Anda di halaman 1dari 10

PAPER

LINGKUNGAN PERTANIAN DAN BIOSISTEM


(1. Identifikasi Lingkungan Hidup)

Oleh:
Kelompok/Shift : 5/Shift 2017
Nama (NPM) : Rizal Anwar Fauzi (240110170057)
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 12 Maret 2019
Asisten Praktikum : 1. Ade Sylvia Rosman
2. Albert Afandi Jr
3. Alfi Khoiru Nisa
4. Dimas Habibie Achsyan
5. Imam Fauzan
6. Meisha Athaya Thifalny
7. N. Putri Purnasamasari K.
8. Nahda Balqis Salma
9. Rizal Hadyan Fadhlillah
10. Tiara Putri Dwi D.

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. Pendahuluan
Semua komponen yang ada di bumi ini merupakan satu kesatuan dari suatu
lingkup lingkungan hidup. Baik berupa komponen biotik maupun abiotik. Segala
aspek atau bidang selalu berkaitan dengan lingkungan termasuk bidang pertanian.
Variabel-variabel dalam lingkungan hidup dapat diubah untuk mencapai suatu
tujuan yang lebih baik atau yang disebut dengan lingkungan terkendali. Selain itu
ada juga lingkungan tak terkendalii yang terjadi secara alamiah dan tidak bisa
diubah secara begitu saja. Konsep dari lingkungan hidup harus diketahui oleh
mahasiswa Teknik pertanian karena hal tersebut sangat berguna untuk mendukung
mekanisasi di bidang pertaian. Komponen lingkungan pertanian mana yang dapat
dibatasi atau dimaksimalkan untuk keperluan kedepannya.

II. Lingkungan Hidup


Pengertian lingkungan hidup secara umum berarti merupakan kesatuan dari
beberapa komponen yang terisi dengan segala makhluk hidup atau yang disebut
komponen biotik serta benda-benda mati atau yang disebut dengan komponen
abiotik yang berada di dalam lingkup lingkungan tersebut dan juga termasuk
manusia beserta adab perilakunya. Pengertian tersebut menerangkan bahwa
manusia, hewan, dan tumbuhan adalah bagian dari komponen penyusun lingkungan
hidup kita yang satu sama lain saling mempengaruhi. Sebagai komponen biotik
yang memiliki akal dan peradaban yang jauh lebih baik dari komponen lainnya,
manusia mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap lingkungan
(Mutmainnah, 2016).
Manusia mempunyai pengetahuan dan teknologi, ini memberikan
keuntungan tersendiri dalam mempertahankan kesejahteraan pada lingkungan
sekitarnya. Kelebihan tersebut sekaligus menjadikan manusia memiliki kewajiban
untuk menjaga dan melestarikan komponen penyusun lain dari lingkungan ini
seperti hewan dan tumbuhan agar kehidupan tetap seimbang (Mutmainnah, 2016).
Jadi bisa disimpulkan bahwa bukan hanya lingkungan secara fisik kasat mata saja
yang merupakan lingkungan. Lingkungan hidup juga mencakup sebuah sistem
didalamnya seperti ekosistem, adat istiadat dan budaya, perilaku sosial, dan juga
unsur benda mati seperti air, api, dan udara yang terdapat di lingkungan tersebut.
III. Unsur atau Komponen Lingkungan Hidup
3.1 Unsur lingkungan hidup Biotik
Unsur atau komponen lingkungan hidup biotik adalah komponen atau unsur
yang terdiri dari makhluk-makhluk atau komponen yang hidup. Contoh dari
lingkungan hidup biotik adalah seperti hewan, tumbuhan, manusia dan jasad renik
di suatu lingkungan (Mutmainnah, 2016).

Gambar 1. Komponen Biotik


(Sumber: Mutmainnah, 2016)

3.2 Unsur Lingkungan Hidup Abiotik (Non Biotik)


Lingkungan hidup non-biotik atau juga sering disebut abiotik adalah sebuah
tempat atau kondisi atau sistem pada suatu lingkungan yang menjadikannya sebagai
penyusun bentuk untuk mendukung lingkungannya. Contoh dari komponen abiotik
yaitu tanah, air, udara, bebatuan, dan benda mati lainnya (Mutmainnah, 2016).

Gambar 2. Komponen Abiotik


(Sumber: Mutmainnah, 2016)

3.3 Unsur Lingkungan Hidup Sosial Budaya


Unsur sosial budaya merupakan unsur yang berbeda dari sebelumnya yang
memiliki bentuk atau wujud yang nyata, sedangkan lingkungan ini seperti sebuah
sistem yang abstrak dan terbentuk dari interaksi sosial manusia. Termasuk unsur
sosial budaya seperti perilaku, adat istiadat, dan berbagai hasil penemuan yang
ditemukan manusia dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki seperti
misalkan membangun suaka marga satwa yang merupakan hasil pengembangan
dari hutan buatan manusia dengan memakai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dimiliki (Mutmainnah, 2016)

IV. Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup


Undang-undang No. 23 Tahun 1997 yang mengulas tentang pengelolaan
lingkungan hidup menyebutkan bahwa “lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan ruang benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain”. Dapat disimpulkan dari pernyataan tersebut
bahwa lingkungan hidup adalah segala hal yang berada pada sekitar kita dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia secara
langsung ataupun tidak langsung serta tentunya berpengaruh terhadap makhluk
hidup lain (Mutmainnah, 2016).

V. Komponen Lingkungan Hidup


Beberapa orang mengklasifikasikan komponen lingkungan hidup hanya
terbagi menjadi komponen biotik dan komponen abiotik. Namun pada beberapa
sumber menyebutkan bahwa lingkungan hidup dibagi kedalam kategori yang
berbeda, yakni lingkungan alami, binaan, dan sosial budaya.
5.1 Lingkungan Hidup Alami
Lingkungan hidup alami bisa dikatakan sebagai lingkungan hidup yang ada
atau tercipta secara alami tanpa adanya campur tangan manusia dalam
pengadaannya. Dapat dibagi menjadi dua komponen yakni komponen biotik dan
komponen abiotic.
Komponen biotik terdiri dari hewan, tumbuhan, manusia dan jasad renik
seperti bakteri. Komponen abiotik yaitu kebalikan dan pengecualian dari komponen
biotik yang telah disebutkan tersebut. Komponen abiotic juga dapat dikatakan
sebagai unsur tak hidup yang berfungsi untuk menunjang keberlangsungan hidup
komponen biotik, seperti air, tanah, udara, batuan, mineral, cahaya matahari, dan
sebagainya. Seluruh komponen biotik dan abiotik memiliki perannya masing-
masing yang saling mempengaruhi dalam lingkunga hidup. Contohnya, kehidupan
organisme seperti tanaman di suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen abiotik
yakni tanah, air, dan cuaca (Putra, 2016).
5.2 Lingkungan Hidup Binaan
Lingkungan ini merupakan lingkungan yang dicampuri oleh manusia
dimana mereka melakukan suatu modifikasi atau perbaikan pada tatanan
lingkungan alami antara biotik dan abiotik untuk kehidupannya sendiri dan
kehidupan lingkungan sekitarnya menjadi lebih baik. Hal ini merupakan satu tujuan
lingkungan hidup yakni mensejahterakan manusia dan lingkungannya.
Hal tersebut memiliki tujuan agar ekologi dan komponennya dapat berjalan
dengan seimbang. Usaha penciptaan lingkungan hidup binaan diantaranya yaitu
pengolahan air limbah agar tidak mencemari lingkungan sungai, penanaman hutan
(reboisasi), serta penanaman pohon untuk menciptakan suasana yang rindang dan
udara bersih (Putra, 2016).
5.3 Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan sosial budaya lebih khusus dan lebih spesifik pada kehidupan
diantara manusia. Namun lingkungan sosial budaya ini tetap berhubungan dengan
lingkungan hidup dengan komponennya yang lain. Seperti pengaruh adanya
lingkungan binaan karena pola pikir dari sosial budaya yang dibentuk dan dimiliki
manusia (Putra, 2016).

VI. Manfaat Lingkungan Hidup


Menurut Putra (2016), manfaat lingkungan hidup bagi manusia dapat kita
bagi ke dalam beberapa poin berikut:
1. Hewan dan tumbuhan sebagai komponen/ unsur pemenuhan kebutuhan
pangan dan kebutuhan lain dari manusia.
2. Udara segar, merupakan komponen krusial untuk pernapasan.
3. Air memiliki peran penting untuk menunjang kebutuhan hidup manusia
seperti mandi dan lain-lain.
4. Lahan tanah sebagai tempat mendirikan tempat tinggal bagi manusia.
VII. Lingkungan Terkendali
Pertanian yang ada di Indonesia tentunya sudah banyak metode yang
dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan hasil panennya. Beberapa tahun
silam, pertanian di Indonesia mengalami penurunan dalam hasil panennya, hal ini
disebabkan oleh pergantian musim yang ekstrim. Sejak saat itulah kemudian para
petani di Indonesia menerapkan pertanian modern sebagai terobosan baru untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi (Aulia, 2017). Salah satu
metode yang merupakan suatu terobosan dalam menghasilkan produk pertanian
yang lebih baik dengan kontrol lingkungan yang dapat dikendalikan yakni green
house.

Gambar 3. Green House


(Sumber: Mulyono, 2015)

Green house adalah sebuah bangunan yang memiliki kerangka atau


bentuknya menggelembung, lalu dibalut dengan bahan yang bening dan tembuh
cahaya matahari. Hal ini akan bisa meneruskan cahaya matahari ke tanaman secara
maksimal yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari kondisi iklim yang
ekstrim dan mungkin bisa merusak tanaman. Green house atau rumah hijau sangat
penting sekali dalam menunjang produktivitas pertanian karena pada green house
terdapat kondisi lingkungan yang terkendali mulai dari sinar matahari/cahaya,
kelembapan, suhu dan jumlah pengairan. Dengan faktor lingkungan yang terkendali
diharapkan hasil panen tanaman akan meningkat. Bila jaman dahulu kala orang
membuat green house dengan cara membuat rumah kaca namun karena mahalnya
bahan dan alat yang digunakan maka sekarang ini orang lebih memilih
menggunakan plastik untuk membuatnya (Mulyono, 2015).
Pengendalian lingkungan dalan green house harus sesuai dengan syarat
kekuatan dan kelayakan bangunan supaya tidak terjadi pengaruh dari luar.
Penentuan kelayakan bangunan dapat diketahui dengan analisis yang dilakukan
pada setiap struktur bangunan berdasarkan sifat fisik dan mekanik bahan. Tahapan
analisis struktur dilakukan dengan melakukan identifikasi karakteristik bahan,
pengukuran dimensi, serta melakukan analisis mengenai pembebanan yang terjadi
dan evaluasi kekuatan struktur bangunan (Nafila, dkk., 2018).
Adapun menurut Aulia (2017), kelebihan yang didapat dari sistem green house
diantaranya adalah:
a). Jadwal bebas
b). Penggunaan pestisida irit dan tak mencemari lingkungan luar
c). Komponen lingkungan dapat dikontrol
d). Kebutuhannya air, pupuk dan lainnya terjamin

Budidaya pertanian diterapkan di dalam greenhouse, agar berbagai


parameter lingkungan pertumbuhan yang diinginkan dapat dicapai. Komponen atau
parameter lingkungan pertumbuhan yang dipantau dan dikendalikan dalam kondisi
lingkungan terkendali, yaitu temperatur dan kelembapan udara, temperatur dan
kadar oksigen media air, konsentrasi unsur hara pada media air, intensitas cahaya
yang diterima tanaman dan sebagainya. Pentingnya mengendalikan dan
mempertahankan kondisi lingkungan pertumbuhan pada teknik budidaya ini, maka
teknik ini dilengkapi dengan berbagai alat ukur dan mekanisme untuk
mempertahankan parameter sesuai rentang nilai yang ditetapkan. Berbagai alat ukur
parameter dipergunakan untuk memantau parameter lingkungan pertumbuhan
tanaman, agar dapat diketahui perlakuan khusus yang perlu diberikan (William dan
Harlianto, 2016).
Berdasarkan hasil pemantauan dan pencatatan ini dapat ditentukan
perlakuan yang dibutuhkan. Pemantauan, pencatatan dan perlakuan ini pada
umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu melibatkan tenaga manusia
(operator) dengan datang ke lokasi untuk melakukan pemantauan dan pencatatan.
Pengendalian parameter lingkungan pertumbuhan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, sebagai contoh yaitu pengendalian parameter temperatur udara. Salah satu
cara untuk menurunkan temperatur ruangan greenhouse adalah dengan
menyemprotkan air dari langit-langit atau membuka ventilasi udara, saat temperatur
udara di dalam greenhouse melebihi setpoint temperatur yang ditetapkan (William
dan Harlianto, 2016).

VII. Lingkungan Tak Terkendali


Lingkungan tak terkendali merupakan suatu lingkungan dimana komponen
penyusun lingkungan tersebut tidak dapat dikontrol seperti pada lingkungan
terkendali. Pengaplikasian sistem ini sangat banyak dan sering dijumpai pada
kehidupan sehari-hari seperti sawah atau pertanian konvensional, kebun dan hutan,
laut dan pantai dan sebagainya.
Contoh dari lingkungan ini yakni pertanian secara konvensional. Sistem
pertanian di berbagai belahan dunia telah mengalami evolusi sepanjang abad
sebagai dampak kemajuan teknologi dan meningkatnya pengetahuan manusia.
Diawali dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan sistem pertanian
berkembang menjadi pertanian primitif, pertanian tradisional, hingga ke pertanian
modern (Dianniar, 2015)
Sistem pertanian ini merupakan model pertanian yang masih sangat
sederhana yang sifatnya ekstensif dan tidak memaksimalkan penggunaan input
seperti teknologi, pupuk kimia dan pestisida. Pertanian ini disebut dengan pertanian
dengan lingkungan yang tak terkendali, karena komponen lingkungan seperti suhu,
cahaya, kelembaban dan lain-lain tidak dapat diatur oleh manusia, alami sesuai
dengan cuaca dan musim yang terjadi. Selain pertanian, aspek lain dalam
lingkungan hidup seperti hutan, pantai, sabana pun banyak yang menempati
lingkungan tak terkendali. Hasil yang diperoleh dari lingkungan seperti ini sangat
tergantung pada kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim dan topografi. Karena
ketergantungannya yang sangat tinggi terhadap alam, pertanian tradisional bersifat
tak menentu sehingga produksinya tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan
penduduk yang jumlahnya terus meningkat (Dianniar, 2015).
Gambar 4. Pertanian Konvensial Lingkungan Tak Terkendali
(Sumber: Dianniar, 2015)

Pertanian konvensional juga menggunakan pestisida, herbisida, insektisida,


dan pupuk kimia yang berlebihan. Pemakaian bahan kimia pertanian tersebut
merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat, serta berpeluang menimbulkan
pencemaran. Penyebab sekaligus dampak yang dirasakan dari sistem pada
lingkungan tak terkendali ini dapat meluas sebab komponennya tidak bisa dihalang
dan atur oleh bantuan manusia. Selain berdampak terhadap lingkungan,
penggunaan bahan-bahan kimia pertanian juga membahayakan kesehatan manusia.
Risidu kimia pertanian hampir ditemukan pada semua produk pertanian
konvensional. Sisa penyemprotan pestisida dan pupuk kimia diserap dan tersimpan
di dalam produk pertanian. Produk ini kemudian didistribusikan sampai akhirnya
dikonsumsi oleh konsumen. Di sisi lain, sulitnya perkembangan sektor pertanian
adalah karena masalah lahan pertanian, seperti luas pemilikan lahan petani kini
semakin sempit, setengah dari petani memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar
sehingga sebagian besar bekerja sebagai buruh tani. Sebagai solusinya dengan
membangun agroindustri di perdesaan dalam upaya merasionalisasi jumlah petani
dengan lahan yang ekonomis. Serta produktifitas lahan menurun akibat intansifikasi
berlebihan dalam penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, sebagai solusinya
perlu dikembangkan sistem pertanian yang ramah lingkungan (Dewi, 2013).
Sehingga lingkungan terkendali seperti green house dapat dikatakan lebih aman dan
efektif untuk mengurangi dampak yang dihasilakn oleh sistem pertanian pada
lingkungan tak terkendali.
DAFTAR PUSTAKA

Aulia. (2017). Pertanian Modern di Indonesia. Terdapat pada:


https://dosenbiologi.com/pertanian/pertanian-modern . Diakses pada
tanggal 16 Maret 2019 Pukul 21.45 WIB.
Dewi, Nita Setia. (2013). Pertanian Konvensional. Terdapat pada:
https://blog.ub.ac.id/nitasetiadewi/2013/10/01/pertanian-konvensional/.
Diakses pada tanggal 16 Maret 2019 Pukul 22.05 WIB.
Dianniar, Utri. (2015). Bersahabat dengan Lingkungan Melalui Pertanian
Berkelanjutan. Terdapat pada:
https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/29-bersahabat-dengan-
lingkungan-melalui-pertanian-berkelanjutan.html. Diakses pada tanggal 16
Maret 2019 Pukul 21.58 WIB.
Mulyono, Lim. (2015). Pengertian dan Cara Membuat Green House. Terdapat
pada: https://limmulyono.com/apa-pengertian-green-house-dan-cara-
membuat-green-house/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2019 Pukul 21.33
WIB.
Mutmainnah, Risa. (2016). Pengertian Lingkungan Hidup (Unsur, Contoh,
Kerusakan, dan Upaya Pelestarian Lingkungan). Terdapat pada:
https://obatrindu.com/pengertian-lingkungan-hidup/. Diakses pada tanggal
16 Maret 2019 Pukul 19.40 WIB.
Nafila, Anadia, Dedy Prijatna, Totok Herwanto, dan Handarto. (2018). Analisis
Struktur Dan Fungsional Greenhouse (Studi Kasus Kebun Percobaan Dan
Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran). Jurnal
Teknotan Vol. 12 No. 1, April 2018 P - ISSN :1978-1067; E - ISSN: 2528-
6285
Putra, Michael. (2016). Lingkungan Hidup – Pengertian, Komponen, Manfaat,
Masalah, Makalah. Terdapat pada: https://www.sayanda.com/lingkungan-
hidup/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2019 Pukul 21.14 WIB.
William, Hang Suharto dan Harlianto Tanudjaja. (2016). Sistem Pemantauan Dan
Pengendalian Parameter Lingkungan Pertumbuhan Pada Tanaman
Hidroponik. TESLA., vol.18., no.2., hal 188-207.

Anda mungkin juga menyukai