Lapsus Kehamilan Ektopik Preop
Lapsus Kehamilan Ektopik Preop
Oleh :
Nanda Rela Qonita 0810710084
Pembimbing :
dr. Karmini Yupono, Sp.An K-AP
PENDAHULUAN
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani,
topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang
semestinya”. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus,
tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis
servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.
Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi
wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik
terganggu merupakan penyebab kematian tertinggi pada kehamilan trimester pertama. Pada KET, hal
yang paling berbahaya adalah terjadinya shock hipovolemik akibat perdarahan yang terjadi dari
pecahnya kehamilan ektopik tersebut. Pada tahun 1970an, 13-17% pasien dengan KET datang ke
pusat kesehatan dengan shock hipovolemik. Pada tahun 1980an, diagnosa awal KET telah
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang
hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan
demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik dan
penyelamatan nyawa pasien termasuk yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu. Untuk itu
Untuk mengetahui tatalaksana pemberian cairan resusitasi pada penderita kehamilan ektopik
Pada penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda dan tenaga medis pada umumnya mengenai tatalaksana pemberian cairan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 DEFINISI
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar
2.1.2 KLASIFIKASI
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu (Gibbs, et
al., 2008);
- Istmus (25%)
- Ampulla (55%)
- Infundibulum (1%)
- Fimbria (17%)
- Divertikulum
- Kornu (1-2%)
- Tanduk rudimenter
3. Ovarium (<1%)
4. Intraligamenter (<1%)
5. Abdominal (1-2%)
- Primer
- Sekunder
Adanya abnormalitas pada morfologi tuba ataupun pada fungsinya dapat menyebabkan adanya
kehamilan ektopik. Pada kehamilan yang normal, ovum dibuahi pada tuba falopii kemudian bergerak
menuju uterus. Sangat diyakini bahwa yang paling berperan menyebabkan kehamilan ektopik adalah
rusaknya mukosa tuba, yang dapat menghalangi jalannya embrio karena adanya jaringan parut.
Kemungkinan yang lain adalah defek kecil pada mukosa menarik embrio untuk berimplantasi
ditempat tersebut. Hal lain yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah disfungsi aktifitas otot
Karena tuba kekurangan lapisan submukosa, ovum yang telah dibuahi cenderung tertanam
pada epitelium dan zigot diam pada dinding muskular dari tuba. Pada permukaan zigot terdapat kapsul
trofoblas yang secara cepat berproliferasi yang menginvasi dinding muskular dari tuba. Pada saat
yang sama, pembuluh darah maternal membuka dan darah mengalir pada daerah sekitar trofoblas atau
diantara trofoblas dan jaringan tambahan. Dinding tuba yang berhubungan dengan zigot hanya bisa
memberikan tahanan ringan terhadap invasi trofoblas, yang secepatnya tertanam didalamnya. Embrio
atau fetus pada kehamilan ektopik biasanya tidak ditemukan ataupun terhambat pertumbuhannya
Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan pars
muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan invasif jaringan
trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang
memungkinkan jaringan konsepsi bertumbuh. Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak
dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu (Gibbs, et al., 2008).
1. kemungkinan terbentuknya jaringan mola berisi darah di dalam tuba, karena aliran darah di
2. kemungkinan "tubal abortion", lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
4. kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat erosi villi
chorialis atau distensi berlebihan tuba - keadaan ini yang umum disebut kehamilan ektopik
Secara umum, estrogen menstimulasi aktifitas mioelektris dari tuba dan progesteron
tuba, yang akan mengahalangi transportasi embrio menuju cavum uteri. Sebaliknya, pada
2.1.4 DIAGNOSIS
Pada kehamilan ektopik belum terganggu kadang menimbulkan kesulitan diagnosis karena
biasanya penderita menyampaikan keluhan yang tidak khas. Yang penting dalam pembuatan
diagnosis kehamilan ektopik adalah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap
a. Nyeri perut, merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu Pada kehamilan
ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras. Rasa nyeri
mungkin unilateral atau bilateral pada abdomen bagian bawah atau pada seluruh abdomen,
atau malahan di abdomen bagian atas. Dengan adanya hemiperitoneum , rasa nyeri akibat
iritasi diafragma bisa dialami pasien. Diperkirakan bahwa serangan nyeri hebat pada ruptura
kehamilan ektopik, ini disebabkan oleh darah yang mengalir ke kavum peritonium.
b. Perdarahan. Gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang
berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinyu dan biasanya berwarna hitam.
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan, tetapi bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi,
mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit,
berwarna coklat gelap dan dapat terputus-putus atau terus menerus. Meskipun perdarahan
daripada kehamilan ektopik, tetapi perdarahan semacam ini bisa terjadi pada kehamilan
tuba.
c. Adanya Amenorea, amenorea sering ditemukan walau hanya pendek sebelum diikuti
perdarahan, malah kadang-kadang tidak amenorea. Tidak ada riwayat haid yang terlambat
bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba dapat disingkirkan. Salah satu sebabnya adalah
karena pasien menganggap perdarahan pervaginam sebagai periode menstruasi yang normal,
d. Keadaan Umum, tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan umum
ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemia. Hb dan hematokrit
e. Perut, pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus.
Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan nyeri tekan,
dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Tanda Cullen dapat terlihat di
sekitar pusat atau linea alba terlihat biru hitam dan lebam.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan kavum Douglas menonjol karena darah yang terkumpul
di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptur bila serviks digerakan akan terasa
nyeri sekali (slinger pain). Douglas crise: nyeri pada penekanan kavum Douglas (DeChenerey, et al.,
2006).
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding ialah: 1) Infeksi pelvik, 2) Abortus iminens
atau abortus inkompletus, dan 3) Torsi kista ovarium, 4) Appendisitis. Biasanya anamnesis, gambaran
klinik, dan beberapa metode pemeriksaan dapat menegakkan diagnosis kehamilan ektopik. Ruptur
korpus luteum dapat menimbulkan gejala yang menyerupai kehamilan ektopik terganggu. Anamesis
yang cermat mengenai siklus haid penderita dapat menduga ruptur korpus luteum. Jika keadaan
mengizinkan dengan laparoskopi dapat diperoleh kepastian apa yang menyebabkan perdarahan
2.1.6 PENATALAKSANAAN
1. Operatif
Penanganan kehamilan ektopik terganggu pada umumnya adalah laparotomi. Namun, harus
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan
salphingostomi atau reanostomosis tuba. Apabila kondisi pasien buruk, misalnya syok, lebih
2. Kemoterapi
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis yang belum pecah pernah dicoba ditangani
Obat yang digunakan adalah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum faktor 0,1 mg/kg IM
methylfolic acid). Methotrexat bekerja mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel
2.1.7 PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari jumlah darah yang keluar, kecepatan menetapkan diagnosis, dan
tindakan yang tepat. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Prognosis juga tergantung dari cepatnya pertolongan, jika
Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita perdarahan adalah mengetahui tanda-
tanda klinisnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendiagnosis syok. Diagnosis awal
didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak-normalan dari sistem peredaran darah yang
mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga menjadi perangkat
Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari penyebab syok, yang
untuk penderita trauma berhubungan dengan mekanisme cedera. Kebanyakan penderita perdarahan
Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat badan.
Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa adalah kira-kira 7% dari berat badan. Dengan
demikian laki-laki yang berat 70 kg, mempunyai volume darah yang beredar kira-kira 5 liter. Bila
penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan berdasarkan berat badan idealnya,
karena bila kalkulasi didasarkan berat badan sebenarnya, hasilnya mungkin jauh di atas volume
sebenarnya. Volume darah anak-anak dihitung 8% sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg) (Parks,
2004).
Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita, 65 – 70 ml/kg berat badan.
Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan
cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang
untuk sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang
dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2 – 4 x volume yang hilang
(Wirjoatmodjo, 2000).
Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria dari American College of
Surgeon. Dalam waktu 30 sampai 60 menit susudah infusi, cairan Ringer Laktat akan meresap keluar
vaskular menuju interstitial. Demikian sampai terjadi keseimbangan baru antara Volume
Plasma/Intravascular Fluid (IVF) dan Interstitial Fluid (ISF). Ekspansi ISF ini merupakan interstitial
edema yang tidak berbahaya. Bahaya edema paru dan edema otak dapat terjadi jika semula organ-
organ tersebut telah terkena trauma. 24 jam kemudian akan terjadi diuresis spontan. Jika keadaan
terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan furosemid setelah transfusi diberikan
(Wirjoatmodjo, 2000).
Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk
menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau hanya menaikkan
volume intravaskular saja cukup dengan koloid atau kristaloid. Indikasi transfusi darah antara lain
Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 30%. Pada orang tua, kelainan paru,
Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan
terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau
frekuensi pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak
perlu diganti. Pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah
dalam 24 jam. Namun, bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini
dapat mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan untuk mengganti kehilangan primer,
nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam komponen diastolik karena bertambahnya
katekolamin yang beredar. Zat inotropik ini menghasilkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh
darah perifer. Tekanan sistolik hanya berubah sedikit pada syok yang dini karena itu penting untuk
lebih mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang lain yang
akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi perubahan sistem syaraf sentral yang tidak
jelas seperti cemas, ketakutan atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan
kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh. Aliran air kencing biasanya 20-
30 ml/jam untuk orang dewasa. Kehilangan cairan tambahan dapat memperberat manifestasi klinis
Akibat kehilangan darah sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir selalu
menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan takipnue yang jelas,
perubahan penting dalam status mental, dan penurunan tekanan darah sistolik. Dalam keadaan yang
tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan
sistolik menurun. Penderita dengan kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan tranfusi
darah. Keputusan untuk memberi tranfusi darah didasarkan atas respons penderita terhadap resusitasi
cairan semula dan perfusi dan oksigenisasi organ yang adekuat (Parks, 2004).
Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-gejalanya meliputi
takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistoluk yang cukup besar, dan tekanan nadi yang
sangat sempit. Produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran jelas menurun. Pada kulit terlihat pucat
dan teraba dingin. Penderita ini sering kali memerlukan tranfusi cepat dan intervensi pembedahan
segera. Kehilangan lebih dari 50% volume darah penderita mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan
Pasien pre operatif biasanya akan dipuasakan selama waktu tertentu. Pada pasien dewasa
umumnya puasa dilakukan selama 6-8 jam pre operasi, untuk anak kecil selama 4-6 jam, dan 3-4 jam
pada bayi. Makanan tidak berlemak masih diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi dimulai.
Minuman bening atau teh manis masih diperbolehkan sampai 3 jam sebelum induksi, sedangakan
untuk keperluan minum obat diperbolehkan minum air putih dalam jumlah yang terbatas 1 jam
Terapi cairan preoperatif juga termasuk penggantian defisit cairan selama puasa tersebut. Hal
ini dikarenkan pada pasien yang puasa atau tidak mendapatkan intake oral, defisit cairan dan elektrolit
bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat, dan
insensible losses yang terus-menerus dari paru dan kulit. Untuk menggantikan defisit cairan selama
puasa tersebut dibutuhkan cairan maintenance yang dapat diperkirakan dari formula Holiday Segar
10 kg pertama 4
10 kg kedua 2
Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk diagnosis
syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal,
tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang
kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberikan informasi tentang
perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal. Produksi
urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang cukup, bila tidak dimodifikasi
oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu dari pemantauan utama
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah ginjal.
Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam
pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam untuk bayi (di bawah umur 1
tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini
menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian volume dan
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Swasta
Berat Badan : 40 kg
A (Alergy)
Tidak terdapat riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan. Tidak ada riwayat asthma, atopi,
M (Medication)
Tidak didapatkan riwayat hipertens, dabetes mellitus, mengorok saat tidur, kejang, nyeri dada,
maupun keterbatasan aktifitas akiat sesak. Riwayat anestesi sebelumnya belum ada. Pasien tidak
merokok maupun mengonsumsi minuman beralkohol. Keadaan psikis pasien: kesan tenang
L (Last Meal)
E (Elicit History)
Pasien mengeluhkan nyeri seluruh perut dan keluar flek-flek dari jalan lahir sejak pukul 13.00
namun tetap di rumah. Pukul 18.00, nyeri semakin bertambah dan pasien memeriksaan diri ke dokter
spesialis obstetri dan ginekologi. Selanjutnya dilakukan USG dan didapatkan hasil kehamilan di luar
kandungan. Pasien mengetahui bahwa dirinya hamil sejak telat haid 1 bulan yang lalu (25 Juni 2013)
dengan tes kencing sendiri. Pasien belum mendapat terapi apapun dari dokter SpOG tersebut.
B1 (Breathing)
Airway paten, nafas spontan, RR 26x/menit, Saturasi O2 99% dengan NRBM 10lpm
− − − −
Rhonki − −, Wheezing − −
− − − −
Buka mulut >3 jari, mallampati 1, gigi palsu (-), maloklusi rahang (-)
B2 (Blood)
Akral dingin, pucat, dan kering. Nadi 110x/menit, regular, kuat, CRT <2”, TD 100/70
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
Produksi urine (+), kateter (+)
produksi urine inisial 100cc, produksi urine selanjutnya 125cc/3,5 jam atau sebanyak
B5 (Bowel)
Slightly distended, BU (+) Normal, nyeri tekan (+) di seluruh lapangan abdomen
B6 (Bone)
− − − − + +
Edema − −, sianosis − −, anemis + +
3.3.1 USG
Berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang, maka pasien ini
Assesment
o Aktual: KET
Planning
- O2 10 lpm NRBM
- IVFD RL 4000 mL
- Cek DL dan FH
- Premedikasi :
PEMBAHASAN
Penanganan awal terhadap pasien ini adalah melakukan penilaian preoperatif melalui
Anamnesa terhadap pasien menggunakan metode AMPLE yaitu menanyakan tentang riwayat
alergi, riwayat medikasi, riwayat penyakit sebelumnya (past medical history), riwayat makan terakhir
(last meal), kejadian yang dialami oleh pasien (event). Pada kunjungan preoperatif pada tanggal 5 juli
2013 kepada pasien ini, didapatkan bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan
dan makanan. Pasien tidak memilki riwayat asthma, atopi, maupun riwayat alergi pada keluarga.
Pasien tidak sedang menjalani pengobatan apapun dan tidak memiliki riwayat hipertensi, dabetes
mellitus, mengorok saat tidur, kejang, nyeri dada, maupun keterbatasan aktifitas akibat sesak. Riwayat
anestesi sebelumnya belum ada. Pasien tidak merokok maupun mengonsumsi minuman beralkohol.
Pasien mengeluhkan nyeri seluruh perut dan keluar flek-flek dari jalan lahir sejak pukul 13.00
WIB namun tetap di rumah. Pukul 18.00 WIB, nyeri semakin bertambah dan pasien memeriksaan diri
ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Selanjutnya dilakukan USG dan didapatkan hasil
kehamilan di luar kandungan. Pasien mengetahui bahwa dirinya hamil sejak telat haid 1 bulan yang
lalu (25 Juni 2013) dengan tes kencing sendiri. Pasien belum mendapat terapi apapun dari dokter
SpOG tersebut. Pasien datang ke UGD RSSA pada pukul 19.00 WIB.
B1 (Breathing)
Airway paten, nafas spontan, RR 26x/menit, Saturasi O2 99% dengan NRBM 10 liter per
menit
− − − −
Rhonki − − , Wheezing − −
− − − −
Buka mulut >3 jari, mallampati 1, gigi palsu (-), maloklusi rahang (-)
Leher gemuk (-), gerak leher bebas
B2 (Blood)
Akral dingin, pucat, dan kering. Nadi 110x/menit, regular, kuat, CRT <2”, TD 100/70
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
produksi urine inisial 100cc, produksi urine selanjutnya 125cc/3,5 jam atau sebanyak
B5 (Bowel)
Slightly distended, BU (+) Normal, nyeri tekan (+) di seluruh lapangan abdomen
B6 (Bone)
− − − − + +
Edema − −, sianosis − −, anemis + +
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini dikerjakan untuk memastikan diagnosa pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah USG. Dari hasil USG didapatkan data yang sesuai
dengan gambaran KET dengan adanya cairan bebas sekitar 1000cc suspek hemoperitonium.
Sedangkan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan hitung darah lengkap dan faal hemostasis belum
bahwa pasien diklasifikasikan dengan ASA 3 dengan KET tanpa hasil laboratorium.
Pasien dengan KET pada umumnya mengalami perdarahan yang hebat di intraperitoneumnya.
Perdarahan tidak selalu bisa keluar melalui jalan lahir. Pada pasien ini, perdarahan yang keluar
melalui jalan lahir hanya berupa flek-flek saja, namun kondisi tanda-tanda vital pasien mulai
menunjukkan tanda-tanda shock seperti peningkatan nadi dan laju pernafasan. Dengan demikian, pada
maupun pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesa bisa membantu menilai status mental pasien.
Pemeriksaan fisik bisa digunakan untuk menilai denyut nadi, tekanan darah, capilary refill time, laju
pernafasan, keluaran urine dari pasien, serta status mental pasien. Dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik tersebut maka kondisi pasien bisa diklasifikasikan dalam perdarahan derajat 1, 2, 3 atau derajat
4. Selanjutnya dari klasifikasi tersebut bisa diperkirakan berapa persen perdarahan pada pasien,
Pemeriksaan penunjang seperti USG yang dikerjakan pada pasien digunakan untuk
memastikan diagnosis dan memperkirakan secara visual perdarahan yang terjadi pada pasien. Namun
diagnosis atau klasifikasi perdarahan harus dikerjakan sesegera mungkin, dan harus segera dilakukan
penanganan awal, sehingga cukup ditentukan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik (B1 sampai
B6).
Gejala klinis pada pasien ini antara lain adalah meningkatnya denyut nadi menjadi
110x/menit, peningkatan laju pernafasan menjadi 26x/menit, serta akral pasien yang mulai dingin dan
pucat. Sedangkan tekanan darah, tekanan nadi, status mental, dan produksi urine pasien masih dalam
batas normal. Maka dapat diperkirakan bahwa pasien ini mengalami perdarahan derajat 2 atau sebesar
Estimated blood volume untuk pasien dewasa adalah 65cc/kgBB. Sehingga pada pasien ini
Perdarahan pada pasien diperkirakan adalah derajat 2 atau 15 – 30% dari EBV. Maka, jumlah
Hingga
Untuk mengganti jumlah perdarahan pada perdarahan derajat 1 dan derajat 2 bisa digunakan
cairan kristaloid sebanyak 3-4 kali volume perdarahan. Pada pasien ini diperkirakan perdarahannya
sebesar 390 cc s.d 780 cc tersebut maka perlu digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 1170 cc
Selain jumlah perdarahan yang banyak, jam makan dan minum terakhir pasien adalah pukul
07.00 WIB atau telah berpuasa selama 15,5 jam sebelum operasi dimulai pada pukul 22.30. Karena itu
dibutuhkan rehidrasi untuk menggantikan cairan pasien selama berpuasa sebesar cairan maintenance
yang diperlukan. Cairan maintenance bisa dihitung dengan menggunakan rumus Holiday Segar
10 x 4 = 40 mL
10 x 2 = 20 mL
20 x 1 = 20 mL
Total: 80 mL/jam
Pasien berpuasa selama 15,5 jam sehingga diperlukan 15,5 x 80 cc = 1240 cc cairan.
Dengan demikian, maka total cairan yang dibutuhkan pasien ini selama preoperatif adalah
cairan untuk mengganti perdarahannya (3120 cc) ditambah dengan jumlah kebutuhan maintenance
pasien selama puasa (1240 cc). Jumlah total cairan tersebut adalah sejumlah 4360 cc.
Selama pre operasi, pasien mendapat cairan sebanyak 4000cc kristaloid, Setelah mendapat
cairan tersebut, tanda vital pasien mengalami perbaikan. Laju pernafasan pasien turun dari 26x/menit
menjadi 22x/menit. Tekanan darah pasien meningkat dari 100/70 mmHg menjadi 144/73 mmHg.
Nadi pasien turun dari 110 kali/menit menjadi 90x/menit. Produksi urine, capillary refill time, serta
status mental pasien dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sirkulasi pasien telah
membaik dan bisa dinaikkan ke meja operasi. Sedangkan sisa cairan maintenance pasien sebanyak
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat
menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut, salah satunya yaitu perdarahan. Perdarahan
terjadi baik sebelum operasi maupun saat operasi karena penatalaksanaan pada pasien kehamilan
ektopik adalah operasi laparotomi. Oleh karena itu resusitasi pada pasien kehamilan ektopik
terganggu sangat penting. Pemberian cairan resusitasi pada pasien kehamilan ektopik terganggu
diberikan saat di pre-operasi, perioperatif dan postoperatif. Pemberian cairan preoperatif diberikan
berdasarkan klasifikasi perdarahan yang dialami pasien serta perkiraan jumlah perdarahannya
berdasarkan kondisi tanda vital pasien. Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi
(puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah
sebelum induksi. Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan
dasar pasien. Selanjutnya dilakukan monitoring resusitasi cairan menggunakan produksi urin dari
pasien, sesuai yang telah disebutkan di atas bahwa produksi urin dijaga tetap dengan volume 0.5 - 1
mL/kg/jam.
Bibliography
Arif, M., a, a, a, a, a, et al. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed. Philadelphia: Lippincot
williams and wilkins; 2006: 74-97.
DeChenerey, A., a, a, a, a, a, et al. (2006). Current Diagnosis and Treatment in Obstetrics and
Gynecology. New York: McGraw-Hill's.
Gibbs, R., a, a, a, a, a, et al. (2008). Danforth's Obstetrics and Gynecology. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby;
2005.p3-227
Latief, S., a, a, a, a, a, et al. (2002). Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Parks, S. (2004). Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors. Jakarta: Ikatan Ahli Bedah
Indonesia.