ABORTUS INKOMPLIT
OLEH:
Wahyu Febrianto 105070100111023
Johanna Tania P 105070100111071
Andrea Nina Diandra D 105070103111017
Laylia Mulyandari 105070104111006
Pembimbing
dr. Pande Made Dwijayasa, SpOG
Pendamping
dr. Martiana Larasati (TIL)
LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ABORTUS INKOMPLIT
Oleh:
Menyetujui:
Pendamping, Pembimbing,
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
dokter muda mengenai abortus dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan perawatan.
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
No Reg : 707747
Nama : Ny. S
Umur : 36 tahun
Alamat : Ds. Padangan, Kec.Ngantru, Kab.Tulungagung
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah 1x
Lama Menikah : 19 tahun
Kehamilan : P2002Ab000
Riwayat KB : Tidak pernah menggunakan KB
Tanggal MRS : 17 November 2014
2.2 Subjektif
2.2.1 Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir.
2.2.2 Anamnesis
Pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak 5 hari yang lalu. Tidak
ditemukan gumpalan darah maupun jaringan yang keluar melauli jalan lahir. Nyeri
perut bawah kanan dan kiri (+)
2.2.3 Riwayat Pernikahan
Perkawinan 1 kali, dengan suami sekarang selama 19 tahun. Memiliki 2 anak lahir
hidup dengan usia anak terakhir 8 tahun.
2.2.4 Riwayat Obstetri
P2002Ab000, tidak pernah menggunakan KB
2.2.5 Riwayat Haid
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 10 Oktober 2014
Siklus : 28 hari
Lamanya haid : 4-5 hari
Jumlah haid : biasa
2.2.6 Riwayat Nyeri Perut : dirasakan 2 hari
2.2.7 Riwayat Keputihan : tidak ada
2.2.8 Riwayat Keadaan Umum
Nafsu makan : biasa
5
Berat badan : tetap
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
2.2.9 Riwayat Operasi/Penyakit : disangkal
2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa.
2.2.11 Riwayat Pengobatan
Vitamin Sulfat Ferous 2x1 dan asam folat 1x1
2.2.12 Riwayat Sosial
Senang makan dan minum manis.
2.3 Obyektif
2.3.1 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
BB : 67 Kg
TB : 155 cm
Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler
RR : 18 x/menit
Suhu aksiler : 36,20C
Kepala dan leher : anemis - / - , icterus - / -
Thorax : cor/ S1S2 tunggal, murmur (-)
Pulmo/ vv Rh - - Wh - -
vv -- --
vv -- --
Abdomen : fundus uteri tidak teraba, BU(+)N
Ekstremitas : akral hangat, edema =|=
Status Ginekologi
Genitalia Eksterna
Inspeksi : v/v flux (+), fluor (-)
Vaginal Touche : porsio multipara terbuka 1 cm, licin, teraba jaringan keluar
dari OUE. Corpus uteri retrofleksi sesuai usia kehamilan 8-10
minggu.
Adnexa parametrium D/S massa (-) nyeri (-).
Cavum Douglasi dalam batas normal.
2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang
6
Plano tes : positif
Darah Lengkap : 10,50/8190/33,00/436.000
2.4 Assessment
Abortus inkomplit
2.5 Planning
Planning Diagnosis :-
Planning Terapi : pro kuretase
Persiapan kuretase : inj. Cefotaxim 1 gram iv
Inj. Ranitidin 1 gram iv
Planning Monitoring : vital sign, keluhan subyektif pasien.
Planning Edukasi : KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) dan informed consent
pasien dan keluarga tentang kondisi ibu saat ini, prosedur
tindakan medis yang akan dilakukan beserta risiko yang akan
terjadi dan prognosis serta surat persetujuan tindakan
kuretase.
7
Keadaan pasca kuretase :
Keadaan Umum : baik/compos mentis
Tensi : 110/70
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit
Terapi pasca kuretase:
Amoxiciliin 3x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
Methergin 2x1
Roburantia 2x1
8
BAB 3
PERMASALAHAN
3.1 Diagnosa
Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?
9
BAB 4
PEMBAHASAN
11
Saluran telur (tuba Falopii) adalah saluran yang keluar dari kornu rahim
kanan dan kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter 3-8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh
peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam
saluran dilapisi silia, yaitu rambut getar yang berfungsi untuk menyalurkan telur dan
hasil konsepsi. Fungsi saluran telur adalah sebagai saluran untuk membawa ovum
yang dilepaskan e indung telur ke tempat terjadi fertilisasi.
Indung telur (ovarium) terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan
dan kiri rahim, dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang ligamentum latum.
Seumur hidupnya, seorang wanita diperkirakan akan mengeluarkan sel telur kira-kira
400 butir. Fungsi indung telur yang utama adalah menghasilkan sel telur (ovum),
menghasilkan hormon-hormon (progesteron dan estrogen), dan ikut serta mengatur
haid.
12
Satu siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase (stadium) yaitu:
Stadium menstruasi (deskuamasi) berlangsung selama 4 hari dimana
endometrium lepas dari dinding rahim disertai dengan penrdarahan dan hanya
lapisan tipis (stratum basale) yang tinggal. Darah menstruasi terdiri dari potongan-
potongan endometrium dan lendir dari serviks. Darah tidak membeku karena adanya
fermen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan-potongan
mukosa. Banyaknya darah selama menstruasi 50-150 cc.
Gambar 4.3 Siklus Ovulasi dan Menstruasi Normal Wanita (Shien et al., 1999)
Stadium regenerasi sudah dimulai waktu stadium menstruasi dan
berlangsung 4 hari. Pada saat ini tebal endometrium kira-kira 0.5 mm. Luka yang
terjadi karena endometrium dilepaskan berangsur ditutup kembali oleh selaput lendir
baru dari sel epitel kelenjar endometrium.
Stadium proliferasi berlangsung dari hari ke 5-14 dari hari pertama
menstruasi. Pada stadium ini endometrium tumbuh menjadi tebal 3.5 mm.
Stadium sekresi dimana endometrium tebalnya tetap tetapi bentuk kelenjar
menjadi panjang dan berkelok mengeluarkan getah. Dalam endometrium tertimbun
glikogen dan kapur (Ca) sebagai makanan untuk ovum. Stadium ini dipersiapkan
13
untuk menerima ovum dan berlangsung dari hari ke 14-28. Kalau tidak terjadi
kehamilan maka endometrium dilepas dengan perdarahan dan berulang lagi siklus
menstruasi (Guyton dan Hall, 2006).
Proses menstruasi dipengaruhi oleh hormon-hormon. Hormon yang berperan
adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone) dikeluarkan oleh hipofise lobus depan,
estrogen dihasilkan oleh ovarium, LH (Luteinzing Hormone) dihasilkan hipofise, dan
progesteron dikeluarkan oleh indung telur (Mochtar, 1998).
Kapan terjadinya ovulasi atau keluarnya sel telur dari indung telur perlu kita
ketahui untuk menentukan hari subur seorang wanita, karena kehamilan hanya
mungkin terjadi bila sanggama (koitus) dilakukan pada sekitar saat ovulasi. Biasanya
ovulasi terjadi kira-kira 14 hari sebelum haid yang akan datang. Dengan kata lain,
diantara dua haid yang berurutan, indung telur akan mengeluarkan ovum, setiap kali
satu dari ovarium kanan dan lain kali dari ovarium kiri. Cara menentukan adanya
ovulasi antara lain dengan biopsi endometrium, suhu basal badan, sitologi vaginal,
getah serviks, pH getah vagina, dan endoskopi (Mochtar, 1998).
4.3 Abortus
4.3.1 Definisi
Menurut definisi WHO, abortus didefinisikan sebagai hilangnya janin atau
embrio dengan berat kurang dari 500 gram setara dengan sekitar 20-22 minggu
kehamilan, sedangkan menurut Prawirohardjo, 2008, abortus adalah berakhirnya
suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau janin belum mampu untuk hidup di luar kandungan.
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi
akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat
(Sastrawinata et al., 2005).
Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20
minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri
kehamilan (Griebel et al., 2005). Abortus spontan adalah merupakan mekanisme
alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28
minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-
sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem
reproduksi (Syafruddin, 2003).
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus (Sewarts, 2005)
15
diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa
abnormalitas tersebut (Cunningham, 2010).
- Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dåri: infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok,
konsumsi alkohol, faktor imunologis, trauma abdomen/pelvis pada trimester
pertama dan defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks
(penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu inpartu, umumnya pada
trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman. Kejadian abortus
meningkat pada wanita hamil yang berumur 30 tahun atau 35 tahun, hal ini
disebabkan meningkatnya kelainan genetik seperti mutasi dan kelainan maternal
pada usia tersebut. Menurut Llewellyn-Jones (2002) frekuensi abortus meningkat
bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas. Apabila terdapat riwayat
abortus, maka kemungkinan terjadi abortus pada kehamilan yang selanjutnya
akan meningkat (Henderson dan Jones, 2006).
- Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma. Sperma yang mengalami translokasi
kromosom apabila berhasil menembus zona pellusida dari ovum akan
menghasilkan zigot yang memiliki material kromosom yang tidak normal sehingga
dapat menyebabkan keguguran (Prawirohardjo, 2008).
4.3.3 Epidemiologi
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya
terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun
2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun, dan dari jumlah tersebut
terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup (Utomo, 2001).
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih
jauh, abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi
(Prawirohardjo, 2008).
WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat
20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia
diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena
komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya
terjadi di negara berkembang (Dwilaksana, 2010).
4.3.4 Klasifikasi
1. Abortus spontan
16
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain
yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage) (Sastrawinata et al., 2005).
2. Abortus imminens (keguguran mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
serviks. Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada
20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina,
karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari
abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan
spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,
sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata
et al., 2005).
3. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan
bertambah. Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri
karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya
sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).
4. Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap)
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum. Abortus inkomplet didiagnosis apabila
sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian
tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung,
banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada
benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
17
sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika
hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan
ini kuretase tidak perlu dilakukan (Sastrawinata et al., 2005).
20
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam
masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan
segera menutup kembali. Apabila 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga,
abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et
al., 2005).
21
Pemeriksan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah, serta reaksi
silang analisis gas darah, kultur darah, teresistensi.
Tes kehamilan: positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
Pemeriksan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Pemeriksan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Fransisca, 2007)
4.4.4 Diagnosis
Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluar darah dan flek dari jalan
lahir sejak 11 hari yang lalu. Kemudian didapatkan riwayat jatuh terpeleset satu hari
sebelum masuk rumah sakit dan keluar darah bergumpal. Didapatkan pula tanda-
tanda hamil muda pada pasien seperti terlambat haid.
Pada pemeriksaan fisik inspekulo didapatkan fluxus + minimal, portio nullipara,
licin, terbuka 1 jari dan tampak jaringan keluar dari OUE. Pada pemeriksaan VT
didapatkan fluxus + minimal, portio nullipara, licin dan teraba jaringan keluar dari OUE.
Kemudian didapatkan CURF 6-8 minggu. Sedangkan dari pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan didapatkan tes kehamilan (+).
Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien memenuhi kriteria
diagnostik abortus inkomplit.
22
4.4.5 Komplikasi Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus menurut Saifuddin et.al (2004)
adalah:
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi
uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan
gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan
kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis.
Umumnya pada abortus infeksius infeksi terbatas pada desidua.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik)
4.4.7 Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah mengarah ke baik (dubia ad bonam) karena
dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko
perdarahan menjadi sangat minimal, setelah observasi dua jam pasca kuretase tidak
didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu pada pasien ini tidak
didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan,
perforasi, infeksi dan syok.
24
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan .
2. Faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor maternal, riwayat obstetri yang
kurang baik, riwayat infertilitas, adanya kelainan atau penyakit yang menyertai
kehamilan, berbagai macam infeksi, paparan dengan berbagai macam zat kimia,
trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama, kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi, kelainan pada plasenta, kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi
serviks.
3. Patofisiologi terjadinya abortus yaitu berawal dari perdarahan desidua basalis, diikuti
nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap
benda asing dalam uterus dan uterus berkontraksi.
4. Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu,
keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau
menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau kram perut di daerah atas
simfisis.
5. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan Doppler
atau USG, pemeriksaan kadar fibrinogen darah.
6. Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas abortus
imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion,
abortus terapeutik dan abortus septik.
7. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan, perforasi, syok,
infeksi dan kelainan pembekuan darah.
8. Penatalaksanaan pasca abortus adalah curetase, uterotonika dan antibiotik.
5.2 Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
pencegahan terjadinya abortus meliputi infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok,
konsumsi alkohol, dan faktor imunologis.
2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang mengalami
abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat.
25
3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya monitoring
berkala pada kasus abortus untuk perencanaan tatalaksana dan tindakan
selanjutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Macdonald. 2010. William Obstetrics 23th edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Dwilaksana, AP. 2010, Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus di RSUD
Banyumas.Available from: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-
public-health/2071310-faktor-ibu-yg-berhubungan-dgn#ixzzli5koRujB (diakses tanggal
25 November 2014)
Fransisca S,K. 2007. Aborsi/abortus. Probolinggo: Universitas Wijaya Kusuma
Guyton, AC, Hall, JE. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Elsevier Inc.
Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta
Martini, FH. 2006. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson Education Inc.
Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi
kedua. Editor : Lutan D. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo,S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul bari. 2004. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, Sulaeman. 2008. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung
Shien, Butler, Lewis. 1999. Hole’s Human Anatomy and Physiology, 8th Edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Standring, S. 2008. Gray’s Anatomy 40th Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone
Utomo, B. 2001. Incidence and Social Psychological Aspects of Abortion in Indonesia: A
Community-Based Survey in 10 Major Cities and 6 Districts, Year 2000. Center for
Health Research University of Indonesia. Jakarta.
WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi 1.
Jakarta, Indonesia.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.
27