Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA DI RUANG SAKURA


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Medikal

oleh :

Afan Dwi Anwar, S.Kep


NIM 132311101044

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

A. Konsep Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi dan Fisiologi
Paru merupakan organ yang elastis dan terletak di dalam rongga dada
bagian atas, bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk, dan bagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru terdiri dari dua bagian yang
dipisahkan oleh mediastinum yang berisi jantung dan pembuluh darah. Paru kanan
mempunyai tiga lobus yang dipisahkan oleh fissura obliqus dan horizontal
sedangkan paru kiri hanya mempunyai dua lobus yang dipisahkan oleh fissura
obliqus. Setiap lobus paru memiliki bronkus lobusnya masing-masing. Paru kanan
mempunyai sepuluh segmen paru, sedangkan paru kiri mempunyai sembilan
segmen (Guyton, 2008 dalam Widayat, 2014).
Paru diselubungi oleh lapisan tipis kontinyu yang mengandung kolagen dan
jaringan elastis, dikenal sebagai pleura visceralis, sedangkan lapisan yang
menyelubungi rongga dada dikenal sebagai pleura parietalis. Di antara kedua
pleura terdapat cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua
permukaan pleura bergerak selama bernafas dan untuk mencegah pemisahan
thoraks dan paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan
atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga
berfungsi menyelubungi struktur yang melewati hilus keluar masuk dari paru
(Faiz, 2004 dalam Widayat, 2014).
Gambar 1. Anatomi Sistem Respirasi Manusia
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
1) Hidung
Udara yang masuk ke hidung disaring, dihangatkan dan dilembapkan
oleh mukosa respirasi yang terdiri dari epitel torak bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan
dibawahnya yang kaya akan pembuluh darah sehingga udara yang masuk ke
faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan
kelembapannya mencapai 100%.
2) Faring
Faring adalah bilik yang membagi saluran pernapasan dan saluran
pencernaan. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a) Nasofaring
Nasofaring hanya merupakan tempat jalannya udara, bukan untuk
makanan sehingga selama proses menelan, nasofaring ditutup oleh
uvula.
b) Orofaring
Orofaring terdapat di belakang mulut sebagai jalan dari udara dan
juga makanan.
c) Laringofaring
Laringofaring merupakan jalan dari udara maupun makanan. Bagian
depan dari laringofaring terhubung dengan laring dan bagian belakang
terhubung dengan esofagus.
3) Laring
Laring terletak diantara faring dan trakea yang berfungsi sebagai
kotak suara dan jalannya udara. Laring dibentuk oleh kartilago-
kartilago yaitu:
(1) Tiroid, membentuk dinding anterior dan lateral dari laring.
(2) Kortikoid, membentuk bagian posterior dari laring.
(3) Epiglotis. Epiglotis akan bergerak ke atas bila hanya terdapat udara
yang masuk, namun akan bergerak ke bawah bila seseorang
menelan. Itu dilakukan untuk menjaga makanan dan cairan tidak
masuk ke saluran pernapasan. Reflek batuk akan terjadi bila
makanan masuk ke saluran pernapasan.
(4) Arytenoid dan Corniculate. Arytenoid dan corniculate mempunyai
fungsi untuk membuka dan menutup glotis serta memproduksi suara.
(5) Cuneiform
4) Trakea
Trakea dibentuk oleh kartilago berbentuk huruf C di bagian depan
dan di bagian belakang dibentuk oleh membran sehingga bentuknya
tetap namun fleksibel. Trakea berfungsi untuk membantu mengeluarkan
iritan selama batuk dan bersin. Tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kanan dan kiri dikenal sebagai karina, yang
banyak memiliki syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang.
5) Bronkus

Gambar 2. Anatomi Bronkus


Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar. Sebaliknya bronkus kiri lebih
panjang, dan lebih sempit. Bronkus kiri dan kanan bercabang menjadi bronkus
lobaris lalu bercabang lagi menjadi brokus segmentalis dan akhirnya bercabang
menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara kecil yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan tetapi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah.
6) Alveolus
Bronkiolus terminalis merupakan asinus yaitu unit fungsional paru-
paru yang menjadi tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari:
a) Bronkiolus respiratorius. Terkadang memiliki alveoli pada
dindingnya.
b) Duktus alveolaris seluruhnya dilapisi oleh alveoli
c) Sakus alveolus terminalis merupakan struktur akhir paru paru.
Dalam setiap paru-paru terdapat 300 juta alveolus dengan luas
sebuah lapangan tenis yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas
(sel tipe I) Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang menghasilkan
surfaktan (sel tipe II) untuk mengurangi tegangan permualaan,
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi
dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Di dalam
alveolus terjadi proses membunuh kuman kuman yang dilakukan
oleh sel makrofag. Alveolus dipisahkan dari alveolus didekatnya
oleh dinding tipis yang disebut septum. Lubang kecil pada dinding
ini disebut pori-pori kohn, yang memungkinkan komunikasi antara
sakus alveolus terminalis.

Gambar 3. Anatomi alveoli


7) Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa=alveoli). Gelembung-
gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan
inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi 2
yaitu:
a) Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo
dekstra superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus.
b) Paru-paru kiri, terdiri dari lobus superior dan lobus inferior. Tiap-
tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama
segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 buah
segment pada lobus superior, dan 5 buah segment pada inferior.
Paru- paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior; 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah
segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Gambar 4. Anatomi Lobus Paru


Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan
tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu
hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler
darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar
melalui hidung dan mulut.
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2008 dalam Widayat, 2014). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas
antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan
karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme
seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan
karbon dioksida tersebut. Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung gelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut
dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis. Untuk melaksanakan
fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar
(Guyton, 2008 dalam Widayat, 2014), yaitu:
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel
d. Pengaturan ventilasi
2. Sistem Pertahanan Paru
Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai
kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh.
Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai
pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang
penting pada paru-paru dibagi atas (Pearce, 2013) :
1) Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
a) Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
b) Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru
c) Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat
pula di keluarkan bersama sekresi.
2) Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan
digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam
mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas
permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi,
baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.
3) Sekresi Humoral Lokal
Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
a) Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
b) Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat
bakteriostatik
c) Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan
dalam membunuh virus.
d) Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah
terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya
infeksi paru yang berulang.
4) Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan
kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate
monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim
dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
a) Gerakan mukosiliar.
b) Faktor humoral lokal.
c) Reaksi sel.
d) Virulensi dari kuman yang masuk.
e) Reaksi imunologis yang terjadi.
f) Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru,
seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.
B. Konsep Pneumonia
1. Definisi
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat (perembesan cairan).
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam sebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ( Kapita
Selekta Kedokteran edisi kedua)(Price, 1995).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran
gas setempat. (Zul, 2001).

Gambar 5. Gambaran pneumoni dan paru normal

2. Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian
bayi baru lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak balita meninggal
setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa sampai dengan 1
juta ini (vaksin dicegah) kematian yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus''''pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di
negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun
dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia individu, bagaimanapun, berada pada
risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait. Karena beban yang sangat
tinggi penyakit di negara berkembang dan karena kesadaran yang relatif rendah
dari penyakit di negara-negara industri, komunitas kesehatan dunia telah
menyatakan untuk 2 November Hari Pneumonia Dunia, sehari untuk warga yang
prihatin dan pembuat kebijakan untuk mengambil tindakan terhadap penyakit.
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang
terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak balita).
Pneumonia disebut sebagai pembunuh nomer satu di dunia karena hampir satu
dari lima anak balita meninggal dan lebih dari 2 juta anak di negara berkembang
meninggal setiap tahunnya. Pneumonia di negara berkembang disebut penyakit
yang terabaikan (the neglegted disease) atau penyakit yang terlupakan (the
forgotten disease) karena begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia
tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan terhadap masalah pneumonia
(Soemirat, 2010 dalam Widayat A, 2014).

3. Etiologi
Penyebab utama pneumonia adalah bakterial dan atipikal. Pneumonia
bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai konsolidasi,
kebanyakan disebabkan oleh bakteri Pneumonia pneumococcus (Soemantri, 2007
dalam Widayat A. 2014). Menurut WHO (2014) penyebab pneumonia kedua
setelah Pneumonia pneumococcus adalah Haemophilus influenzae tipe B (HIB),
kemudian pada bayi yang terinfeksi HIV penyebabnya adalah Pneumocystis
jiroveci.
Penyebab pneumonia yaitu sebagai berikut.
1) Bakteri
a) Gram positif: Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal Pneumonia),
Staphylococcus Aureus.
b) Gram negatif: Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa,
Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
c) Anaerobik: Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides
Species.
d) Atipikal: Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
2) Virus: Influenza, Parainfluenza, Adenovirus.
3) Jamur: Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis,
Coccidioidomycosis.
4) Aspirasi: Makanan, cairan, muntah.
5) Inhalasi: Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum,
Berillium, uap air raksa), rokok, debu dan gas.
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita
(WHO, 2014).
Terjadinya pneumonia dapat didukung dengan faktor predisposisi, seperti:
a. Kebiasaan merokok
b. Pasca infeksi virus
c. penyakit jantung kronik
d. DM
e. Status imunodefisiensi
f. Kelainan atau kelemahan struktur organ dada
g. Penurunan kesadaran.
h. Tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator.
i. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo
j. Penggunaan antibiotic, dan obat suntik IV
k. Keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram
negative.

4. Klasifikasi
Menurut Departemen Kesehatan RI, pneumonia diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Pneumonia berat
b. Peumonia ringan
c. Bukan pneumonia (penyakit paru lain) (Kemenkes, 2010 dalam
Pamungkas 2012).
Sedangkan pada panduan persatuan dokter paru indonesia (2003),
pneumonia diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1) Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia)
2) Pneumonia nosokomial (Hospital Acqiured Pneumonia / Nosocomial
Pneumonia)
3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised
b. Berdasarkan bakteri penyebab
1) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
2) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
3) Pneumonia virus
4) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
c. Berdasarkan predileksi infeksi
1) Pneumonia lobaris, Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya :
pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
2) Bronkopneumonia, Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
3) Pneumonia interstisial (PDPI, 2003 dalam Widayat, 2014).

5. Patofisiologi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Pneumonia dapat terjadi akibat
menghirup bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke
paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya
di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan
dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-
batuk atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga
gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut
keluar pada saat itu terjadi proses peradangan. Lobus bagian bawah paru-paru
paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang
berurutan (Price & Wilson, 2005 dalam Marni. 2014).
a. Kongesti (24 jam pertama)
Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke
dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit
dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai
konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula.
Akibat dari masuknya mukus ke dalam alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga
terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan
timbulnya nyeri pleuritik. Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan
menyebabkan konsolidasu di alveoli yang kemudian menyebabkan terjadi
comience paru menurun sehingga supai oksigen menurun yang menimbulkan
terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
akan menyebabkan peningkatan suhu sehingga muncul masalah keperawatan
hipertermi. Penumpukan sekret akan terakumulasi di jalan nafas sehingga timbul
masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif. Jika sputum masuk ke lambung
akan terjadi peningkatan asam basa yang dapat menimbulkan mual dan muntah.

6. Manifestasi Klinis
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :
1) Batuk nonproduktif
2) Ingus (nasal discharge)
3) Suara napas lemah
4) Penggunaan otot bantu napas
5) Demam
6) Cyanosis (kebiru-biruan)
7) Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
8) Sakit kepala
9) Kekakuan dan nyeri otot
10) Sesak napas
11) Menggigil
12) Berkeringat
13) Lelah
14) Terkadang kulit menjadi lembab
15) Mual dan muntah

7. Komplikasi
Menurut Fauci (2012) komplikasi yang sering terjadi menyertai pneumonia
adalah sebagai berikut.
a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan
b. bakteriemi.
c. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung,
d. emboli paru dan infark miokard akut.
e. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)
f. Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial
g. Sepsis
h. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
i. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
j. Abses paru
k. Efusi pleura

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat
juga menunjukkan multiple abses/infiltat, empiema (Staphylococcus);
penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran/extensive
nodul infiltrat (sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray
mungkin bersih.

Gambar 6. Perbedaan X-Ray Paru Normal dan Paru dengan Pneumonia


b. Analisis Gas Darah dan Pulse Oximetry
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan
organisme penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan,
seperti Diplococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, A. Hemolytic
streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
d. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count – CBC)
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih
(white blood count-WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f. LED meningkat
g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar): tekanan saluran
udara meningkat dan kapasistas pemenuhan udara menurun, hiposekmia.
h. Elektrolit
Sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin mungkin meningkat.

9. Penatalaksanaan
Menurut Somantri (2007) penatalaksanaan medis umum yang diberikan
pada penderita pneumonia adalah:
a. Farmakoterapi:
1. Antibiotik (diberikan secara intravena)
2. Ekspektoran
3. Antipiretik
4. Analgetik
b. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
c. Fisioterapi dada dengan drainase postural
Menurut Baughman (2000) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
klien dengan pneumonia, yaitu :
A. Penisilin 50.000 IU/ kg BB/ hari ditambah kloramfenikol 50 – 70 mg/
kg BB/ hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas
seperti ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 –
5 hari.
B. Pemberian oksigen dan cairan intravena; biasanya diperlukan campuran
glukose 5 % dan NaCL 0,9 % dengan perbandingan 3 : 1 ditambah larutan
KCL 10 mEq/ 500 ml/ botol infus.
C. Clinical Pathway
Jamur, bakteri, virus

Inhalasi/penyebaran sirkulasi

Masuk paru-paru (alveoli)


Dengan didukung faktor: perokok Proses peradangan pada
berat, diabetes, imunodefisiensi, parenkim
pengidap AIDS, kurang gizi
Pneumonia

Pelepasan mediator kimia histamin,


bradikinin, prostaglandin

Eksudat menumpuk pada alveoli Nyeri pleuritik Suhu tubuh Edema paru Terbentuk jaringan parut

Akumulasi sekret Retensi Mukus Nyeri akut Demam Komplikasi efusi pleura Konsolidasi paru
di bronkus

Ketidakefektifan Hipertermi Sesak nafas Gangguan


Bau mulut tidak bersihan jalan Pertukaran
sedap, perasaan tidak napas Ketidakefektifan Gas
enak di tenggorokan Hipoksia
pola napas

hiperventilasi Penurunan O2 ke jaringan


Anoreksia Ketidakseimbangan Perubahan status
Nutrisi : Kurang dari kesehatan
Kebutuhan Tubuh ketidakefektifan
perfusi jaringan
Defisit pengetahuan Kurang pajanan Ansietas
perifer
terhadap informasi
kelelahan

Intoleransi Aktivitas

Ketidakmampuan merawat diri

Deficit perawatan diri


Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan, meliputi:
a. Anamnesa
1) Identitas
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit, dan diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.
b) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan
batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi
batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-
hijauan, dan seringkali berbau busuk.
c) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang dapat menjadi factor utama terjadinya pneumonia seperti
penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus,
imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya
influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi (Misnadirly,
2008).
d) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit degeneratif.
b. Pemeriksaan pola fungsi kesehatan
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.
(1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya
ketidaksimetrisan pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan
lapang paru untuk menentukan letak gangguan di paru sebelah mana.
Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada
pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada lobus paru
sebelah mana.
(2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas
darah menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan
dengan adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh.
(3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan
GCS, refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau
bakteri di dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem
saraf pusat.
(4) B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi
adanya penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah
atau syok hipovolemik.
(5) B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses
normal atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan
anoreksia.
(6) B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
pada bronkus
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoksia
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan saturasi O2
e. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
f. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
anoreksia
g. Hipertermia berhubungan dengan invasi organisme penginfeksi
h. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
i. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan dengan informasi
penyakit
j. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
k. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tidak mampu melakukan perawatan
diri
3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas Definisi : kelebihan atau defisit oksigenasi dan/ atau eliminasi karbondioksida pada
membran alveolar-kapiler
Secara
Jarang Kadang- Sering
Tidak pernah konsisten
menunjukk kadang menunjukka
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menunjukkan menunjukka
an menunjukkan n
n
1 2 3 4 5
0411 041102 Tingkat pernapasan

041103 Irama pernapasan

041104 Kedalaman pernapasan


PaO2 (tekanan parsial oksigen
Respon 041109
dalam darah arteri)
ventilasi
mekanik : PaCO2 (tekanan parsial karbon
041110
dewasa dioksida dalam darah arteri)
041111 Arteri pH

041112 Saturasi O2
Perfusi jaringan perifer
041113
0402 Status PaO2 (tekanan parsial oksigen
040208
pernafasan : dalam darah arteri)
pertukaran gas PaCO2 (tekanan parsial karbon
040209
dioksida dalam darah arteri)
040210 Arteri pH
040211 Saturasi oksigen
040212 Tidal karbon dioksida akhir
040213 Hasil rontgen dada
Ketidakseimbangan ventilasi
040214
dan perfusi
No. NIC Intervensi Rasional
0180 Manajemen 1. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami 1. mengetahui yang dirasakan
energi 2. Tentukan persepsi pasien/orang terdekat dengan pasien mengenai penyebab kelelahan pasien
3. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologi maupun non farmakologi, 2. mengetahui tingkat
dengan tepat kepahaman pasien
4. Monitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien 3. tindakan yang sesuai dengan
5. Batasi jumlah dan gangguan pengunjung, dengan tepat keadaan pasien
6. Instruksikan pasien/ orang terdekat untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan yang memerlukan 4. mengetahui durasi tidur
pengurangan aktivitas pasien
7. Ajarkan pasien/ orang terdekat untuk menghubungi tenaga kesehatan jika tanda dan gejala kelelahan 5. agar waktu istirahat pasien
tidak berkurang tidak terganggu
6. meningkatkan pengetahuan
agar keadaan pasien lebih
terpantau
7. mendapat penanganan
dengan cepat dan tepat
3350 Monitor 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas 1. mengetahui keadaan
pernafasan 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu perafasan, dan retraksi keadaan vital nafas pasien
pada otot supraclaviculas dan intercosta 2.memonitor abnormalitas
3. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi pernafasan pasien
4. Monitor pola nafas (bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, 3. memonitor suara nafas
apneustik, resirasi biot, dan pola ataxic) pasien
5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan 4. memantau agar tidak terjadi
protokol yang ada keabnormalan pola nafas
6. Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan, dan kekurangan udara pada pasien pasien
7. Catat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akhir CO2, dan perubahan nilai analisa gas darah 5. memantau tingkat O2 pasien
dengan tepat 6. menjaga pasien tetap dalam
keadaan stabil
7. memonitor setiap perubahan
dari pasien untuk dilakukan
tindakan selanjutnya
6680 Monitor tanda- 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat 1. mengetahui keadaan vital
tanda vital 2. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan dari pasien
3. Monitor keberadaan dan kualitas nadi 2. mengetahui reaksi setelah
4. Monitor irama dan tekanan jantung pasien minum obat
5. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban 3. mengetahui kestabilan nadi
6. Monitor sianosis sentral dan perifer pasien
4. mengetahui irama dan
tekanan jantung pasien dengan
tepat
5. mngetahui keadaan hidrasi
dan suhu dari pasien
6. mengetahui oksigen pasien
kurang atau tidak
2. Ketidaefektifan bersihan jalan nafas (00031) Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas
Deviasi Deviasi Deviasi Tidak ada
Deviasi berat
cukup berat sedang dari ringan dari deviasi berat
No.Indika dari kisaran
No. NOC Kriteria Hasil dari kisaran kisaran kisaran dari kisaran
tor normal
normal normal normal normal
1 2 3 4 5
0410 Status 041004 Frekuensi pernafasan
pernafasan :
041005 Irama pernafasan
kepatenan jalan
nafass 041017 Kedalaman inspirasi
Kemampuan untuk
041012
mengeluarkan sekret
Sangat berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
041002 Ansietas

041007 Suara nafas tambahan

041013 Pernafasan cuping hidung


041015 Dipsnea saat istirahat
Dipsnea dengan aktivitas
041016
ringan
Penggunaan otot bantu
041018
pernafasan
041019 Batuk

041020 Akumulasi sputum

Deviasi Deviasi Deviasi Tidak ada


Deviasi berat
cukup berat sedang dari ringan dari deviasi berat
dari kisaran
dari kisaran kisaran kisaran dari kisaran
normal
normal normal normal normal
1 2 3 4 5
0403 Status 040301 Frekuensi pernafasan
pernafasan :
040302 Irama pernafasan
ventilasi
040303 Kedalaman inspirasi

040318 Suara perkusi nafas

040324 Volume tidal

040325 Kapasitas vital

040326 Hasil rontgen dada

040327 Tes faal paru

Sangat berat Berat Cukup Ringan Tidak ada


Penggunaan otot bantu
040309
pernafasan
040310 Suara nafas tambahan

040311 Retraksi dinding dada


Pernafasan dengan bibir
040312
mengerucut
040313 Dipsnea saat istirahat

040314 Dipsnea saat latihan

040315 Orthopnea

040317 Taktil fremitus


Pengembangan dinding dada
040329
tidak simetris
040330 Gangguan vokalisasi

040331 Akumulasi sputum

040332 Gangguan ekspirasi


Gangguan suara saat
040333
auskultasi
040334 Atelektasis
No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 1. dengan semifowler
jalan nafas 2. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan nafas 2. mengidentifikasi kebutuhan alat
3. Lakukan fisioterapi dada bantu untuk pernafasan pasien
4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, dan batuk 3. mengencerkan sekret
5. Instruksikan bagaimana agar dapat melakukan batuk efektif 4. memudahkan mengeluarkan
6. Kelola pemberian bronkodilator sekret
7. Monitor status pernafasan dan oksigenasi 5. membantu mengeluarkan sekret
dengan baik
6. mengencerkan sekret
7. memantau keadaan pernafasan
pasien
3302 Manajemen 1. Monitor perkembangan pasien sesuai dengan pengaturan ventilator non infasif 1. mengetahui perkembagan keadaan
ventilasi 2. Monitor klien dan kesesuaian ventilator dengan suara nafas pasien pasien
mekanik: non 3. Monitor kerusakan mukosa mulut, nasal, trakea, atau jaringan laring 2. mengetahui keabnormalan suara
invasif 4. Tempatkan pasien pada posisi semi fowler nafas pasien
5. Lakukan fisioterapi dada yang tepat 3. mengetahui keadaan saluran
pernafasan pasien
4. memudahkan pasien dalam
bernafas dengan nyaman
5. mengencerkan sekret

Tidak Kadang – Secara


Jarang Sering
No. pernah kadang konsisten
No. NOC Kriteria Hasil menunjukkan menunjukkan
indikator menunjukan menunjukkan menunjukkan

1 2 3 4 5
3103 Manajemen 310301 Menerima diagnosis
diri: penyakit
Mencari informasi tentang
paru obstruktif
310302 cara mencegah kemajuan
kronik
penyakit
Mencari informasi tentang
310303
cara mencegah komplikasi
Berpartisipasi dalam
310304 pengambilan keputusan
kesehatan
Menjalankan aturan
310305
pengobatan setiap resep
Berpartisipasi dalam
310307
rehabilitasi paru
Memantau denyut dan
310308
irama nadi
Memantau kecepatan dan
310309
irama nafas
310310 Memantau suhu tubuh
Memantau saturasi
310311
oksigen
310314 Memantau pemicu gejala
Memantau frekuensi
310317
gejala
Memantau efek terapi
310324
obat
Menggunakan teeknik
310333
relaksasi
Tidak
Jarang Kadang – Sering Dilakukan
No. pernah
No. NOC Kriteria Hasil dilakukan kadang dilakukan dilakukan secara konsisten
indikator dilakukan
1 2 3 4 5
1918 Pencegahan Mengidentifikasi faktor –
191801
Aspirasi faktor risiko
Menghindari faktor – faktor
191802
risiko
Mempertahankan
191809
kebersihan mulut
Memposisikan tubuh untuk
191803 tetap tegak ketika makan
dan minum
Memposisikan tubuh miring
191805
ketika makan dan minum
Memilih makanan sesuai
191804 dengan kemampuan
menelan
Memilih makanan dan
191806
cairan dengan konsistensi
yang tepat
Menggunakan cairan yang
191808
dipadatkan, jika dibutuhkan
Mempertahankan tubuh
191810 dalam posisi tegak selama
30 menit setelah makan
No. NIC Intervensi Rasional
3200 Pencegahan 1. meminimalkan terjadinya faktor
aspirasi aspirasi
1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gangguan reflek, kemampuan menelan 2. mengidentifikasi adanya disfagia
2. Skrining adakah disfagia, dengan tepat 3. jalan nafas tetap normal
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas 4. memantau keadaan pernafasan
4. Monitor status pernafasan pasien
5. Monitor kebutuhan perawatan terhadap saluran cerna 5. pencernaan pasien tetap terkontrol
6. Beri makanan dalam jumlah sedikit 6. menjaga pencernaan tetap terisi
7. Tawarkanan makanan atau minuman dalam bentuk bolus makanan
8. Berikan perawatan mulut 7. memudahkan makanan sampai ke
lambung
8. menjaga oral hygiene pasien
3. Definisi: penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang
No. dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang
No. NOC Kriteria Hasil normal normal normal normal normal
indikator

1 2 3 4 5
Perfusi 040715 Pengisian kapiler jari
jaringan : Suhu kulit ujung kaki
perifer 040710
dan tangan
Kekuatan denyut nadi
040730
karotis (kanan)
040727 Tekanan darah sistolik
Tekanan darah
040728
diastolik
040712 Edema perifer
040741 Mati rasa
040743 Muka pucat
040744 Kelemahan otot
040745 Kram otot
040748 Parestesia
No. NIC Intervensi Rasional
1910 Manajemen 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas 1. jalan nafas dalam keadaan
asam basa 2. Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat (misalnya, membuka jalan nafas normal
dan menaikkan posisi kepala ditempat tidur) 2. pasien bernafas dengan mudah
3. Monitor gas darah arteri (ABGs), level serum serta urin elektrolit jika diperlukan 3. memantau keadaan pasien
4. Monitor pola pernafasan tetap dalam kondisi normal
5. Monitor adanya gagal pernafasan (misalnya, rendahnya PaO2 dan meningkatnya PaCO2, 4. pasien bernafas dengan
dan kelelahan otot pernafasan) adekuat
6. Monitor status neurologis (misalnya tingkat kesadaran dan kebingungan) 5. meminimalisir gagal nafas
7. Berikan terapi oksigen dengan tepat pasien
8. Instruksikan klien dan atau keluarga mengenai tindakan yang telah disarankan untuk 6. memantau kesadaran pasien
mengatasi asam-basa 7. kebutuhan oksigen pasien
terpenuhi
8. membantu menjaga keadaan
pasien tetap stabil
4150 Pengaturan 1. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status hemodinamik (yaitu, memeriksa tekanan 1. memantau keadaan pasien
hemodnamik darah, denyut jantung, denyut nadi, tekanan vena jugularis, tekanan vena sentral, atrium kiri 2. mengetahui perkembangan
a dan kanan, tekanan ventrikel dan tekanan arteri pulmonalis), dengan tepat pasien
2. Monitor dan dokumentasikan tekanan nadi proporsional (yaitu, tekanan darah sistolik 3. mengurangi kegelisahan
dikurangi tekanan darah diastolik dibagi dengan tekanan darah sistolik, sehingga pasien
menghasilkan persentase yang proporsional) 4. meningkatkan tingkat
3. Kurangi kecemasan dengan memberikan informasi yang akurat dan perbaiki kepahaman pasien dan keluarga
kesalahpahaman 5. pasien memahamai setiap
4. Arahkan pasien dan keluarga mengenai pemantauan hemodinamika (misal obat-obatan, tindakan yang diberikan
terapi, tujuan peralatan) 6. menjaga kestabilan volume
5. Jelaskan perawatan dan bagaimana kemajuan akan diukur pasien
6. Pertibangkan status volume (apakah pasien hipervolemi, hipovolemi, atau berada pada 7. memantau perfusi pasien
rentang cairan yang seimbang) 8. mengetahui keadaan aliran
7. Tentukan status perfusi (yaitu apakah pasien terasa dingin atau hangat) darah jantung pasien
8. Lakukan auskultasi pada jantung 9. memantau perubahan keadaan
9. Monitor dan catat tekanan darah, denyut jantung, irama dan denyut nadi vital pasien
10. Berikan obat anti aritmia 10. mencegah terjadi aritmia
11. Monitor denyut nadi perifer, pengisian kapiler, suhu dan warna ekstremitas secara farmakologi
12. Kolaborasi dengan dokter sesuai indikasi 11. menjaga pasien tetap dalam
keadaan stabil
12. memberikan tindakan secara
farmakologi
0840 Pengaturan 1. Dorong pasien untuk terlibat dalam pengaturan posisi 1. menjaga posisi pasien tetap
posisi 2. Monitor status oksigenasi (sebelum dan setelah perubahan posisi) nyaman
3. Posisikan pasien untuk mengurangi dypsnea (misalnya posisi semi fowler) 2. menjaga kebutuhan oksigen
4. Tinggikan kepala tempat tidur pasien tetap stabil
3. menjaga pasien dalam posisi
menguntungkan
4. memudahkan pasien dalam
bernafas
No.Dx Diagnosa Keperawatan
4. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study of Pain; awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi
atau diprediksi.
Kadan
Jarang
Tidak pernah g-kadang
No No.Indik menunjukka Sering menunjukkan
NOC Kriteria Hasil menunjukkan menunjuk
. ator n
kan
1 2 3 4
1605 Mengenali kapan nyeri
160502
terjadi
Menggambarkan faktor
160501
penyebab
Menggunakan tindakan
160504 pengurangan nyeri tanpa
Kontrol analgesik
Nyeri Menggunakan analgesik
160505
yang di rekomendasikan
Melaporkan perubahan
160513 terhadap gejala nyeri pada
profesional kesehatan
Mengenali apa yang terkait
160511
dengan gejala nyeri
Cukup
Berat Sedang Ringan
berat
1 2 3 4
2102 Tingkat nyeri 210201 Nyeri yang dilaporkan
210204 Panjangnya periode nyeri
210217 Mengerang dan menangis
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210224 Mengerinyit
Mengeluarkan keringat
210225
berlebih
210209 Ketegangan otot
210215 Kehilangan nafsu makan

No. NIC Intervensi Rasional


1400 Manajemen 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, 1. mengetahui keadaan nyeri
nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. pasien
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek 2. mengetahui tingkat nyeri
yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif pasien
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat 3. mengatasi nyeri secara
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri farmakologi
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, 4. mengetahui tingkat
nafsu makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran) pengetahuan pasien
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan 5. mengetahui dampak nyeri
dirasakan dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur. pasien
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri 6. meningkatkan pengetahuan
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, pasien
relaksasi,bimbingan antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, 7. meminimalkan nyeri
aplikasi panas/dingin dan pijatan) 8. meminimalkan nyeri
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter. 9. menurunkan nyeri secara
farmakologi
6482 Manajemen 1.Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang 1. agar pasien dan keluarga
lingkungan: optimal. memahami mengenai manajemen
kenyamanan 2.Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat lingkungan bagi pasien
3.Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung 2. meningkatkan waktu istirahat
4.Sediakan lingkungan yang aman dan bersih pasien
5.Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang, 3. menjaga istirahat yang adekuat
balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu. 4. menjaga kenyamanan pasien
6.Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan 5. memantau tingkat kenyamanan
pasien
6. menjaga kenyamanan pasien
No.Dx Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Tidak Sedikit Cukup Sebagian Sepenuhnya


No. NOC No. Indikator Kriteria Hasil Adekuat adekuat adekuat besar adekuat adekuat
1 2 3 4 5
1009 Status nutrisi Asupan makanan
: Asupan 100801
secara oral
Makanan dan
Cairan Asupan cairan secara
100803
oral

Asupan cairan
100804
intravena
No. NIC Intervensi
Rasional
1100 Manajemen 1. Tentukan status gizi klien dan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan gizi Menyediakan dan meningkatkan
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi referensi makanan bagi klien intake nutrisi yang seimbang
3. Intruksikan klien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan)
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.
1030 Manajemen 1. Monitor berat badan klien secara rutin. Pencegahan dan perawatan
gangguan 2. Monitor intake/asupan dan asupan cairan yang tepat terhadap pembatasan diet ketat
makan 3. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien. dan olahraga yang berlebihan
4. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama dengan ahli gizi. atau perilaku memuntahkan
5. Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian yang makanan dan cairan
diperlukan untuk mempertahankan berat badan yang sudah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi


Keenam. Elsevier.
Herdman, T.H dan Kamitsuru, S.K. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Integra. 2016. Pneumonia. http://www.integra.co.id/wp-
content/uploads/2016/11/pneumonia-Nov-2016.pdf [Diakses pada 26
November 2017].
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Pneumonia
Balita. Volume 3. ISSN 2087-1546.
Librianty, Nurfanida. 2015. Panduan Mandiri Melacak Penyakit. Jakarta: Lintas
Kata.
WHO. 2014. Pneumonia. [serial online] http://www.who.int/mediacentre
/factsheets/fs331/en/ [26 November 2017].
Widayat A. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pneumonia Pada
Balita Di Wilayah Puskesmas Mojogedang Ii Kabupaten Karanganyar.
[Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai