Anda di halaman 1dari 18

PATOFISIOLOGI DAN FARMAKOTERAPI

RESPIRASI

“PNEUMONIA”

OLEH

KELOMPOK IV F.13

IRMA JAYANTI 13.201.283


NASMIATI 13.201.293
NURUL FASISYAH 13.201.269
IMELDA SOSE 13.201.282
RIFKI AULIYAH SAWAL 13.201.263
RAHMAT KURNIAWAN ABU 13.201.254
FRANKY RISALDI 13.201.259
MUSRIPA 13.201.274

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2016

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi........................................................................................... i

Bab I Pendahuluan ........................................................................ 1

Latar Belakang..................................................................... 2

Tujuan................................................................................... 2

Bab II Pembahasan......................................................................... 3

Definisi Pneumonia............................................................... 3

Penyebab Pneumonia.......................................................... 3

Gejala Pneumonia................................................................ 4

Klasifikasi dan Stadium Pneumonia.................................. 5

Faktor Resiko....................................................................... 9

Patofisiologi Pneumonia...................................................... 11

Pemeriksaan Pneumonia.................................................... 12

Penatalaksanaan Pneumonia............................................. 14

Tahapan Terapi.................................................................... 16

Bab III Penutup.................................................................................. 18

Daftar Pustaka.................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang sudah

dikenal baik oleh masyarakat awam; penyakit tersebut dapat

menyerang setiap umur. Kesehatan umum yang buruk, penyakit

yang menyelingi, penyakit obstruksi paru-paru akut atau kronik

dan cedera inhalasi yang mengenai sel epitel trakeobronkial

(disebabkan oleh rokok atau asap yang merugikan), semuanya

merupakan faktor resiko yang merupakan faktor predisposisi

pneumonia.

Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2002, penyakit

saluran napas merupakan penyebab kematian nomor 2 di Indonesia.

Data dari SEAMIC Health Statistic tahun 2001 menunjukkan bahwa

influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di

Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di

Singapura dan Vietnam. Laporan di WHO tahun 1999 menyebutkan

bahwa penyebab kematian akibat infeksi saluran napas akut

termasuk influenza dan pneumonia. Di Amerika Serikat, terdapat

dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan

jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Faktor sosial ekonomi yang

rendah mempertinggi angka kematian (Misnadiarly, 2008).

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu pneumonia?

2. Apa penyebab penyakit pneumonia?

3. Bagaimana gejala penyakit pneumonia?

4. Bagaimana klasifikasi dan stadium penyakit pneumonia?

5. Apa saja faktor resiko penyakit pneumonia?

6. Bagaimana patofisiologi penyakit pneumonia?

7. Bagaimana pemeriksaan penyakit pneumonia?

8. Bagaimana penatalaksanaan pengobatan pneumonia?

9. Bagaimana tahapan terapi pneumonia?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi pneumonia.

2. Untuk mengetahui penyebab penyakit pneumonia.

3. Untuk mengetahui gejala penyakit pneumonia.

4. Untuk mengetahui klasifikasi dan stadium penyakit pneumonia.

5. Untuk mengetahui faktor resiko penyakit pneumonia.

6. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya penyakit pneumonia.

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penyakit pneumonia.

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pengobatan pneumonia.

9. Untuk mengetahui tahapan terapi pneumonia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit
Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak

yang ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam atau

nafas cepat (40 sampai 50 kali atau lebih tiap menit) (Misnadiarly,

2008).
Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkima paru-paru dan

sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan

jalan nafas distal dan alveoli; pneumonia lobular melibatkan bagian

dari lobus; dan pneumonia lobar melibatkan seluruh lobus. Komplikasi

meliputi hipoksemia, gagal respiratori, efusi pleural, empiema, akses

paru-paru, dan bakteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian

tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endokarditis, dan

perikarditis. Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memiliki

paru-paru normal dan ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum

pneumonia menyerang (Williams, 2008).

B. Penyebab
Jika diketahui dengan seksama, penyebab pneumonia ini

berbagai macam, konon ada sekitar 30 macam sumber penyebabnya.

Ia bisa disebabkan bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai

senyawa kimia, maupun partikel. Namun bakteri dianggap sebagai

penyebab utama, suatu bakteri streptococcus pneumonia dapat

disebut sebagai infeksi akut pada jaringan paru-paru. Dalam kondisi

3
ini paru-paru yang terkena menyerap oksigen mengalami peradangan

dan berisi cairan. Proses ini biasanya bersamaan dengan infeksi akut

pada bronkhitis.
Penyakit pneumonia ini terjadi bila saluran udara pada paru-paru

ikut terserang infeksi. Infeksi ini banyak masalahnya, bisa saja muncul

dengan masuknya kuman ke tenggorokkan ke bagian atas, kemudian

ia terus ke paru-paru. Meskipun kuman itu sampai ke tenggorokan,

mereka akan memasuki kantong-kantong udara. Cairan akan cepat

menumpuk disana, dan butir-butir udara lebih putih akan bercampur

dengan cairan tadi.


Pneumonia bisa pula terjadi disebabkan virus influenza. Namun

dengan ditemukannya obat antibiotik, kasus pneumonia tidak banyak

lagi meminta korban meninggal dunia. Meski demikian, karena begitu

banyaknya bakteri yang masuk, virus dan jamur dalam berbagai

kondisi telah memperbanyak korban dari pneumonia ini (Saydam,

2011).

C. Gejala
Khusus pneumonia ini dimulai dari rasa demam dan menggigil.

Sekitar 70% penderita akan merasakan berat, nyeri di dada karena

penyakit ini muncul memang pada paru-paru, sebagai organ penting

dari pernapasan. Rasa nyeri ini sering pindah ke bahu atau lambung,

jika infeksi tersebut sampai ke permukaan paru-paru dan diafragma

terserang, sekat otot yang memisahkan dada. Rasa sakit pada

lambung bagian atas dan rasa tidak enak pada dinding lambung

kadang-kadang muncul secara spontan.

4
Gejala pneumonia biasanya yang tidak pernah luput adalah rasa

demam yang tinggi, sedang nafas sesak, nafas dan cepat dari biasa,

serta hasil rontgen memperlihatkan tanda-tanda pada bagian paru.

Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang

sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk membunuh kuman tadi.

Namun hal ini mengakibatkan fungsi paru terganggu dan sulit untuk

bernapas, karena tidak ada sisa ruang untuk oksigen.

D. Klasifikasi dan Stadium Pneumonia


Menurut buku Pneumonia Community, pedoman diagnosis

dan penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan

dokter Paru Indonesia (PDPI) 2003, menyebutkan tiga klasifikasi

pneumonia.
1. Berdasarkan Klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komunitas, meliputi infeksi saluran pernapasan

bawah yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah

sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit

selama >14 hari. Organisme yang paling sering

diidentifikasi adalah Streptococcus pneumoniae (20-75%),

Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan

Legionella spp, patogen bakteri “atipikal” (2-25%) dan infeksi

virus (8-12%) adalah penyebab yang relatif sering.


b. Pneumonia nosokomial, setiap infeksi saluran pernapasan

bawah yang berkembang >2 hari setelah dirawat di rumah

sakit.
c. Pneumonia aspirasi, infeksi oleh bakteri dan organisme

anaerob lain setelah aspirasi.

5
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakteri/tipikal
Pneumonia ini dapat menyerang semua usia dan

dapat menyerang siapa saja. Pada saat pertahanan tubuh

menurun misalnya karena penyakit, usia lanjut, malnutrisi,

bakteri pneumonia dapat dengan cepat berkembang biak dan

merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari

lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian

besar dari lima lobus paru-paru menjadi terisi cairan. Dari

jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh

tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumococcus adalah

kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia

tersebut.

b. Pneumonia akibat virus


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus

influenza. Gejala awal dari pneumonia virus sama seperti

gejala influenza yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri

otot, dan kelemahan. Dalam 12-36 jam penderita dapat

menjadi sesak, batuk lebih parah dan berlendir sedikit.

Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.


c. Pneumonia jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

pada penderita dengan daya tahan lemah. Gejala pneumonia

jenis ini biasanya didahului dengan infeksi saluran napas yang

ringan satu minggu sebelumnya.

6
3. Berdasarkan Predileksi
a. Pneumonia Lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus

(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun

kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai

bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa

kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan

sering terjadi pada bayi maupun orangtua.

Untuk pneumonia pneumokokus, ada 4 stadium penyakit :


1. Stadium 1, disebut hiperemia adalah respons inflamasi awal yang

berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi

dari sel-sel mast setelah mengaktifkan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut antara lain histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk memvasodilatasi otot polos vaskular paru,

meningkatkan peningkatan aliran darah ke area cedera, dan

meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan eksudat

plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan

dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan diantara

7
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh

oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi sehingga terjadi

penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut

dibandingkan dengan karbondioksida, perpindahan oksigen ke

dalam darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan

penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama

pneumonia ini, infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya akibat

peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus terdekat serta

membran kapiler di sekitar tempat infeksi seiring dengan

berlanjutnya proses inflamasi.


2. Stadium 2, disebut hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu

alveolus terisi sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang di hasilkan

pejamu sebagai bagian dari reaksi inflamasi.


3. Stadium 3, disebut hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel-sel darah

putih membuat kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat

ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan

terjadi fagositosis sel debris.


4. Stadium 4, disebut stadium resolusi, terjadi sewaktu respons imun

dan inflamasi mereda; sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna;

dan makrofag, sel pembersih pada reaksi inflamasi, mendominasi.

E. Faktor Resiko
Faktor resiko pada penyakit pneumonia dapat digolongkan

menjadi 2 golongan besar yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi

dan yang tidak dapat dimodifikasi.


1. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Terkait pejamu
- Nutrisi (misalnya pemberian makan secara enteral)

8
- Kontrol nyeri, fisioterapi
- Membatasi terapi immunosupresif
- Postur, tempat tidur kinetik
- Berhenti merokok sebelum operasi
b. Terkait terapi
- Posisi setengah-telentang (kepala naik 30º)
- Pencabutan dini jalur IV, selang ET, dan NG
- Minimalisasi penggunaan sedatif
- Hindari overdistensi lambung
- Hindari intubasi + re-intubasi
- Pertahankan tekanan manset ET >20 cm H2O
- Aspirasi subglotik selama intubasi
- Ubah simbol + drain sirkuit ventilator

c. Kontrol infeksi
- Mencuci tangan, teknik steril
- Isolasi pasien
- Survellans mikrobiologis

2. Faktor Resiko yang tidak dapat dimodifikasi


a. Terkait Pejamu
- Malnutrisi
- Usia diatas 65, dibawah 5 tahun
- Penyakit kronik (misalnya ginjal)
- Diabetes
- Supresi imun
- Ketergantungan alkohol
- Aspirasi (misalnya epilepsi)
- Penyakit virus yang baru terjadi
- Obesitas
- Merokok

b. Terkait Terapi
- Ventilasi mekanis
- Pascaoperasi

c. Faktor epidemiologis
- Lingkungan
- Pekerjaan
- Bepergian keluar negeri
- Pendingin ruangan

F. Patofisiologi
Perjalanan mikroorganisme bisa sampai ke paru-paru, antara

lain :

9
1. Melalui inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang

tercemar
2. Melalui aliran darah dari infeksi organ tubuh yang lain
3. Melalui migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di

dekat paru-paru
(Misnadiarly, 2008).
Pada individu yang sehat, patogen yang mencapai paru

dikeluarkan atau tertahan dalam pipi melalui mekanisme

pertahanan diri seperti refleks batuk, klirens mukosiliaris, dan

fagositosis oleh makrofag alveolar.


Pada individu yang rentan, patogen yang masuk ke dalam

tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat

merusak dan menstimulasi respons inflamasi dan respons imun,

yang keduanya mempunyai efek samping merusak. Reaksi

antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa

mikroorganisme merusak membran mukosa bronkhial dan

membran alveolokapilar. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-

sel acini dan bronkhioles terminalis terisi oleh debris infeksius

dan eksudat, yang menyebabkan abnormalitas ventilasi perfusi.

Jika pneumonia disebabkan oleh Staphylococcus atau bakteri

gram negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.

G. Pemeriksaan
Setelah mengetahui gejala klinis dan kelainan fisis melalui

pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter, menurut Prof.

Nirwan Arief, Sp.P(K), masih diperlukan pemeriksaan penunjang

seperti rontgent dan laboratorium. Hal ini perlu dilakukan untuk

10
memperkuat diagnosis apakah seseorang mengidap pneumonia

atau tidak (Misnadiarly, 2008).


Gambaran yang diperoleh dari hasil rontgent memperlihatkan

kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru

dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan

reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Akibatnya fungsi paru

terganggu, penderita mengalami kesulitan bernafas karena tak tersisa

ruang untuk oksigen (Misnadiarly, 2008).


Kelainan yang tampak pada foto rontgent penderita

pneumonia dapat berupa : bercak putih setempat atau tersebar di

sekitar paru ataupun gambaran lainnya terdapat komplikasi

pneumonia (Misnadiarly, 2008).


Pada penderita pneumonia, jumlah leukosit dapat melebih

batas normal (10.000/mikroliter). Menurut ahli paru, perlu

dilakukan pengambilan sputum/dahak untuk dikultur dan ditest

resistensi kuman untuk dapat mengetahui mikroorganisme penyebab

pneumonia tersebut. Pengambilan sputum dapat dilakukan dengan

cara :
- Dibatukkan
- Didahului dengan proses perangsangan (induksi) untuk

mengeluarkan dahak dengan menghirup NaCl 3%.


- Dahak dapat diperoleh dengan menggunakan alat tertentu seperti

protective brush (semacam sikat untuk mengambil sputum pada

saluran napas bawah)


Sputum yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol steril

dan ditutup rapat. Sputum ini harus segera atau tidak boleh lebih dari

11
24 jam, dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan (Misnadiarly,

2008).
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang pada pneumonia,

yaitu:
- Tes darah rutin, dihitung sel darah putih dan protein reaktif-C

mengkonfirmasi infeksi; hemolisis dan aglutinin dingn terjadi pada ~

50% infeksi Mycoplasma; tes fungsi hati abnormal menunjukkan

infeksi Legionella atau Mycoplasma.


- Gas darah, mengidentifikasi gagal napas.
- Mikrobiologi: tidak ada mikroorganisme yang diisolasi pada ~ 33 –

50% pasien karena pemberian terapi antibiotik sebelumnya atau

pengumpulan spesimen yang tidak adekuat. Kultur darah pada CAP

yang berat, dan sputum, cairan pleura, serta sampel lavase

bronkoalveolar, dengan pewarnaan yang sesuai, kultur dan

penilaian sensitivitas antibiotik, dapat menentukan patogen dan

terapi yang efektif.


- Serologi: mengidentifikasi infeksi Mycoplasma tetapi waktu

pemrosesan yang lama membatasi nilai klinis. Tes deteksi antigen

cepat untuk Legionella dan pneumokokus lebih berguna.


- Radiologi: foto toraks dan CT Scan membantu mendiagnosis dan

mendeteksi komplikasi (Ward, dkk, 2006).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada

penyebab, sesuai yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel

sputum pra pengobatan. Terapi yang dapat dilakukan antara lain :


1. Terapi non farmakologi
a. Istirahat
b. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi

12
c. Terapi oksigen yang dilembabkan dilakukan untuk

menangani hipoksia
d. Penanganan tambahan meliputi makanan kaya-kalori,

asupan cairan yang cukup, dan beristirahat di ranjang


e. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus

dan mengurangi resiko atelektasis.


(Corwin, 2007).

2. Terapi Farmakologi
a. Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia

lain dapat diobati dengan antibiotik untuk mengurangi resiko

infeksi sekunder yang dapat berkembang dari infeksi asal.

Antibiotik yang biasa diberikan adalah Penisilin,

Ampisilin, Eritromisin, Tetrasiklin, Gentamisin, dan lain-

lain.
b. Analgesik bisa diberikan untuk meredakan nyeri dada

pleuritik.
c. Mukolitik, membantu mengencerkan sekresi sehingga

sekresi dapat keluar pada saat batuk


d. Bronkodilator, untuk meningkatkan diameter lumen

percabangan trankeobronkial sehingga menurunkan tahanan

terhadap aliran udara.


e. Kortikosteroid, berguna pada keterlibatan luas dengan

hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan

I. Tahapan Terapi
1. Tindakan suportif, meliputi oksigen untuk mempertahankan P aO2 >

8 kPa (SaO2 < 90 %) dan resusitasi cairan intravena untuk

memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi

13
noninvasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu) atau

ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi

dan bronkoskopi: membantu bersihan sputum (Ward, dkk, 2006)


2. Pasien antibiotik awal, menggambarkan “tebakan terbaik”,

berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan

organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12 – 72

jam. Terapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotik.

American dan British Thoracic Societies (ATS, BTS) menganjurkan

protokol antibiotik awal berikut ini untuk CAP (pneumonia

komunitas) :
- Pasien yang tidak dirawat di Rumah Sakit, biasanya memberikan

respons terhadap terapi oral dengan amoksisilin atau makrolid

baru atau doksisiklin. Pasien dengan gejala berat atau beresiko

mengalami infeksi S. pneumonia resisten obat diobati dengan

beta laktam ditambah makrolida atau doksisiklin; atau

flourokuinolon antipneumokokus saja.


- Pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi awal harus mencakup

organisme “atipikal” dan S. pneumoniae. Makrolid intravena

digabung dengan beta laktam atau fluorokuinolon

antipneumokous atau sefuroksim. Jika tidak berat, kombinasi

ampisilin dan makrolida (oral atau i.v).


(Ward, dkk, 2006)

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan materi pada bab sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa:
1. Pneumonia merupakan suatu infeksi pada parenkim paru yang

dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan lain-lain.


2. Gejala pneumonia umumnya adalah demam, menggigil serta rasa

nyeri di dada.
3. Untuk terapi pneumonia umumnya diberikan antibiotik dan

beberapa obat-obatan lain seperti analgetik, antipiretik,

ekspektoran, sedativa, dan bronkodilator.

15
DAFTAR PUSTAKA
Misnadiarly. 2008. “Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada

Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut”. Jakarta : Pustaka Obor

Populer.
Saydam, Gouzali. 2011. “Memahami Berbagai Penyakit: Pernapasan dan

Gangguan Pencernaan”. Bandung : CV. Alfabeta.


Williams, Lippincott. 2011. “Nursing: Memahami Berbagai Macam

Penyakit”. Jakarta : PT. Indeks.


Ward, dkk, 2006. “At a Glance : Sistem Respirasi”. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

16

Anda mungkin juga menyukai