1. Kontraksi His yang tidak adekuat karen adanya insersia uteri
Setelah diagnosis inersia uteri ditegakkan maka harus diperiksa keadaan serviks, posisi panggul, presentasi serta posisi janin. Dapat diberikan oksitosin 5IU dimasukkan dalam larutan glukosa 5% dalam infus intravena dengan kecepatan 12 tetes per menit dan perlahan-lahan dinaikkan sampai mencapai 50 tetes per menit. Bergantung pada hasil kontraksi his setelah oksitosin diberikan. Jika kontraksi his berlangsung lebih dari 60 detik atau denyut jantung janin menjadi lebih cepat atau lebih lambat. Tidak diperbolehkan untuk memberikan pada keadaan adanya panggul sempit dan pada pasien yang mengalami seksio sesaria atau miomektomi karena akan menyebabkan ruptur uteri. 2. Kontraksi His yang terlalu kuat Pada keadaan partus presispitatus penanganan tidak banyak dilakukan karena janin akan lahir tanpa bantuan penolong. Dan sangat beresiko pada persalinan berikutnya. Pada persalinan perlu dilakukan pengawasan dengan cermat. Episiotomi dilakukan untuk menghindari ruptur perineum grade 3. Bilamana his terlalu kuat dan terdapat hambatan yang mneghalangi jalannya persalinan misalnya kelainan panggul, maka dilakukan seksio sesaria untuk mengeluarkan janin. 3. Incoordinate Uterine Action Kelainan ini dapat ditangani secara simptomatis dan belum terdapat obat yang dapat memperbaiki koordiansi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan dengan mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan pasien dengan memberikan analgetika, seperti morfin atau petidin. Dalam hal pembukaan belum lengkap maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan seksio sesaria apabila diagnosis lingkaran konstriksi kala I ditegakkan. Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II dapat ditegakkan apabila usaha melahirkan dengan cunam mengalami kegagalan.
Referensi Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT.