Disusun oleh :
EKWANTORO, S. Kep. Ns
06. 06. 007
Mahasiswa
Mengetahui :
Pembimbing Akademik
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTRO ENTERITIS
I. DEFINISI
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak konsistensi fises encer, dapat
berwana hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
(Perawatan Anak Sakit, Ngastiyah, 1997, Jakarta EGC).
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau
tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.
(Monsjoer, Arif : 2000 : 470).
Diare adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
beresiko mengalami defikasi sering dengan feses cair atau feses yang tidak
berbentuk.
(Carpenito Lynda Juall : 2000 : 104)
II. ETIOLOGI
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa factor :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi internal : Infeksi saluran pencernaan
makanan yang merupakan penyebab diare pada anak melewati :
Infeksi internal :
Vibrio, E coli, salmonella, shigela, compy tobactery, yersinia,
Aeromanas.
Infeksi virus :
Entero virus (virus ECHO, Coy sakie, polyo myelitis), Adenovirus,
Rotovirus, Astrovirus.
Infeksi parasit :
Cacing (Ascaris, Trichoris, Oryuris, Strongyloides), protozoa,
(Entamoeba, Histolytica, glardia lamblia, Trichomonas), jamur
(candida albican).
b. `Infeksi parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan
makanan seperti otitis media akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringitis,
bronko pneumia, ensifalitis, dan sebagainya, keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawa 5 tahun.
2. Faktor Mal Nutrisi
Mal Absorbsi Karbohidrat :disakarida (intoleransi laktosa, Maltosa dan
sukrosa), Monosakarida, (intoleransi glokosa,
fruktosa dan glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayidan anak yang terpenting dan
interaksi laktosa.
3. Faktor Makanan
Makanan basi.
Makanan beracun.
Alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar.
(Ngastiyah : 1997 : Hal 143 – 144).
III. PATOFISIOLOGI
a. Narasi
Berhubungan dengan mal absorbsi atau inflamasi sekunder, akibat :
Kwasiorkor Penyakit crohn
Gasteritis Kanker kolon
Ulkus peptikum Spatis kolon
Devertikulitis Penyakit seliaka (sprue)
Kolitis ulserativa Usus yang sagat sensitf.
Berhubungan dengan defisiensi laktasi.
Berhubungan dengan peningkatan peristaltik sekunder akibat
peningkatan kecepatan metabolik (heperteroidisme).
Berhubungan dengan sidrom dumping.
Gastro Enteritis
Syok
hipovolumik
Gangguan
sirkulasi
IV. GEEJALA KLINIK
a. Awalnya anak menjadi sengeng,
gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafasu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare, tinja makin cair, mungkin mengandung
darah atau lendir, warna tinja menjadi kehijau-hijauan karana tercampur
empedu, anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
b. Gejala muntah dapat terjadi
sebelum dan sesudah diare, bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit
terjadilah gejala dehidrasi, berat badan turun, pada bayai ubun-ubun besar
cekung, tonus dan torgor kulit berkurang, selaput lender dan bibir kering.
V. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian Cairan
Pemberian cairan pada pasien dengan memperhatiakan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
Cairan per oral
Pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan berikan per oral
berupakan cairan yang berisikan NaCl dan NaHCo3, Kcl dan Glukosa.
Cairan perenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesui dengan
kebutuhan pasien.
Cara pemberian cairan
a. Belum ada dehidrasi
Per – oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap
defikasi.
b. Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 – 100 ml/kg BB per – oral (intragastrik).
c. Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 – 100 ml/kg BB per – oral / intragastrik
Selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad libitum
d. Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg : 1
jam pertama : 40 ml/kg BB / jam : 10 tetes / kg BB / menit (set
infus berukuran 1 ml : 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit) set
infus 1 ml : 20 tetes 7 jam berikutnya : 12 ml / kg BB / jam : 3 tetes
/ kg BB / menit (set infus 1 ml : 15 tetes) atau 4 tetes / kg BB /
menit (set infus 1 ml : 20 tetes). 16 jam berikutnya : 125 ml / kg
BB, oralit per – oral atau intragastrik bila anak tida mau minum,
teruskan dengan intravena 2 tetes / kg BB / menit (set infus 1 ml :
15 tetes) atau 3 tetes / kg BB / menit (set infus 1 ml : 20 tetes).
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15
kg.
1 jam pertama : 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit
(1ml : 15 tetes) atau 10 tetes / kg BB / menit (1 ml 20 tetes).
7 jam berikutnya : 10 ml / kg /BB / jam atau 3 tetes / kg BB / menit
(1 ml : 20 tetes ). 16 jam berikutnya : 125 ml / kg BB / oralit per –
oral atau intragastrik, bila anak tidak mau minum dapat diteruskan
D6 aa intravena 2 tetes / kg BB / menit (1 ml : 15 tetes) atau 3 tetes
kg BB / menit (1 ml ; 20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan BB 15 – 25 kg
1 jam pertama : 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
(1ml : 15 tetes) atau 7 tetes / kg BB / menit (1 ml : 20 tetes).
7 jam berikutnya : 10 ml / kg BB / jam / 2,5 tetes / kg BB / menit
(1 ml : 15 tetes) atau 3 tetes / kg BB / menit (1 ml : 20 tetes).
16 jam : 105 ml / kg BB oarlit per – oral atau bila anak tidak mau
minum dapat diberikan D6 aa intravena 1 tetes / kg BB / menit (1
ml : 15 tetes) atau 1 ½ tetes / kg BB / menit (set 1 ml : 20 tetes).
Untuk bayi lahir (neonatal) dg BB 2 – 3 kg kebutuhan cairan
125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml / kg / BB / 24 jam. Jenis cairan :
½
cairan 4 : 1 (4 bagian Glokosa 5% + 1 bagian NaHC 03 1 %)
kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg
BB / menit (1ml : 20 tetes). 20 jam berikutnya 150 ml / kg BB / 20
jam atau 2 tetes / kg BB / menit (1ml : 15 tetes) atau 2 1/2 tetes / kg
BB / menit (1ml : 20 tetes).
Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan
kurang dari 2 kg.
Kebutuhan cairan 250 ml / kg BB / 24 jam, jenis cairan : cairan 4 :
1 (4 bagian glokosa 10% + 1 bagian NaHC03 1 1/2 %) kecepatan
cairan sama dengan pada bayi baru lahir.
Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi
berat. Misalnya untuk umur 1 bln – 2 thn dengan berat badan 3 –
10 jenis cairan D6 aa dan jumlah cairan 250 ml / kg BB / 24 jam
kecepatan : 4 pertama : 60 ml / kg BB / jam atau 15 ml / kg BB /
jam atau 4 tetes / kg BB / menit (1ml : 15 tetes) atau 5 tetes / kg
BB / menit (1ml = 20 tetes).
(Ngastiyah : 1997 : 147 – 148).
2. Pengobatan Diatetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan :
a. Susu (ASI dan atau formula yang mengandung lactosa
rendah dan laktosa lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau
sejenis lainya).
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi
tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuikan dengan kelainan yang
temukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam
lamak yang barantai sedang atau tidak jenuh.
Cara Memberikanya :
a. Hari 1 : setelah dehindrasi segera diberikan
makanan per – oral. Bila diberi ASI / susu formala tetapi deare masih
sering, supaya diberikan oralit selang – seling dengan ASI misalnya 2
kali ASI / susu khusus, 1 kali oralit.
3. Obat – Obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalai
tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit
dan glokosa atau karbohidrat lain (gula, air tajir, tepung beras dan
sebagainya).
a. Obat anti
sekresi.
Asetosal dosis 25 mg / tahun dengan dosis minum 30 mg.
Klopormazim dosis 05 – 1 mg / kg BB / hari.
b. Obat
Spasmolitik.
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladona, oprum
loporamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi,obat
pengeras tinja seperti : koalin, paktin, charcoal, taboral, tiadak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik.
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas bila penyebab kolera, diberikan tetra aiklin 25 – 50 mg / kg BB /
hari.
(Ngastiyah : 1997 : 149).
VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder terhadap muntah dan
diare atau aut put yang berlebih.
2. Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan absorbsi yang tidak adekuat.
3. Intoleran aktifitas yang
berhubungan dengan kelemahan fisik
4. peningkatan suhu tubuh yang
berhubungan dengan proses penyakit
VII. INTERVENSI
Dx 1 : Gangguan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan sekunder terhadap diare.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya pada pasien dan keluarga
pasien.
R : Menbina saling kepercayaan antara pasien dengan tem medis.
2. Kaji output dan input cairan
R : Untuk membantu deteksi dini balance cairan.
3. Berikan kebutuhan cairan sesui dengan advis dokter.
R : Agar kebutuhan cairan tubuh dapat terpenuhi.
4. Observasi TTV (TD, N, S).
R : Detensi dini kekurangan cairan yang lebih berat.
5. Observasi kelancaran cairan infus.
R : Terpenuhi balance cairan dalam tubuh.
6. Anjurkan pasien minum 2 – 2,5 hari / hari / 8 gelas / hari.
R : Untuk menhindari terjadinya dehidrasi yang lebih berat.
7. Kalaborasi dengan dokter dan tim medis lain dalam
pemberian cairan infus dan antibiotik.
R : Memungkinkan fungsi penggantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit cairan.
4. B
erikan kolaborasi oral.
R : Meningkatkan nafsu makan.
5. T
imbang berat badan tiap hari.
R : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet / keefektifan terapi.
6. K
olaborasi degan ahli gizi dalam pemberian diit TKTP.
R : Menentukan terapi yang tetap tentang diit yang dijalani.
DAFTAR PUSTAKA
B. Penanggung jawab
Nama : Ny “ D “
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SMA
Alamat : Buluk jombok, Mojokerto
4. Role Perfomence
Pasien adalah anak yang masih kecil dan manja
terhadap keluarganya
J. DATA SOSIAL
1. Pendidikan :-
2. Sumber Penghsilan :-
3. Pola Komunikasi : pasien tidak bisa berinteraksi
dengan baik yang di tandai pasien selalu menangis jika di
dekati perawat
4. Pola Interaksi : interaksi dengan perawat maupun dokter
kurang baik tetapi jika kepada keluarga baik
K. DATA SPIRITUAL
Pasien tidak sholat karena masih kecil
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN