Anda di halaman 1dari 6

A.

KONSEP MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN

1. Defenisi

Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara

efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang

dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien,

memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam

pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai

derajat kesehatan yang optimal.

Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari

pelayanan sebagai berikut :

a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai

sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak

dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen.

Misalnya: pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan

bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi

pasien rumah sakit tersebut.

b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang

dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila

dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya,

dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan

kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan

secara bersamaan. Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan

pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.


c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi

karena merupakan non standardized dan senantiasa mengalami

perubahan tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerima

pelayanan dan kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut

diberikan. Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di

ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.

d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan

komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya

: jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan

yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak dapat

disimpan untuk dipergunakan lain waktu.

2. Pengukuran Mutu pelayanan

Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan

tiga variable yaitu input, proses, dan output/outcome.

a. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi,

organisasi, dan informasi

b. Proses adalah inetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan

konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis atau

keperawatan harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada

diri pasien. Setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan resiko

terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien lainnya. Program

keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan keselamatan


pasien dan meningkatkan mutu pelayanan. Interkasi profesional yang

lain adalah pengembangan akreditasi dalam meningkatkan mutu

rumah sakit dengan indicator pemenuhan standar pelayanan yang

ditetapkan Kementrian Kesehatan RI. ISO 9001:2000 adalah suatu

standar internasional untuk system manajemen kualitas yang bertujuan

menjamin kesesuaian dari suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan

persyaratan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit.

Keilmuan selalu diperbaruai untuk menjamin bahwa tindakan

medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah

yang mutakhir. Interkasi profesional selalu memperhatikan asas etika

terhadap pasien, yaitu:

1) Berbuat hal-hal yang baik (beneficence) terhadap manusia

khususnya pasien, staf klinis dan nonklinis, masyarakat dan

plenggan secara umum

2) Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia

3) Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak

otonomi, martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati

4) Berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan

c. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan

keperawatan yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen

termasuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja dari

rumah sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan

proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.


B. AUDIT PERSONAL

1. Defenisi

Audit personalia adalah pemeriksaan dan penilaian data-data personalia.

Audit personalia mengevaluasi kegiatan-kegiatan personalia yang

dilakukan dalam suatu organisasi, baik bagian perbagian maupun

organisasi secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan dan penilaian

menunjukkan atau mencerminkan hal-hal berikut:

a. Mengidentifikasi sumbangan departemen personalia kepada organisasi

b. Meningkatkan kesan profesional terhadap departemen personalia

c. Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme lebih besar diantara

karyawan departemen personalia

d. Menstimulasi keseragaman kebijakan dan praktek personalia

e. Memperjelas tugas dan tanggung jawab departemen personalia

f. Menemukan masalah personalia secara kritis

g. Mengurangi biaya sumber daya manusia melalui prosedur personalia

yang lebih efektif

h. Menyelesaikan keluhan lama dengan aturan legal

i. Meningkatkan kesediaan untuk menerima perubahan yang diperlukan

dalam departemen personalia

j. Memberikan tinjauan terhadap system informasi departemen

2. Pendekatan Teknis Audit Personalia

Ada lima pendekatan riset personalia yang dapat diterapkan untuk

melakukan audit personalia dalam suatu organisasi.


a. Pendekatan komperatif

Dilaksanakan dengan cara membandingkan organisasi/perusahaan

lain, baik per bagian atau secara menyeluruh, untuk menemukan

bidang pelaksanaan kerja yang tidak baik

b. Pendekatan wewenang dari luar

Bergantung pada penemuan-penemuan oleh para ahli atau konsultan

dari luar organisasi/perusahaan, yang digunakan sebagai standar

penilaian dalam audit personalia

c. Pendekatan statistic

Dengan memerhatikan dan/atau menggunakan data yang ada, standar

disusun secara statistic dengan berbagai program dan kegiatan yang

dievaluasi.

d. Pendekatan kepatuhan

Dilaksanakan dengan cara mengambil sampel elemen-elemen.

Selanjutnya, system informasi personalia diperiksa terhadap

pelanggaran hukum/peraturan yang terjadi dengan maksud

mengetahui kebenaran terjadinya pelanggaran tersebut.

e. Pendekatan MbO (management by objective)

Dilaksanakan dengan membandingkan hasil kegiatan personalia

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Bidang pelaksanaan kerja yang

jelek dapat dideteksi dan dilaporkan.

3. Laporan Audit

Laporan audit umumnya disusun sebagai berikut:


a. Judul

b. Daftar isi

c. Ringkasan dan kesimpulan, terutama berguna untuk pimpinan

eksekutif puncak

d. Masalah pokok (tujuan audit, analisis, evaluasi, dan sebagainya)

e. Kesimpulan dan saran

f. Tubuh (berisi: data, fakta, pandangan, serta alasan yang merupakan

dasar kesimpulan dan saran)

g. Sumber data

h. Lampiran yang dianggap penting

Laporan tersebut harus jelas menerangkan ruang lingkup dan tujuan audit.

Laporan juga harus lengkap tetapi cukup ringkas serta tidak memihak

dengan disertai kesimpulan serta saran yang objektif. Data-data yang

mendukung laporan harus kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Laporan audit yang baik dan objektif sangat bermanfaat untuk dapat

dipakai sebagai pedoman pengambilan kebijakan tertentu. Indikator klinik

mutu pelayanan keperawatan di klinik meliputi keselamatan pasien,

perawatan diri, kepuasan pasien, kenyamanan, kecemasan, dan

pengetahuan.

C. PATIENT SAFETY

Anda mungkin juga menyukai