Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Emboli Cairan Ketuban


1.1.1 Definisi
Emboli yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti embolus dalam
istilahnya diartikan sumbat, adapun menurut pengertian dari emboli adalah
obstruksi pembuluh darah oleh materi yang tidak larut yang dapat
disebabkan oleh gas, bakteri, parasit, lemak atau sel kanker. Emboli tidak
saja terjadi pada ibu sesuai persalinan melainkan emboli juga dapat terjadi
pada siapapun dalam kondisi tertentu yang mengakibatkan oksigen
terhambat sehingga sistem tubuh menjadi terhenti. Emboli sendiri
memiliki beberapa pengaruh yang berbeda sesuai dengan terjadinya pada
emboli. Salah satu emboli yang terjadi di jantung yang mengakibatkan
terjadinya kondisi kerja abnormal dimana jantung bergetar dan
mengakibatkan pembuluh darah ke leher sehingga transportasi darah ke
otak menjadi terhalang dalam waktu beberapa menit akan mengakibatkan
pasokan oksigen terhenti, kondisi seperti ini akan mengakibatkan stroke
emboli (Irianto, 2014).
Emboli cairan ketuban adalah penyumbatan arteri pulmoner (arteri paru-
paru) ibu oleh cairan ketuban. Suatu emboli adalah suatu massa dari bahan
asing yang terdapat di dalam pembuluh darah. Meskipun sangat jarang
terjadi, emboli bisa terbentuk dari cairan ketuban (Nugraha, 2012).\
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan
ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba mengalami gangguan
pernafasan yang akut dan shock. 25% wanita yang menderita keadaan ini
meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli caira ketuban jarang dijumpai.
Kemungkinan banyak kasus terdiagnosis yang dibuat adalah shock
obstetric, perdarahan postpartum atau edema pulmoner akut. (Ika Putri,
dkk) 2014.

1
1.1.2 Etiologi
Sebelum mengenal terjadinya emboli ketuban pada ibu sesuai persalinan,
salah satu emboli yang mungkin terjadi setelah melahirkan adalah emboli
udara dimana terjadinya udara yang masuk ke dalam pembuluh ibu setelah
melahirkan sehingga mengakibatkan terjadinya gelembung. Gelembung
yang terjadi akan menghambat pasokan oksigen didalam tubuh.
Sedangkan emboli ketuban yaitu dimana terjadinya air ketuban yang
masuk kedalam pembuluh darah yang mengakibatkan sirkulasi darah
terhambat sehingga mengakibatkan gagal napas, gagal jantung bahkan
hingga pendarahan (Irianto, 2014).
Emboli air ketuban dapat terjadi ketika cairan lendir atau sel gepeng
masuk ke dalam tubuh ibu setelah melahirkan. Reaksi emboli dapat terjadi
paling lama 48 jam setelah persalinan dan paling singkat kurang lebih 30
menit usai kelahiran pada dasarnya reaksi tersebut timbul berdasarkan
inflamasi atau luka yang ditimbulkan diakibatkan hambatan sirkulasi,
ketika inflamasi semakin besar maka reaksi semakin cepat. Risiko
kematian pada ibu yang mengalami emboli air ketuban hampir 80%
diakibatkan dampak fatal yang disebabkan oleh benda asing yang masuk
dan menggangu sistem sirkulasi darah di dalam paru-paru dan juga
jantung. Emboli air ketuban belum bisa ditangani dengan baik dikarenakan
tidak adanya penatalaksanaan spesifik (Irianto, 2014).
Menurut Lockhart Emboli cairan amnion ini terjadi karena defek pada
membran amnion sesudah terjadi ruptur membran tersebut atau sebagai
akibat dari solusio plasenta parsial.
Menurut Rukiyah tahun 2011 salah satu etiologi emboli cairan ketuban
merupakan salah satu penyebab syok dalam ketuban yang bukan
disebabkan karena perdarahan, penyebabnya adalah masuknya air ketuban
melalui vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka didaerah tempat
perlekatan plasenta, masukknya air ketuban yang mengandung rambut
lanugo, verniks casiosa dan mekonium dalam peredaran darah ibu akan
menyumbat pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, selain itu

2
zat-zat asing dari janin tersebut juga menimbulkan reaksi anapilaksis yang
keras dan gangguan pembekuan darah.
Pertama-tama penderita tampak gelisah, mual, muntah, dan disertai
takikardi dan takipnea. Selanjutnya timmbul dispnea dan sianosis, tekanan
darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun disertai
nistagmus dan kadang-kadang timbul kejang tonik klonik. Bila ada
penyumbatan kapiler paru-paru akan menyebabkan edema paru yang luas
dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.
Menurut Ika Putri (2014) etiologi emboli cairan ketuban yakni
multiparitas, usia lebih dai 30 tahun, janin besar intrauterine, kematian
janin intrauterine, meconium dalam cairan ketuban, kontraksi uterus yang
kuat, insidensi tinggi kelahiran dengan operasi.

1.1.3 Patofisiologis
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin
melalui laserasi pada vena endoservikalis selama dilatasi serviks, sinus
vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah.
Kemungkinan pada persalinan, selaput ketuban pecah dan pembulu darah
ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain rasa
mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan
masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk
sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat
terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama
dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi
dapat menyumbat paru-paru ibu dan sumbatak diparu-paru meluas, lama
kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua
gangguan sekaligus yakni pada jantung dan paru-paru.

1.1.4 Manifestasi klinis


a. Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolic
pada saat pengukuran (hipotensi)
b. Dyspnea

3
c. Batuk
d. Sianosis perifer dan perubahan pada membrane mukosa akibat
hipoksia
e. Janin bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung
janin dapat turun hingga kurang dari 110 x/menit.
f. Pulmonary edema
g. Cardiac arrest
h. Atonia uteri, biasanya mengakibatkan perdarahan yang berlebihan
setelah melahirkan.
i. Koagulopati atau perdarahan parah karena tidak adanya penjelasan
lain (DIC terjadi 83% pada pasien)

1.1.5 Diagnosis
Diagnosa dibuat postmortem dan dijumpai adanya epitel skuamosa janin
dalam vaskularisasi paru. Pasien yang berhasil selamat adalah dengan
adanya epitel skuamosa dalam bronchus atau sampel darah yang berasal
dari ventrikel kanan. Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau
laboratoris untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosa emboli air
ketuban, diagnosa ini secara klinis dan per eksklusionum (Nugraha, 2012).
Diagnosis AFE (Amnion Fluid Embolism) dilakukan atas dasar presentasi
klinis. Tanda-tanda awal mungkin sering terlihat pada elektrokardiogram
(takikardia dengan pola regangan 13 ventrikel kanan dan perubahan
gelombang ST-T) dan pulse oximetry dapat menunjukkan penurunan
mendadak dalam saturasi oksigen. Ini diikuti dengan hipotensi berat dan
kolaps kardiovaskular yang terkait dengan gangguan pernapasan berat.
Ada subset dari pasien yang perdarahan berat dengan DIC mungkin
merupakan tanda pertama. Namun, diagnosis definitif biasanya dibuat oleh
demonstrasi bahan cairan ketuban dalam sirkulasi maternal dan dalam
arteri kecil, arteriol, dan kapiler pembuluh paru (Rudra, 2010).
Pengenalan dan diagnosis AFE dengan segera sangat penting untuk
memperbaiki prognosis maternal dan fetal. Sampai saat ini, diagnosis pasti
AFE dibuat hanya setelah otopsi maternal menunjukkan adanya sel

4
skuamous, lanugo, atau material fetal dan air ketuban lainnya di dalam
vaskulatur arterial pulmonal. Metode pewarnaan khusus untuk squamos
keratin harus digunakan pada beberapa bagian dari paru-paru untuk
diagnosis positif.
Squama janin telah ditemukan di dahak ibu dalam beberapa kasus. Alat
diagnostik tambahan untuk konfirmasi emboli cairan ketuban yang
dicurigai secara klinis meliputi :
1. Foto toraks: Dapat menunjukkan pembesaran atrium kanan dan
ventrikel dan arteri pulmonalis menonjol proksimal dan edema paru.
2. Lung Scan: Dapat menunjukkan beberapa daerah berkurang
radioaktivitas di bidang paru-paru.
3. Tekanan vena sentral (CVP) dengan kenaikan awal karena hipertensi
pulmonal dan akhirnya penurunan yang mendalam karena perdarahan
parah.
4. Profil Koagulasi: Biasanya pada kehamilan, faktor pembekuan darah
meningkat. Namun, dengan emboli cairan ketuban, bukti koagulasi
intravaskular diseminata terjadi kemudian dengan kegagalan darah
untuk membeku, penurunan jumlah trombosit, penurunan fibrinogen
dan afibrinogenemia, PT berkepanjangan dan PTT, dan kehadiran
produk degradasi fibrin.

Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah diagnosis klinis. Karena


secara garis besar air ketuban menyerbu pembuluh darah paru-paru, maka
amat penting untuk mengamati gejala klinis si ibu. Apakah ia mengalami
sesak napas, wajah kebiruan, terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi
darah mendadak turun, bahkan berhenti, dan atau adanya gangguan
perdarahan.

Dampak yang ringan biasanya hanya sebatas sesak napas, tapi yang berat
dapat mengakibatkan kematian ibu. Dahulu, ditemukannya sel skuamosa
atau debris lain yang berasal dari janin di sirkulasi paru sentral dianggap
patognomonik untuk emboli cairan amnion. Selain itu beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa sel skuamosa, trophoblast dan debris lain yang

5
berasal dari janin mungkin sering ditemukan disirkulasi sentral wanita
dengan kondisi selain emboli cairan amnion.

Menurut Viswanathan tahun 2014 pada jurnal internasional yang berjudul


“Amniotic Fluid Embolism : a comprehensive review” diagnosis emboli
cairan ketuban yakni hipotensi akut, henti jantung, hipoksia, koagulopati
atau perdarahan berat tanpa adanya penyebab yang jelas, selama ini terjadi
selama persalianan, persalinan dengan section caesarea, terjadi dalam 30
menit pascapersalinan tanpa penyebab yang jelas. Tanda dan gejala
berikut adalah indikasi kemungkinan emboli cairan ketuban yaitu 1)
hipotensi: Tekanan darah menurun secara signifikan hilangnya
pengukuran. 2) diastolik, dispnea dengan batuk: Susah bernafas dan
tachypnea terjadi, 3) Sianosis: Seperti hipoksia / hipoksemia berlangsung,
sirkum sianosis oral dan perifer terjadi dan perubahan membran mukosa
juga dapat terlihat. 4) Edema paru: Ini biasanya diidentifikasi dengan
radiograf, 5) Cardiac arrest, 6) Kejang: Terjadi kejang tonik klonik umum
50% pasien, 7) Janin bradikardi: Sebagai tanggapan terhadap penghinaan
hipoksia, denyut jantung janin bisa turun menjadi kurang dari 110 denyut
permenit (bpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau
lebih, itu adalah bradycardia. Tingkat 60 bpm atau kuranglebih dari 3-5
menit dapat menunjukkan terminalbradikardia. Segera melahirkan janin
ditunjukkan. 8) Atonia uterus: Atonia uterus biasanya terjadi pendarahan
yang berlebihan setelah melahirkan. Kegagalan rahim untuk menjadi kuat
dengan pijatan bimanual adalah diagnostik. 9) Koagulopati atau
perdarahan berat jika tidak ada penjelasan lainnya (DIC terjadi pada 83%
pasien), 10) Mengubah status mental / kebingungan / agitasi.

1.1.6 Pnatalaksanaan
Walaupun pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion terjadi
hipertensi sistemik dan pulmonal, fase ini bersifat sementara. Wanita yang
dapat bertahan hidup setelah menjalani resusitasi jantung paru seyogyanya
mendapat terapi yang ditujukan untuk oksigenasi dan membantu
miokardium yang mengalami kegagalan. Tindakan yang menunjang

6
sirkulasi serta pemberian darah dan koomponen darah sangat penting
dikerjakan. Belum ada data yang meyatakan bahwa ada suatu
intervensi yang dapat memperbaiki prognosis ibu pada emeboli
cairan amnion. Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti
jantung harus dipertimbangkan untuk melakukan seksio sesarea
perimortem darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu
yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi belum mengalami henti
jantung, pengambilan keputusan semacam itu menjadi semakin rumit.
Menurut Toy tahun 2009 dalam European Journal of General Medicine
Pengobatan dalam penanganan emboli cairan ketuban masih belum
bersifat kausatif tapi mendukung. Dan awalnya berfokus pada
kardiopulmoner maternal yang cepat. Mayoritas pasien akan
membutuhkan unit perawatan intensif setelah stabilisasi awal. Tujuan
terapi yang paling penting adalah Mencegah hipoksia tambahan dan
kegagalan organ akhir berikutnya. Meski mengalami penurunan angka
kematian, belum ada penemuan yang baru tetapi Terapi telah muncul dan
pengobatan tetap pada dasarnya.
Perawatan pertama ditujukan untuk mengatasi edema paru-paru dengan
pemberian zat asam dengn tekanan positif, digitalis dapat diberkan bila ada
indikasi payah jantung. Dapat juga diberikan Morphin 0.01-0.02 subcutan
atau Atropis 0.001-0.003 IV, perlaha-lahan pasang torniquet pada lengan
dan tunngkai untuk meringankan sisi kanan jantung, kembangkan antara
tekanan sistolik dan diastolik, kalau perlu pasang vena sakti, tidak boleh
diberikan vasoprosesor (Lockhart, 2014)
Penanganan
1. Memberikan oksigen, darah, dan heparin
2. Memasang kateter tekanan vena sentral
3. Memantau dengan ketat status kardipulmonal
4. Segera melahirkan bayi

7
1.1.7 Prognosis
Emboli cairan ketuban umumnya terjadi pada kasus aborsi, terutama jika
dilakukan setelah usia kehamilan 12 minggu. Emboli air ketuban
merupakan kasus yanng berbahaya yang dapat membawa kematian. Bagi
yang selamat dapat terjadi efek samping seperti gangguan syaraf.
Menurut Toy tahun 2009 dalam European Journal of General Medicine
Pasien dengan AFE memiliki prognosis yang sangat buruk. Kejadian ini
tidak bisa diprediksi atau dicegah. AFE tetap menjadi salah satu yang
paling ditakuti dan mematikan. Komplikasi kehamilan Prognosis dan
mortalitas dari AFE telah meningkat secara signifikan dengan awal
diagnosis AFE dan resusitasi dini. Meskipun angka kematian telah
menurun, Morbiditas tetap tinggi, terutama gangguan neurologis. Terapi
kortikosteroid mungkin diberikan segera sebelum amniosentesis dan
pengiriman untuk meminimalkan potensi teoritis kekambuhan.
Berpengalaman dengan sejarah yang diketahui Atopi atau anafilaksis juga
beresiko tinggi terhadap AFE. Dalam Embolisme Cairan Amniotik
Nasional, diketahui riwayat alergi obat dan atopi ditemukan di 41% dari
46 pasien dengan AFE.

1.1.8 Komplikasi
1) Gangguan Pembekuan Darah
Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah. Factor X
atau musin /lender dan debris air ketuban dapat menjadi trigger
terjadinya koagulasi intravaskuler, mengaktifkan system
fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi Hipofibrinogemia
dan menimbulkan perdarahan dari implantasi plasenta. Kekurangan
oksigen dan terjadinya metabolisme anaerobic dalam otot uterus
menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan. Kedua
komponen ini dapat menimbulkan syok dan terjadi kematian dalam
waktu sangat singkat sebelum sempat memberikan pertolongan
adekuat.

8
2) Kolaps Kardiovaskuler
Air ketuban yang terhisap dengan benda padatnya ( rambut lanugo,
lemah, dan lainnya ) menyambut kapiler paru sehingga terjadi
hipertensi arteri pulmonum, edema paru, dan gangguan pertukaran
oksigen dan karbon dioksida. Akibat hipertensi pulmonum
menybabkan tekanan atrium kiri turun, curah jantung menurun,
terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mengakibatkan
syok berat. Gangguan pertukaran oksigen dan karbon monoksida
menyebabkan sesak nafas, sianosis,dan gangguan pengaliran
oksigen ke jaringan yang mengakibatkan asidosis metabolic dan
metabolisme anaerobic.
Edema paru dan gangguan pertukaran oksigen dan karbon
monoksida menyebabkan terasa dada sakit – berat – dan panas,
penderita gelisah karena kekurangan oksigen, dikeluarkannya
histamine yang menyebabkan spasme bronkus, pengeluaran
prostaglandin dapat menambah spasme bronkus dan sesak nafas.
Terjadi refleks nervus vagus yang menyebabkan bradikardia dan
vasokontriksi arteri koroner yang menimbulkan gangguan
kontraksi otot jantung dan dapat menimbulkan henti jantung akut.
Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan, dan
sianosis. Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit
sampai 36 jam.

9
BAB II
KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
PADA EMBOLI CAIRAN KETUBAN

1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. (Untuk mengetahui siapa yang
melakukan pengkajian, kapan, dan dimana pengkajian dilaksanakan )
Tanggal :
Pukul :
Tempat :

1) Biodata
a) Nama
Nama ibu dan suami untuk mengenal, memanggil, dan menghindari
terjadinya kekeliruan (Cristina,2000:41)
b) Usia
Untuk mengetahui apakah umur ibu menentukan diagnose kehamilan,
umur < 16 tahun atau > 35 tahun termasuk dalam resiko tinggi.
Sedangkan kasus emboli air ketuban ini rentan terjadi pada usia yang
terlalu tua / lebih dari 35 tahun.
c) Pendidikan
Untuk memudahkan bidan dalam memberikan konseling sesuai
dengan tingkat pendidikan klien
d) Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal pasien agar memudahkan bidan
untuk memberikan informasi pada keluarga jika sewaktu – waktu ada
keadaan darurat.

10
2) Keluhan utama
Untuk mengetahui apa yang terjadi pada ibu saat pengkajian. Pada kasus
ini biasanya pasien gelisah, sesak nafas, merasakan mual dan nyeri dada
serta mengeluarkan perdarahan dari alat kelamin.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanyakan untuk mengetahui riwayat kesehatan ibu yaitu ada atau
tidaknya penyakit jantung, asma, gangguan pada paru – paru dan
gangguan pada pembekuan darah. Karena penyakit tersebut akan lebih
memperparah keadaan saat ibu mengalami emboli air ketuban.
4) Riwayat obstetri yang lalu
Ibu dengan multiparitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
emboli cairan ketuban.
5) Riwayat obstetri saat ini
Emboli cairan ketuban rentan terjadi pada ibu bersalin dengan tindakan
oksitosin drip, operasi SC, IUFD, solusio plasenta, makrosomia.

b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum
Keadaan umum pada ibu yang mengalami emboli air ketuban biasanya
lemah hingga syok.
2) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu. Kesadaran pada ibu dengan
kasus emboli air ketuban biasanya sebagai berikut :
a. Somnolen
Kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal
b. Sopor
Keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri

11
c. Coma
Tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun
3) Tanda vital
Dapat berubah karena mengalami perubahan karena gejala syok.
a. Tekanan darah
Batas normal tekanan darah adalah 90/60 – 140/90mmHg. Pada
kasus emboli biasanya terjadi hipotensi yaitu sistole < 90 mmHg
dan diastole < 60 mmHg
b. Suhu tubuh
Normalnya 36,60C – 37,60C. Suhu tubuh waktu inpartu tidak
melebihi dari 37,20C, sesudah partus dapat naik 0,50C dari
keadaan normal tetapi tidak melebihi 380C. Pada kasus ini biasanya
terjadi hipotermia yaitu suhu kurang dari 36o C.
c. Nadi
Untuk mengetahui denyut nadi klien dengan menghitung dalam 1
menit, normalnya denyut nadi dalam 1 menit adalah 60-100
x/menit. Pada kasus ini, biasanya terjadi takikardia / nadi cepat
yaitu lebih dari 100x/menit.
d. Pernafasan
Untuk mengetahui pernafasan klien dengan menghitung dalam
waktu 1 menit. Normalnya pernafasan dalam 1 menit adalah 16-
20x/menit. Pada kasus ini, biasanya terjadi nafas cepat yaitu lebih
dari 30 x/menit
2) Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Muka : pucat
Konjungtiva : pucat
b. Abdomen
TFU biasanya sesuai dengan usia kehamilan atau bisa lebih karena
bayi besar (makrosomia)

12
His : Kontraksi uterus yang terlalu kuat dengan hampir tidak terdapat
fase relaksasi dapat memicu terjadinya emboli air ketuban. Kontraksi
tersebut biasanya terjadi pada persalinan dengan oksitosin drip.
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya
laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan
vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah
masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran
darah.
DJJ : bisa turun hingga kurang dari 110 x/menit. Jika penurunan ini
berlangsung selama 10 menit atau lebih, hal ini merupakan
bradicardia.
c. Genitalia
Ditemukan perdarahan pervaginam yang persisten biasanya akibat
atonia uteri, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular diseazminata.
3) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan sel darah lengkap dan apusan darah untuk mengetahui
hilangnya darah dan kadar Hb yang ada.
b. Golongan darah dan rhesus : darah dikirim ke bank darah untuk
menentukan golongan dan rhesus. Empat unit dicocok silang untuk
transfusi seperti yang diindikasikan. Defek koagulasi segera diduga
bila darah dalam selang gagal membeku
c. Keluaran urine dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak
adekuat
d. Gas darah arteri : P O2 biasanya menurun
e. Gambaran koagulasi biasanya abnormal, menunjukkan koagulasi
intravaskular diseminata
f. Elektrokardiogram dapat memperlihatkan regangan jantung kanan
akut

13
II. Interpretasi Data
a. Diagnosa :
G _ P _ _ _ _ Ab_ _ _ uk .... minggu inpartu kala 1 fase .... dengan
emboli air ketuban

G _ P _ _ _ _ Ab_ _ _ uk .... minggu inpartu kala 2 dengan emboli air


ketuban

G _ P _ _ _ _ Ab_ _ post partum ....jam dengan emboli air ketuban

G (Gravida) :jumlah kehamilan yang dialami wanita


P (Para) :jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin
yang memenuhi syarat hidup
P (digit I) :jumlah kelahiran bayi cukup bulan, berisi seluruh
persalinan aterm yang pernah dialami
P (digit II) :jumlah kelahiran prematur (28-36 minggu/ 1000-2499
gram)
P (digit III) :jumlah kelahiran imatur (21-28 minggu/500-1000 gram)
P (digit IV) :jumlah kelahiran anak yang hingga kini masih hidup
Ab (Abortus) :jumlah kelahiran yang diakhiri dengan aborsi spontan
(sebelum 20 minggu/ <500 gram)
Ab (digit I) : jumlah seluruh abortus yang pernah dialami
Ab (digit II) : jumlah kehamilan mola yang pernah dialami
Ab (digit III) :jumlah kehamilan ektopik yang pernah dialami

b. Masalah aktual :

Trias dispnea yaitu :

a. Pecahnya ketuban
b. Sianosis dan syok
c. Perdarahan pervaginam yang hebat dan koagulopati

14
III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidengtifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah yang ada. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Sambil mengamati pasien,
bidan diharapkan siap bila diagnosa atau masalah potensial benar-benar
terjadi.
Diagnosa potensial :

a. Koagulasi intravaskular diseminata


b. Gagal ginjal akut akibat hipotensi

Masalah potensial :

a. Syok
b. Edema paru
c. Gangguan pembekuan darah
d. Kerusakan neurologis permanen
e. Kematian ibu dan janin

IV. Identifikasi Tindakan Segera


Bidan menetapkan kebutuhan segera, melakukan konsultasi dan kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien. Langkah ke-4 ini
mencerminkan kesinambungan dari proses menejemen kebidanan. Jadi
menejemen bukan hanya selama asuhan primes periodik/kunjungan prenatal
saja, tetapi juga selama wanita hamil tersebut dalam persalinan. Bidan
melakukan tindakan harus sesuai dengan masalah/ kebutuhan yang dihadapi
klien. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosis/masalah potensial pada langkah sebelumnya.
Bidan juga merumuskan tindakan segera (emergensi) untuk menyelamatkan
ibu dan bayi. Tindakannya termasuk tindakan secara mandiri atau rujukan
(Hani,2014).
Pada kasus emboli cairan ketuban bidan harus melakukan kolaborasi dengan
Tim Medis dan dilakukan rujukan.

15
V. Intervensi
Perencanaan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan adalah secara Mandiri,
Kolaborasi atau Rujukan.
1) Mandiri :
a. Beritahu keluarga mengenai kondisi ibu
R/ Informasi tentang keadaan ibu sangat diperlukan keluarga untuk
mengetahui sejauh mana keadaan ibu.
b. Berikan informed consent sebelum melakukan tindakan
R/ Informed consent sebelum melakukan tindakan perlu dilakukan
oleh bidan. Supaya keluarga bisa benar-benar memutuskan
keputusan apa yang harus di ambil dengan konseling yang telah
disampaikan bidan, informed consent juga dapat melindungi bidan
dari jeratan hukum.
c. Observasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan
R/ Observasi ttv tetap harus terus dilakukan sampai ke tempat
rujukan tiba supaya bidan dapat mengetahui keadaan umum ibu.
d. Observasi His dan Denyut Jantung Janin
R/ Observasi HIS dan Denyut jantung Janin dilakukan untuk
memantau bagaimana his ibu apakah semakin sering atau bahkan
melemah. DJJ pada kasus emboli cairan ketuban bisa turun hingga
kurang dari 110 x/menit. Jika penurunan ini berlangsung selama 10
menit atau lebih, hal ini merupakan bradicardi yang menandakan
ada gawat pada janin.
e. Pasang infus intravena RL
R/ RL (Ringer Laktat) yaitu suatu cairan infus yang mengandung
elektrolit untuk rehidrasi ibu.
f. Berikan terapi oksigen
R/ Pada ibu dengan kasus emboli biasanya akan mengalami sesak
nafas, sehingga diperlukan terapi pemberian oksigen, supaya ibu
tidak mengalami hipoksia.

16
2) Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah
R/ Pemeriksaan sel darah lengkap dan apusan darah untuk
mengetahui hilangnya darah dan kadar Hb yang ada.
b. Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi / rencana persalinan
sesuai protap.
R/ Dengan dilakukannya kolaborasi dengan dokter SpOG bidan
bisa melakukan tindakan yang benar sebelum dilakukannya
rujukan.
c. Kolaborasi dengan petugas bank darah dan PMI
R/ Perlu adanya kolaborasi dengan bank darah dan PMI supaya
bisa mengetahui golongan darah dan rhesus pada ibu. Empat unit
dicocok silang untuk transfusi seperti yang diindikasikan. Defek
koagulasi segera diduga bila darah dalam selang gagal membeku.
3) Rujukan
a. Buat informed consent untuk meminta persetujuan tindakan
rujukan ke rumah sakit dan menjelaskan kemungkinan yang akan
terjadi yaitu keadaan ibu akan semakin memburuk jika tidak segera
dibawa ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.
R/ Untuk memberikan informasi kepada keluarga sekaligus
persetujuan bahwa ibu harus dirujuk, informed consent juga dapat
melindungi bidan dari hukum.
b. Siapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKUDA
R/ Untuk antisipasi jika sewktu-waktu ada kegawatdaruratan dalam
perjalanan ke tempat rujukan.

VI. Implementasi
Kegiatan yang dilakukan di rencana Asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah sebelumnya, dilaksanakan secara efisien dan
aman (Purwoastuti, 2014).
1) Mandiri :

a. Memberitahu keluarga mengenai kondisi ibu

17
b. Memberikan informed consent sebelum melakukan tindakan

c. Mengobservasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan

d. Mengbservasi His dan Denyut Jantung Janin

e. Memasasang infus intravena RL

f. Memberikan terapi oksigen

2) Kolaborasi :

a. Mengkolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan


darah

b. Mengkolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi / rencana


persalinan sesuai protap seperti transfusi darah, fibrinogen,
heparin

3) Rujukan:

a. Membuat informed consent untuk meminta persetujuan tindakan


rujukan ke rumah sakit dan menjelaskan kemungkinan yang akan
terjadi yaitu keadaan ibu akan semakin memburuk jika tidak
segera dibawa ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap

b. Menyiapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKUDA

c. Merujuk ibu ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas PONEK

VII. Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses asuhan kebidanan. Asuhan manajemen
kebidanan dilakukan secara kontinu sehingga perlu dievaluasi setiap
tindakan yang telah diberikan agar lebih efektif. Kemungkinan hasil evaluasi
yang ditemukan pada ibu dengan emboli cairan ketuban adalah ttercapai
seluruh perencanaan tindakan dan tercapai sebagian dari perencanaan
tindakan sehingga dibutuhkan revisi.

18
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Data


Pengkajian dilakukan pada :
Tanggal/Pukul : 7 September 2018 / 06.45 WIB
Tempat : Puskesmas Pagak
3.1.1 Data Subjektif
3.1.1.1 Biodata

Nama Klien : Ny.E Nama Suami : Tn. S


Umur : 36 tahun Umur : 37 tahun
Suku/ Kebangsaan : Jawa/Indonesia Suku/ Kebangsaan : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Hasanudin, Alamat : Jl. Hasanudin,
Pagak Pagak

3.1.1.2 Alasan Datang


Ibu ingin memeriksakan kehamilannya.
3.1.1.3 Keluhan Utama
Ibu mengatakan merasakan kenceng-kenceng sejak pukul 03.00 pagi
semakin lama kenceng-kencengnya semakin kuat dan semakin sering
serta ketuban pecah spontan pada jam 06.15 kemudian ibu dibawa ke
puskesmas jam 06.30 dan ada perdarahan
3.1.1.4 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu mengatakan bahwa tidak sedang menderita atau pernah
penderita peyakit menurun misalnya kencing manis (Diabetes
Melitus), dan darah tinggi (Hipertensi), penyakit menular
seperti batuk darah (TBC) dan penyaakit kuning (Hepatitis),
penyakit sistemik seperti ginjal dan jantung serta penyakit

19
menular seksuaal seperti HIV/AIDS dan tidak ada riwayat
keturunan kembar.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan bahwa saat ini tidak sedang menderita
penyakit yang menyertai kehamilannya. Seperti penyakit
menurun misalnya kencing manis (Diabetes Melitus), dan
darah tinggi (Hipertensi), penyakit menular seperti batuk darah
(TBC) dan penyakit kuning (Hepatitis), penyakit sistemik
seperti ginjal dan jantung serta penyakit menular seksuaal
seperti HIV/AIDS dan tidak memiliki alergi terhadap obat-
obatan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak pernah
menderita penyakit yang menyertai kehamilannya. Seperti
penyakit menurun misalnya kencing manis (Diabetes Melitus),
dan darah tinggi (Hipertensi), penyakit menular seperti batuk
darah (TBC) dan penyaakit kuning (Hepatitis), penyakit
sistemik seperti ginjal dan jantung serta penyakit menular
seksuaal seperti HIV/AIDS dan tidak ada riwayat keturunan
kembar.
3.1.1.5 Riwayat Kehamilan Yang Lalu
Ibu mengatakan ini adalah kehamilan yang kedua dan ibu tidak pernah
mengalami keguguran. Pada kehamilan yang pertama ibu mengatakan
kehamilannya berjalan normal dan tidak disertai dengan komplikasi.
Anak pertama lahir dengan spontan ditolong oleh bidan di PMB
dengan berat badan lahir 3700 gram, panjang badan 51 cm. Masa nifas
berjalan dengan normal, lamanya ±40 hari dan tidak mengalami
komplikasi. Anak pertama berusia 6 tahun dan hidup sampai saat ini.
3.1.1.6 Riwayat Kehamilan Sekarang
Pada kehamilan yang kedua ini, ibu mengatakan hari pertama haid
terakhirnya tanggal 18 Desember 2017. Ibu sudah memeriksakan
kehamilannya 3 kali di bidan yakni pada usia kehamilan 10-12 minggu

20
dengan keluhan mual muntah, pada usia kehamilan 16-18 minggu ibu
mengeluh pusing dan pada kehamilan 34-35 minggu dengan keluhan
sering kencing pada malam hari. Ibu mengatakan merasakan kenceng-
kenceng sejak pukul 03.00 pagi semakin lama kenceng-kencengnya
semakin kuat dan semakin sering serta ketuban pecah spontan pada
jam 06.15 kemudian ibu dibawa ke puskesmas jam 06.30 dan ada
perdarahan.

3.1.2 Data Objektif


3.1.2.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Samnolen
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 80/50 mmHg
Nadi : 105 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 35,5 ºC
HPL : 25 September 2018

3.1.2.2 Pemeriksaan Fisik


Kepala : wajah tidak ada chloasma gravidarum, sclera mata putih,
konjungtiva pucat, bibir pucat.
Abdnomen : terdapat linea alba, ada strie albican, tidak ada luka bekas
operasi SC
Leopold : TFU : 34 cm . Pada bagian fundus teraba lunak, bulat dan
tidak melenting tampak seperti bokong
Leopold II : Pada perut ibu bagian kiri teraba bagian kecil-kecil,
tampak seperti ekstremitas. Pada perut ibu bagian kanan teraba datar,
panjang, keras seperti papan tampak seperti punggung.
Leopold III : Pada perut ibu bagian bawah teraba bulat, keras,
melenting tampak seperti kepala.
Leopold IV: kepala sudah masuk PAP (devergen)

21
Genetalia : Keluar lendir darah dan sedikit air ketuban yang keluar
bercampur meconium
VT : v/v tampak lendir darah, Ɵ8 cm, eff 75%, ketuban (-)
berwarna keruh bercampur mekonium, presentasi kepala UUK jam 12 ,
tidak ada moulage, tidak ada bagian terkecil janin disamping kepala
janin dan tali pusat tidak menumbung, bidang hodge III.
DJJ : 130 x/menit
His : 10x4x50’
TBJ : (34-12) x 155 = 3410 gram

3.1.2.3 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal : 20 Agustus 2018
Hb 11,8 gram %

3.2 Identifikasi Diagnosa Dasar


Dx : Ny. E G2 P1001 Ab000 UK 37-38 minggu janin T/.H/IU Kala 1
Fase Aktif dengan Emboli Cairan Ketuban
Ds : Ibu mengatakan perutnya nyeri dan terasa kenceng-kenceng sejak
jam 03.00 WIB, gerakan janin berkurang, ibu merasa nyeri dada, sesak nafas
serta ketuban pecah pada jam 06.15 WIB
Do :
KU : Lemah
Kesadaran : Samnolen
Tekanan Darah: 80/50 mmHg
Nadi : 105 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 35,5º C
HPL : 25 September 2018

Pemeriksaan Fisik
Kepala : wajah tidak ada chloasma gravidarum, sclera mata putih,
konjungtiva merah muda, bibir tidak pucat.

22
Abdomen : terdapat linea alba, terdapat linea nigra, tidak ada strie
albican, pembesaran memanjang sesuai usia kehamilan, tidak ada luka
bekas SC
Palpasi
Leopold I : TFU : 34 cm. Bokong teraba di fundus
Leopold II : Puka
Leopold III : Letkep
Leopold IV : kepala sudah masuk PAP (devergen)
Genetalia : keluar lendir darah dan air ketuban yang bercampur
meconium
VT : v/v tampak lender darah, Ɵ8 cm, eff 75%, ketuban (-)
berwarna keruh bercampur mekonium, presentasi kepala UUK jam 12 ,
tidak ada moulage, tidak ada bagian terkecil janin disamping kepala
janin dan tali pusat tidak menumbung, bidang hodge III.
DJJ : 130 x/menit
TBJ : (34-12):155 = 3410 gram
His : 10 x 4 x 50’

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 20 Agustus 2018
Hb 11,8 gram %

Masalah : Emboli cairan Ketuban

3.3 Identifikasi Diagnosa Dan Masalah Potensial


Ibu : syok, edema paru, gangguan pembekuan darah dan kematian ibu
Janin : IUFD

23
3.4 Identifikasi Tindakan Segera
Memberikan oksigen, memasang infus RL, melakukan kolaborasi dengan
dokter Sp.OG, dan melakukan rujukan.

3.5 Intervensi
Tanggal/pukul : 7 September 2018
Dx : Ny. E GII PI00I Ab000 UK 37-38 Minggu Inpartu Kala 1
Fase Aktif dengan Emboli Cairan Ketuban
Tujuan : Mencegah syok dan komplikasi pada ibu dan janin
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam batas normal
Tekanan Darah : 120-90/100-80 mmHg
Pernafasan : 16-24 x/menit
Nadi : 60-100 x/ menit
Suhu : 36,5-37,5º C
2. DJJ dalam batas normal
DJJ normal : 120-160 x/menit
3. His dalam batas normal
His normal : 10 x 4-5 x 40”

Intervensi :

1) Mandiri
a. Beritahu keluarga mengenai kondisi ibu dan janin
R/ Informasi tentang keadaan ibu sangat diperlukan keluarga untuk
mengetahui sejauh mana keadaan ibu dan janin
b. Berikan informed consent sebelum melakukan tindakan
R/ Informed consent sebelum melakukan tindakan perlu dilakukan
oleh bidan. Supaya keluarga bisa benar-benar memutuskan keputusan
apa yang harus di ambil dengan konseling yang telah disampaikan
bidan, informed consent juga dapat melindungi bidan dari jeratan
hukum.

24
c. Observasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan
R/ Observasi ttv tetap harus terus dilakukan sampai ke tempat rujukan
tiba supaya bidan dapat mengetahui keadaan umum ibu.
d. Observasi His dan Denyut Jantung Janin
R/ Observasi HIS dan Denyut jantung Janin dilakukan untuk
memantau bagaimana his ibu apakah semakin sering atau bahkan
melemah. DJJ pada kasus emboli cairan ketuban bisa turun hingga
kurang dari 110 x/menit. Jika penurunan ini berlangsung selama 10
menit atau lebih, hal ini merupakan bradicardi yang menandakan ada
gawat pada janin.
e. Pasang infus intravena RL
R/ RL (Ringer Laktat) yaitu suatu cairan infus yang mengandung
elektrolit untuk rehidrasi ibu.
f. Berikan terapi oksigen
R/ Pada ibu dengan kasus emboli biasanya akan mengalami sesak
nafas, sehingga diperlukan terapi pemberian oksigen, supaya ibu tidak
mengalami hipoksia.
2) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah
R/ Pemeriksaan sel darah lengkap dan apusan darah untuk mengetahui
hilangnya darah dan kadar Hb yang ada.
b) Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi / rencana persalinan
sesuai protap.
R/ Dengan dilakukannya kolaborasi dengan dokter SpOG bidan bisa
melakukan tindakan yang benar sebelum dilakukannya rujukan.
3) Rujukan
a. Buat informed consent untuk meminta persetujuan tindakan rujukan ke
rumah sakit dan menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi yaitu
keadaan ibu akan semakin memburuk jika tidak segera dibawa ke RS
dengan fasilitas yang lebih lengkap.

25
R/ Untuk memberikan informasi kepada keluarga sekaligus
persetujuan bahwa ibu harus dirujuk, informed consent juga dapat
melindungi bidan dari hukum.
b. Siapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKU
R/ Untuk antisipasi jika sewktu-waktu ada kegawatdaruratan dalam
perjalanan ke tempat rujukan.
c. Rujuk ibu ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas PONEK
R/ agar ibu segera mendapatkan penanganan sehingga ibu terhindar
dari komplikasi.

3.6 Implementasi
1) Mandiri :
a. Memberitahu keluarga mengenai kondisi ibu dan janin
b. Memberikan informed consent sebelum melakukan tindakan
c. Mengobservasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan
d. Mengobservasi His dan Denyut Jantung Janin
e. Memasang infus intravena RL
f. Memberikan terapi oksigen
2) Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah
b. Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi / rencana persalinan
sesuai protap.
3) Rujukan
a. Membuat informed consent untuk meminta persetujuan tindakan
rujukan ke rumah sakit dan menjelaskan kemungkinan yang akan
terjadi yaitu keadaan ibu akan semakin memburuk jika tidak segera
dibawa ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.
b. Menyiapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKU
c. Merujuk ibu ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas PONEK

26
3.7 Evaluasi
a. Ibu dan keluarga sudah mengetahui hasil pemeriksaan
b. Ibu sudah memahami tentang keluhan yang dirasakn
c. Kelengkapan rujukan sudah disiapkan dan akan dilakuakn rujukan ke
rumah sakit
d. Telah dilakukan pendokumentasian pada buku register, askeb, buku
kunjungan dan sebagainya

27
CATATAN PERKEMBANGAN

Data Perkembangan I

Tanggal : 7 September 2018 Pukul : 07.15 WIB

A. Data Subjektif :
1) Ibu mengatakan perutnya sangat terasa kenceng-kenceng yang sangat
kuat dan kencengnya dirasakan terus menerus
2) Ibu mengatakan merasa gelisah
3) Ibu mengatakan terasa mual dan mau muntah
4) Ibu mengatakan sesak nafas disertai nyeri dada
5) Ibu mengatakan badan terasa lemah

B. Data Objektif :
1) Keadaan ibu lemah
2) Kesadaran samnolen
3) His 5-7 kali dalam 10 menit durasi >40 detik
4) DJJ 110 x/menit
5) Hasil pemeriksaan dalam
v/v ada lender darah, pembukaan 8, eff 100%, ketuban (-), berwarna
keruh bercampur mekonium, presentasi kepala UUK jam 12, tidak ada
moulage, tidak ada bagian terkecil janin disamping kepala janin dan
tali pusat tidak menumbung, bidang hodge III
6) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 29x/menit
Suhu : 35.5ºC

C. Assesment :
Ny. E GII PI00I Ab000 UK 37-38 Minggu Inpartu Kala I dengan Emboli
Cairan Ketuban

28
D. Planning :
1) Observasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan
2) Observasi His dan Denyut Jantung Janin
3) Observasi pemberian cairan RL
4) Observasi pemberian terapi oksigen

Data perkembangan II
Tanggal : 7 September 2018 jam : 07.30
A. Data Subjektif :
1) Ibu mengatakan perutnya sangat terasa kenceng-kenceng yang sangat
kuat dan kencengnya dirasakan terus menerus
2) Ibu mengatakan terasa mual dan mau muntah
3) Ibu mengatakan sesak nafas disertai nyeri dada
4) Ibu mengatakan badan terasa lemah

B. Data Objektif :
1) Keadaan umum ibu lemah
2) Kesadaran ibu samnolen
3) His 5-7 kali dalam 10 menit durasi >40 detik
4) DJJ 110 x/menit
5) Hasil pemeriksaan dalam
v/v ada lender darah, pembukaan 8, eff 100%, ketuban (-), berwarna
keruh bercampur mekonium, presentasi kepala UUK jam 12, tidak ada
moulage, tidak ada bagian terkecil janin disamping kepala janin dan
tali pusat tidak menumbung, bidang hodge III
6) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi : 99 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 35.5ºC

29
C. Assesment :
Ny. E GII PI00I Ab000 UK 37-38 Minggu Inpartu Kala III dengan Emboli
Cairan Ketuban

D. Planning
Observasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan, His dan Denyut
Jantung Janin, pemberian cairan RL, pemberian terapi oksigen sampai
ditempat rujukan

30
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 7 September 2018 pukul 09.00 di
Puskesmas Pagak. Dari data subjektif yang didapatkan dari hasil pengkajian
langsung kepada pasien, keluarga dan bidan perujuk didapatkan identitas klien
bernama Ny. E usia 36 tahun, beragama islam, pendidikan terakhir S1, pekerjaan
klien IRT serta identitas suami klien bernama Tn. S usia 37 tahun, beragama
islam, pendidikan terakhir S1, dan pekerjaan suami yakni PNS. Ny. E dan Tn. S
tinggal di Jl. Hasanudin, Pagak. Ibu datang ke Puskesmas dengan alasan ingin
memeriksakan kehamilannya. Ibu mengeluh merasakan kenceng-kenceng sejak
pukul 03.00 pagi semakin lama kenceng-kencengnya semakin kuat dan semakin
sering serta ketuban pecah spontan pada jam 06.15 kemudian ibu dibawa ke
puskesmas jam 06.30 dan ada perdarahan. Pada riwayat kesehatan yang lalu, ibu
mengatakan tidak sedang menderita atau pernah menderita penyakit menurun,
menular maupun menahun. Pada riwayat kesehatan sekarang ibu tidak sedang
menderita penyakit menurun, menular ataupun menahun yang dapat mengganggu
kehamilannya serta ibu tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan. Ibu
mengatakan ini adalah kehamilan yang kedua dan ibu tidak pernah mengalami
keguguran. Pada kehamilan yang pertama ibu mengatakan kehamilannya berjalan
normal dan tidak disertai dengan komplikasi. Anak pertama lahir dengan spontan
ditolong oleh bidan di PMB dengan berat badan lahir 3700 gram, panjang badan
51 cm. Masa nifas berjalan dengan normal, lamanya ±40 hari dan tidak
mengalami komplikasi. Anak pertama berusia 6 tahun dan hidup sampai saat ini.
Pada kehamilan yang kedua ini, ibu mengatakan hari pertama haid terakhirnya
tanggal 18 Desember 2017. Ibu sudah memeriksakan kehamilannya 3 kali di
bidan yakni pada usia kehamilan 10-12 minggu dengan keluhan mual muntah,
pada usia kehamilan 16-18 minggu ibu mengeluh pusing dan pada kehamilan 34-
35 minggu dengan keluhan sering kencing pada malam hari. Ibu mengatakan
merasakan kenceng-kenceng sejak pukul 03.00 pagi semakin lama kenceng-
kencengnya semakin kuat dan semakin sering serta ketuban pecah spontan pada
jam 06.15 kemudian ibu dibawa ke puskesmas jam 06.30.

31
Pada data objektif, pemeriksaan umum didapatkan hasil keadaan umum
ibu lemah, kesadaran samnolen. Pada ibu bersalin dengan emboli cairan ketuban
biasanya keadaan umum ibu lemah hingga syok sedangkan kesadarannya bisa
samnolen (kesadaran menurun, respon psikomotor lambat, mudah dibangunkan
tetapi mudah jatuh tertidur lagi, dan mampu memberi jawaban verbal), sopor
(keadaan seperti tertidur lelap, ada respon terhadap nyeri), dan koma (tidak bisa
dibangunkan dan tidak ada respon terhadap rangsangan apapun). Pemerikaan
tanda-tanda vital meliputi tekanan darah : 80/50 mmHg, nadi : 105x/menit,
pernafasan : 30x/menit, suhu : 35,5ºC. Normalnya tanda-tanda vital pada orang
dewasa tekanan darahnya : 120-90/100-80 mmHg, nadi : 60-100x/menit,
pernafasan : 16-24 x/menit, suhu : 36,5-37,5º C sedangkan pada ibu bersalin
dengan emboli cairan ketuban nilai tanda-tanda vitalnya menurun, tekanan
darahnya dibawah 90/60 mmHg, nadi cenderung cepat diatas 100x/menit,
pernafasan lebih dari 30x/menit, serta suhu dibawah 36,5. Pada pemeriksaan fisik
yang dilaukan secara head to toe didapatkan hasil pada bagian kepala :
konjungtiva pucat dan muka pucat, abdomen : terdapat linea alba, terdapat linea
nigra, ada strie albican, pembesaran memanjang sesuai usia kehamilan, tidak ada
luka bekas operasi SC, Palpasi Leopold I: TFU : 36 cm . Pada bagian fundus
teraba lunak, bulat dan tidak melenting tampak seperti bokong, Leopold II : Pada
perut ibu bagian kiri teraba bagian kecil-kecil, tampak seperti ekstremitas. Pada
perut ibu bagian kanan teraba datar, panjang, keras seperti papan tampak seperti
punggung, Leopold III : Pada perut ibu bagian bawah teraba bulat, keras,
melenting tampak seperti kepala, Leopold IV: kepala sudah masuk PAP
(devergen), Genetalia : Keluar lendir darah dan sedikit air ketuban yang keluar
bercampur meconium, VT : v/v tampak lender darah, Ɵ8 cm, eff 75%, ketuban (-)
berwarna keruh bercampur mekonium, presentasi kepala UUK jam 12 , tidak ada
moulage, tidak ada bagian terkecil janin disamping kepala janin dan tali pusat
tidak menumbung, bidang hodge III. DJJ : 110 x/menit, His : 10x4x50’, TBJ :
(36-12) x 155 = 3720 gram. Biasanya pada ibu inpartu dengan emboli cairan
ketuban konjungtiva dan mukanya pucat dikarenakan cairan yang masuk
menghalangi sirkulasi darah. Pada abdomen terdapat linea alba, strie albican, serta
tidak ada luka bekas operasi SC ini merupakan tanda yang masih normal dalam

32
kehamilan. Pada pemeriksaan palpasi leopold I : TFU sudah sesuai dengan usia
kehamilan, Bokong berada difundus yang menandakan bahwa janin sudah berada
tepat pada posisinya, leopold II, leopold III dan leopold IV sudah menandakan
bahwa janin sudah tepat pada posisinya. Pada pemeriksaan dalam/VT tidak
ditemukan adanya komplikasi. DJJ normal pada janin yakni berkisar antara 120-
160x/menit sedangkan pada ibu bersalin dengan emboli cairan ketuban denyut
jantung janinnya dibawah batas normal yakni dibawah 120x/menit. His normal
yakni 10x4x45’, disini his yang dirasakan ibu 10x5-7x50’ menandakan bahwa his
tersebut sangat adekuat yang bisa menyebabkan rupture uteri. TBJ dikatakan
normal jika beratnya 2500-4000 gram.
Dari pengkajian yang dilakukan pada data subjektif dan pemeriksaan yang
didapatkan dari data objektif dapat disimpulkan diagnose ibu yakni Ny. E G2
P1001 Ab000 UK 37-38 minggu janin T/.H/IU Kala 1 Fase Aktif dengan Emboli
Cairan Ketuban. Masalah pada kasus ini yaitu emboli cairan ketuban sedangkan
masalah potensial/ yang mungkin akan terjadi yaitu pada ibu akan terjadi syok,
edema paru, gangguan pembekuan darah, kerusakan neurologis permanen dan
kematian ibu. Tindakan segera yang harus dilakukan pada ibu bersalin dengan
emboli cairan ketuban yaitu memberikan oksigen, memasang infus RL,
melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG dan melakukan rujukan. Intervensi
yang disusun oleh bidan yaitu 1. beritahu keluarga mengenai kondisi ibu dan
janin, rasionalnya Informasi tentang keadaan ibu sangat diperlukan keluarga untuk
mengetahui sejauh mana keadaan ibu dan janin. 2. Berikan informed consent
sebelum melakukan tindakan, rasionalnya Informed consent sebelum melakukan
tindakan perlu dilakukan oleh bidan supaya keluarga bisa benar-benar
memutuskan keputusan apa yang harus di ambil dengan konseling yang telah
disampaikan bidan, informed consent juga dapat melindungi bidan dari jeratan
hukum. 3. Observasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan, rasionalnya
Observasi ttv tetap harus terus dilakukan sampai ke tempat rujukan tiba supaya
bidan dapat mengetahui keadaan umum ibu. 4. Observasi His dan Denyut Jantung
Janin rasionalnya Observasi HIS dan Denyut jantung Janin dilakukan untuk
memantau bagaimana his ibu apakah semakin sering atau bahkan melemah. DJJ
pada kasus emboli cairan ketuban bisa turun hingga kurang dari 110 x/menit. Jika

33
penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, hal ini merupakan
bradicardi yang menandakan ada gawat pada janin. 4. Pasang infus intravena RL,
rasionalnya RL (Ringer Laktat) yaitu suatu cairan infus yang mengandung
elektrolit untuk rehidrasi ibu.5. Berikan terapi oksigen, rasionalnya Pada ibu
dengan kasus emboli biasanya akan mengalami sesak nafas, sehingga diperlukan
terapi pemberian oksigen, supaya ibu tidak mengalami hipoksia. Kemudian
intervensi yang disusun bidan dengan kolaborasi yaitu 1. Kolaborasi dengan
petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah, rasionalnya Pemeriksaan sel darah
lengkap dan apusan darah untuk mengetahui hilangnya darah dan kadar Hb yang
ada.2. Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi / rencana persalinan sesuai
protap, rasionalnya dengan dilakukannya kolaborasi dengan dokter SpOG bidan
bisa melakukan tindakan yang benar sebelum dilakukannya rujukan. Dan
intervensi yang disusun oleh bidan dengan rujukan yaitu 1. Buat informed consent
untuk meminta persetujuan tindakan rujukan ke rumah sakit dan menjelaskan
kemungkinan yang akan terjadi yaitu keadaan ibu akan semakin memburuk jika
tidak segera dibawa ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap rasioanlnya untuk
memberikan informasi kepada keluarga sekaligus persetujuan bahwa ibu harus
dirujuk, informed consent juga dapat melindungi bidan dari hukum. 2. Siapkan
manajemen rujukan dengan BAKSOKU rasionalnya untuk antisipasi jika sewktu-
waktu ada kegawatdaruratan dalam perjalanan ke tempat rujukan. 3. Rujuk ibu ke
Rumah Sakit yang memiliki fasilitas PONEK rasionalnya agar ibu segera
mendapatkan penanganan sehingga ibu terhindar dari komplikasi. Implementasi
yang dilakukanoleh bidan yaitu sesuai dengan intervensi yang telah disusun. Saat
dilakukannya rujukan bidan juga melakukan cacatan perkembangan untuk
mengetahui perkembangan keadaan ibu dan janin. Dari data yang diambil dari
wawancara secara langsung, pengamatan, serta pemeriksaan fisik yang dilakukan
secara head to toe dapat disimpulkan bahwa kasus emboli cairan ketuban tidak
terdapat kesenjangan dengan teori.

34
DAFTAR PUSTAKA

Lockhart RS, Anita. 2014. Kebidanan Patologi. Jakarta : Binarupa Aksara

Nugroho. Taufan. 2012. Patologi Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan: Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Rukiyah, Ai Yeyeh & Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi

Kebidanan). Jakarta: Trans Info Media

Toy, Harun 2009. European Journal of General Medicine. Turkey.

http://www.bioline.org.br/pdf?gm09024

M, Viswanatan. 2014. Amniotic Fluid Embolism : a comprehensive review. India.

http://ijrcog.org

35

Anda mungkin juga menyukai