Anda di halaman 1dari 2

12 Mei 1998 dan Hak Asasi Manusia

Mengenang tragedi Trisakti hari ini, tanggal 12 Mei 1998. Tragedi Trisakti
merupakan peristiwa penembakan 4 mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan pada saat
demonstrasi besar di Jakarta. Keempat mahasiswa tersebut adalah Hendriawan Sie, Elang
Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, dan Hery Hartanto. Kejadian tersebut sering dikaitkan
dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), hingga setiap 12 Mei dikaitkan dengan
isu HAM.

Mengenang tragedi yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti saat reformasi 1998.

Tragedi 12 Mei 1998, mengingatkan kita bahwa HAM menjadi instrumen


terpenting dalam menjaga kestabilan masyarakat dan negara. Bahwa HAM menjadi
patokan bagi negara dalam merumuskan suatu kebijakan dan produk hukum tertentu
sehingga hak-hak warga negara secara keseluruhan dapat terlindungi dan terjaga
kemurniannya. Pada saat ini, terdapat suatu dilema bagi Indonesia dalam rangka menjaga
HAM warga negaranya. Banyaknya kasus pelanggaran HAM terdahulu yang masih belum
terselesaikan seperti Kasus Tanjung Priok (1984), Kasus GAM (1990-2004), Kasus
Ambon (1999), Kasus Poso (1998 – 2000), dan masih banyak lagi.
Banyaknya perhatian masyarakat terhadap isu HAM, berdampak pada perumusan
Perubahan Kedua UUD 1945, MPR pada saat itu memasukkan pengaturan HAM menjadi
bagian dari UUD 1945. Hal tersebut sejalan dengan teori Negara Hukum menurut Fredrich
Julius Stahl, yang menyebutkan salah satu Negara hukum adalah adanya supremasi HAM.
Ini berarti HAM telah menjadi acuan bagi Indonesia dalam merumuskan ketentuan-
ketentuan hukum nasional. Hal tersebut tercermin dengan terbentuknya beberapa produk
hukum seperti UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention Against Torture
And Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang
Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau
Merendahkan Martabat Manusia), UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
UU No. 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, UU No. 11 Tahun 2005 Tentang
Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya), dan UU No. 12 Tahun
2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights(Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik).
Banyak produk hukum yang masih normatif, tidak sejalan dengan
pengimplementasiannya. Masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM dan pelanggaran
HAM berat yang masih bermunculan dan belum terselesaikan. Hal ini diakibatkan tidak
adanya itikad baik oleh pelaksana pemerintah di Negara ini untuk menyelesaikan
banyaknya permasalahan HAM dalam tataran praktis. Padahal, demi menjadikan HAM
sebagai bagian dari Negara Indonesia, banyak pengorbanan yang telah dilakukan oleh
masyarakat Indonesia pada tragedi 12 Mei 1998. Maka dibutuhkan niat dan usaha yang
keras pamimpin kedepan untuk menegakkan kepastian dan keadilan bagi pihak yang
melanggar dan dilanggar HAM-nya.
Oleh karena itu, sebagai bangsa yang besar, Indonesia tidak boleh melupakan
sejarah, khususnya sejarah Tragedi 12 Mei 1998. Dengan mengingat Tragedi 12 Mei 1998,
maka Indonesia dapat harus menegakkan HAM, baik dalam tataran normatif atau aturan,
maupun implementasiannya. Penuntasan tragedi 1998, dapat digunakan sebagai pertanda
keseriusan negara dalam menangani dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

Anda mungkin juga menyukai