Anda di halaman 1dari 4

Cerdas dan Melek Politik, Generasi Milenial Indonesia Siap Memilih

Kelompok generasi milenial Indonesia akan menentukan arah pemilihan presiden


(pilpres) 2019 karena ukuran populasi mereka yang signifikan, 34-50 persen.
Mereka juga tidak memiliki sikap apolitis. Kandidat yang mampu memikirkan,
menyerap, dan mengakomodasi aspirasi mereka akan memiliki cukup keuntungan
untuk menang.
Indonesia telah mengambil langkah pertama menuju pemilihan presiden 2019
dengan mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada tanggal
10 Agustus 2018. Pilpres 2019 menjadi kesempatan kedua bertemunya Joko
“Jokowi” Widodo dan Prabowo Subianto.

Presiden Jokowi telah menunjuk pasangan wakil presiden yang mendampinginya,


Ma’ruf Amin, seorang ulama konservatif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan
latar belakang kelompok Islam Nahdaltul Ulama. Di pihaknya, Prabowo telah
memilih calon wakil presiden Sandiaga Uno, seorang pengusaha dan mantan wakil
gubernur ibukota Indonesia, Jakarta.

Meskipun pemilihan presiden masih akan diadakan pada bulan April 2019, para
pendukung kedua kandidat sejak pengumuman kedua nama pasangan telah secara
agresif memulai kampanye terutama di media sosial. Pemilih dari kelompok usia
generasi milenial menjadi target potensial karena jumlah populasi mereka yang
signifikan dan merebaknya penggunaan media sosial mereka.

POLITIK BERBASIS INTERNET


Populasi kelompok milenial di Indonesia menyusun sekitar 34,5 hingga 50 persen
dari total penduduk, dengan rentang usia 15-35 tahun. Angka tersebut
menunjukkan ukuran yang sangat signifikan, sehingga pemilih milenial menjadi
kelompok sasaran yang jelas untuk menang. Namun, apakah kedua pesaing
menyadari dan akrab dengan aspirasi generasi milenial?
Karakteristik yang kuat dari generasi millenial ialah tingginya angka literasi dan
keterlibatan mereka di Internet. Boston Consulting Group (BCG) dan University of
Berkeley dalam penelitian “Milenials Amerika 2011: Menguraikan Generasi Enigma”
mengidentifikasi wajah kuat milenial Amerika sebagai penduduk asli digital.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 oleh Pusat Penelitian Alvara Indonesia
menunjukkan bahwa generasi milenial Indonesia memiliki karakteristik yang
hampir sama dengan milenial Amerika. Milenial Indonesia memanfaatkan sumber
digital untuk mengetahui dan memahami politik dengan mengandalkan kanal
Twitter, Facebook, YouTube, Instagram, dan LINE (alih-alih WhatsApp) untuk
membentuk persepsi mereka tentang politik. Kandidat presiden yang bersaing
yang mempraktekkan politik secara teoretis sekarang perlu mengatasi fenomena
politik baru ini untuk mencapai kesuksesan.

PEMIKIRAN PRAGMATIS
Perspektif para milenial Indonesia adalah, apakah merangkul politik bermanfaat
untuk kebutuhan mendesak serta kreativitas dan imajinasi inovatif mereka.
Idealisme dalam politik, yang berarti komitmen penuh terhadap ideologi politik
mulai dari haluan kiri, Islami, atau liberal, bukanlah perspektif umum di kalangan
politik milenial. Kelompok milenial mempertimbangkan politik berdasarkan dampak
nyata dan langsung bagi mereka.

Media di Indonesia seringkali menggambarkan generasi milenial sebagai orang


yang pragmatis dan kurang tertarik dengan idealisme politik, dengan
menghadirkan citra profesional muda yang sukses dengan terobosan dan inovasi
bisnis yang cerdas seperti pendiri Gojek dan Tokopedia. Politisi muda hampir tidak
tercakup di media sebagai wakil generasi milenial. Namun, terlepas dari
pragmatisme mereka, generasi milenial Indonesia tidaklah apolitis.

Faktanya, milenial Muslim Indonesia sangat kritis terhadap pemerintahan yang


berkuasa saat ini sebagaimana terlihat dalam keunggulan mereka dalam gerakan
#2019GantiPresiden. Mereka bergabung dalam gerakan itu, meskipun kadang-
kadang mereka bergabung tanpa memikirkan apa tepatnya agenda selanjutnya.
Kedua kandidat presiden sebaiknya mengenali kecenderungan ini dan menemukan
cara untuk mengubah strategi politik mereka.

SIGNIFIKANSI AGAMA
Hasil survei The Pew Research Center mendapati, kelompok milenial Afrika-
Amerika lebih religius daripada rekan-rekan mereka. Survei ini menarik karena
mencerminkan kecenderungan umum generasi milenial Indonesia. Muslim milenial
Indonesia melestarikan dan memiliki komitmen yang mendalam terhadap doktrin
Islam mereka.

Namun, dalam mempelajari agama, mereka memperoleh materi dari sumber-


sumber online, alih-alih dari lembaga-lembaga otoritatif dan para ahli yang
memiliki pengetahuan dalam studi agama. Terdapat kecenderungan bagi mereka
untuk tertarik pada kelompok konservatif Islam. Banyak kongregasi Islam yang
baru didirikan memiliki basis keanggotaan yang didominasi oleh generasi milenial.

Kecenderungan ini cukup mengkhawatirkan bagi masa depan Islam moderat di


Indonesia. Oleh karena itu, Jokowi maupun Prabowo harus mendekati kelompok-
kelompok tersebut. Tidak hanya untuk memenangkan hati dan pikiran mereka,
tetapi juga untuk mengarahkan Islam Indonesia di jalur moderat.

MENGHARAPKAN LEBIH BANYAK PERAN POSITIF


Terdapat asumsi bahwa kelompok milenial tidak akan menggunakan hak mereka
untuk memilih dalam pemilihan presiden 2019 karena sikap apolitis mereka.
Asumsi ini tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk mengabaikan signifikansi
mereka.
Hal ini akan menjadi kerugian besar bagi Indonesia jika kedua kandidat presiden
Jokowi dan Prabowo mengabaikan pengaruh milenial dalam pemilihan presiden
2019. Bagaimana demokrasi dapat dipertahankan dalam situasi ketika sejumlah
besar warga negara Indonesia apolitis?

Bagaimana kedua kandidat presiden membentuk strategi kampanye mereka untuk


menjangkau kelompok milenial untuk pemilihan legislatif dan presiden? Partisipasi
milenial dalam pemilu mendatang, dalam pemilihan legislatif maupun presiden,
sangatlah diperlukan untuk mempertahankan demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai