru kalian melakukan evaluasi setelah pembelajaran menggunakan

media?

6. Kesulitan apa yang kalian temui pada saat menggunakan media?

7. Setelah menggunakan media apakah kalian lebih memahami pelajaran atau

mengalami kesulitan?
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya agar kegiatan tersebut menjadi sistematis. Untuk
memperoleh data di dalam kegiatan penelitian, seorang peneliti dapat menggunakan
berbagai teknik. Adapun teknik pengumpulan data yaitu teknik tes dan teknik nontes.
Untuk memperoleh data yang diperlukan atau data pendukung PTK, selain
menggunakan observasi guru juga dapat melakukan wawancara, baik kepada siswa,
rekan-rekan guru, staf sekolah lain atau mungkin kepada orang tua siswa. Secara
sederhana, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 1991).
Wawancara mungkin merupakan alat yang paling purba dan paling sering digunakan
manusia untuk memperoleh informasi (Kerlinger, 1993). Wawancara memiliki sifat-
sifat penting yang tidak dipunyai oleh tes-tes pada skala obyektif dan pengamatan
behavioral. Apabila digunakan dengan menggunakan rencana yang tersusun baik,
maka wawancara dapat menghasilkan banyak informasi yang bersifat fleksibel dan
dapat diadaptasi untuk situasi-situasi individual, serta seringkali dipergunakan
bilamana tidak ada metode lain yang dimungkinkan atau memadai. Di dalam
pengumpulan data melalui wawancara, ada dua kegiatan yang sangat mendasar dan
saling terkait, yaitu mengembangkan hubungan baik (rapport) dan mengejar
perolehan informasi. Keduanya penting dan menuntut perhatian khusus peneliti.
Dalam pengumpulan data, jangan sampai terjadi kegiatan yang satu mengorbankan
kegiatan aspek lain. Misalnya, karena peneliti khawatir data yang akan dikumpulkan
tidak lengkap, maka ia mengabaikan aspek-aspek yang berkenaan dengan pembinaan
hubungan yang baik dengan informan dengan maksud agar waktu yang dipergunakan
wawancara dapat dipergunakan secara efektif. Sebaliknya juga tidak boleh terjadi,
lantaran sangat menaruh perhatian didalam pembinaan hubungan yang harmonis
dengan informan, data yang dikumpulkan menjadi sangat sedikit dan tidak lengkap,
karena waktu yang tersedia lebih banyak untuk melakukan sesuatu yang diarahkan
untuk menciptakan hubungan baik tersebut. Oleh sebab itu secara garis besarnya ada
tiga kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan wawancara, yaitu: (1) memulai
wawancara, (2) mengajukan pertanyaan pokok sekaligus perekaman data, dan (3)
mengakhiri wawancara. Kelebihan metode wawancara: Flexibility, Response rate,
Nonverbal behavior, Control over environment, Question order, Spontaneity.
Kekurangan metode wawancara: Time, Inconvenience, Less anonymity, Less
standardized question wording.
DAFTAR PUSTAKA

Tim dosen PGSD. 2017. Bahan Ajar Penelitian Tindakan Kelas. Semarang : PGSD FIP
UNNES (Unit 8, 8-26 8-34)
Izzatulmawa.blogspot.co.id/2014/10/teknik-pengumpulan-data-ptk.html?m=1 Diakses 2 April
2017 Pukul 10.00
http://www.masterjurnal.com/kelebihan-dan-kekurangan-metode-wawancara-dalam-
penelitian/ diakses 2 April 2017 Pukul 10.23

Anda mungkin juga menyukai