Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

ANALISIS BENCANA BANJIR DENGAN INDEKS RESIKO


BENCANA

Dosen Pembimbing: Mukhamad Fathoni, S.Kep.,MNS

Disusun Oleh Kelompok 2

Tingkat III-C

Erna Pangestuti (201601080)


Nurul Khoriah (201601103)
Pipit Rahayu (201601110)
Rischa Lestari (201601094)
Devi Ana Ariesta Bella (201601105)
Sherli Ferdiana Asri M. (201601099)
Chinika Ariantiva (201601108)
Nurul Aziz (201601100)
Rastra Lika Adi (201601104)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO TAHUN 2019


KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum wr.wb

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha


Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik, tuntunan serta hidayahnya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyajikan makalah. Penyusun
makalah ini dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh informasi tentang
“Analisis Bencana Banjir Dengan Indeks Resiko Bencan ”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini


masih jauh dari kesempurnaan disebabkan karena keterbatasan pengetahuan yang
dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengungkapkan
rasa terima kasih dan penghargaan yang tertinggi kepada semua pihak yang turut
serta menyumbangkan materi, tenaga, pikiran serta ide-ide yang dapat penulis
gunakan untuk menyelesaikan makalah ini, yaitu:

1. Dr. Muhammad Sajidin, S. Kep. M.Kes selaku Ketua Stikes Bina Sehat
PPNI Mojokerto.
2. Ana Zakiyah, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto.
3. Mukhamad Fathoni, S.Kep.,MNS selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan
Bencana.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini
termasuk rekan kelompok 2.

Berharap makalah ini dapat memberikan kontribuksi bagi perkembangan


wawasan keperawatan bagi penulis sendiri, mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI
Mojokerto. Penulis sangat berharap adanya kritik dan saran yang bersifat
konstruktif, mengingat penulis masih jauh dari kesempurnaan.

Mojokerto, 02 Maret 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Bencana .............................................................................. 3


2.2 Pengertian Bencana Banjir .................................................................... 4
2.3 Jenis-Jenis Bencana Banjir .................................................................... 5
2.4 Penyebab Bencana Banjir ..................................................................... 5
2.5 Faktor Yang Mempengauhi Kerentanan Banjir .................................... 7
2.6 Dampak Kesehatan Akibat Banjir ......................................................... 8
2.7 Analisis Indeks Resiko Bencana Banjir ................................................ 8
2.8 Tindakan Evakuasi Saat Terjadi Banjir................................................. 16

BAB III KASUS

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 20


3.3 Saran ...................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED),


bencana didefinisikan sebagai kejadian yang melampaui kapasitas masyarakat
atau komunitas lokal yang memerlukan perhatian secara nasional bahkan
internasional untuk pendampingan dan penanggulangan eksternal (Below,
Wirtz, & GUHA-SAPIR, 2009).
Pada perundang-undangan serupa, yaitu UU No. 24 Tahun 2007
mengenai Penanggulangan Bencana pasal 7 ayat 2 dijelaskan mengenai
indikator-indikator bencana nasional maupun daerah, antara lain: jumlah
korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana prasarana, cakupan luas
wilayah yang terkena bencana dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Upaya penanggulangan bencana sendiri dibagi menjadi 4 bagian, yaitu
mitigasi/pencegahan bencana, kesiapsiagaan, respon tanggap darurat dan
rehabilitasi. Pelaksanaan keempat upaya tersebut dibagi menjadi tiga waktu,
yakni pra-bencana (mitigasi/pencegahan dan kesiapsiagaan), saat terjadi
bencana (respon), dan pasca-bencana (rehabilitasi/pemulihan) (Veenema,
2013).
Profesi perawat memiliki posisi sebagai tenaga kesehatan yang paling
dekat dengan pasien (ICN, 2009). Salah satu cakupan tugas keperawatan
adalah untuk melakukan upaya preventif (pencegahan) atau pengurangan
resiko (mitigasi). Perawat yang berada di tingkat layanan kesehatan primer
(primary health care), seperti puskesmas, memiliki posisi tawar dan tanggung
jawab yang tinggi untuk melakukan hal tersebut. Keberadaan puskesmas di
tengah-tengah masyarakat, seharusnya dapat dianggap sebagai penyedia
layanan kesehatan primer yang paling dekat dan mudah dijangkau oleh
masyarakat, termasuk dalam hal ini saat terjadinya bencana.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang di maksud dengan Bencana?


1.2.2 Apa yang di maksud Bencana Banjir?
1.2.3 Apa saja jenis-jenis Bencana Banjir?
1.2.4 Apa saja penyebab Bencana Banjir?
1.2.5 Apa saja faktor yang mempengauhi kerentanan Banjir?
1.2.6 Apa saja dampak kesehatan yang mempengaruhi Banjir?
1.2.7 Bagaimana Analisis Bencana Banjir?
1.2.8 Bagaimana tindakan evakuasi saat terjadi Banjir?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan Umum


Agar Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami teori-teori
dalam memahami tentang “Analisis Bencana Banjir Dengan Indeks
Resiko Bencan” selama proses belajar mengajar, sehingga dapat
menerapkan secara nyata dan untuk menambah pengetahuan secara
luas serta meningkatkan pemahaman tentang Analisis Bencana Banjir
Dengan Indeks Resiko Bencana.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mengetahui dan memahami apa yang di maksud Bencana Banjir.
2. Mengetahui dan memahami apa penyebab Bencana Banjir.
3. Mengetahui dan memahami apa saja jenis-jenis Bencana Banjir.
4. Mengetahui dan memahami apa saja faktor yang mempengaruhi
kerentanan Banjir.
5. Mengetahui dan memahami apa saja ampak kesehatan yang
mempengaruhi Banjir.
6. Mengetahui dan memahami bagaimana analisis Bencana Banjir.
7. Mengetahui dan memahami bagaimana tindakan evakuasi saat
terjadi Banjir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, dan dampak
psikologis (UU 24/2007).
Bencana merupakan suatu ganguan serius terhadap keberfungsian
suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (ISDR, 2004).
Bencana Alam (Natural Disaster) secara definitif adalah interaksi
dari bahaya alam (natural hazard) yang secara umum terjadi dari kejadian
alam yang tiba-tiba (tak terduga), dalam keadaan rentan (Vulnerable
Conditions) dan mengakibatkan kerusakan/kerugian terhadap manusia
dan lingkungannya. (Masri and Tipple., 2002). Adapun bahaya alam
dapat berupa banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami dan
lain sebagainya. Seperti yang diungkapkan dalam ADPC (2006) bahwa
secara umum bahaya dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Alam (Natural Hazards), berupa banjir, gempa bumi, letusan
gunung berapi, tsunami, dll.
2) Biologis (Biological Hazard), berupa wabah penyakit dan
gangguan pada mahluk hidup.
3) Teknologi (Technological Hazards), berupa kecelakaan industri,
kecelakaan transportasi, kecelakaan kimia dan nuklir dll.
4) Sosial (Societal Hazards), berupa kerusuhan massa dll. Sedangkan
kerentanan suatu wilayah dipengaruhi oleh kondisi
fisik/lingkungan, sosial ekonomi, politik, kelembagaan serta

3
tindakan- tindakan yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan
pada wilayah tersebut.

2.2 Pengertian Bencana Banjir

Bencana banjir merupakan salah satu bencana alam yang selalu


terjadi di berbagai Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) termasuk banjir tidak dapat
dibatasi oleh wilayah administrasi, tetapi pengelolaan SDA dibatasi oleh
Wilayah Sungai (WS). Wilayah Sungai ditetapkan dengan KEPPRES
No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai. Seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari:
1. 5 WS lintas negara.
2. 29 WS lintas provinsi.
3. 29 WS strategis nasional.
4. 53 WS lintas kabupaten/kota.
5. 15 WS kabupaten/kota.
Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air
normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Pada umumnya banjir
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal sehingga system
pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta
system drainase dangkal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu
menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Dapat juga
dikarenakan tersumbatnya air sungai oleh sampah yang di buang
sembarangan ke sungai yag dilakukan oleh manusia.
Banjir didefinisikan sebagai suatu kondisi yang mana air dalam
saluran pembuang (kali) tidak dapat tertampung atau terjadinya hambatan
pada aliran air di dalam saluran pembuangan. Dalam hal ini, banjir
adalah peristiwa alam yang dapat menimbulkan baik kerugian harta
benda penduduk maupun korban jiwa. Maka, banjir dapat pula dikatakan
sebagai kejadian luapan air yang diakibatkan bila penampang saluran
yang kurang kapasitasnya. (Suripin, 2004).

4
2.3 Jenis-Jenis Banjir

Jenis banjir ada tiga, yaitu :


1. Banjir genangan
Adalah genangan yang biasa timbul apabila saluran drainase
mengalami masalah dan kendala. Sehingga menyebabkan air hujan
tidak dapat di salurkan secara sempurna melalui parit-parit yang
ada. Penyebab dari gangguan sistem drainase sendiri disebabkan
oleh sampah yang berlebih.
2. Banjir bandang
Adalah banjir besar yang datang secara tiba-tiba dengan meluap,
menggenangi, dan mengalir deras menghanyutkan benda-benda
besar. Banjir ini terjadi secara tiba-tiba di daerah permukaan rendah
akibat hujan yang turun terus menerus
3. Banjir rob
Adalah yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang
menggenangu daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di
daerah yang lebih rendah dari muka air .

2.4 Penyebab Bencana Banjir

Banjir dapat disebabkan oleh kondisi alam yang statis seperti


geografis, topografis, dan geometri alur sungai. Peristiwa alam yang
dinamis seperti curah hujan yang tinggi, pembendungan dari laut/pasang
pada sungai induk, amblesan tanah dan pendangkalan akibat sedimentasi,
serta aktivitas manusia yang dina- mis seperti adanya tata guna di lahan
dataran banjir yang tidak sesuai, yaitu: dengan mendirikan pemukiman di
bantaran sungai, kurangnya prasarana pengendalian banjir, amblesan
permukaan tanah dan kenaikan muka air laut akibat global warming
(Sastro- dihardjo, 2012).

5
Faktor penyebab banjir menurut Yulaelawati (2008, dalam Gultom,
2012), dapat dibedakan menjadi 3 faktor yaitu :
1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti :
a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemukiman
dan industry.
b. Penggundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan
pada tanah dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi
yang terjadi kemudian bisa menyebabkan sedimentasi di
terusan-terusan sungai yang kemudian mengganggu jalannya
air.
c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah
daratan banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak
direncakan dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai
diurung untung dijadikan pemukiman. Kondisi demikian
banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah
aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan
menimbulkan banjir.
d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-
saluran air, terutama di perumahan-perumahan.
2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti :
a. Kondisi geografis yang berada pada daerah yang sering terkena
banjir badai atau siklon.
b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang
datar, berkelok-kelok, timbulnya sumbatan atau bentuk seperti
botol, dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau
(ambal sungai).
3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu :
a. Curah hujan yang tinggi
b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi
di muara sungai atau pertemuan sungai besar.
c. Penurunan muka tanah atau amblesan.

6
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kerentanan Banjir
1) Aspek lingkungan
a. Intensitas curah hujan, semakin tinggi intensitas hujan maka
semakin rentan terhadap bencana banjir.
b. Ketinggian topografi, semakin rendah ketinggian topografi maka
semakin rentan terhadap bencana banjir
c. Kelerengan, kemiringan tanah suatu wilayah
d. Jarak dari sungai
e. Penggunaan lahan, semakin tinggi tutupan lahannya maka
semakin rentan terhadap bencana banjir
f. Jenis tanah, semakin rendah daya serap tanah maka semakin
rentan terhadap bencana banjir.
2) Aspek fisik
a. Rasio jaringan jalan, semakin rendah ketersediaan jalan dan
burukna kondisi jalan maka akan semakin rentan terhadap
bencana banjir.
b. Tingkat kepadatan bangunan, semakin tinggi tingkat kepadatan
bangunan maka semakin rentan terhadap bencana banjir.
3) Aspek sosial
a. Tingkat kepadatan penduduk, semakin tinggi tingkat kepadatan
penduduk maka semakin rentan terhadap bencana banjir.
b. Tingkat laju pertumbuhan, semakin tinggi tingkat laju
pertumbuhan penduduk maka semakin rentan terhadap bencana
banjir.
c. Presentase jumlah usia tua-balita, semakin banyak jumlah
penduduk usia tua-balita maka semakin rentan terhadap bencana
banjir.
4) Aspek ekonomi
a. Presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan,
semakin banyak pekerja yang bekerja di sektor pertanian
maka semakin rentan terhadap bencana banjir

7
b. Presentase rumah tangga miskin, semakin banyak rumah
tangga miskin maka semakin rentan terhadap bencana banjir.

2.6 Dampak Kesehatan Akibat Banjir

1) DBD
2) Leptospirosis
3) Penyakit kulit
4) ISPA
5) Gangguan psikologis pada korban
6) Diare

2.7 Analisis Bencana Banjir Dengan Indeks Resiko Bencana

Analisis Resiko Bencana merupakan hubungan antara 3 komponen


yaitu ancaman, kerentanan dan kekuatan.

Ancaman
Kerentanan
Kekuatan Dampak Bencana

3 gambar lingkarann yang saling bersentuhan menunjukkan faktor


resiko bencana. Bila 1 lingkaran misalnya lingkaran “ancaman”
diperbesar gambarnya maka daerah pertemuan 3 lingkaran yang
menggambarkan dampak bencana, akan semakin luas. Artinya semakin
tinggi ancaman bahaya disuatu daerah, maka semakin tinggi tingkat
risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi
tingkat kerentanan masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula
tingkat resikonya. Tetapi sebaliknya semakin tinggi tingkat kemampuan
masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.

8
Menurut paradigma lama, teknik pengurangan banjir yang umum
adalah membuang air hujan secepatnya ke badan air. Teknik ini akan
menurunkan kemungkinan terjadi banjir, tetapi meningkatkan
kemungkinan bencana kekeringan di musim kemarau. Pengurangan
risiko bencana banjir merupakan bagian dari pengelolan sumber daya air
(SDA) yang berbasis wilayah sungai (WS) harus direncanakan dan
dilaksanakan secara terintegrasi di dalam suatu WS. Oleh karena itu,
pengurangan risiko bencana banjir harus menjadi bagian dari pengelolaan
SDA masing-masing WS yang perlu diatur dalam suatu rencana
pengelolaan (Master- plan) suatu WS (Tingsanchali, 2012).
Strategi dan kebijakannya harus sejalan dengan aturan yang ada
pada UU. No. 7, Tahun 2004 berupa pencegahan bencana secara fisik
dan non fisik, penanggulangan bencana, dan pemulihan kondisi setelah
bencana. Berbagai strategi yang berupa upaya fisik dan non-fisik yang
diaplikasikan guna menanggulangi per- masalahan banjir dan kekeringan
yang berupa konservasi lahan, pembangunan tampungan air (waduk dan
embung), rehabilitasi sungai dan pembangunan polder. Pengurangan
risiko bencana banjir tidak hanya dilakukan dengan pembangunan dan
pengaturan bangunan sarana dan prasarana saja. Sesuai dengan UU No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berada pada kawasan rawan bencana
memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan kese- lamatan dan kenyamanan kehidupan serta
menjaga kelestarian lingkungan.
Rekapitulasi permasalahan yang dihadapi dalam mengurangi risiko
bencana banjir adalah seperti dibawah ini:
1. Kondisi DAS dalam keadaan kritis akibatnya resapan air hujan
kedalam sistim akuifer semakin berkurang dan erosi lahan semakin
meningkat sehingga sedimentasi di alur dan muara sungai juga
tinggi.

9
2. Kapasitas sistim pengendali banjir yang ada seperti dimensi palung
sungai, tampungan air, sistim drainasi dan lainnya kurang
memadai.
3. Keterbatasan kemampuan maupun jumlah (kualitas maupun
kuantitas) SDM di instasi pemerintah maupun organisasi
masyarakat. Akibatnya kinerja pemerintah, masyarakat dan para
pemangku kepentingan yang terkait dengan pengu- rangan risiko
bencana banjir masih belum optimal, mengaki- batkan masih
tingginya jumlah korban jiwa maupun kerugian material jika terjadi
bencana banjir.
4. Ketersediaan teknologi pengurangan risiko bencana yang mutahir
seperti teknologi informasi, database dan teknologi peringatan dini
di wilayah rawan banjir belum cukup memadai dan peranserta
masyarakat dalam pemberdayaan sisim per- ingatan dini tersebut
belum berkembang dengan baik.
5. Orientasi pengurangan risiko bencana masih lebih terarah pada
penanganan kedaruratan atau kuratif dan belum mengarah pada
aspek pencegahan atau preventif (termasuk mitigasi bencana
banjir). Salah satu indikasi yang dapat dijumpai adalah minimnya
alokasi dana untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan (OP) sarana
dan prasarana untuk penanggu- langan banjir.
6. Perijinan, pengawasan, dan penegakan hukum masih bersifat
project oriented sehingga memperparah upaya pengurangan risiko
bencana banjir.
7. Penanganan tanggap darurat bencana masih kurang efisien akibat
instansi dan masyarakat masih belum cukup terlatih siaga bencana.
8. Penyediaan dana untuk melaksanakan program pengurangan risiko
bencana banjir yang sifatnya mitigasi bencana banjir perlu
mendapat perhatian dari pemerintah.

10
2.7.1 Parameter yang secara signifikan berpengaruh pada terjadinya
banjir adalah sebagai berikut:
1) Curah Hujan
Curah hujan merupakan data yang paling fundamental
dalam perhitungan debit banjir rencana (design flood).
Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan
besaran curah hujan dan analisis statistik yang
diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana.
Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit
banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai
pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh
daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu
titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area dan
dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono, 2003). Data hujan
yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan
yang terjadi hanya pada satu tempat/titik saja (point
rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat
(space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar
hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut.
Dalam hal ini diperlukan hujan area yang diperoleh dari
harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan
yang ada di dalam dan atau di sekitar kawasan tersebut.
Curah hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa titik
pengamatan curah hujan. Sedangkan data hujan yang
terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian
DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004). Maka
dalam menentukan debit banjir rencana (design flood),
diperlukanlah harga suatu intensitas curah hujan. Intensitas
curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi.

11
Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data
curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau (Loebis,
1987). Sedangkan untuk menghitung intensitas curah
hujan, dapat digunakan beberapa macam metode, antara lain
metode Dr.Mononobe, metode Talbot dan metode Tadashi
Tanimoto. Metode Dr.Mononobe, digunakan untuk
menghitung intensitas curah hujan apabila yang tersedia
adalah data curah hujan harian. (Loebis, 1987). Sedangkan
metode Talbot, digunakan apabila data curah hujan yang
tersedia adalah data curah hujan jangka pendek. (Loebis,
1987). Kemudian untuk Metode Tadashi Tanimoto,
mengembangkan distribusi hujan jam-jaman yang dapat
digunakan di Pulau Jawa. (Triatmodjo dan Bambang, 2008)
2) Tata Guna Lahan (Platt, 2004)
Tata guna lahan (land use) merupakan suatu upaya dalam
merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang
meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-
fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan,
industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka
kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang
lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air
bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan,
taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum
lainnya. Sehingga dalam hal ini tata guna lahan dapat
didefinisikan sebagai lahan yang dimanfaatkan oleh
manusia. Penggunaan lahan biasanya sebagai taman,
kehutanan, sarana peternakan, dan lahan pertanian (Weng,
2010).
3) Infiltrasi Tanah dan Struktur Tanah
Infiltrasi tanah adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai
akibat gaya kapiler dan grafitasi. Proses terjadinya infiltrasi
melibatkan beberapa proses yang saling berhubungan yaitu

12
proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan
tanah, tertampungnya air hujan tersebut ke dalam tanah dan
proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain yang
dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kelembaban, organism,
kedalaman dan vegetasi (Asdak. 2004).
Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah berupa
kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan
air oleh tanah serta merupakan satu-satunya sifat fisik tanah
yang tetap dan tidak mudah diubah oleh tangan manusia
jika tidak ditambah dari tempat lain. Besarnya laju infiltrasi
tanah pada lahan tak bervegetasi tidak akan pernah melebihi
laju intensitas hujan, sedangkan pada kawasan lahan
bervegetasi, besarnya laju infiltrasi tidak akan pernah
melebihi laju intensitas curah hujan efektif (Asdak, 2004).
4) Kemiringan Lereng
Faktor panjang lereng merupakan perbandingan tanah yang
tererosi pada suatu panjang lereng terhadap tanah tererosi
pada panjang lereng 22,1 m, sedangkan faktor kemiringan
lereng adalah perbandingan tanah yang tererosi pada suatu
kemiringan lahan terhadap tanah yang tererosi pada
kemiringan lahan 9% untuk kondisi permukaan lahan yang
sama (Suripin, 2004).
Kemiringan lereng mempengaruhi jumlah dan kecepatan
limpasan permukaan, drainase permukaan, penggunaan
lahan dan erosi. Diasumsikan semakin landai kemiringan
lerengnya, maka aliran limpasan permukaan akan menjadi
lambat dan kemungkinan terjadinya genangan atau banjir
menjadi besar, sedangkan semakin curam kemiringan lereng
akan menyebabkan aliran limpasan permukaan menjadi
cepat sehingga air hujan yang jatuh akan langsung dialirkan
dan tidak menggenangi daerah tersebut, sehingga resiko
banjir menjadi kecil (Pratomo A.J., 2008).

13
Semakin landai daerah maka tingkat kerawanan banjir
tinggi begitu pula sebaliknya (Adisasmita dan Raharjo,
2008).

2.7.2 Indeks Resiko Bencana


Indeks Risiko Bencana dihitung berdasarkan rumus

Bahaya (hazard) dihitung berdasarkan rata-rata dari tingkat


bahaya berupa data frekuensi dan magnitude dari bahaya alam
seperti banjir, longsor, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain.
Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau
aktivitas manusia yang berpotensi merusak, yang bisa
menyebabkan hilangnya nyawa atau cidera, kerusakan harta-
benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan
lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa
kejadian potensial yang merupakan ancaman terhadap
kesehatan, keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau
fungsi ekonomi masyarakat atau kesatuan organisasi
pemerintah yang selalu luas (Lundgreen, 1986). Kerentanan
(vulnerability) diamati berdasarkan parameter sosial budaya,
ekonomi, fisik dan lingkungan. Untuk data tentang kapasitas
kemampuan dilakukan dengan menggunakan metoda
penilaian kapasitas berdasarkan parameter kapasitas regulasi,
kelembagaan, sistem peringatan, pendidikan pelatihan
keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan. Kerentanan
(vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh
faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan
lingkungan yang meningkatkan kecenderungan (susceptibility)
sebuah komunitas terhadap dampak bahaya (ISDR, 2004
dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek

14
manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan
dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan menjadi faktor
utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana
lebih tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan
(capacity) seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan,
kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang meliputi
lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas
(capacity) adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan
sumberdaya yang tersedia di dalam sebuah komunitas,
masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko
atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Unit terkecil yang dijadikan satuan penilaian fisik adalah
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, sedangkan untuk penilaian
risiko bencana Provinsi dilakukan dengan penghitungan rata-
rata dari indeks Risiko Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
tersebut. Untuk Indeks Risiko Bencana Indonesia kali ini
dibatasi pada bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh alam.
Untuk meningkatkan kapasitas yaitu mengadakan simulasi
bencana melibatkan masyarakat, meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat tentang banjir, meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang banjir.

2.8 Bagaimana Tindakan Evakuasi Saat Terjadi Banjir

1. Tindakan sebelum bencana


a. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan
apabila terjadi bencana banjir.
b. Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir
c. Memilih dan menentukan beberapa lokasi yang dijadikan tempat
penampungan ketika banjir melanda

15
2. Evakuasi saat bencana datang
a. Ketika melihat air datang, jauhi secepat mungkin daerah banjir.
Segera selamatkan diri dengan berlari secepat mungkin menuju
tempat yang tinggi
b. Hindari berjalan di dekat saluran air sebab berisiko terseret arus
banjir
c. Perhatikan jalur evakuasi yang tersedia
d. Jika memungkinkan pergilah ke tempat tempat berhimpun sementara
atau menuju ke ke penampungan/pengungsian (shelter) yang tersedia
e. Setelah semua warga berada di tempat berhimpun sementara atau
menuju ke ke penampungan/ pengungsian (shelter) yang tersedia.
3. Evakuasi setelah bencana
a. Berikan bantuan tempat perlindungan darurat kepada mereka yang
membutuhkan.
b. Selamatkan diri sendiri, kemudian selamatkan orang lain sesuai
kapasitas yang dimiliki.
c. Hindari kabel atau instalasi listrik.
d. Hindari pohon, tiang, atau bangunan yang berpotensi roboh.

16
Gambar. A.1 Alur pembentukan sistem peringatan dini

YA DATA TERSEDIA TIDAK

METODE GABUNGAN METODE METODE


(konvensional dan LANJUTAN KONVENSIONAL
lanjutan)

Data: prasarana pendeteksi banjir


bandang, lokasi pemukiman,
Peta Banjir bangunan penahan banjir Pengamatan
Bandang bandang, kondisi sosial kondisi air sungai
masyarakat (ketinggian, warna
air sungai)

Verifikasi

Analisis Resiko

Pengamatan
Peta Resiko
longsoran
Banjir Bandang

Intensitas curah
Pengamata hujan yang besar
n dan lama

Analisis data
Terdengar suara
gemuruh disusul
Nilai standart dengan adanya getaran
bahaya

Pemantauan dan Layanan Peringatan

Penyebarluasan dan Komunikasi Persiapan dan Tanggap Darurat

17
Gambar A.2 Alur penentuan status peringatan

Pengamatan gejala-
gejala bencana dari
metode konvensional

Terjadi longsor di kaki


bukit, Terdengar suara
Intensitas hujan tinggi dan
gemuruh di daerah hulu,
terjadi berturut-turut
Air sungai menjadi
selama beberapa hari
keruh (status peringatan
(status peringatan :
: SIAGA)
WASPADA)

Debit sungai berkurang WARNING


drastis (status
peringatan : AWAS)

Perintah EVAKUASI

18
Gambar A.2 Alur pembentukan sistem evakuasi

Pra bencana

Perencanaan evakuasi

Pembentukan tim evakuasi

Simulasi evakuasi

Evaluasi simulasi evakuasi

Saat bencana

Tim evakuasi melaksanakan tugas dan


tanggung jawab masing-masing dan
Masyarakat mengikuti arahannya
sesuai dengan simulasi evakuasi yg
telah dilakukan

Peta jalur evakuasi

Pengarahan masyarakat
menuju tempat evakuasi Pra bencana

Evaluasi sistem peringatan


dini & evakuasi

Rehabilitasi & Rekonstruksi

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bencana merupakan suatu ganguan serius terhadap keberfungsian


suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (ISDR, 2004).
Parameter yang secara signifikan berpengaruh pada terjadinya banjir
adalah sebagai berikut: curah hujan, tata guna lahan, infiltrasi tanah dan
struktur tanah, Kemiringan Lereng.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini kelompok berharap kita sebagai tenaga


kesehatan mampu menanggulangi dan mencegah terjadinya Steven johson
syndrom pada lingkungan sekitar kita dan mampu memberikan atau
membagi wawasan tentang penyakit Steven johson syndrom . Menjaga
kesehatan dengan tidak melakukan tindakan yang membahayakan bagi
kesehatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Donna M Dorsey, M. R. (2009). ICN Framework of Disaster Nursing


Competencies. Publications Coordinator, International Council of Nurses
(ICN), 3 place Jean Marteau, 1201 Geneva Switzerland,.
Farida, I. (2015). Modul Manajemen Bencana Penanggulangan Konsep Dasar
Manajemen Bencana Semester 8. Jakarta: pusat pendidikan dan pelatihan
tenaga kesehatan .
Husna, C. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Bencana Di
Rsudza Banda Aceh, 3 no. 2.
Manggala, Aditya. R. (2012, Februari). Manajement Bencana dalam Kurikulum
Mata Kuliah Poltekes. Edisi 1
Romli, Soehatman. (2010). Manajemen Risiko. Jakarta. Dian Rakyat.
Sukur, T. D. (2015, Januari). Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara
Geospasial. 20, 57-76. Yogyakarta
Undang-Undang Republik Indonesia no. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana

21

Anda mungkin juga menyukai