SKENARIO 2
Blok Uronefrologi
KELOMPOK 8
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil Tutorial dari kelompok 8 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan khususnya kepada dr. Nesyana
Nurmadilla, M.GK yang telah banyak membantu selama proses Tutorial. Dan kami
juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses
Semoga laporan hasil PBL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah
Uronefrologi.
Kelompok 8
SKENARIO 2
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun diantar oleh ibunya ke praktek dokter
umum dengan keluhan perut tampak membesar dan bengkak pada tungkai. Ibu
pasien juga mengeluhkan urin tampak merah. Hasil urinalisis didapatkan protein
+1, darah +3, nitrit +2, dan hasil sedimentasi didapatkan eritrosit penuh, leukosit
10-20.
KATA SULIT
1. Urinalisis: Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urine secara fisik, kimia dan
mikroskopik untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya dan untuk
mengetahui kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu,
pankreas, dan lain-lain.1
2. Sedimentasi: pemeriksaan sedimen urin yang berupa pemeriksaan mikroskopik
untuk melihat unsur yang larut di dalam urin yang berasal dari darah, ginjal dan
saluran kemih dan membantu diagnosis serta memantau perjalanan penyakit
penderita dengan kelainan ginjal dan saluran kemih.1
KATA KUNCI
1. Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun
2. Diantar oleh ibunya ke praktek dokter
3. Keluhan perut tampak membesar dan bengkak pada tungkai
4. Ibu pasien juga mengeluhkan urin tampak merah
5. Hasil urinalisis didapatkan:
Protein +1 (proteinuri)
Darah +3 (mikrohematuri)
Nitrit +2 (bakteriuri)
6. Hasil sedimentasi didapatkan:
Eritrosit penuh (mikrohematuri)
Leukosit 10-20 (piuri)
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1. Sebutkan penyakit-penyakit apa saja yang dapat menyebabkan perut membesar
dan tungkai membengkak!
2. Sebutkan nilai-nilai normal dari hasil pemeriksaan laboratorium berdasarkan
skenario!
3. Bagaimana patomekanisme edema berdasarkan skenario?
4. Jelaskan etiologi dari keluhan perut membesar dan tungkai membengkak!
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarkan skenario?
6. Jelaskan diagnosis banding berdasarkan skenario!
7. Bagaimana patomekanisme munculnya urin berwarna merah?
8. Bagaimana perspektif islam berdasarkan skenario?
JAWABAN PERTANYAAN
Sebelum membahas penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan perut membesar
dan tungkai membengkak, kita akan membahas anatomi dan fisiologi dari ginjal.
ANATOMI GINJAL
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam
mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan
keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan
ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di
belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal. Ginjal berwarna
coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi
vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal dexter terletak sedikit lebih rendah
daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing ginjal
memiliki fasies anterior, fasies inferior, margo lateralis, margo medialis,
ekstremitas superior dan ekstremitas inferior.2
Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, fasia
renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal memiliki bagian yang
berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla renalis terdiri dari kira-
kira 12 piramis renalis yang masing- masing memiliki papilla renalis di bagian
apeksnya. Di antara piramis renalis terdapat kolumna renalis yang memisahkan
setiap piramis renalis. 2
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang
membawa darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum
renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima
cabang arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena
menyatukan darah dari ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk
membentuk vena renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, dan
vena renalis sinistra lebih panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing
vena renalis bermuara ke vena cava inferior Arteri lobaris merupakan arteri yang
berasal dari arteri segmentalis di mana masing-masing arteri lobaris berada pada
setiap piramis renalis. Selanjutnya, arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri
interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara piramis renalis. Pada perbatasan
korteks dan medula renalis, arteri interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata
yang kemudian menyusuri lengkungan piramis renalis. Arteri arkuata
mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi arteriol aferen. 2
FISIOLOGI GINJAL (PEMBENTUKAN URIN)
Pasien datang dengan keluhan bengkak. Ada beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan bengkak diantaranya adalah kelainan ginjal, penyakit jantung, hati,
alergi, malnutrisi, obstruksi vena, induksi obat-obatan, dan idiopatik. 4
Obat antihipertensi
Antagonis Kalsium
Antagonis adrenergik
Hormon steroid
Glukokortikoid
Steroid anabolik
Estrogen
Progestin
Siklosporin
Growth hormone
Imunoterapi
Interleukin-2
Edema Idiopatik
Sindroma ini, yang sebagian besar timbul pada wanita, ditandai dengan
episode edema periodik (tidak berhubungan dengan siklus haid), seringkali
disertai dengan distensi abdomen. Perubahan berat badan diurnal terjadi akibat
retensi ortostatik garam dan air, sehingga berat badan penderita bertambah
beberapa gram setelah berada dalam posisi tegak selama beberapa jam. Adanya
perubahan berat diurnal yang besar pada berat badan diduga akibat peningakatan
permeabilitas kapiler yang tampaknya berfluktuasi dalam derajat dan diperberat
dengan cuaca panas. Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa terjadi
reduksi volume plasma pada kondisi ini disertai dengan aktivasi sekunder sistem
RAA dan gagalnya supresi pelepasan AVP.5
Nilai normal
Warna urin
Nilai normal: kekuningan jernih
Dalam keadaan normal, warna urin pagi (yang diambil sesaat setelah bangun pagi)
sedikit lebih gelap dibanding urin di waktu lainnya. Perubahan warna urin dapat
terjadi karena beberapa hal, yaitu:
Hitam: baru mengkonsumsi tablet besi (ferri sulfat), sedang minum obat
parkinson (levodopa), methemoglobunuria.
Biru: mengkonsumsi obat antidepresi (amitriptilin), antibiotik saluran kemih
(nitrofurantoin), atau karena infeksi Pseudomonas pada saluran kemih.
Coklat: gangguan fungsi ginjal, mengkonsumsi antibiotik (sulfonamid atau
metronidazol), dan konsumsi obat parkinson (levodopa).
Kuning gelap (seperti teh): hepatitis fase akut, ikterus obstruktif, kelebihan
vitamin B2 / riboflavin, antibiotika (nitrofurantoin dan kuinakrin).
Oranye-merah: dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral,
trauma ginjal, konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin,
laksatif (fenolftalein).
Hijau: infeksi bakteri, kelebihan biliverdin, konsumsi vitamin tertentu.
Bening (tidak berwarna sama sekali): terlalu banyak minum, sedang minum
obat diuretik, minum alkohol, atau diabetes insipidus.
Seperti susu (disebut juga chyluria): filariasis atau tumor jaringan limfatik.6
Protein
Nilai normal: negatif (uji kuantitatif)
Protein dapat diuji dengan asam sulfosalisilat 20%, asam sulfat 6%, atau dengan
reagen strip. Pemeriksaan dengan reagen strip lebih banyak digunakan saat ini.
Untuk anak-anak di bawah 10 tahun nilai kuantitatif normal protein dalam urin
sedikit lebih rendah daripada dewasa, yaitu <100 mg/24 jam.
Eritrosit
Nilai normal: 0-3 sel per lapang pandang besar
Eritrosit dalam urin yang berlebihan (mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin
wanita menstruasi dan perlukaan pada saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor
trauma, maupun karena kebocoran glomerulus. 7
Nilai normal +1 +2 +3 +4
0-3 sel per 4-8sel per 8-30sel per >30 sel per Penuh sel per
lapang lapang lapang lapang lapang
pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar
Leukosit
Nilai normal: 2-4 sel per lapang pandang besar
Leukosit yang berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi
saluran kemih atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi
ginjal.7
Nilai normal +1 +2 +3 +4
2-4 sel per 5-20 sel per 20-50 sel per >50 sel per Penuh sel per
lapang lapang lapang lapang lapang
pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar
Protein +1 :
Menandakan kadar protein yang terkandung dalam urin 0.3 gram/L dan tampak
keruh, butiran halus menandakan :
Masalah nonginjal (gagal jantung kongestif, asites, infeksi bakteri,
keracunan).
Keganasan (leukemia dan keganasan tulang yang bermetastasis).
Proteinuria sementara (pada dehidrasi, diet tinggi protein, stres, demam,
post-pendarahan).
Penyakit ginjal (lupus, infeksi saluran kemih, nekrosis tubular ginjal).
Pada anak-anak sering karena sindroma nefrotik atau penyakit bawaan
(ginjal polikistik).
Faktor farmakologis (amfoterisin B, semua aminoglikosida, fenilbutazon,
sulfonamid).
Nitrit +2 :
Pada skenario hasil Lab. Ditemukan nitrit +2 yaitu, adanya bakteriuri menandakan
infeksi saluran kemih.
Eritrosit +3 :
>30 sel per lapang pandang besar
Eritrosit dalam urin yang berlebihan (mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin
wanita menstruasi dan perlukaan pada saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor
trauma, maupun karena kebocoran glomerulus.
Leukosit 10 – 20 :
Menandakan hasilnya +1 atau 10 - 20 sel per lapang pandang besar. Leukosit yang
berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi saluran kemih
atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal.
Glomerulus normal sangat permeabel terhadap air dan zat terlarut kecil,
karena fenestrasi dari endotelium, dan impermeabel untuk protein ukuran albumin
(~ 3,6-nm radius; 70 kilodaltons [kD] berat molekul) atau lebih besar. Karakteristik
permeabilitas dari filtrasi glomerulus memungkinkan diskriminasi di antara
berbagai molekul protein, tergantung pada ukurannya (semakin besar, kurang
permeabel) dan muatan (semakin kationik, semakin permeabel). Fungsi barrier
yang berdasarkan muatan ini, penting dalam pengecualian albumin dari filtrat,
karena albumin adalah molekul anionik. Sel epitel viseral penting untuk
pemeliharaan fungsi barrier glomerulus; diafragma celahnya berperan sebagai
penghalang difusi distal ukuran selektif terhadap penyaringan protein, dan itu
adalah jenis sel yang sebagian besar bertanggung jawab untuk sintesis komponen
GBM.8
Pada kasus di skenario, berdasarkan gejala dan tanda, pasien dicurigai
mengalami sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik disebabkan oleh gangguan pada
dinding kapiler glomerulus sehingga meningkatkan permeabilitas protein plasma.
Peningkatan permeabilitas yang dihasilkan baik dari perubahan struktural atau
fisikokimia dalam barrier ini memungkinkan protein untuk ikut tersaring dari
plasma ke ruang kemih dan menyebabkan proteinuria. Proporsi terbesar protein
yang hilang dalam urin adalah albumin. Proteinuria berat mengurangi serum
albumin pada tingkat di luar kapasitas sintetis pengganti oleh hati, yang
menyebabkan hipoalbuminemia. Generalized edema adalah efek langsung dari
penurunan tekanan osmotik koloid intravaskular, yang disebabkan oleh
berkurangnya albumin dalam darah. Ada juga retensi natrium dan air, yang
memperberat edema. Jika berat, dapat menyebabkan efusi pleura dan asites.8
Edema pada Sindrom Nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan
overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipo albuminemia merupakan factor
kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan
interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma terjadi hypovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravaskuler tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hypoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.9
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Terjadi defek primer pada kemampuan nefron distal untuk mengesksresikan
natrium, hal ini dapat disebabkan oleh aktivasi kanal natrium epitel (EnaC) oleh
enzim proetolitik yang memasuki lumen tubulus pada keadaan proteinuria massif,
akibatnya terjadi peningatan volume darah, penekanan renin-angiotensin dan
vasopressin dan kecenderungan untuk terjadinya hipertensi dibandingkan
hipotensi; ginjal juga relative resisten terhadap efek natriuretic peptide.
Meningkatnya volume darah, akibat tekanan onkotik yang rendah, memicu
transudasi cairan ke ruang ekstraseluler sehingga terjadi edema. Penurunan laju
filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal menambah retensi natrium dan edema.
Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Faktor
seperti asupan natrium, diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal,
jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan
menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.9
Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenital
dirasakan sebagai nyeri yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ itu sendiri,
atau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ sakit.
Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal adalah nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal.
Regangan kapsul ginjal ini dapat terjadi karena pielonefritis akut yang
menimbulkan edema,obstruksi saluran kemih yang mengakibatkan hidronefrosis
atau tumor ginjal yang mengakibatkan teregangnya kapsul ginjal.
Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi akibat spasmus otot polos ureter karena gerakan peristal
tiknya terhambat oleh batu, bekuan darah atau benda asing lainnya.
Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan di supra simpisis. Nyeri ini terjadi akibat distensi
buli – buli yang penuh atau terdapat radang pada buli – buli.
Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan oleh radang pada prostat atau abses prostat yang
dirasakan pada daerah perineum dan dapat dirasakan sampai ke daerah
lumbosacral.10
Keluhan Miksi
1. Urgensi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit. Keadaan ini
dalah akibat hiperiritabilitas dan hiperaktifitas buli – buli karena inflamasi, adanya
obstruksi infra vesika atau karena kelainan buli – buli neurogen.
2. Hesistansi
Hesistansi adalah sulit untuk memulai berkemih, sehingga untuk memulai
berkemih kadang – kadang harus mengedan. Pancaran urine melemah dan
mengecil. Pancaran urin melemah dan kadang – kadang jarak pancar urin sangat
dekat.Hal ini merupakan obstruksi infra vesika, sedangkan pancaran urin yang kecil
dan deras menunjukkan adanya penyempittan uretra.
3. Pneumaturi
Pneumaturi adalah berkemih bercampur udara. Keadaan ini dapat terjadi
karena terdapat fistula antara buli – buli dengan usus. atau adanya proses fermentasi
glukosa menjadi gas CO2 di dalam urin pada pasien diabetes mellitus.
4. Hematospermi
Hematospermi adalah didapatkannnya darah di dalam cairan ejakulat
(semen).Keadaan ini dapat terjadi pada keradangan Vesikulaseminalis
(Vesikulitis), karsinoma prostat atau prostatitis tuberkulosa.
5. Cloudy urine
Cloudy Urine adalah urin berwarna keruh dan berbau busuk akibat dari
suatu infeksi saluran kemih. 10
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan keadaan umum dan
pemeriksaan urologi, seringkali kelainan-kelainan di bidang orologi memberikan
manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang pasien urologi kebetulan
menderita penyakit lain. 10
Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema
tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi pembuluh vena tungkai
karena penekanan tumor buli – buli, dan ginekomastia mungkin ada hubungan den
gan karsinoma testis. Hal diatas mengharuskan untuk memeriksa keadaan umum
pasien secara menyeluruh. Sedang pada pemeriksaan urologi perlu diperhatikan
setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli – buli, genitalia eksterna, dan
pemeriksaan neurologi. 10
1. Pemeriksaan Ginjal
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus
diperhatikan pada saat melakukan inspeksi di daerah ini. Pembesaran itu mungkin
disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor di daerah retroperitoneum.
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan menggunakan
dua tangan. Tangan kiri diletakkan di sudut kostovertebra untuk mengangkat ginjal
keatas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Perkusi atau pemeriksaan
ketok ginjal dilakukan dengan mengetuk ginjal pada
sudut kostoverterbra (yaitu sudut yang dibentuk oleh kostae terakhir dengan ulang
verterbrae. Adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan
teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi. Transiluminasi dapat
memberikan pembuktian secara cepat pada anak – anak dibawah satu tahun, yang
dilakukan pada supra pubik atau masa dipanggul.
Auskultasi pada daerah costovertebra dan kuadran atas abdomen dapat
menimbulkan bunyi bruit sistolik, dimana hal ini dihubungkan dengan adanya
stenosis (penyempitan) atau aneurisma (Pelebaran) dari arteri renal. Bruit di atas
arteri femoralis dapat menemukan adanya hubungan dengan syndrom Leriche yang
dapat disebabkan oleh impoten.
2. Pemeriksaan Buli-Buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan massa atau
jaringan parut bekas irisan operasi di suprasimpisis. Massa di daerah suprasimpisis
mungkin merupakan tumor ganas buli – buli atau karena buli – buli yang terisi
penuh dari suatu retensi urine. Dengan perkusi dapat ditentukan batas atas buli –
buli. Palpasi dengan menggunakan dua tangan (abdominal rektal atau abdominal
Vagina) dapat membuktikan luas dari tumor Vesika. Kesuksesan dalam
penangananya seharusnya dikerjakan dibawah pengaruh anesthesia. 10
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pemeriksaan darah, darah rutin,
faal ginjal, faal hepar dan faktor pembekuan dan faal hemostasis. Pemeriksaan
urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus – kasus
urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji makroskopik dengan menilai warna, bau dan
berat jenis, kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman ph, protein dan
gula dalam urine. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel – sel, cast
(silinder) atau bentukan lain di dalam urine. 10
Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker)
Pemeriksaan penanda tumor antara lain prostatic acid phoshatase (PAP) dan
PA (Prostate spesific Antigen) yang sering berguna dalam membantu menegakkan
diagnosis karsinoma prostat AFP (Alfa Feto Protein) dan Human Horionic
Gonadotropine (HCG Β) untuk mendeteksi adanya tumor testis jenis non
seminoma, dan pemeriksaan VMA (Vanyl Mandelic Acid) dalam urin untuk
mendeteksi tumor neuroblastoma. 10
Urinalisis
Tes fungsi ginjal di lakukan untuk mengevaluasi berat penyakit ginjal dan
mengikuti perjalanan klinik pasien periksaan ini juga akan memberikan informasi
tentang efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi ekskresinya.pemeriksaan ini
umumnya di lakukan :
1. Kemampuan pemekatan ginjal (berat jenis dan osmslalitas urin)
2. Pemeriksaan ini akan memperlihatkan gangguan dini fungsi ginjal.
3. Pemeriksaan klirens kreatinin.Berguna untuk mangikuti kemajuan status fungsi
ginjal.
4. Pemeriksaan kadar kreatinin serum.Kadar normal 0,7-1,5/100ml. Pemeriksaan
fungsi ginjal yang mencerminkan keseimbangan antara produksi dan filtrasi oleh
glomerulus.
5. Periksaan kadar ureum serum.kadar normal 10-20mg/100ml. Berfungsi sebagai
indeks kapasitas ekskresi urin. 10
Analisis Batu
Kegunaan analisis batu adalah untuk mengetahui jenis batu guna mencegah
terjadinya kekambuhan dikemudian hari. Pencegahan itu dapat berupa pengaturan
diet dan pemberian obat –obatan. 10
Kultur Urine
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen atau KUB (kidney Ureter Blader) merupakan foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan – kelainan urologi. 10
Sistografi
Sistografi adalah pencitraan buli – buli dengan memakai kontras. Foto ini
dapat dikerjakan dengan beberapa cara, antara lain Melalui foto Pemasukkan
kontras melalui kateter uretra langsung ke buli – buli Memasukkan kontras melalui
kateter sistotomi atau melalui pungsi suprapubik. 10
Uretrografi
MRI
Pemeriksaan ini lebih baik daripada USG tetapi harganya masih sangat
mahal. Kedua pemeriksaan ini banyak diapakai di bidang onkologi untuk
menentukan batas-batas tumor, infasi ke organ di sekitar tumor dan mencari adanya
metastasis ke kelenjar limfe serta ke organ lain. 10
DIAGNOSIS BANDING
1. SINDROM NEFROTIK
DEFINISI
Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu sindrom mengenai ginjal yang
terbanyak pada anak yang ditandai dengan adanya Proteinuria masif >3.5 g/24jam,
Hiperlipidemia, Edema anasarka, Hipoalbuminemia <3,5 g/dl. Sindrom nefrotik
merupakan keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus karena ada
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.11
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik
(SNI). Kelainan histologi SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau
sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic
Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).11
INSIDENSI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai
pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : Perempuan = 2:1, sedangkan pada masa
remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Angka kejadian sindrom nefrotik pada
anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per
tahun, dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita
mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10
tahun.12
ETIOLOGI
Umumnya sindrom nefrotik diklasifikasikan menjadi sindrom nefrotik
primer dan sindrom nefrotik sekunder. Pada sindrom nefrotik primer terjadi
kelainan pada glomerulus itu sendiri di mana faktor etiologinya tidak diketahui.
Penyakit ini 90% ditemukan pada kasus anak. Pasien sindrom nefrotik primer
secara klinis dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok yaitu sindrom nefrotik
kongenital, responsif steroid dan resisten steroid. Sindrom nefrotik primer yang
biasanya paling banyak menyerang anak berupa sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal dan majoriti dari mereka berumur antara 1-6 tahun dan 90-95% dari
mereka memberi respon yang baik kepada terapi kortikosteroid. Pada dewasa pula,
prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit kasusnya
berbanding pada anak-anak.12
Sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut International Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC) berdasarkan kelainan histopatologik
glomerulus. Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, dengan pemeriksaan
mikroskop elektron dan imunofluoresensi.
Berikut adalah tabel klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik primer pada anak
berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi International Study of
Kidney Disease in Children, ISKDC pada tahun 1978 serta Habib dan Kleinknecht
pada tahun 1971.
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer12
PATOFISIOLOGI
Edema
Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat
(anasarka) dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak. Edema mula-mula
nampak pada kelopakkelainan
Klasifikasi mata terutama waktu
glomerulus bangun
pada tidur.
sindrom Edema
nefrotik yang12hebat atau
primer
anasarka sering disertai demam pada genitalia eksterna. Selain itu edema anasarka
ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa
usus. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rektum, dan sesak napas dapat pula
terjadi akibat edema anasarka ini.14
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi hipovolemia dan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme
kompensasi ini akan memperbaiki volume inravaskular tetapi juga
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
13
Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier)
dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN mekanisme
barrier tersebut akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul proteinjuga
menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal glomerulus. 13
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang
keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin sedangkan non-selektif apabila
yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur membran basal glomerulus. 13
Pada SN yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal ditemukan
proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi dari foot
processus sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur membran
basal glomerulus. Berkurangnya preparat heparan sulfat proteoglikan pada
glomerulonefritis lesi minimal menyebabkan muatan negatif membran basal
glomerulus menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urine. Pada
glomerulosklerosis fokal segmental peningkatan permeabilitas membran basal
glomerulus disebabkan suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut
menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari membran basal glomerulus
sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada glomerulonefritis membranosa
kerusakan membran basal glomerulus terjadi akibat endapa komplek imun di sub-
epitel. Kompleks C5b-9 yang terbentuk pada glomerulonefritis membranosa akan
meningkatkan permeabilitas membran glomerulus, walaupun mekanisme yang
pasti belum diketahui. 13
Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia
disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha
meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil
menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan
sintesis albumin hati akan tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin
melalui urin. 13
DIAGNOSIS
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang
menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering
ditemukan mulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang
kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.12
Pada anamnesis, keluhan anak biasanya datang dengan keluhan edema
ringan, dimana awalnya terjadi di sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom
nefrotik pada mulanya diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan
periorbital menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin meluas dengan
pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri
perut, dan diare sering tejadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan.
Diferensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit
jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis. 12
Pada pemeriksaan fisik harus disertai dengan pemeriksaan berat badan,
tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal
atau rendah, namun 21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi terutama pada
pasien yang pernah mengalami deplesi volme intravaskuler berat. 12
Pemeriksaan penunjang terdiri atas pemeriksaan laboratorium, terdiri atas:
- Pemeriksaan Urinalisis : proteinuria, albuminuria, hematuria, sedimen urin
- Protein urin kuntitatif, berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
pertama pagi hari
- Pemeriksaan darah : Darah tepi lengkap (Hemoglobin, leukosit, hitung jenis
trombosit, hematokrit, LED), Kadar albumin dan kolestrol plasma, kadar ureum,
kreatinin, serta klirens kreatinin, Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus
Eritematous Sistemik, titer ANA, HbsAg, Anti HCV, Anti HIV
Pemeriksaan penunjang lanjutan dengan dilakukan Biopsi untuk diagnosis pasti
Sindrom Nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun. 12
PENATALAKSANAAN
NON FARMAKOLOGIS
- Diet. Pola makan yang dianjurkan untuk pasien SN adalah rendah garam
(Na <2 g/hari), rendah lemak jenuh, serta rendah kolesterol
- Asupan protein 0,8 g/KgBB/hari ditambah dengan ekskresi protein dalam
urin selama 24 jam. Apabila fungsi ginjal menurun, asupan protein
diturunkan menjadi 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan ekskresi protein
dalam urin selama 24 jam.
- Tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi.
- Restriksi cairan untuk membantu mengurangi edema
- Hindari obat-obatan yang nefrotoksik (OAINS, antibiotik golongan
aminoglikosida dan sebagainya)14
FARMAKOLOGIS
Terapi kortikosteroid segera diberikan saat diagnosis ditegakkan bila tidak
terdapat gambaran atipikal seperti hipertensi yang persisten, hematuria yang terus
menerus, adanya penurunan GFR dan level C3 yang rendah. Regimen ini digunakan
oleh kebanyakan nefrologis lebih dari 30 tahun yang lalu sejak diperkenalkan oleh
ISKDC (International Study of Kidney Disease of Children) atau modifikasinya.
Yang digunakan sebagai imunosupresan pada Sindrom Nefrotik adalah golongan
glukokortikoid yaitu prednison, prednisolon, dan metilprednison. Dalam hal ini,
efek glukokortikoid sebenarnya terjadi berdasarkan mekanisme antiinflamasi yaitu
mengurangi respons peradangan dan juga digunakan untuk menekan imunitas.
Pengobatan dengan prednison, secara luas dipakai standar ISKDC, yaitu :
Empat minggu pertama: prednison 60 mg/hari (2mg/kgBB) dibagi dalam 3-4
dosis sehari. Dosis ini diteruskan selama 4 minggu tanpa memperhitungkan
adanya remisi atau tidak (maksimum 80mg/hari).
Empat minggu kedua: prednison diteruskan dengan dosis 40 mg/hari, diberikan
dengan cara: intermitten, yaitu 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu dengan
dosis tunggal setelah makan pagi atau alternate, yaitu selang sehari dengan dosis
tunggal setelah makan pagi.
Tapering-off: prdnison berangsur-angsur diturunkan tiap mingguy menjadi
30mg, 20mg, 10mg/hari, diberikan secara intermitten atau alternate.
Bila terjadi relaps, pengobatan diulangi dengan cara yang sama.14
KOMPLIKASI
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis.
2. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
a. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti
antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.
b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
c. Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
3. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
4. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering
ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol
seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit
dibiakan.
5. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran
natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin ditandai dengan
ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam.
6. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
7. Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serumyang
menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi
yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe.
8. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik
untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi
streptokokus pneumonia, E.coli.
9. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral.
i. Karena protein pengikat hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin
pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan
laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.
ii. Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat
menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan
menetap. Disamping itu pasien sering mengalami hipokalsiuria, yang kembali
menjadi normal dengan membaiknya proteinuria. Absorbsi kalsium yang
menurun di GIT, dengan eksresi kalsium dalam feses lebih besar daripada
pemasukan.14
PROGNOSIS
Prognosis makin baik jika dapat didiagnosis segera. Pengobatan segera
dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi
ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan
respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.14
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan
lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan
antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak
dibawah usia 3 tahun. Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak
(akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak
menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia),
atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%)
sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal. 15
ETIOLOGI
1. Faktor Infeksi
a) Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus
(Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa
timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat
(radang tenggorokan). Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca
streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen
dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang
menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan
mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-
rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga
pemberian antibiotik akan efektif.
b) Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis
bakterialis subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya
adalah virus dan parasit, penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis,
pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus:
Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella.
Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll.
2. Penyakit multisistemik, antara lain :
a. Lupus Eritematosus Sistemik
b. Purpura Henoch Schonlein (PHS)
3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain: Nefropati IgA. 15
EPIDEMIOLOGI
Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang
anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin
berkurang. Paling sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara
anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia
3 tahun. Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling
sering pada anak-anak usia sekolah. 15
GEJALA KLINIS
SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama
kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di
sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema
timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih
dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan
air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat.
Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise.
Gejalanya:
Onset akut (kurang dari 7 hari)
Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria
30% ditemukan pada anak-anak.
Oliguria
Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema
bisa ditemukan sedang sampai berat.
Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada
Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE). 15
Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak
eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO
meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin
swab’ dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan
lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema
paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). 15
DIAGNOSIS
1. Kriteria Klinik:
a) Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)
b) Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul
tungkai, abdomen, dan genitalia.
c) Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan
seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama.
Hematuri makroskopik muncul pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri
mikroskopik ditemui pada hampir semua kasus
d) Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan
timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati
(5-10% kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau
diastolik tiga kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis
kelamin. Praktisnya:
e) Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin
kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada
minggu pertama dan menghilang bersama dengan diuresis pada akhir
minggu pertama.
2. Laboratorium
1. Sedimen Urin
a) Eritrosit (+) sampai (++++)
b) Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus
2. Darah
a) Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus.
b) Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Darah
LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan
diulangi tiap minggu
Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu
masuk rumah sakit dan diulangi bila perlu
Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk
rumah sakit.
2. Urin. Proteinuri diperiksa tiap hari
Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m2/24 jam
Volume ditampung 24 jam setiap hari
3. Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat ditemukan
streptokokkus pada 10-15% kasus
4. Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan.
Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat
ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan
efusi pleura (nephritic lung). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah
sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan.
Diagnosis GNAPS ditegakkan bila ada lebih dari atau dua dari empat gejala
klinik kardinal (edema, hematuri, hipertensi, oligouri) disertai meningkatnya kadar
ASO dan turunnya kadar C3. Juga dapat ditegakkan bila keempat gejala kardinal
muncul bersamaan (full blown case). 15
KOMPLIKASI
1. Fase Akut :
Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan
ke arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis Akut
tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat.
Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem saraf
pusat dan kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi berat,
encephalopati, dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain :
1. Retinopati hipertensi
2. Encephalopati hipertensif
3. Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)
4. Edema Paru
5. Glomerulonefritis progresif
2. Jangka Panjang:
a) Abnormalitas urinalisis (microhematuria)
b) Gagal ginjal kronik
c) Sindrom nefrotik15
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal
dan mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik
ataupun terapi lainnya.15
1. Tirah baring
Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi.
Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan.
Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari
perawatan. 15
2. Diet
a) Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg
BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b) Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka.
c) Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d) Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan =
jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan
setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari]) 15
3. Medikamentosa
a) Antibiotik
Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau
ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50
mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman.
Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau tanda-tanda infeksi
lainnya.
b) Anti Hipertensi
Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah
akan normal dalam 1 minggu setelah diuresis.
Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan
furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral. 15
4. Tindakan Khusus
Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan
fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:
1. Stop Intake peroral.
2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit
4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai
maksimal 10 mg/kgBB/hari.
5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik15
PROGNOSIS
Sebanyak 95% pasien sembuh total jika ditangani secara tepat ketika fase akut
kemudian kejadian berulang jarang terjadi.15
KESIMPULAN BERDASARKAN DIAGNOSIS BANDING DAN SKENARIO
Gejala Sindrom Nefritik Akut Sindrom Nefrotik
Edema
Proteinuri
Hematuri -
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, diagnosis banding yang paling
mendekati adalah sindrome nefritik akut karena adanya edema, hematuri dan
proteinuri.
Untuk mengetahui dengan pasti apakah terdapat darah pada urine dan
memastikan penyebabnya, Anda disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter.
Berikut ini beberapa penyebab umum munculnya darah dalam urine:
Infeksi saluran kemih. Kondisi ini terjadi ketika bakteri memasuki tubuh
melalui uretra dan berkembang biak di dalam kandung kemih. Gejala lain selain
hematuria adalah keinginan untuk terus buang air kecil, sakit dan sensasi rasa
terbakar saat buang air kecil, dan urine yang beraroma kuat.
Infeksi ginjal Gejala yang lainnya adalah demam dan juga sakit pada sisi
punggung bagian bawah.
Batu ginjal. Jika batu cukup kecil, kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit.
Tapi jika batu berukuran besar dan menghalangi salah satu saluran dari ginjal,
akan menyebabkan sakit yang parah.
Pembengkakan kelenjar prostat. Kondisi yang umum ini tidak terkait dengan
kanker prostat dan cenderung terjadi pada pria dewasa. Kondisi ini bisa
menyebabkan kesulitan buang air kecil dan sering buang air kecil.
Kanker prostat. Kondisi ini bisa disembuhkan jika diketahui dan ditangani
sejak dini. Cenderung terjadi pada pria berusia di atas 50 tahun. Perkembangan
kondisi ini sangat perlahan.
Kanker kandung kemih. Kondisi ini lebih sering terjadi pada mereka yang
berusia di atas 50 tahun.
Kanker ginjal. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang-orang di atas usia 50
tahun. Kanker ini bisa disembuhkan apabila terdeteksi dan diobati sejak dini.
Peradangan pada uretra. Kondisi yang umumnya disebabkan oleh penyakit
menular seksual seperti klamidia, akibat terinfeksi bakteri klamidia.
Kelainan genetik. Anemia sel sabit adalah kerusakan hemoglobin sel darah
karena faktor keturunan. Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya darah dalam
urine. Selain anemia sel sabit, sindrom Alport juga bisa menyebabkan hematuria.
Sindrom ini memengaruhi jaringan penyaring pada ginjal.
Obat-obatan. Obat anti kanker seperti cyclophosphamide dan penicillin bisa
menyebabkan hematuria. Terkadang, kemunculan darah di urine juga bisa
dipengaruhi oleh obat-obatan antikoagulan seperti aspirin dan obat pengencer
darah seperti heparin.
Olahraga secara berlebihan. Kondisi ini mungkin jarang sekali terjadi dan
tidak diketahui dengan pasti kenapa bisa menyebabkan terjadinya hematuria,
tapi salah satu keterkaitannya adalah karena terjadi trauma pada kandung kemih
yang mengalami dehidrasi akibat aktivitas fisik yang berlebihan.16
Selain hematuria, ada hal lain yang bisa menyebabkan urine berubah warna
menjadi merah muda, kemerahan, atau kecokelatan. Makanan dan obat-obatan bisa
menjadi salah satu penyebab perubahan warna urine. Buah bit dan beri bisa
mengubah warna urine jadi berwarna merah. Lalu obat-obatan seperti antibiotik
nitrofurantoin dan obat laksatif sanna bisa membuat warna urine berubah menjadi
kemerahan. Perubahan warna yang disebabkan oleh makanan dan obat seperti di
atas akan menghilang dalam beberapa hari. Jika Anda seorang wanita, pastikan
darah yang keluar bukan akibat menstruasi.16
PERSPEKTIF ISLAM BERDASARKAN SKENARIO
1. Hardjoeno, H., & Fitriani. 2007. Substansi dan Cairan Tubuh. Makassar:
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin (LEPHAS).
2. Snell, Richard.2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta:EGC
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia ke Sistem. Alih bahasa Brahm U. Pendit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG (2010)
4. Arif Y, Prabowo. 2014. Nephrotic Syndrome in Children. Volume 2.
Lampung: Medical Faculty of University of Lampung
5. Dharma, Andi Pratam. 2002. Edema. Bandung: SMF Ilmu Penyakit Dalam
RS Hasan Sadikin
6. Chernecky CC & Berger BJ. Laboratory Tests and Diagnostic Procedure.
Philadelphia: Saunders Elsevier, 2008.
7. Kasper DL et.al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New
York: McGraw-Hill, 2007.
8. Abbas,A.K.,Aster,J.C., dan Kumar, V.2015. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi9. Singapura: Elsevier Saunders.
9. Lydia aida. Maruhum B. Marbun. Sindroma Nefrotik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta Pusat. Jilid II: 2014:
2080-2087
10. Razi Alik. Pemeriksaan Fisik Urologi Dan Pemeriksaan Penunjang. Jakarta.
2013. Hal 1-18
11. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta:
Penerbitan Media Aesculapius FKUI
12. Yuktiana Kharisma, dr. 2017. Tujuan umum penyakit sindrom nefrotik .
Fakultas Kedoteran Universitas Islam Bandung.
13. Subandiyah. 2009. Outcome sindrom nefrotik pada anak-penelitian
prospektif studi cohort. Jurnal kedokteran Brawijaya. Vol.XX, no.13. Ilmu
kesehatan anak Fakultas kedokteran Universitas Brawijaya. Malang
14. Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK
UH. Makassar. 2009
15. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:
Standar Pelayanan Medik Anak. Makassar. 2009
16. Hematuria. Medical Clinics of North America, 95(1), pp. 153-159. Urology
Care Foundation. Hematuria.