materi dalam Blog ini merupakan kumpulan beberapa tugas dan materi kuliah dalam
bidang ilmu farmasi
Pendahuluan
Sebagai reaksi, kelompok ilmuwan atau pengguna hewan laboratorium juga mengemukakan
argumentasi sebagai berikut :
1. Kebanyakan jenis hewan yang digunakan tidak termasuk ke dalam kelompok hewan ternak atau
hewan produksi.
2. Teknologi yang berkaitan dengan aktivitas biologik untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia
tidak mungkin dilakukan langsung pada manusia, tetapi diawali dengan penelitian-penelitian pada
hewan percobaan. Yang jelas, hewan percobaan digunakan dalam eksperimen semata-mata
ditujukan untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia.
3. Dalam memperlakukan hewan percobaan dalam penelitian, para ilmuwan selalu berusaha
menggunakan teknik yang seminimal mungkin menimbulkan rasa sakit pada hewan percobaan.
4. Penggunaan hewan hidup dalam penelitian akan tetap dilakukan oleh para ilmuwan sejauh
menurut pendapat mereka, pengamatan tidak mungkin ditempuh dengan cara lain.
Pemanfaatan hewan percobaan demi pengembangan ilmu dan teknologi semakin meningkat, baik
dalam pengadaan jumlah, ras, maupun kondisi hewan. Sejalan dengan hal itu, meningkat pula teknik
dalam tatalaksana peternakan dan pengembangbiakan, serta cara-cara perlakuan dan penanganan
hewan percobaan, sehingga tujuan pemanfaatan dapat tercapai semaksimal mungkin, dengan
seminimal mungkin membuat hewan menderita.
Pemanfaatan hewan percobaan menurut pengertian secara umum adalah untuk penelitian yang
mendasarkan pengamatan aktivitas biologik. Berdasarkan pada bidang ilmu yang dibina dan
lingkungan tempat bernaungnya laboratorium, maka pemanfaatan hewan percobaan akan mengarah
kepada suatu tujuan yang khusus.
Laboratorium yang bernaung di dalam universitas mengutamakan penggunaan hewan percobaan
dalam penelitian murni yang menyangkut aktivitas biologik. Laboratorium yang berada di lingkungan
industri cenderung menggunakan hewan percobaan untuk pengujian mutu hasil produksinya,
sedangkan laboratorium klinik menggunakannya untuk keperluan diagnosis.
BIDANG TOKSIKOLOGI
Suatu bahan kimia sering ditambahkan pada makanan hewan dan manusia untuk tujuan memberi
warna yang menarik dan aroma, atau obat untuk pencegahan penyakit dan pengawet. Agar bahan
kimia tersebut tidak membahayakan konsumen, maka perlu dilakukan pengujian toksikologik melalui
hewan percobaan.
Pengujian toksikologik dengan menggunakan hewan percobaan yang dilakukan di lingkungan industri
bertujuan agar bahan bahan kimia yang ditambahkan pada makanan tepat dalam arti aman bagi
konsumen, daya kerja efektif dan masih memberi keuntungan bagi perusahaan.
Di bidang kedokteran, uji toksilogi dilakukan untuk penegakan diagnosis pada kejadian keracunan
makanan oleh bahan kimia atau toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Selain itu, pengujian
juga dilakukan untuk pengawasan pencemaran pestisida pada bahan makanan maupun lingkungan.
Karena tujuan akhir dari uji toksikologi ini adalah untuk keselamatan manusia, maka hewan
percobaan yang dipilih mempunyai sifat-sifat respon biologik dan adaptasi yang mendekati manusia.
Kesamaan filogeni antara manusia dan primata mendorong para ilmuwan untuk memilih primata
sebagai model. Akan tetapi karena pengadaannya tidak selalu lancar, serta pemeliharaannya yang
cukup mahal, maka tikus putih dapat dipilih sebagai alternatif.
Alternatif lain adalah penggunaan anjing, mengingat anjing hidup di lingkungan manusia dan
makanannya sama dengan makanan manusia. Anjing yang digunakan tentunya bukan yang sedang
dipelihara, tetapi merupakan anjing yang tak bertujuan atau sedang dibuang oleh pemiliknya.
Thalidomit adalah obat yang dikenal membahayakan bila diminum oleh wanita hamil karena dapat
melahirkan anak cacat (teratogenesisi). Untuk membuktikan hal ini digunakan kelinci yang sedang
bunting.
BIDANG PATOLOGI
Ahli patologi menggunakan hewan percobaan terutama untuk meneliti atau mengamati adanya
perubahan patologik jaringan tubuh yang disebabkan oleh :
1. terjadinya kontak antarspesies (infeksi mikroorganisme pada hewan atau manusia)
2. stress karena faktor lingkungan (suhu, kelembaban, sanitasi, dll)
3. keracunan makanan
4. defisiensi makanan
Selain itu hewan percobaan juga digunakan dalam penelitian kanker, determinasi penyakit
berdasarkan perubahan jaringan dan organ tubuh yang terjadi setelah hewan percobaan
mendapatkan perlakuan
DIAGNOSIS
Beberapa contoh hewan percobaan dan kegunaannya dalam diagnosis antara lain :
1. Mencit : penyakit yang disebabkan oleh enterbacteriaceae, antraks, pasteurellosis, dan rabies
2. Marmut : TBC tipe human, brucellosis, antraks, radang paha, edema malignan, penyakit yang
disebabkan oleh ricketsia
3. Kelinci : TBC tipe bovine dan pasteurellosis
4. Tikus putih : leptospirosis
5. Hamster : leptospirosis dan lepra
Pengguna hewan percobaan dikelompokkan menurut ketentuan jumlah dan proporsi tiap spesies
yang digunakan :
1. Laboratorium Rumah Sakit dan Kesehatan Masyarakat
Jumlah hewan yang digunakan tidak besar tetapi jumlah keperluan relatif tetap dan variasi spesies
tidak banyak. Hewan yang digunakan terutama marmut, kadang mencit dan kelinci.
2. Laboratorium Industri Farmasi
Menggunakan tikus atau mencit dalam jumlah besar untuk keperluan penelitian dan pengembangan.
Anjing dan tikus digunakan untuk uji toksisitas, diperlukan dalam jumlah yang tidak besar tetapi
konstan. Berbagai spesies lain juga sekali-sekali digunakan, untuk keperluan penelitian dasar, tetapi
jumlahnya tidak banyak.
3. Laboratorium Penelitian Kanker
Diperlukan mencit dalam jumlah besar dan tetap, dan secara tidak tetap digunakan spesies lainnya
4. Laboratorium dalam Universitas dan Lembaga Penelitian
Jumlah dan jenis hewan percobaan yang digunakan tidak tetap. Proporsi tiap jenis hewan tidak
ditentukan. Penggunaan hewan percobaan di universitas dan lembaga penelitian sangat bergantung
pada biaya dan hubungan kerja sama dengan disiplin lain.
Pengujian Farmakologi pada Hewan Coba
Suatu senyawa yang baru ditemukan, baik hasil isolasi maupun sintetik, terlebih dahulu diuji dengan
serangkaian uji farmakologik pada organ terpisah maupun pada hewan utuh (uji praklinik). Bila
ditemukan suatu aktivitas farmakologik yang mungkin bermanfaat, maka senyawa yang lolos uji ini
akan diteliti lebih lanjut.
Sebelum calon obat baru ini dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk
meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek toksiknya pada hewan percobaan. Dalam
studi farmakokinetik, tercakup juga pengembangan teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa
maupun metabolitnya dalam cairan biologis. Semuanya itu diperlukan untuk memperkirakan dosis
efektif dan memperkecil resiko penelitian pada manusia.
Studi farmakologi toksikologi pada hewan (uji praklinik) umumnya dilakukan dalam 3 tahap, masing-
masing pada 2 atau 3 spesies hewan percobaan.
a. Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut bertujuan untuk mencari besarnya dosis tunggal yang mematikan 50% dari
sekelompok hewan coba (LD50). Pada tahap ini sekaligus diamati gejala toksik dan perubahan
patologik organ pada hewan tersebut
b. Uji Toksisitas Kronik
Uji ini bertujuan meneliti efek toksik pada hewan percobaan setelah pemberian senyawa secara
teratur dalam jangka panjang dan dengan cara pemberian seperti pada pasien kelak. Lama
pemberian bergantung pada lama pemakaian nantinya pada penderita
c. Uji Toksisitas Khusus
Uji toksisitas khusus meliputi penelitian terhadap sistem reproduksi termasuk teratogenisitas,
karsinogenisitas, mutagenisitas, dan uji uji ketergantungan.
Walaupun farmakologi toksikologi pada hewan memberikan data yang berharga, ramalan tepat
mengenai efeknya pada manusia belum dapat dibuat karena spesies yang berbeda tentunya
menimbulkan perbedaan jalur dan kecepatan metabolisme, kecepatan ekskresi, sensitivitas reseptor,
anatomi, dan fisiologi. Oleh karena itu, untuk mempertegas efek obat pada manusia, baik efek terapi
maupun nonterapi, perlu dilakukan pengujian langsung pada manusia dalam uji klinik.