Anda di halaman 1dari 20

SAP KE-6

PERILAKU KEORGANISASIAN

KONSEP KOMUNIKASI, HAMBATAN, DAN SOLUSI

Dosen Pengampu:

Dr. Dra. Desak Ketut Sintaasih, M.Si.

Oleh:

KELOMPOK 5

NAMA NIM

1. A.A. Istri Syania Vihira Nanda 1607532006


2. Ni Putu Meydiani Chintia Dewi 1607532009
3. Nyoman Ratna Candradewi 1607532010
4. Kannia Aulia Sahari 1607532018
5. Ni Kadek Candra Kusuma Dewi 1607532019
6. Ni Wayan Shintya Dharmayatri 1607532021
7. Ni Kadek Elma Kardiyanti 1607532028

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI REGULER DENPASAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA

2019
6.1 Pengertian Komunikasi

Miller (1996) dalam Nimran (1999) mengatakan bahwa komunikasi adalah kegiatan
dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh – sungguh memindahkan stimuli guna
mendapatkan tanggapan. Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita (1997) mendefinisikan
komunikasi sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima
baik lisan, tertulis maupun menggunakan alat komunikasi.

Gibson (1996) mengatakan bahwa komunikasi adalah pengiriman informasi beserta


pemahamannya dengan menggunakan simbol verbal atau non verbal. Sementara itu Robbins
dan Coulter (2004) mengatakan pengertian komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman
suatu maksud. Tanpa penyampaian maksud, komunikasi tidak akan pernah terjadi. Dan tanpa
pemahaman maksud, komunikasi jarang berhasil.

Umar Nimran (1999) menyimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian


pesan dari satu sumber berita kepada penerima melalui saluran tertentu dengan tujuan untuk
mendapatkan tanggapan dari penerima.
6.2 Proses dan Unsur Komunikasi
6.2.1 Proses Komunikasi
Sebelum dilakukan, komunikasi memerlukan suatu tujuan, suatu pesan yang akan
disampaikan antara pengirim dan penerima. Pengirim akan mengodekan pesan (mengubahnya
menjadi bentuk simbolis) dan meneruskannya melalui sebuah medium (saluran) kepada
penerima, yang akan menguraikan isi kode tersebut. Hasilnya adalah perpindahan makna dari
satu orang ke orang lainnya. Bagian utama dari model ini adalah (1) pengirim (2) megodekan (3)
pesan (4) saluran (5) menguraikan isi kode (6) penerima (7) kebisingan (8) umpan balik
Pengirim Penerima

P Pesan yang Pengodean Pesan Isi kode pesan


akan Pesan Saluran diuraikan
dikirimkan (encoding) diterima (decoding)

Kebisingan

Umpan Balik
Pengirim melalui suatu pesan dengan mengodekan pemikirannya. Pesan adalah sebuah
tindakan actual produk fisik dari pengodean pengirim. Ketika kita berbicara, ucapan adalah
pesan. Ketika kita menulis, maka tulisan adalah pesannya. Ketika kita melakukan isyarat
gerakan, maka gerakan dari lengan dan ekspresi wajah kita merupakan pesan.
Saluran adalah medium melalui mana pesan-pesan akan berjalan. Pengirim memilihnya,
kemudian menentukan apakah saluran yang formal maupun informal. Saluran formal
ditetapkan oleh organisasi dan mengirimkan pesan yang terkait dengan aktivitas professional dari
para anggotanya. Mereka secara tradisional mengikuti rantai wewenang di dalam organisasi.
Bentuk lainnya dari pesan, seperti misalnya pribadi atau social yang mengikuti saluran
informal, yang mana berlangsung secara spontan dan berkembang sebagai tanggapan atas
pilihan – pilihan individu.
Penerima adalah orang kepada siapa pesan akan diarahkan, yang pertama-tama harus
menerjemahkan symbol-simbol ke dalam bentuk yang dapat dipahami. Tahap ini adalah
menguraikan kode isi pesan. Kebisingan mencerminkan hambatan komunikasi yang
memutarbalikan kejelasan dari pesan, seperti misalnya permasalahan persepsi, informasi yang
berlebihan, atau perbedaan budaya. Kaitan terakhir dalam proses komunikasi ini adalah lompatan
umpan balik.
Umpan balik adalah pemeriksaan mengenai seberapa berhasilkah kita dalam memindahkan
pesan kita seperti yang dimaksudkan semula. Ini menentukan apakah pemahaman tercapai atau
belum.
Adapun beberapa tahapan tahapan mengenai model proses komunikasi dalam organisasi
yaitu:
1. Tahap penciptaan gagasan atau tahap ideasi, yaitu dapat dilakukan oleh pihak
pengiriman informasi (komunikator=communicator)
2. Tahap penyusunan gagasan dalam bentuk simbol atau tanda tanda sandi (tahap
enconding) yaitu simbol atau tanda-tanda sandi yang berupa gambar gambar yang
menunjukan mengandung arti.
3. Tahap pengiriman, yaitu gagasaan yang sudah di susun dalam wujud simbol simbol
atau tanda tanda sandi yang di sampaikan melewati saluran atau media komunikasi
yang sudah di sediakan oleh organisasi yang ber tanggung jawab.
4. Tahap penerimaan, yaitu informasi yang telah dikirim oleh komunikator lewat media
komunikasi di terima oleh pihak penerima informasi.
5. Tahap menginterprediksikan gagasan atau pesan yang di terima, yaitu tahap yang di
sebut juga tahap decoding. Dalam tahap ini gagasan gagasan atau pesan pesan yang
telah di terima di interprediksikan atau di artikan
6. Tahap tanggapan, yang merupakan tahapan terakhir, sesudah pihak penerima berita
melakukan interpretasi terhadap informasi yang telah di terima. Kemudian ada respon
respon yang telah di tanggapi , respond umpan balik atau feedback diantaranya yaitu:
 Respon langsung
 Respon tidak langsung
 Respond yang kurang dimengerti
 Respond yang dapat dimengerti
 Respond yang bersifat netral
 Respond yang bersifat negatif

Supaya komunikan dapat memberikan respon yang di inginkan oleh kominikator ,


komunikator dan komunikan harus memiliki jiwa pengalaman yang sama (common experience)
Umpan balik atau feedback akan selalu tersambung melalui setiap tahap proses komunikasi,
dengan ini pola atau model proses komunkasi bisa di gambarkan seperti pada gambar yang ada
di buku rangkuman.
6.2.2 Unsur Komunikasi
Gibson (1996) mengatakan bahwa model kontemporer yang luas dipergunakan atas proses
komunikasi adalah hasil kajian dari Shanon dan Weaver serta Schramm, yang kemudian banyak
membantu bagaimana memahami komunikasi tersebut. Dalam model itu terkandung elemen
dasar komunikasi sebagai berikut:

1. Komunikator/sumber komunikasi/pengirim, yang adalah orang yang mempunyai


maksud/ide/informasi tertentu untuk disampaikan kepada penerima.
2. Ecoding/pengkodean, merubah suatu pesan dalam komunikasi menjadi bentuk-
bentuk simbolis.
3. Pesan, suatu yang dikomunikasikan, merupakan produk nyata dari encoding.
4. Media/saluran, sesuatu yang dilalui pesan. Di dalam organisasi pengirim akan
menyeleksi pesan-pesan dan menetapkan saluran atau media yang akan digunakan.
5. Decoding/penerimaan kode, penerimaan adalah obyek yang disasar pesan. Sebelum
pesan tersebut dimengerti, maka penerima harus menterjemahkan bentuk-bentuk
simbolis terlebih dahulu.Kegiatan menterjemahkan inilah disebut
decoding/penerimaan pesan.
6. Penerimaan, pihak yang menerima pesan, biasanya dipengaruhi oleh kemampuan,
sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya.
7. Umpan balik, pemeriksaan keberhasilan dalam menyampaikan pesan dan menentukan
apakah pengertian yang sama antara pengirim dan penerima telah dicapai.

Laswell yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy (1996) menegaskan bahwa
komunikasi dalam prosesnya meliputi lima unsur yakni sebagai berikut:

1. Komunikator atau orang/pihak yang menyampaikan suatu pesan kepada orang/pihak lain.
2. Pesan, yang bisa berbentuk informasi ide ataupun sikap.
3. Media, sebagai saluran untuk melangsungkan suatu pesan.
4. Komunikan atau orang/pihak yang menerima pesan.
5. Efek yakni dampak yang muncul pada pihak komunikan yang bisa berupa dampak
kognitif misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu.

6.3 Komunikasi Antar Individu Dalam Organisasi


Nimran(1999) mengatakan bahwa ada bermacam-macam paradigma atau cara pandang yang
dapat dipakai untuk membedakan berbagai bentuk komunikasi.

6.3.1 Dari aspek lingkup organisasi maka akan ada:

 Komunikasi intern, komunikasi yang terjadi antara pihak-pihak internal.

 Komunikasi ekstern, komunikasi antara suatu organisasi dengan pihak


eksternal/pihak lain.
6.3.2 Dari aspek sudut arahnya maka ada:

 Komunikasi searah, komunikasi yang ditandai oleh adanya satu pihak yang aktif
yaitu pengiriman/penyampai informasi sedangkan pihak lainnya pasif dan
menerima.
 Komunikasi dua arah, komunikasi yang ditandai peran aktif kedua belah pihak baik
pemebri atau penerima informasi.
6.3.3 Dari aspek tingkatan organisasi maka ada:
 Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang berlangsung antara bawahan dengan
atasan dalam hirarki organisasi.
 Komunikasi horisontal adalah komunikasi yang terjadi di antara para pejabat yang
sderajat/selevel.
6.3.4 Dari aspek aliran komunikasi dalam organisasi maka ada:

 Komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi yang mengalir dari manajer ke bawah
atau ke para karyawan.
 Komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi yang mengalir ke atas yakni dari
karyawan ke manajer.
 Komunikasi horizontal/lateral yang komunikasi yang terjadi di antara semua
karyawan ditingkatan organisasi yang sama.
 Komunikasi diagonal, komunikasi antara orang-orang yang mempunyai hirarki
berbeda dan tidak memiliki hubungan wewenang secara langsung.
6.3.5 Dari aspek media atau alat yang digunakan maka ada:

 Komunikasi visual, komunikasi yang memakai alat tertentu untuk mengiriam pesan
yang dapat ditangkap oleh mata. Contoh memo, poster, surat kabar dan
semacamnya.
 Komunikasi audial, komunikasi yang menggunakan alat tertentu yang dapat
ditangkap oleh telinga. Contoh radio, telepon, radio.
 Komunikasi audio-visual, komunikasi yang memakai alat tertentu yang pesannya
ditangkap oleh mata dan telinga secaraa bersamaan. Contoh: video, film, VCD, LD,
dan sebagainya.
6.3.6 Dari aspek cara penyampaian, maka ada:

 Komunikasi verbal, komunikasi yang pesan-pesannya disampaikan dengan


memakai kata-kata yang dapat dimengerti baik lisan maupun tulisan.
 Komunikasi non verbal/komunikasi tanpa kata, komunikasi yang pesan-pesannya
disampaikan melalui symbol, isyarat atau perilaku tertentu. Seperti gerakan-

 gerakan tubuh, intonasi suara, ekspresi wajah dan jarak antara pembicara dengan
pendengar.
6.3.7 Dari aspek strategi atau teknik maka ada:
 Komunikasi koersif, komunikasi yang dengan cara memaksa agar komunikasi mau
menerima pesan yang disampaikan. Misalnya dengan teror, boikot, ancaman
ataupun dengan menunjukkan kekuasaan.
 Komunikasi persuasif, komunikan, sehingga ia tidak saja menerima, menyetujui
tetapi mau melaksanakannya dalam bentuk kegiatan atau tindakan sebagaimana
yang dikehendaki oleh sikomunikator.
6.3.8 Dari aspek jaringan di mana informasi mengalir maka ada:

 Komunikasi informal, komunikasi yang tidak resmi sumber dan maksudnya.


Contohnya seperti pembicaraan desas-desus, gosip dan yang sejenisnya.
 Komunikasi formal, komunikasi yang berkaitan dengan tugas dan mengikuti rantai
wewenang.
6.3.9 Dari aspek manajerial
Komunikasi itu mencakup komunikasi interpersonal yakni komunikasi antara dua
orang atau lebih, dan komunikasi organisasi yakni semua pola, jaringan, dan sistem
komunikasidalam suatu organisasi. Dalam perspektif organisasi yang dibahas adalah
keduanya.

6.4. Komunikasi Keorganisasian

Komunikasi tidak hanya penting untuk manusia tetapi juga penting untuk sistem
pengendalian manajemen yang merupakan alat untuk mengarahkan, memotivasi, memonitor
atau mengamati serta evaluasi pelaksanaan manajemen perusahaan yang mencoba mengarahkan
pada tujuan organisasi dalam perusahaan agar kinerja yang dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan dapat berjalan lebih efesien dan lancar, yang dimonitor atau yang diatur dalam sistem
pengendalian manajemen adalah kinerja dari perilaku manajer di dalam mengelola perusahaan.

Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi,
hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya organisasi.
Komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat
hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi vertikal dan horizontal.

6.4.1. Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi


a. Fungsi Informatif

Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi.


Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh
informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat
memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih
pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat
suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam
organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk
melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan,
jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.

b. Fungsi Regulatif

Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.
Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
 Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu
mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi
yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-
perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
 Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi
pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
c. Fungsi Persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu
membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak
pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.
Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan
kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan
dan kewenangannya.

d. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan
dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal
seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan
kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan
antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan
darmawisata.

6.4.2. Metode Komunikasi Dalam Organisasi

A. Komunikasi Lisan

Sarana utama dalam menyampaikan pesan adalah komunikasi lisan. Pidato, diskusi
formal satu-satu dan diskusi kelompok, serta rumor secara informal atau kabar selentingan
merupakan bentuk-bentuk yang terkenal dari komunikasi lisan. Keuntungan dari
komunikasi lisan adalah kecepatan dan umpan balik. Jika penerima belum yakin dengan
pesannya, maka umpan balik yang cepat memungkinkan pengirim untuk mendeteksi secara
cepat dan memperbaikinya.Salah satu kelemahan utama pada komunikasi lisan munculnya
saat sebuah pesan harus melewati sejumlah orang; semakin banyak orang, semakin besar
resiko terjadi penyimpangan.
Macam-macam Komunikasi Lisan
 Rapat
Pertemuan dapat menjadi formal atau informal, meliputi dua atau lebih banyak orang,
dan terjadi dalam hampir setiap kesempatan. Bahkan penyusunan interaksi bisnis biasa
dengan orang lain sebagaimana pertemuan dapat membantu kita menitik beratkan
perhatian pada perkembangan.
 Video Conferencing

Video conferencing memungkinkan para pekerja dan para klien untuk melaksanakan
pertemuan dan video image memungkinkan kita untuk melihat, mendengar, dan
berbicara dengan orang lain tanpa hadir secara fisik pada lokasi yang sama.

 Telepon

Telepon ada di sekitar kita sejak lama yang justru cenderung kita abaikan efisiensinya
sebagai model komunikasi. Komunikasi melalui telepon menawarkan banyak manfaat
seperti pertemuan, dan begitu telepon berbunyi maka kita akan berusaha untuk segera
memberikan tanggapan. Panggilan telepon dapat berupa pertemuan secara formal atau
pembicaraan secara informal, juga dijadwalkan atau secara spontan. Komunikasi
melalui telepon waktunya cepat, dan lebih sedikit ambiguitas daripada e-mail. Namun,
pesan melalui telepon lebih mudah terabaikan.

B. Komunikasi Melalui Tulisan


Komunikasi tertulis ialah komunikasi yang dilakukan yang melalui sebuah
tulisan yang dilakukan dalam kegiatan surat menyurat yang melalui pos, telegram,
telexaf, fax, e-mail dan sebagainya. Dalam dunia bisnis komunikasi tertulis ini terbilang
sering dilakukan.
Macam-macam Komunikasi Tertulis:
 Surat
Surat adalah lembaran kertas yang memuat suatu informasi yang hendak disampaikan
oleh seseorang kepada orang lain. Informasi tersebut dapat berupa pemberitahuan,
pertanyaan, permintaan, laporan, peringatan, dan sebagainya. Kerap kali suatu surat
menghendaki tanggapan atau balasan, dan dengan demikian terjadilah hubungan surat-
menyurat atau korespondensi. Selain sebagai alat komunikasi tertulis, surat juga dapat
berfungsi sebagai: alat bukti tertulis, alat pengingat, dokumentasi historis, pedoman
tindakan, jaminan keamanan, duta atau wakil organisasi. Oleh karena itu, perlu sekali
surat dirumuskan dan ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan kesan yang baik dan
berwibawa.
 Power Point

Power point dan format slide lainnya seperti Prezi dapat menjadi mode komunikasi
yang sangat sempurna karena perangkat lunak untuk mengumpulkan slide
menggabunggkan kata-kata sengan elemen visual untuk melibatkan pembaca dan
membantu dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang kompleks. Power Point sering
digunakan bersamaan dengan presentasi lisan, tetapi daya tariknya sangat intuitif yang
dapat berfungsi sebagai mode komunikasi utama.
 Surat Elektrik (E-mail)
Pesan e-mail dapat ditulis, diedit, dan disimpan dengan cepat. E-mail dapat di
distribusikan kepada salah satu atau ribuan orang hanya menekan dengan satu tombol,
meskipun beberapa perusahaan (seperti perusaan data Nielson) telah melarang fitur
“balas ke semuanya”. Biaya untuk mengirimkan pesan e-mail secara formal kapada
para pekerja adalah penghematan dari biaya cetak, duplikasi, dan distribusi surat yang
setara dengan brosur.
6.4.3. Gaya Komunikasi Dalam Organisasi
a. The Controlling Style
controlling style communication ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud
untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator
satu arah atau one-way communications.
b. The equalitarian style
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya,
setiap anggota organnisasi The Equalitarian Style dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian,
memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian
style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan
verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way communication).
c. The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara
tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan
tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi
perhatian kepada keinginan untuk memengaruhi orang lain dengan jalan berbagi
informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku
dalam organisasi tersebut mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien
adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih
memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
d. The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim
pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan
(action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru
kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau
saleswomen).
e. The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat
ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun
pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang
lain.
f. The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,
artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan
antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

6.5 Hambatan Terhadap Komunikasi


6.5.1 Penyaringan Informasi

Komunikator cenderung memanipulasi informasi supaya lebih dapat diterima dengan


baik oleh komunikan/penerima. Minat pribadi dan persepsi mengenai apa yang menurut
komunikator penting bagi penerima sangat mempengaruhi penyaringan dan hasilnya.
Semakinbanyak jumlah tingkatan struktur organisasi yang harus dilalui oleh suatu
informasi semakin besar kemungkinan untuk peyaringan. Namun, hal ini wajar
terjadikarena dala struktur organisasi semakin ke bawah semakin spesialis dibidang maing-
masing.

6.5.2 Persepsi Yang Selektif


Penerimaan dalam proses komunikasi menyeleksi apa yang mereka terima berdasarkan
kebutuhan, motivasi, latar belakang pengalaman dan karektiristik pribadi

lainnya. Penerima atau komunikan juga memproyeksikan minat dan harapan mereka pada
saat melakukan decoding (mengartikan simbol-simbol).

6.5.3 Emosional
Bagaimana perasaan komunikan/penerima pada saat ia menerima pesan akan
mempengaruhi interpretasinya mengenai pesan tersebut. Pesan yang sama akan
diinterpretasikanberbeda pada keadaan marah atau emosi netral. Emosi-emosi yang ekstrim
seperti gembira yang berlebihan atau sedih sangat mungkin menghalangi komunikasi yang
efektif.

6.5.4 Bahasa
Kata-kata yang sama dapat berarti berbeda untuk orang yang tidak sama. Usia,
pendidikan dan latar belakang budaya merupakan tiga variabel yang biasanya
mempengaruhi bahasa yang digunakan dan arti yang diberikan kepada kata-kata. Di dalam
suatu organisasi, pegawai berasal dari latar belakangyang tidak sama. Ditambah lagi
pengelompokan dalam unit kerja tertentu berdasarkan spesialisasi yang pada akhirnya
menciptakan/mengembangkan istilah-istilah teknis dan ungkapan-ungkapan yang khas dan
sering pegawai tidak tahu istilah-istilah khusus yang digunakan. Komunikator cenderung
berpendapat bahwa kata-kata atau istilah yang mereka gunakan mempunyai arti yang sama
bagi komunikan/penerima.

6.5.5 Kurang Perhatian

Kesalahpahaman terjadi karena orang tidak membaca dengan benar suatu pesan atau
informasi, baik dalam bentuk pengumuman, artikel, atau tidak mendengar percakapan
orang dengan baik.

6.5.6 Faktor Hello Effect

Terjadi jika komunikator adalah orang yang disenangi atau dihormati, maka audiens
atau penerima langsung akan mempercayai apa yang dikatakan walaupun belum tentu
benar atau sebaliknya.

6.5.7 Perilaku Defensif

Ketika seseorang merasa terancam, ia cenderung akan bereaksi dengan cara


mengurangi kemampuannya untuk mencapai saling pengertian. Yakni ia menjadi defensif
terlibat dalam perilaku seperti secara verbal menyerang orang lain, memberikan jawaban
kasar, berperilaku seperti penilai, dan mempertanyakan motif orang lain. Ketika individu
menafsirkan pesan yang datang sebagai sesuatu yang mengancam, ia akan meresponnya
dengan cara yang menghambat keefektifan komunikasi.

6.5.8 Kebanjiran Informasi

Ketika informasi yang harus diterima melampaui kapasitas pemrosesan karena


membanjirnya informasi (e-mail, telepon, faxs, notla rapat, bacaan) akan ada
kecenderungan untuk membuang,mengabaikan, melewatkan atau dilupakan atau menunda
pemrosesannya sampai situasi kebanjiran informasi selesai.

6.6 Mengatasi Hambatan Dalam Komunikasi


Ada hambatan dalam berkomunikasi tentunya juga ada usaha untuk mengatasi hambatan-
hambatan komunikasi tersebut. Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan cara untuk
mengatasi hambatan-hambatan komunikasi seperti:
6.6.1 Menurut Citrobroto (1982) mengemukakan beberapa cara untuk mengatasi
hambatan dalam berkomunikasi, diantaranya :
a) Belajar dan Berlatih, yaitu belajar mengenai teorinya kemudian mempraktekkannya.
Belajar dan berlatih untuk menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik.
b) Memperdalam hubungan kemanusiaan, yaitu mempelajari tentang etiket. Dalam
memperdalam hubungan kemanusiaan ini yang diiperlukan adalah sikap simpatik,
muka manis, tidak sombong, rendah hati, dan cukup tegas dalam melakukan sesuatu.
c) Memahami sistem sosial, baik komunikator maupun komunikan harus dapat
memahami kondisi sosial lawan bicaranya. Hal ini perlu karena bila pembicara
kurang memahami sistem sosial, maka pembicaraannya tidak dapat tepat, demikian
pula si pendengar, bila kurang memahami si pembicara tidak akan menangkap dengan
tepat.
d) Positive thinking, yaitu mencoba untuk selalu berpikir secara positif. Hal ini
dimaksudkan untuk menghilangkan prasangka yang sering menjadi penghambat
dalam berkomunikasi.
e) Menggunakan media komunikasi yang tepat, pemanfaatan media yang tepat akan
memperlancar jalannya komunikasi, karena komunikasi kurang bermakna jika hanya
dengan kata-kata belaka. Pemilihan media tentunya juga disesuaikan dengan tema
atau topic pembicaraan.
f) Menggunakan bahasa yang dipahami oleh komunikator dan komunikan, pemilihan
bahasa yang tepat ini dimaksudkan untuk menghindari gangguan semantik yang
menjadi penghambat komunikasi.
g) Jarak fisik, semakin dekat dengan lawan bicara maka akan semakin baik. Komunikasi
akan efektif jika dilakukan secara bertatap muka antara komunikator dengan
komunikan.
6.6.2 Menurut Gitisudarmo dan Sudito (1997:216), untuk mengatasi hambatan-
hambatan dalam komunikasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Meningkatkan umpan balik, untuk mengetahui apakah pesan atau informasinya sudah
diterima, dipahami, dan dilaksanakan atau tidak.
b) Empati, penyampaian pesan disesuaikan dengan keadaan penerima.
c) Pengulangan, untuk menjamin bahwa pesan dapat dimengerti.
d) Menggunakan bahasa yang sederhana, agar setiap orang dapat memahami isi pesan
yang disampaikan.
e) Penentuan waktu yang efektif, pesan disampaikan pada saat penerima siap
mendengarnya.
f) Mendengarkan secara efektif, sehingga komunikasi antara bawahan dan atasan dapat
berlangsung secara baik.
g) Mengatur arus informasi, komunikasi harus diatur mutunya, jumlahnya, dan cara
penyampaiannya.

6.6.3 Cara Mengatasi Hambatan dan Memperbaiki Komunikasi


Cara mengatasi Hambatan dan Memperbaiki komunikasi agar menjadi lebih efektif
(Beeve dan Thill, 2003:22)adalah :
a) Memelihara iklim komunikasi terbuka
Iklim komunikasi terbuka merupakan campuran dari nilai, tradisi, dan kebiasaan.
Komunikasi terbuka akan mendorong keterusterangan dan kejujeuran serta
mempermudah umpan balik.
b) Bertekat memegang teguh etika komunikasi
Etika merupakan prinsip-prinsip yang mengatur seeorang untuk bersikap atau
membawa diri. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak peduli salah atau
benar, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Komunikasi etis
termasuk semua informasi yang relevan, benar dalam segala segi, dan tindaka
memperdayakan orang lain dengan cara apa pun. Perbedaan nilai-nilai yang dianut
bisa menyebabkan terjadinya dilema etika. Misalnya, mengungkapkan atau
merahasiakan kecuarangan yang dilakukan organisasi.
c) Memahami kesulitan komunikasi antarbudaya
Majunya perkemabnagan teknologi dan informasi telah menyebabkan terjadinya
interaksi antarbudaya, baik dalam lingkungan regional, nasional, mapun internasional.
Memahami latar belakang, pengetahan, kepribadian, dan presepsi antarbudaya akan
membantu mengatasi hambatan komunikasi yang terjadi karena perbedaan budaya.
d) Meggunakan pendekatan berkomunikasi yang berpusat pada penerimaan.
Menggunakan pendekatan yang berpusat pada penerimaan berarti tetap mengingat
penerimaan ketika sedang berkomunikasi. Sikap empati, peduli, atau peka terhadap
perasaan dan kepentingan orang lain bisa menjadi kunci keberhasilan dalam
berkomunikasi.
e) Menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggungjawab untuk memperoleh dan
membagi informasi.
Teknologi dapat dipergunakan untuk menyusun, merevisi, dan mendistribusikan
pesan. Penggunaaan yang bijaksana dan bertanggungjawab akan mendorong
terciptanya komunikasi yang efektif.
f) Menciptakan dan memproses pesan secara efektif dan efisien.

6.7 Isu Isu dalam Komunikasi

Menurut Stephen P. Robbins (2006), ada empat isu terkini yang berhubungan
dengan komunikasi dlam sebuah organisasi, yaitu :

6.7.1 Penghalang Komunikasi antara Pria dan Wanita


Adakalanya seorang pria merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan seorang wanita
atau dengan kata lain perbedaan gender seringkali menjadi penghalang dalam melakukan
komunikasi yang efektif. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Deborah Tannen (Stephen P.
Robbins : 2006), yang menjadi penyebab dari hal itu adalah adanya perbedaan antara pria dan
wanita dlam gayapembicaraan mereka. Biasanya, pria menggunakan pembicaraan untuk
menekankan status sedangkan wanita menggunakannya untuk mendapatkan koneksi.
Menurut Tannen (Stephen P. Robbins : 2006), komunikasi merupakan tindakan
penyeimbangan yang berkesinambungan, yang mengubah kebutuhan kebutuhan yang
berbenturan menjadi keakraban dan independensi. Keakraban menekankan kedekatan dan
kebersamaan. Independensi menekankan keterpisahan dan perbedaan. Masalahnya adalah,
wanita berbcara dan mendengar bahasa untuk menciptakan hubungan dan keakraban sedangkan
pria berbicara dan mendengar bahasa untuk menekankan status kekuasaan dan independensi.
Jadi untuk banyak pria, pembicaraan merupakan cara untuk mempertahankan independensi
dan status dalam tertib social hierarkis. Sedangkan bagi banyak wanita, pembicaraan merupakan
negosiasi untuk menciptakan kedekatan dimana mereka mencoba mencari dan memberikan
informasi serta dukungan.

6.7.2 Diam Sebagai Komunikasi


Pengertian diam dalam konteks komunikasi adalah tidak adanya pembicaraan atau
suara, yang umumnya diabaikan sebagai bentuk komunikasi dalam perilaku organisasi
karena menggambarkan tiadanya tindakan atau perilaku. Tetapi diam kadang bukan berarti
tidak ada tindakan. Diam oleh banyak orang tidak dianggap sebagai gagal komunikasi,
sebaliknya diam dapat menjadi bentuk komunikasi yang sangat kuat. Diam dapat berarti
seseorang sedang memikirkan sesuatu, cemas, takut berbicara, serta dapat mengisyaratkan
kesepakatan, menolak, kecewa, atau marah.
Kegagalan dalam memberikan perhatianpada bagian diam dari percakapan dapat
berakibat kehilagan bagian penting dari pesan. Komunikasi yang cerdik memperhatikan
kesenjangan, jeda, dan keragu-raguan. Mereka mendengar dan menginterpretasikan.
Kadangkala pesan yang nyata dalam komunikasi terkubur dalam diam (Stephen P.
Robbins : 2006).

6.7.3 Komunikasi yang Benar secara Politisi


Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi
yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan
kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai
sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga
bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkretsebenarnya telah
dilakukan oleh siapa saja : mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjagawarung, dan
seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme,
yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam pergaulan sehari-hari seringkali kita memodifikasikata-kata yang kita
gunakan sehingga terkesan lebih halus dan lebih menjaga perasaan orang lain. Dan ini
akan menjadi suatu bekal bagi kita agar dapat melakukan komunikasi yang efektif. Kita
harus peka terhadap perasaan orang lain. Kata-kata tertentu dapat membuat stereotype,
mengancam, dan menghina individu. Begitupula dalam sebuah organisasi yang memilik
angkatan kerja yang beragam dan hierakri kepemimpinan yang berbeda pula. Tetapi
kadang kitapun mengalami kesulitan untuk memodifikasi suatu kata yang memiliki
ketepatan tertentu sehingga kita sulit untuk memodofikasinya menjadi sebuah kata yang
lebih halus.
Kata-kata merupakan alat promer untuk melakukan komunikasi. Semakin banyak
perbendaharaan kata yang digunakan oleh pengirim dan penerima, makin besar
kesempatan untuk menyampaikan pesan secara akurat. Dengan menghilangkan kata-kata
tertentu dari perbendaharaan, kita akan lebih sulit untuk melakukan komunikasi secara
akurat. Sedangkan bila kita menggantikan kata-kata dengan istilah yang baru yang
maknaya tidak begitu dipahami, kita telah memperkecil kemungkinan pesan kita akan
diterima sesuai dengan maksud kita.
Kita harus peka dengan pemilihan kata karena terkadang itu bisa melukai perasaan
orang lain. Tetapi kitapun harus hati-hati dalam menghilangkan atau memodifikasi kata-
kata yang kita gunakan karena hal tersebut bisamenjadi penghalang komunikasi yang
efektif. Intinya adalah kita harus menyadari bahaya dan perlunya menemukan
keseimbangan yang tepat.

6.7.4 Komunikasi Lintas Budaya


Perbedaan kebiasaan dan kebudayaan kerap kali enjadipenghalang komunikasi yang
efektif. Menurut Stephen P. Robbins (2006), sedikitnya ada empat masalah yang
menjadikan factor budaya ini menjadi penghambat dalam komunikasi, yaitu:
a) Hambatan yang Disebabkan oleh Semantik
Makna kata bisa berlainan untuk orang yang berbeda. Hal ini dikarenakan beberapa
kata ada yang tidak bisa diterjemahkan kedalam bahasa atau budaya lain.
b) Hambatan yang Disebabkan oleh Konotasi Kata
Seringkali dalam bebrapa bahasa terdapat kata yang sama, baik dalam penulisan
meupun dalam pengucapannya, tetapi memiliki makna yang bebeda. Tentu saja hal ini
dapat menyebabkan kesalahpahaman dan menjadikan komunikasi menjadi tidak efektif
c) Hambatan yang Disebabkan oleh Perbedaan Nada
Setiap daerah atau suku biasanya mempunyai kebudayaan yang berbeda tidak
terkecuali dengan nada berbicara. Bagi orang batak misalnya, mereka sudah terbiasa
berbicara dengan nada yang tingi. Tetapi bagi orang sunda, biasanya nada yang tingi ini
sering diidentikan dengan keadaan marah atau tidak sopen dalam pembicaraan sehari-
hari.
d) Hambatan yang Disebabkan oleh Beda Persepsi
Biasanya orang yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda mempunyai
pandangan yang berbeda dalam mempersepsikan sesuatu.

DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Komang, Ni Wayan Mujiati dan Anak Agung Ayu Sriathi. 2008. Perilaku
Keorganisasian Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bovee, L. Courtland dan John V. Thill. 2003. Komunikasi Bisnis. Buku Kedua, Edisi Bahasa
Indonesia, Edisi Keenam. Jakarta: PT Indeks Kelompok Garuda.

Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raya Grasindo Persada.

Citrobroto Suhartin. Hambatan Dalam Berkomunikasi.1982. Bandung : Remaja Rosdakarya

Gitosudarmo, Indriyo dan Sudita, I Nyoman. 1997, Perilaku Keorganisasian,Yogyakarta : BPFE.

Robbins, Stephen P dan Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi Edisi 16. Jakarta: Salemba
Empat.
Widjaja. 2008. Komunikasi & Hubungan Masyarakat, Jakarta : Bumi aksara.

Nurhati.2014.Komunikasi dalam Organisasi


http://myblognurhati.blogspot.com/2014/11/komunikasi-dalam-organisasi_19.html
(Diakses tanggal 17 Maret 2019)

Anda mungkin juga menyukai