Pendahuluan
Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi, dan pikiran yang biasa
digunakan dalam bidang psikiatri. Berbeda dengan antibiotic obat psikotropik bersifat simtomatik dan
lebih didasarkan pada pengatahuan empiric. Hal ini dapat dipahami Karena patofisiologi penyakit jiwa itu
sendiri belum jelas. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa pasien sehingga lebih kooperatif dan dapat
menerima psikoterapi dengan lebih baik. Berdasarkan penggunaan klinik terdapat 4 jenis psikotropik
yakni antipsikotik (major transqualizer, neuroleptik), antiansietas (minor transqualizer), antidepresan, dan
antimania (mood stabilizer). (1)
Istilah antipsikotik dan neuroleptik telah digunakan secara bergantian untuk menyebutkan
sekelompok obat yang terutama digunakan pada terapi skizofrenia dan juga efektif pada keadaan psikosis.
Obat antipsikotik dibagi dalam dua kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya yakni dopamine reseptor
antagonis (DRA) atau antipsikotik generasi I (APG I). APG I biasa disebut jug sebagai antipsikotik
tipikal. Dan serotonin-dopamine antagonis (SDA) atau antipsikotik generasi II (APG II). APG II jug biasa
disebut antipsikotik atipikal.(2)
Dopamine memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi psikosis. Berdasarkan
penelitian menggunakan amfetamin dan methamphetamine yang mengeksaserbasi delusi dan
halusinasi pada pasien skizofrenia didapatkan bahwa dopamine merupakan peranan penting
dalam etiologi halusinasi dan delusi tersebut. (3)
Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, termasuk skizofrenia, gangguan
skizo-aektif, demensia dengan gejala psikosis, psikosis akibat obat maupun gangguan bipolar. Ciri
terpenting obat antipsikosis ialah(1)
1. Berefek antipsikosis terhadap gejala positif (halusinasi, delusi, bicara kacau, dan agitasi) dan secara
terbatas jug berefek pada gejala negatif (apatis, miskin ide/motivasi dan alogia) serta gangguan
kognitig
1
2. Batas keamanannya besar, dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam maupun anastesia
3. Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel maupun irreversibel terutama pada
golongan obat antipsikotik tipikal
4. Tidak ada kecendrungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis
Pemberian obat antipsikotik tipikal umumnya pada pasien dengan gejala posititf seperti
halusinasi, delusi, gangguan isi pikir dan waham. Sedangkan untuk pasien psikotik dengan gejala
negatif obat tipikal hanya memberikan sedikit perbaikan. Sehingga pemberian obat psikotik
atipikal lebih dianjurkan karena obat atipikal memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas
dopaminergik kortikal prefrontal sehingga dengan peningkatan aktivitas tersebut dapat
memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada. (3)
Antipsikotik yang memiliki potensial rendah lebih memberikan efek sedatif, antikolinergik,
dan lebih menyebabkan hipotensi postural. Sedangkan antipsikotik potensial tinggi memiliki
(2)
kecenderungan untuk memberikan gejala ekstrapiramidal.
Antipsikotik tipikal memiliki banyak pengaruh terhadap variabel fisiologis terkait dengan
mekanisme antagonis pada beberapa sistem neurotransmitter. Pengaruh antipsikotik pada
golongan tipikal ini terjadi melalui antagonisme di reseptor dopaminergik D-2 yang terdapat di
traktus dopaminergik di otak yang meliputi mesokortikal, mesolimbik, tuberoinfundibular dan
traktus nigrostriatal. Walaupun efek blokade reseptor dopamine D-2 di mesokortikal dan
mesolimbik dipercaya sebagai terapi pada gangguan psikotik namun juga menjadi penyebab
(5)
utama timbulnya berbagai efek samping gangguan kognitif dan perilaku.
2
Perphenazine (trilafon)
Trifluoperazine (stelazine)
Fluphenazine (anatensol)
Rantai piperidine
Thioridazine (melleril)
Rantai piperazin adalah subfamili fenotiazine paling kuat (efektif pada dosis kecil) tapi tidak
berarti lebih efektif. Obat dengan rantai piperidine adalah yang paling lemah.(5)
b. Turunan butirofenon
Golongan ini terkait erat dengan senyawa difenilbutilpiperidine. Golongan butirofenon cenderung
lebih kuat dan lebih sedikit menimbulkan efek otonom, tapi efek ekstrapiramidalnya lebih besar.
Contoh obat dari golongan ini adalah haloperidol (haldol, serenance dll) (5)
c. Turunan tioksanten
Tiotiksen adalah contoh obat golongan ini. Umumnya tiotiksen sedikit kurang kuat jika
dibandingkan fenotiazin.(5)
d. Turunan dibenzoksazepine
Termasuk derivate senyawa ini adalah loksapin. Obat ini mewakili golongan antipsikosis yang
baru dengan rumus kimia yang berbeda dari fenotiazin, butirofenon, tioksanten tapi efek
farmakologiknya sebagian besar sama(2)
e. Turunan difenilbutil piperidine
Difenilnutil piperidine sama strukturnya dengan butirofenon . pimozide merupakan satu satunya
jenis obat dari golongan ini.(6)
Tabel 1
3
III. Farmakokinetik
A. Absorbsi dan distribusi
Pada umumnya obat antipsikotik bila ia diberikan peroral dan perenteral. Puncak konsentrasi
plasma obat obat antipsikotropika dicapai 1-4 jam setelah pemberian oral dan 30-60 menit setelah
pemberian intramuscular (IM). Konsentrasi puncak sebagian besar antipsikotika IM dicapai
dalam waktu ± 30 menit dan efek klinisnya terlihat dalam 15-30 menit. Konsentrasi puncak
plasma pada pemberian oral dicapai dalam 1-4 jam setelah pemberian. Pemberian obat antacid,
kopi, rokok, dapat mempengaruhi absorbsi. (2)
Kebanyakan antipsikotik mudah diabsorbsi tetapi tidak sempurna. Selain itu sebagian besar
obat ini mengalami metabolism lintas pertama sehingga klorpromazin dosis oral memiliki
availibilitas sistemik sebesar 25-35 , sedangkan haloperidol yang kurang dimetabolisasi memiliki
rata rata availibilitas sistemik sebesar 65 %. Kebanyakan antipsikotik sangat larut lemak dan
terikat protein. Volume distribusinya cenderung besar (biasanya > 7l/kg). mungkin karena
terkumpul dalam dalam kompartemen lipid tubuh dan afinitasnya terhadap beberapa reseptor
neurotransmitter di susunan saraf pusat sangat tinggi, durasi kerja klinisnya lebih lama dari yang
diperkirakan berdasarkan waktu paruh plasmanya. Oleh karena itu, reseptor D2 di otak pun lebih
lama ditempati. Metabolit klorpromazin diekskresikan dalam urin berminggu minggu setelah
dosis terakhir pemberian klorpromazin menahun, serupa dengan hal ini, relaps sempurna
mungkin tidak akan tercapai sampai 6 minggu atau lebih pascapemutusan sebagian besar
antipsikotik.(5)
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam
waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam
plasma sampai berminggu-minggu.(1)
B. Metabolism dan eliminasi
Sebagian besar metabolism antipsikotik tipikal dilakukan oleh hepar. Metabolism fenotiazin
dan tioxantine lebih kompleks. Misalnya klorpromazine mempunyai metabolit penting lebih dari
100. Beberapa metabolit memiliki aktivitas farmakologis yang bermakna. Tioridazine memiliki
metabolit yang lebih aktif dari tioridazine induknya. Sebaliknya haloperidol hanya memiliki satu
metabolit utama yang mempunyai aktifitas dopaminergik yang kurang bila dibandingkan
haloperidol induknya. Obat ini ditimbun di dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan
diekskresikan melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjl, kira kira 40% obat
4
dikeluarkan selama 5 hari sesudah dosis tunggal. Sebagian besar antipsikotik tipikal
dimetabolisme oleh isoenzim P450 (CYP)2D6 dan CYP 3A.(2)
IV. Farmakodinamik
A. Efek Dopaminergik
Saat ini diketahui 5 sistem atau jaras dopaminergik yang penting dalam otak. Yakni ;(7)
1. Jaras mesolimbik-mesokortikal yang muncul dari badan sel dekat substansia nigra menuju system
limbic dan sistem neokorteks. Jaras ini erat kaitannya dengan tingkah laku
2. Jalur nigrostriatal terdiri atas neuron yang keluar dari substantia nigra ke kaudatum dan putamen;
sistem ini terlibat dalam kordinasi gerakan sadar
3. Sistem tuberoinfundibular, menghubungkan nukleus arkuatus dan neuron periventrikular ke
hipotalamus dan hipofisis posterior. Dopamin yang dilepaskan oleh neuron neuron ini secara
fisiologis akan menghambat sekresi prolaktin
4. Jaras medula-periventrikular terdiri atas neuron neuron dalam nukleus motorik vagus yang
proyeksinya tidak begitu jelas
5. Jalur insertohipotalamik membentuk hubungan dari zona inserta medial menuju hipotalamus dan
amigdala
Efek antipsikotik tampak berasal dari inhbisi neurotaransmisi dopaminergik pada jaras
mesolimbik-mesokortikal. Sedangkan efek samping Parkinson terjadi akibat blockade jaras
nigrostriatal. Inhbisi jalur tuberoinfundibular bertanggung jawab terhadap efek endokrin obat
seperti hiperprolaktinemia.
5
B. Efek pada organ dan sistem spesifik
Sebagian besar antagonis reseptor dopamine memiliki efek yang signifikan pada reseptor lain
termasuk reseptor adrenergic kolinergik dan histaminergik. Efek reseptor lain mempengaruhi
organ dan sistem dengan berbagai cara disamping otak. Mungkin efek yang paling signifikan
melibatkan jantung dan sistem vaskuler. Banyak obat antagonis respetor dopamine, terutama obat
potensi rendah menurunkan kontraktilitas jantung, meningkatkan waktu konduksi atrium dan
lama periode refrakter
V. EFEK SAMPING
Gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang
ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik
golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping
gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol, Trifluoperazine, Perphenazine, Fluphenazine,
dan dapat pula oleh Chlorpromazine. Namun lebih sering diakibatkan oleh obat dengan
potensial tinggi yang memiliki afinitas yang kuat pada reseptor muskarinik.(1) Gejala
bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu
diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal).(3)
Gejala ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia
akut, tardive diskinesia, akatisia, dan sindrom Parkinson.
Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet
yang timbul beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah
otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis,
disastria bicara, krisis okulogirik, sikap badan yang tidak biasa hingga
opistotonus (melibatkan keseluruhan otot tubuh). Hal ini akan mengganggu
pasien, dapat menimbulkan nyeri hingga mengancam kehidupan seperti distonia
laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua
hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Terjadi pada
kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan
6
neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi tinggi, seperti haloperidol,
trifluoperazine dan flufenazine. (3)
Akatisia
Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk
tetap bergerak, atau rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas
atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
memburuk. Pada kasus yang ringan pasien merasa gelisah tetapi tidak
memperlihatkan peningkatan aktivitas motorik. Membedakan akatisia dengan
kegelisahan yang dikaitkan dengan gejala psikotik sangat sulit. Pasien psikotik
dengan akatisia terkadang terlihat lebih hostil. Klinisi terkadang salah menilai
keadaan ini yaitu pasien pasien dianggap gelisah akibat gejala psikotiknya tidak
berespon terhadap antipsikotik sehingga dosis obat dinaikkan akibatnya gejala
akatisia akan semakin memburuk.(5)
Sindrom Parkinson
Tardive diskinesia
7
pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Gejala hilang dengan tidur,
dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu. (3)
Faktor resiko yang berhubungan erat dengan kejadian SNM yakni penggunaan
antipsikosis dosis tinggi, waktu yang singkat dalam menaikkan dosis pengobatan,
penggunaan injeksi antipsikotik kerja lama, kondisi pasien yang mengalami
dehidrasi, kelelahan, dan agitasi. Selain itu pada pasien yang telah mengalami SNM
juga memiliki resiko tinggi untuk terjadi SNM rekurens. 1,4
8
Secara epidemiologi belum terdapat adanya penelitian mengenai kejadian SNM
yang berhubungan dengan suku. Namun penelitian di Cina menunjukkan terdapat
insidens 0,12% dari pasien yang menggunakan obat neuroleptik sementara di India
terdapat 0.14%. SNM dapat terjadi kapan pun dari waktu pengobatan dan resiko
kejadian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun. Namun 2/3
kasus terjadi pada minggu pertama setelah pemberian obat. Angka kematian sekitar
10-20% dan umumnya resiko kematian meningkat bila pasien telah mengalami
nekrosis sel-sel otot yang menyebabkan rhabdomyolisis.4
- Disfagia
- Resting tremor
- Inkontinensia
- Agitasi psikomotrik
- Rigiditas
9
Sementara untuk pemeriksaan darah rutin dapat ditemukan leukositosis,
trombositosis, dan tanda-tanda dehidrasi. 1
D. Efek hormonal
Obat psikotik tipikal yang digunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat
menyebabkan peningkatan produksi hormon prolaktin terutama pada wanita. 1
11
Tabel 2. Efek Samping Farmakologik obat obat antipsikosis(5)
12
Untuk sindrom Parkinson diberikan agen antikolinergik. Sementara untuk tardive
diskinesia ditangani dengan pemakaian obat neuroleptik secara bijaksana untuk dosis
medikasinya. Penggunaan golongan Benzodiazepin dapat mengurangi efek gerakan
involunter pada banyak pasien. (3)
VIII. Dosis
Antipsikotik sering diberikan dalam dosis harian yang terbagi dan dititrasi hingga mencapai dosis
efektif. Jika dosis harian efektif pasien telah diketahui, obat dapat diberikan tidak terlalu sering. Dosis
sekali sehari biasanya pada malam hari dapat bermanfaat bagi kebanyakan pasien selama menjalain
terapi rumatan jangka panjang.penyederhanaan jadwal dosis akan meningkatkan kepatuhan pasien.(7)
13
Tabel 3. Dosis Anjuran Obat Antipsikotik Tipikal(6)
IX. Kesimpulan
14
utama timbulnya berbagai efek samping gangguan kognitif dan perilaku. Efek
samping yang mungkin terjadi akibat penggunaan antipsikotik tipikal dapat berupa
gangguan fungsi kognitif, efek sedatif yang mungkin tidak diharapkan pada pasien
yang masih bisa aktif bekerja, dan efek antikolinergik berupa mulut kering dan
hipotensi postural. Efek gangguan hormonal dapat berupa amenorrhea pada wanita,
gangguan fungi ereksi dan pencapaian orgasme pada pria, gangguan libido,
impotensi, dan ginekomasti.
Untuk efek samping yang perlu diperhatikan yakni gangguan ekstrapiramidal
(extrapyramidal syndrome) berupa reaksi distonia akut, tardive diskinesia, akatisia,
dan sindrom Parkinson. Sedangkan efek samping yang perlu diwaspadai dan
memerlukan tindakan segera dan agresif yakni Sindrom Neuroleptik maligna yang
bila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
3. Gilman Ga. Manual Of Pharmacology and Therapeutics. Edition F, editor. California: Mc Graw
Hill; 2010.
4. Virgina Alcott Sadcok MD. Synopsis of Psychiatry. Edition T, editor. New York: Lipiincot
Williams and Wilkins; 2007.
6. Dr. Rusdi Mursalim SK. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Unika Atma Jaya; 2007.
7. Benjamin James Sadcok MD. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2 E, editor. Jakarta: EGC; 2010.
16