Anda di halaman 1dari 27

Referat

Scrotal Mass

Disusun Oleh:
Justin Anggrahito 1361050220

Pembimbing:
Dr. Ronald Tanggo Sp.U

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
Periode 11 Desember 2017 - 24 Febuari 2018

1
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 3

ANATOMI SKROTUM DAN TESTIS 3

FISIOLOGI TESTIS 5

DEFINISI MASSA SKROTUM 5

HIDROKEL 5

VARIKOKEL 9

HEMATOKEL 11

SPERMATOKEL 11

EPIDIDIMITIS 12

ORCHITIS 13

TORSIO TESTIS 16

TUMOR TESTIS 19

HERNIA INGUINALIS LATERALIS 26

DAFTAR PUSTAKA 27

2
Pendahuluan

Massa skrotum adalah kelainan dalam isi skrotum, kantong kulit yang menggantung di
belakang penis. Skrotum berisi dua testis dan struktur terkait yang memproduksi, menyimpan dan
transportasi sperma dan hormon seks pria. Sebuah massa skrotum mungkin akumulasi cairan,
pertumbuhan jaringan abnormal, atau isi normal skrotum yang telah menjadi bengkak, meradang atau
mengeras. Massa skrotum harus diperiksa oleh dokter, bahkan jika tidak mengalami sakit atau gejala
lain sekalipun. Massa skrotum bisa menjadi kanker tumor atau kondisi lain yang mempengaruhi fungsi
dan kesehatan testis. Tanda dan gejala dari massa skrotum bervariasi, tergantung pada sifat dari
kelainan. Dalam beberapa kasus, satu-satunya tanda mungkin adanya benjolan di dalam skrotum yang
dapat dirasakan dengan jari.

Anatomi skrotum dan testis


1. Skrotum
Skrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis, kulit dan fasia superfisialis.
Fasia superfisialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fasia superfisialis terdapat
selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunika dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi
terhadap dingin dan dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fasia
superfisialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen
ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fasia superfisialis perineum. Arteri untuk
skrotum ialah1:
- Ramus perinealis dari A. Pudenda interna.
- A. Pudenda externa dari A. Femoralis.
- A. Kremasterika dari A. Epigastrika inferior.
Vena scrotalis mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh limfonodi
inguinalis superfisialis. Saraf skrotum antara lain sebagai berikut2 :
- Ramus genitalis dari N. genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang sensoris pada
permukaan skrotum ventral dan lateral.
- Cabang N. ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral.
- Ramus perinealis dari N. pudendalis (S2-S4) untuk permukaan skrotum dorsal.
- Ramus perinealis dari N. Cutaneus Femoris Posterior (S2,S3) untuk permukaan skrotum
kaudal.

3
2. Testis
Kedua testis terletak dalam skrotum dan menghasilkan spermatozoa dan hormon, terutama
testosteron. Permukaan masing-masing testis tertutup oleh lamina visceralis tunicae vaginalis,
kecuali pada tempat perlekatan epididymis dan funiculus spermaticus. Tunica vaginalis ialah
sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan berasal dari processus vaginalis embrional.
Lamina parietalis tunica vaginalis berbatasan langsung pada fascia spermatica interna dan lamina
visceralis tunica vaginalis melekat pada testis dan epididymis. Sedikit cairan dalam rongga tunica
vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap lamina parietalis dan memungkinkan testis
bergerak secara bebas dalam scrotum3.
Epididymis adalah gulungan pipa yang berbelit-belit dan terletak pada permukaan kranial
dan permukaan dorsolateral testis.
 Bagian kranial yang melebar, yakni caput epididymis, terdiri dari lobul-lobul yang dibentuk
oleh gulungan sejumlah ductuli efferentes.
 Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididymis untuk ditimbun.
 Corpus epididymis terdiri dari ductus epididymis yang berbelit-belit.
 Cauda epididymis bersinambung dengan ductus deferens yang mengangkut spermatozoon dari
epididymis ke ductus ejaculatorius untuk dicurahkan ke dalam pars prostatica urethrae.
Arteri testicularis berasal dari pars abdominalis aorta, tepat kaudal arteri renalis. Vena-vena
meninggalkan testis dan berhubungan dengan plexus pampiniformis yang melepaskan vena
testicularis dalam kanalis inguinalis. Limfe dari testis disalurkan ke limfonodi lumbalis dan
limfonodi pre-aortici. Saraf autonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria
testicularis. Saraf ini mengandung serabut parasimpatis dari nervus vagus dan serabut simpatis dari
segmen medula spinalis T7.4

4
Fisiologi testis

Pengaturan suhu testis di dalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus dartos dan
cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila suhu testis akan
diturunkan, otot cremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh. Temperatur testis dalam
o
scrotum selalu dipertahankan dibawah temperatur suhu tubuh 2-3 C untuk kelangsungan
spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian dalam tubulus) melalui darah,
karena adanya ikatan yang kuat antar sel Sertoli yang disebut sawar darah testis. Fungsi dari sawar
darah testis adalah untuk mencegah reaksi auto-imun. Tubuh dapat membuat antibodi melawan
spermanya sendiri, maka hal ini dicegah dengan sawar.
Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai spermatogenesis..Testis berperan pada
sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:
 Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH
 Sekresi testosterone oleh sel Leydig, diatur oleh LH.

Definisi masa skrotum


Masa skrotum adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang dapat dirasakan didalam
skrotum.

Hidrokel
Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan parietalis dan
viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada dalam rongga itu memang
ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik
disekitarnya.

Etiologi
Lapisan viseral dan parietal tunika vaginalis adalah membran yang memproduksi sekret
(cairan) secara kontinu berupa plasma transudat. Cairan ini kemudian akan diserap melalui
saluran limfatik. Hidrokel terjadi akibat adanya obstruksi (penyumbatan) limfatik yang
menyebabkan berkurangnya penyerapan

Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:
1. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
prosesus vaginalis.

5
2. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan
hidrokel.

Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab
sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan
terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu
mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.

Klasifikasi
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam
hidrokel, yaitu:
1. Hidrokel testis
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak
dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah
kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong
hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
3. Hidrokel komunikan
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis,
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak
menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam
rongga abdomen.5
Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan
dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.

Menurut etiologinya hidrokel dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


1. Primer
Testis biasanya turun ke dalam skrotum dari abdomen. Awalnya pada bayi
kemungkinan terdapat beberapa komunikasi dengan abdomen yang segera menutup. Jika
komunikasi ini besar, hernia dapat terjadi tetapi jika komunikasi ini kecil, cairan dari cavum
abdomen dapat masuk dan berakumulasi sebagai hidrokel pada bayi. Kebanyakan komunikasi
yang kecil ini dapat menghilang atau menutup sampai umur satu tahun. Jika komunikasi dengan
cavum abdomen tersebut persisten dan tetap membuka dinamakan communicating hydrocele.
Jika menutup tetapi cairan tidak diabsorbsi disebut noncommunicating hydrocele.

6
2. Sekunder
Disebabkan oleh karena iritasi Tunika Vaginalis. Hidrokel dapat terjadi pada salah satu
atau kedua skrotum. Hidrokel pada orang dewasa biasanya onsetnya lambat dan secara tidak
langsung oleh karena trauma, infeksi, dan radioterapi. Kelahiran prematur mungkin
dihubungkan dengan hidrokel.

Diagnosis
Pada anamnesa biasanya pasien atau keluarganya mengeluhkan adanya benjolan di
kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan palpasi pada skrotum yang hidrokel terasa
ada fluktuasi, dan relatif kenyal atau lunak tergantung pada tegangan di dalam hidrokel. Palpasi
hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah cairan minimum, testis relatif mudah diraba.
Sedangkan bila cairan yang terkumpul banyak, testis akan sulit diraba. Permukaan biasanya
halus. Langkah diagnostik yang paling penting adalah transiluminasi massa hidrokel dengan
cahaya di dalam ruang gelap. Hidrokel berisi cairan jernih dan mentransiluminasi (meneruskan)
berkas cahaya. Kegagalan transiluminasi dapat terjadi akibat penebalan tunika vaginalis karena
infeksi kronik, massa di skrotum tersebut bukan hidrokel,6 atau kulit skrotum yang sangat tebal,
sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi.5,6
Juga penting dilakukan palpasi korda spermatikus di atas insersi tunika vaginalis.
Normalnya korda spermatikus tidak terdapat penonjolan, yang membedakannya dengan
hernia skrotalis yang kadang-kadang transiluminasinya juga positif. Pada hernia skrotal yang
besar dapat dikonfirmasi dengan terdengarnya bising usus dalam skrotum, terdapat sedikit
udara usus pada foto Rontgen (sinar-X), dan massa dapat berkurang dengan mendorong ke
dalam rongga perut pasien pada posisi tidur dengan kepala lebih rendah daripada kaki. 6

Penataksanaan

7
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel
masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Pada kelompok usia yang lebih tua, hidrokel dapat diserap secara spontan bila timbul
akibat overproduksi cairan seperti yang ditemukan sekunder karena epididimitis akut pada
penderita dewasa di mana hidrokel terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi cairan
dan resorbsinya hidrokel tidak dapat hilang spontan.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi
cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat
menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah hidrokel yang besar
sehingga dapat menekan pembuluh darah, indikasi kosmetik, dan hidrokel permagna yang
dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi
dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Jaboulay atau plikasi kantong hidrokel sesuai
cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.3

8
Varikokel
Varikokel adalah
dilatasi abnormal dari vena pada
pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan
ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada
pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.

Etiologi dan anatomi


Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah
kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri
bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada
vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang
daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:
kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
Patogenesis

9
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara
lain:
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia
karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin)
melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-
zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan
gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.

Gambaran klinis dan diagnosis


Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun
menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver valsava
atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan papasi terdapat bentukan seperti
kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
 Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver
valsava
 Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver
valsava
 Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan
manuver valsava.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun terdapat
tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan auskultasi
dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya
peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis
seperti ini disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri
dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan
pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil
dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.

10
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi
dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel
menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma
muda (immature,) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).

Terapi
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi pada
varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan
fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Tindakan yang dikerjakan adalah:
1. ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah
laparoskopi,
2. varikokelektomi (cara Ivanisevich,)
3. atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika
interna ( embolisasi ).

Hematokel
Hematokel adalah penimbunan darah yang terjadi setelah skrotum mengalami cedera.
Jika hanya sedikit biasanya cairan dapat diserap kembali, tetapi bila banyak perlu dilakukan
pembedahan untuk membuangnya.
Gambaran klinik: benjolan pada testis
Pemeriksaan Fisik :
- Masa kistik
- Transiluminasi (-)

Spermatokel
Spermatokel adalah suatu masa di skrotum yang menyerupai kista yang mengandung
cairan dan sel sperma yang mati.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan dari gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya massa didalam skrotum yang:
 Unilateral
 Lunak
 Licin, berkelok-kelok, dan bentuknya tidak teratur.
 Berfluktuasi, berbatas tegas, dan padat.
Epididimitis

11
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi inflamasi
ini dapat terjadi secara akut atau kronis. Dengan pengobatan yang tepat penyakit ini dapat
sembuh sempurna. Tetapi jika tidak ditangani dapat menular ke testis sehingga menimbulkan
orkitis, abses pada testis, nyeri kronis pada skrotum yang berkepanjangan, dan infertilitas.
Patogenesis
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada didalam vesika urinaria,
prostat, uretra, yang secara ascending menjalar ke epididimis. Dapat pula terjadi refluks urine
melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke
epididimitis seperti penyebaran kuman tuberkulosis.
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda yang tersering adalah chlamidia
trachomatis atau neiserria gonorrhea, sedangkan pada anak-anak dan orang tua yang tersering
adalah E.coli atau ureoplasma ureolitikum.
Gambaran klinis
Epididimitis akuta adalah salah satu keadaan akut skrotum yang sulit dibedakan dengan
torsio testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak
pada kauda hingga kaput epididimis.tidak jarang disertai demam, malaise, dan nyeri dirasakan
hingga pinggang.
Pemeriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadang pada palpasi
sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis.
Reaksi inflamasi dan pembengkakan dapat menjalar ke funikulus spermastikus pada
daerah inguinal. Gejala klinis epididimis akut sulit dibedakan dengan torsio testis yang serimg
terjadi pada usia 10-20 tahun. Pada epididimitis akut jika dilakukan elevasi testis nyeri akan
berkurang, hal ini berbeda dengan torsio testis.
Pemeriksaan urinalisa dan darah lengkap dapat membuktikan adanya proses inflamasi.
Pemerisaan dengan USG doppler dan stetoskop doppler dapat mendeteksi peningkatan aliran
darah di daerah epididimitis.

12
Terapi
Pemilihan antibiotik tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada pasien dengan usia
<35 tahun, chlamidia trachomatis atau neiserria gonorrhea antibiotik yang dipilih adalah
amoksisilin dengan disertai probenesid atau ceftriaxon yang diberikan secara intravena.
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian doksisiklin atau eritomisin peroral selama 10 hari.
Sebagai terapi simptomatik untuk menghilangkan nyeri dianjurkan memakai celana
ketat agar testis terangkat (terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas, pemberian anestesi
lokal/topikal. Untuk mengurangi pembengkakan dikompres dengan es.
Pemberian terapi diatas akan menghilangkan keluhan nyeri dalam beberapa hari akan tetapi
pembengkakan baru sembuh setelah 4-6 minggu.

Orchitis

Definisi
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar
kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun, virus lain dan bakteri dapat
menyebabkan orchitis.

Etiologi
 Virus: orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi Coxsackievirus tipe A,
varicella, dan echoviral jarang terjadi.
 Infeksi bakteri dan pyogenik: E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Staphylococcus, dan
Streptococcus
 Granulomatous: T. pallidum, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae,
Actinomycetes
 Trauma sekitar testis
 Virus lain meliputi coxsackievirus , varicella , dan echovirus .
 Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella
(MMR) dapat ,enyebabkan orchitis
 Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif
atau laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae , Pseudomonas aeruginosa ,
Staphylococcus, Streptococcus
 Idiopatik

13
Faktor Risiko
 Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan faktor risiko yang umum untuk
epididymis akut. Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko.
 Refluks urin terinfeksi dari urethra prostatik ke epididymis melalui saluran sperma dan
vas deferens bisa dipicu melalaui Valsalva atau pendesakan kuat.

Patofisiologi
Hippocrates pertama kali melaporkan orchitis pada abad ke-5 SM. Radang pada testis dapat
disebabkan oleh berbagai virus ataupun bakteri. Hal ini akan menimbulkan proses inflamasi
pada testis yang meliputi kalor, rubor, dolor, tumor, dan function laesa.

Diagnosis
Anamnesis
 Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
 Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
 Kelelahan / mialgia
 Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
 Demam dan menggigil
 Mual
 Sakit kepala

Pemeriksaan Fisik
 Pembesaran testis dan skrotum
 Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
 Pembengkakan KGB inguinal
 Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis

14
Pemeriksaan Penunjang
 Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan darah tidak dapat membantu menegakkan diagnosis orchitis.
 USG dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan torsio testis.

Penatalaksanaan
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat
yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus.
Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat
diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone,
doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan
oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena
sudah resisten.
Contoh antibiotik:
Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi lebih
rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat satu atau lebih penicillin-binding proteins.
Dewasa : IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan
kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone
untuk pengobatan gonore.
Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak
melebihi 200 mg / hari
Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan mikroorganisme.
Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin.
Dewasa 1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus.
Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic. Umumnya
digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari.

15
Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari
Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis,
dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap
anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat.
Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan

Torsio testis
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur
kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir
menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik
unilateral ataupun bilateral.

Anatomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral,
testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan
viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis
yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum.
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos
masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis
mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. Terjadinya torsio testis
pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis

16
yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan
testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan
testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung
pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bellclapper. Keadaan ini
akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.

Patogenesis

Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan


menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan
sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara
berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain
adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.
Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis
sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan
mengalami nekrosis.

Gambaran klinis dan diagnosis

17
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar
ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering
dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel
atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi
dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang
baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan
ini biasanya tidak disertai dengan demam.
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang
sudah lama dan telah mengalami keradangan steril.
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan
keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi
Doppler, dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke
testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada
keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

Terapi
 Detorsi
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar
testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka
dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi
perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan
bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.
 Operasi

18
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang
benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih
viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi
(fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk
mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami
nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada
testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam
skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
fertilitas dikemudian hari.

Tumor testis
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun
dan merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia
harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu,
karena sarana diagnosis lebih baik, diketemukan petanda tumor, diketemukan regimen
kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun
dari 50% (1970) menjadi 5%

Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor
yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis,
trauma testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.
Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi
terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda
mengurangi insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus
merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas.
Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini
meningkatkan resiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda

Patogenesis

Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal, sedangkan isinya
berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma.
Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon
terhadap radioterapi dan prognosis tumor.

19
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen.
Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO)
paling sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel germinal terdapat
karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang digolongkan non seminoma, yang
dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis. Seminoma
meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%).
Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer
terdiri dari berbagai jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda. 4,9

Klasifikasi tumor ganas testis

Seminoma - khas

- spermatositik

- anaplastik

Non seminoma - karsinoma embrional

- teratokarsinoma

- teratom matur dan imatur

Koriokarsinoma

Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma
embrional, teratoma dan khoriokarsinoma. Sekresi Gonadotropin khorionik berhubungan
dengan hiperplasia sel Leydig. Tumor testis sel benigna jarang terjadi.6

Seminoma dapat dianggap sebagai tumor pendahulu sel embrional (gonosit) yang arah
diferensiasinya berlanjut ke arah sel embrional (germ cell). Tumor-tumor non seminoma dapat
dianggap sebagai tumor sel embrional pluripoten. Tumor yang paling tidak terdiferensiasi
dalam golongan ini adalah karsinoma sel embrional yang didalamnya tidak tampak arah
diferensiasi spesifik. Koriokarsinoma berupa produk kehamilan, Teratoma merupakan
campuran jaringan-jaringan somatik, seperti berbagai tipe epitel, tulang rawan, jaringan otot
dan saraf dan berasal dari berbagai lapisan embrional (ektoderm, mesoderm, endoderm). Jika
jaringan-jaringan ini menunjukkan struktur normal (hampir normal) maka ini disebut teratoma
matur, jika arah diferensiasi jaringan dapat dikenal dengan baik, dan jika diferensiasinya tidak
seluruhnya dewasa/matang, maka ini disebut teratoma imatur. Tipe non-seminoma merupakan

20
manifestasi berbagai arah diferensiasi sel-sel embrional pluripoten, maka tidak mengherankan
bahwa suatu non seminoma hampir selalu tersusun atas bermacam-macam komponen

Gambaran Klinis

Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri,
namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh
nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut
sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher dan 5%
pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar
ß HCG didalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.5

Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi
dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada
funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan
kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.5

Simtomatologi dari tumor primer :

 Permulaan akut ( gambaran seperti orkitis, epididimitis, torsio testis ).


 Permulaan yang diskret seperti pembengkakan tanpa nyeri testikal atau pengerasan lokal atau
deformasi testikel.
 Hidrokel simtomatik ( sesudah pungsi palpasi testis ).
 Nyeri lokal, sering menyebar di sisi yang sama ke krista iliaka.
 Kadang-kadang sama sekali tanpa keluhan atau kelainan ; metastasis merupakan manifestasi
pertama penyakitnya.

Simtomatologi mengenai metastasis :

 Nyeri punggung yang samar akibat metastasis kelenjar retroperitoneal.


 Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis kelenjar
retroperitoneal.
 Nyeri yang menyebar ke tungkai.
 Tumor yang palpabel di perut sebagai akibat metastasis kelenjar limfe.
 Pembengkakan subklavikular, terutama kiri.

21
 Dispnoe, hemoptoe, iritasi pleura oleh metastasis paru.
 Malaise umum dengan anemia dan laju enap darah yang tinggi.8

Pada dasarnya, diagnosis karsinoma testis mudah karena merupakan benjolan di dalam
testis yang tidak nyeri dan yang tidak diafan pada uji transiluminasi. Biasanya tumor terbatas
di dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epididimis pada palpasi yang dilakukan dengan
telunjuk dan ibu jari. Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung, dispnoe atau batuk
dan ginekomasti menunjukkan pada metastasis yang luas. Metastasis paraaorta sering luas dan
besar sekali menyebabkan perut menjadi kembung. Metastasis di paru kadang tertabur luas dan
cepat menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel
tumor dapat menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosost cepat dengan
penurunan berat badan

Diagnosis

Transiluminasi, ultrasonografi dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna untuk


membedakan tumor dari kelainan lain. kadang tumor testis disertai hidrokel, karena itu
ultrasonografi sangat berguna.4

Sebaiknya diagnostik laboratorium dikerjakan dulu sebelum menjalankan orkidektomi.


Pada penderita dengan non-seminoma zat-zat penanda tumor spesifik dapat ditunjukkan dalam
serum yaitu Human Chorion Gonadotropin (HCG) dan µ-1-fetoprotein (AFP). Pada penderita
dengan seminoma kadar HCG dapat naik sedikit, sering juga terdapat kenaikan Placenta Like
Alkaline Phosphatase (PLAP). Pada semua penderita tumor sel embrional Laktat
Dehidrogenase (LDH) dapat naik.8

Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan


testis yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu
harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari testis yang didekati melalui sayatan
inguinal. Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem
untuk mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi langsung
melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan
implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas dilakukan orkidektomi,
yang disusuli pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya
penyebaran.4

Jika diagnosis tumor sel embrional telah ditetapkan, perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan penetapan stadium. Ini berarti di samping pemeriksaan fisik lengkap juga

22
pemeriksaan pencitraan terdiri atas CT-scan toraks dan abdomen. Pemeriksaan ini tergantung
pada simtomatologinya.7

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,
penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis
tumor testis. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah :

o µFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional,
teratokarsinoma atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan
seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.

o
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal
diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien
koriokarsioma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma
murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.6

Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi


intra atau ekstratestikuler dan masa padat atau kistik, namun ultrasonografi tidak dapat
memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan
penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika
albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis.
Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum.
Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe
retroperitoneal.5

Semula stadium perluasan tumor sel embrional didasarkan atas lokalisasi metastasis, jika tidak
dapat ditunjukkan metastasis dan zat-zat penanda tumor HCG dan AFP tidak dapat ditunjukkan
dalam serum atau menjadi normal setelah orkidektomi, maka dikatakan stadiumnya adalah
stadium I. Pada stadium II dapat ditetapkan adanya metastasis kelenjar limfe retroperitoneal,
pada stadium III metastasis kelenjar limfe di atas diafragma, pada stadium IV metastasis di
paru, hepar, otak atau tulang.

Penatalaksanaan

Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk
penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi.
Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus
spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak

23
diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan
penyebaran. Pada eksplorasi melalui insisi inguinal dalam instansi pertama funikulus
spermatikus harus diklem dulu untuk menghindari penyebaran sel melalui darah atau saluran
limfe. Kemudian tetis diluksasi dari skrotum di dalam luka insisi dan diperiksa. Pungsi atau
biopsi skrotum harus dianggap sebagai satu kesalahan tindakan.6,8

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma.

Seminoma

Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu sesudah
orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-stasiun kelenjar
limfe regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis kelenjar limfe dibaeah
diafragma. Lapangan penyinaran juga harus meliputi sikatriks di daerah inguinal dan terapinya
terdiri atas paling sedikit 30 Gy dalam 3-4 minggu.9

Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio
paraaorta dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan stadium
IIC mendapat kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini dilakukan kemoterapi.
Kepada penderita stadium III diberikan skema kemoterapi yang berlaku untuk penderita non
seminoma. Bila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran lengkap
prognosis baik sekali.4

Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan metastasis (stadium
I), dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan kontrol penderita yang frekuen
tanpa radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar retroperitoneal dengan diameter lebih dari
5 cm dan atau metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau metastasis hematogen maka ini
terindikasi untuk kemoterapi. Kebanyakan hal ini digunakan empat siklus masing-masing 3
minggu yang terdiri atas sisplatin dan etoposid. Dalam pusat tertentu nilai kombinasi
kemoterapi ini dibandingkan dengan karboplatin, sendirian atau dalam kombinasi.7

Non-seminoma

Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan
setelah pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan

24
kemoterapi dua seri. Pada stadium IIB biasanya diberikan empat seri kemoterapi. Penderita
stadium IIC dan III diberikan kemoterapi yang terdiri dari sisplatin, beomisin dan vinblastin.
Bila respon tidak sempurna diberikan seri tambahan dengan sediaan kemoterapi lain. Bila
masih terdapat sisa jaringan di regio retroperitoneal dilakukan laparatomi eksplorasi. Pada
kebanyakan penderita ternyata hanya ditemukan jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan
matur merupakan jaringan yang berdiferensiasi baik dan tidak bersifat ganas lagi.4

Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka ini disebut
stadium I. Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap penderita (wait and
see policy). Dalam hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25% penderita selama
follow up menunjukkan pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang sering, dengan menetapkan
zat-zat penanda, pertumbuhan tumor dapat cepat didiagnosis, dan karena kecilnya massa tumor
dapat diterapi kuratif dengan kemoterapi. Jika dibuktikan adanya metastasis, pertama-tama
dinilai dengan polikemoterapi. Semula kemoterapi ini terdiri atas kombinasi sisplatin,
vinblastin, dan bleomisisn, sesudah itu vinblastin diganti dengan etoposid. Kombinasi ini sama
efektifnya tetapi cukup ringan toksisitasnya.

Hernia inguinalis lateralis


Secara umum, hernia merupakan penonjolan (protrusi), isi suatu rongga melalui defek atau
baguan lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia inguinalis boleh di bagi menjadi
berdasarkan posisi yaitu hernia inguinalis lateralis dan medialis.
Pada hernia inguinalis lateralis ataupun indirek, kantong hernia berjalan melaluli
anulus inguinalis profundal, lateral terhadap pembuluh epigastrika inferior dan akhirnya kearah
skrotum. Hal ini menyebabkan sebagaian dari hernia inguinalis lateralis menyebabkan
timbulnya benjolan pada skrotum.

Gambaran klinis
Secara klinis, hernia dibagikan menjadi dua yaitu reponible dan ireponible. Hernia
reponible merupakan hernia yang mana kantong hernia masih dapat direposisi kembali ke
dalam rongga parut secara sendiri mahupun di dorong dengan jari. Pada hernia jenis ini,
biasanya benjolan akan menjadi membesar apabila pasien sedang mengedan dan mengecil saat
tidur. Hernia ireponible merupakan jenis hernia yang telah mengelami penjepitan sehingga
memanifestasikan gejala-gejala baru. Dibagi menjadi dua yaitu incarcerate dan strangulata.
Pada incarcerate, terjadi gangguan pasase usus sehingga pasien akan merasa mual dan muntah.
Pada strangulate, terjadi gangguan vaskularisasi sehingga dapat terjadi nekrosi yang akhirnya
menyebabkan isi kantong hernia menjadi tidak viable. Pada hernia jenis ini, pasien akan merasa
nyeri yang kuat.

25
Anamnesa.
Terdapan benjolan di daerah inguinal/skrotal yang hilang timbul. Timbul saat mengedan, batuk,
atau menangis, dan hilang bila pasien tidur. Pada tahap yang lanjut pasien merasakan mual
muntah dan mungkin sekali nyeri berat.

Pemeriksaan fisik :
Terdapat benjolan di lipat paha/ skrotum pada bayi saat menangis dan bila pasien diminta
untuk mengedan. Benjolan menghilang atau dapat dimasukkan kembali ke rongga abdomen.
Transiluminasi (-)

Terapi
Satu-satunya terapi definitif untuk hernia adalah dengan operasi. Operasi yang dinamakan
dengan herniotomy yang mana isi kantong hernia akan dibebaskan terlebih dahulu dan dinilai
samada masih viable atau tidak. Sekiranya tidak viable, isi kantong di buang. Selepas itu,
kantong hernia akan dibuang. Kemudian dilakukan hernioplasty yaitu pemasangan mesh untuk
memperkuat otot abdomen agar kejadian hernia tidak rekurens.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Cabot, H. 2008. Modern Urology: Hydrocele. Lea & Febiger, Philadelphia


2. Paderla A, Shroff S. 2009. Hydrocele.
3. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Malang : CV.
Infomedika. Hal : 140 – 142, 152-153
4. Moore, Keith, dkk. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hippokrates. Hal : 93-94
5. Koski ME, et al. 2010. Communicating Hydroceles - Do they need immediate repair
or might some clinically resolve?. Journal of Pediatric Surgery, 45(3): 590-593
6. Zderic SA, Lambert SM. 2010. Developmental Abnormalities of the Genitourinary
System. In CA Gleason, SU Devaskar, eds., Avery's Diseases of the Newborn, 9th
ed., pp. 1191-1204. Philadelphia: Saunders.
7. Arianto, S. 2000. Penyakit - penyakit Intraskrotal.
8. Charles F. Schwart’s Principle of Surgery.. Edisi Kesepuluh. McGraw Hill Education.
United States of America.hal 1495-516

27

Anda mungkin juga menyukai