Anda di halaman 1dari 16

RESPONSI ORAL MEDICINE

Recurrent Apthosa Stomatitis (RAS)

Definisi : Recurrent Apthosa Stomatitis (RAS) adalah peradangan kronik pada mukosa
mulut yang terjadi secara berulang dan berlanjut untuk jangka waktu yang
bervariasi dan mempengaruhi hampir 50% dari populasi di dunia.

Terdapat tiga bentuk recurrent apthosa stomatitis, antara lain :

 RAS minor, ditemukan pada 80% kasus yang ada. Diameternya kurang dari 1
cm. Dapat sembuh tanpa membentuk jaringan parut.
 RAS mayor, ditemukan pada 10% kasus yang ada. Diameternya lebih dari 1 cm.
Periode penyembuhannya lama (beberapa minggu) dan dapat disertai
pembentukan jaringan parut.
 RAS herpetiformis, ditemukan pada 10% kasus yang ada. Lesi bersifat multiple,
hingga 100 lesi dapat muncul pada waktu bersamaan. Kecil, diameternya 1-2
mm.

Etiologi :

 Belum diketahui secara pasti penyebabnya (idiopatik).

Faktor Predisposisi :

 Defisiensi Fe, asam folat, dan vitamin B12 .


 Faktor hormonal : menstruasi
 Trauma
 Stress psikologis

1
RESPONSI ORAL MEDICINE
 Genetik
 Mikrobial
 Alergi makanan, misalnya makanan yang mengandung pengawet makanan.

Gambaran Klinis :

RAS Minor :

 Lokasi : mukosa bukal, mukosa labial, dasar mulut, dan kadang dorsum lidah.
Tidak ditemukan di gingival ataupun mukosa palatum yang memiliki keratin.
 Jumlah ulserasi : bisa satu lesi atau dua hingga tiga lesi. Kadang-kadang
multiple.
 Ukuran : diameternya biasanya 2-5 mm.
 Bentuk : bulat atau lonjong, dan dangkal.
 Dasar lesi : kekuningan.
 Tepi lesi : meradang disertai kelim merah.
 Infeksi sekunder jarang terjadi. Bila ada, akan menimbulkan limfadenopati.

RAS Mayor :

 Lokasi : secara prinsip ditemukan di bagian posterior mulut, termasuk daerah


yang memiliki keratinisasi.
 Meskipun demikian, seluruh daerah di rongga mulut, termasuk mukosa yang
tidak mengalami keratinisasi pada palatum molle dan daerah tonsil yang jarang
terkena RAS minor, dapat menjadi lokasi tempat RAS mayor ditemukan.
 Jumlah ulserasi : bisa soliter atau multiple.
 Ukuran : lebih besar dari 1 cm. Bisa juga mencapai 5 cm.
 Bentuk : bulat atau lonjong.
 Dasar lesi : kekuningan, keabuan.

2
RESPONSI ORAL MEDICINE
 Tepi lesi : merah dan meradang. Bisa lebih menonjol dibandingkan jaringan
sekitarnya.
 Jaringan dasar : tetap lunak, tidak mengalami indurasi.
 Ditemukan pada penderita infeksi HIV.

RAS Herpetiformis :

 Lebih banyak ditemukan pada wanita.


 Lokasi : lidah, dasar mulut, dan mukosa bukal.
 Jumlah lesi : multiple, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang bersamaan.
Beberapa lesi dapat bergabung menjadi satu.
 Ukuran : kecil, berdiameter 1-3 mm.
 Bentuk : tidak beraturan.
 Dasar lesi : keabuan.
 Tepi lesi – tidak tegas.
 Ditemukan daerah kemerahan yang luas pada membran mukosa.

Perawatan :

 Pemberian vitamin B12 , Fe, dan asam folat.


 Menjaga kebersihan rongga mulut
 Pasien RAS yang berhubungan dengan stress psikologis, dapat dilakukan
perawatan dengan mengurangi tingkat stress, dengan cara konseling dan
psikoterapi. Dukungan sosial mempunyai efek pendukung sistem imun.

Resep :

 Metronidazole 500 mg setiap 8 jam


 Ciprofloxacin 500 sampai 750 mg setiap 12 jam

3
RESPONSI ORAL MEDICINE
Sedangkan medikasi sistemik yang dapat digunakan pada pengobatan RAS
antara lain :

 Pentoxifylline 400 mg TID


 Doxycyline 20 mg BID
 Zinc sulfate 150 mg BID
 Cholchicine (1–2) mg BID
 Clofazimine 100 mg QD For 1 month
 Prednisone up to 25 mg
 Montelukast 10 mg QD
 Thalidomide 50 mg QD 200 mg QD for HIV patients
 Chlorambucil 0.1 mg/kg
 Infliximab 5 mg/kg QD
 Etanercept 25 mg BiWeekly
 Levamisole

ULKUS TRAUMATIK

Definisi : Luka terbuka dengan kehilangan seluruh epitel dari permukaan sampai pada
lapisan basal oleh karena adanya trauma ataupun cedera pada jaringan.

Etiologi :

Adapun penyebab ulkus traumatic mencakup :

 Faktor fisik/mekanik : Tergigit tanpa sengaja atau memang disengaja.


 Faktor thermal : Luka bakar yang terjadi pada lidah dan palatum akibat makanan
yang panas.
 Faktor kimiawi : Menghirup cairan yang bersifat kaustik.

4
RESPONSI ORAL MEDICINE
 Meletakkan aspirin ke dalam sulkus bukalis untuk meredakan sakit gigi,
sehingga dapat menyebabkan cekungan pada epitel dan erosi superfisial.
 Iatrogenik : penggunaan obat-obat kedokteran gigi yang bersifat kaustik, seperti
asam trikloroasetat, beechwood creosote, eugenol, dan asam kromat.
 Akibat berkontak dengan instrument panas.

Faktor Predisposisi : Setelah radioterapi dan kemoterapi mukosa mulut akan mudah
sekali mengalami ulserasi akibat trauma yang paling kecil
sekalipun.

Gambaran Klinis :

 Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi pelat gigi
tiruan atau ortodontik.
 Ulkus traumatik biasanya soliter, ukurannya bervariasi, bulat, atau berbentuk
sabit.
 Dasar lesi kekuningan, tepinya merah, dan tidak ada indurasi.

Perawatan :

 Ulkus traumatik sembuh dalam beberapa hari, setelah penyebabnya dihilangkan.


 Menggunakan obat kumur antiseptik (contohnya klorheksidin 0,2%).
 Semua ulcer traumatic harus ditinjau, jika lesi terus menetap lebih dari 10-14 hari
setelah faktor penyebab dihilangkan, sebaiknya dilakukan biopsy untuk
memastikan adanya keganasan rongga mulut atau tidak.
 Penatalaksanaan ulkus akibat trauma kimiawi yaitu dengan mencegah kontak
dengan bahan kimia penyebabnya.

Resep :

 Antiseptik topical : Chlorhexidine gluconate 0,2%


 Kortikosteroid topikal : Triamcinolone acetonide 0,1%

5
RESPONSI ORAL MEDICINE
 Antibiotik topikal.

Differential Diagnosa : Lesi herpetik, pemphigus vulgaris.

Prognosis : Baik, jika penyebab terjadinya ulkus traumatik segera dihilangkan, dan
pasien tetap menjaga oral hygienenya dengan baik.

CANDIDIASIS

Definisi : Infeksi akut atau kronik disebabkan oleh spesies Candida. Pada umumnya
meliputi membran mukosa, seperti oral thrush di rongga mulut.

Etiologi :

 Candida albicans
 Xerostomia

Faktor Predisposisi :

 Pemakaian gigi tiruan.


 Penurunan salivasi, misalnya karena penggunaan obat.
 Terapi antibiotik, terutama spektrum luas.
 Diabetes mellitus tidak terkontrol.
 Terapi kortikosteroid (termasuk penggunaan inhaler untuk penderita asma).
 Radioterapi daerah mulut dan kerusakan yang terjadi pada kelenjar saliva
sesudahnya.
 Defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
 Kondisi imunosupresi, termasuk :
- HIV
- Leukemia
- Agranulositosis

6
RESPONSI ORAL MEDICINE
- Obat sitotoksik
- Malnutrisi dan malabsorpsi.

Gambaran Klinis :

1. Candidiasis akut
a. Pseudomembranosa (thrush)

Candidiasis pseudomembranosa tampil sebagai bercak putih/kuning seperti


krem di mukosa mulut, dapat dilepaskan dari jaringan di bawahnya,
meninggalkan daerah yang merah dan mudah berdarah.

b. Atrofik (eritematosa)
 Mukosa mulut terlihat merah menyala. Daerah manapun dapat terlibat,
termasuk palatum, lidah, dan mukosa bukal.
 Candidiasis eritematosa, yang terlihat pada pasien HIV positif, adalah lesi
yang bersifat kronis.
 Candidiasis atrofik tampil sebagai daerah merah, biasanya ditemukan di
palatum dan dorsum lidah. Pada penderita HIV positif, gambaran klasik
candidiasis eritematosa berupa daerah kemerahan di bagian tengah
palatum, sementara jaringan gusi dan sekitarnya terlihat berwarna
normal. Gambaran tersebut menyerupai “cap ibu jari”.
2. Candidiasis atrofik kronis (candidiasis eritematosa kronis, stomatitis karena
gigi tiruan, denture sore mouth)
 Mukosa berwarna merah menyala.
 Berhubungan dengan daerah palatum yang tertutup oleh pelat gigi tiruan atau
pelat ortodontik.
 Mukosa yang tidak tertutup oleh pelat terlihat sehat dengan warna normal.
 Istilah “denture sore mouth” sebenarnya kurang tepat, karena pasien sering
kali tidak mengetahui keberadaan lesi tersebut.

7
RESPONSI ORAL MEDICINE
 Merupakan infeksi candida yang paling umum ditemukan dengan insidens
25-50% pada pemakai gigi tiruan.

Perawatan :

 Menganjurkan pasien untuk melepas gigi tiruannya saat tidur.


 Gigi tiruan harus benar-benar bersih dan direndam dalam larutan klorheksidin
atau hipoklorit di malam hari.
 Gigi tiruan yang tidak pas letaknya harus segera diganti setelah inflamasi yang
terjadi dapat ditanggulangi.
 Selama periode ini, dianjurkan penggunaan tissue conditioner agar gigi tiruan
lebih stabil letaknya.
 Untuk obat antijamur dapat diberikan jenis topikal, seperti nistatin, amphoterisin
B, dan obat kumur klorheksidin.
 Sebelum pemasangan gigi tiruan, sebaiknya dilapisi dulu dengan gel miconazole
pada daerah yang berkontak dengan jaringan.

Resep : Nistatin 100.000 IU/gr, krim atau salep dan suspensi : 100.000 IU/tablet.

Differential Diagnosa : Hairy leukoplakia, Lichen Planus, Premalignant leukoplakia


and carcinoma.

Prognosis : Baik

ANGULAR CHEILITIS

Definisi : Kondisi yang ditandai dengan kekeringan, rasa terbakar, pecah atau lukanya
sudut mulut. Biasanya dikaitkan dengan defisiensi vitamin B kompleks,
hilangnya dimensi vertikal dan dihubungkan dengan berlebihannya saliva.

8
RESPONSI ORAL MEDICINE
Etiologi :

 Hilangnya dimensi vertical dan tinggi wajah bagian bawah, pada pasien yang
menggunakan gigitiruan yang sudah waktunya untuk diganti.
 Defisiensi vitamin B12 , asam folat atau defisiensi Fe.
 Bakteri, misalnya stafilokokus, juga dapat menyebabkan terjadinya angular
cheilitis.

Faktor Predisposisi :

 Penyakit sistemik
 Imunosupresi
 Penyakit HIV dan neutropenia.

Gambaran Klinis :

 Di sudut mulut ditemukan lipatan kulit yang terbelah dan meradang.


 Dapat menyertai candidiasis intraoral.

Perawatan :

 Pemberian vitamin B12 , asam folat, dan Fe.


 Menghilangkan kondisi sistemik yang melatarbelakangi terjadinya lesi, misalnya
kelainan darah dan diabetes mellitus.
 Gigitiruan lama diganti dengan yang baru, dimensi vertikal ditentukan dengan
lebih tepat.
 Infeksi candida intraoral yang ada diobati.
 Angular cheilitis yang terjadi dikarenakan adanya xerostomia,
penatalaksanaannya dengan pemberian saliva buatan, banyak mengkonsumsi air
putih, dan mengunyah permen karet bebas gula.
 Pengobatan antimikrobial diberikan secara topikal.

9
RESPONSI ORAL MEDICINE
Resep :

Apabila pasien mengalami angular cheilitis dikarenakan defisiensi Fe, Vitamin B12 , folic
acid , Niacin , Zinc , maka perlu diresepkan :

 Fe 50-65 mg 3-4 kali per hari.


 Riboflavin (vitamin B2) 5-15 mg per hari.
 Folic acid 5-15 mg per hari.
 Niacin : Nicotinamide (preferred) or nicotinic acid 100–200 mg
 Zinc 60 mg, dua kali sehari.

 Sebaliknya apabila angular cheilitis yang dialami pasien dikarenakan adanya


xerostomia, maka perlu dianjurkan untuk adanya pemberian saliva buatan,
banyak minum air putih, dan mengunyah permen karet bebas gula.

Apabila angular cheilitis yang diderita pasien merupakan manifestasi dari


penyakit sistemik pasien, maka berikut ini beberapa resep untuk beberapa jenis
penyakit sistemik :
 Systemic lupus erythematosus : Prednisone, NSAIDs, hydroxychloroquine
 Plummer-Vinson syndrome : 50–65 mg, 3–4 kali sehari.
 Secondary syphilis/split papules : Penicillin G benzathine 2.4 million units
intramuscularly once or tetracycline hydrochloride (500 mg orally 4 times daily)
or doxycycline (100 mg orally twice daily) for 2 weeks (if penicillin allergic).
 Diabetes mellitus : Diet modification, insulin secretagogues, insulin sensitizers,
a-D-glucosidase inhibitors, peptide analogues, insulin.

Differential Diagnosa : Lupus erythematous, lichen planus, leukoplakia, dan squamous


cell carcinoma.

10
RESPONSI ORAL MEDICINE
Prognosis : Baik.

LINEA ALBA

Definisi : Linea alba merupakan variasi dari struktur dan penampakan dari mukosa
rongga mulut. Lesi ini merupakan bentuk umum dari hyperkeratosis fisiologis
yang merupakan kondisi yang terdiri dari penebalan pada epitel mukosa
sebagai respon terhadap friksi atau gesekan secara berulang. Linea alba
merupakan garis putih keabu-abuan yang terjadi di sepanjang mukosa bukal
pada ketinggian occlusal plane.

Etiologi :

 Tekanan, iritasi friksional, atau sucking trauma dari permukaan fasial gigi geligi.
 Chronic chewing serta sucking pada pipi yang pada akhirnya menghasilkan
lapisan tipis putih pada mukosa bukal.

Gambaran Klinis :

 Garis putih atau putih keabu-abuan yang menonjol dan memanjang dari
komisura bibir sampai dengan daerah molar.
 Lesi ini memiliki demarkasi yang baik terhadap mukosa bukal berwarna
kemerahan yang ada di sekitarnya, lunak dan lembut dengan batas yang relatif
sulit dibedakan.
 Biasanya linea alba terjadi secara bilateral.

Perawatan : Linea alba tidak memiliki tanda-tanda patologis. Oleh karena itu, tidak
diperlukan perawatan untuk lesi ini. Garis putih ini dapat menghilang
secara spontan pada sebagian orang.

11
RESPONSI ORAL MEDICINE
LEUKOEDEMA

Definisi : Leukoedema merupakan salah satu dari variasi normal mukosa rongga mulut,
berupa garis-garis putih halus, kerutan-kerutan dan lipatan-lipatan jaringan
yang menumpuk.

Etiologi :

 Sejauh ini, etiologi leukoedema belum diketahui secara pasti.


 Iritasi mukosa tingkat rendah yang terjadi secara berulang. Iritan tingkat rendah
tersebut antara lain dapat berupa oral hygiene yang buruk, makanan pedas, dan
juga tembakau.
 Penggunaan tembakau, rokok, dan cerutu.
 Cheek biting.

Gambaran Klinis :

 Di mukosa bukal ditemukan lapisan tipis seperti film, berwarna putih/keabuan.


 Sebagian besar kasus yang ditemukan bersifat bilateral.
 Dapat “dihilangkan” (dengan tekanan yang diberikan pada pipi dan tarikan pada
mukosa).

Perawatan : Kondisi ini tidak memerlukan perawatan. Bila merokok merupakan faktor
penyebabnya, maka dengan berhenti merokok, leukoedema dapat hilang dengan
sendirinya.

WHITE SPONGE NAEVUS (FAMILIAL WHITE FOLDED


GINGIVOSTOMATITIS)

Definisi : White sponge naevus (familial white folded gingivostomatitis) merupakan


kelainan yang relative tidak umum, yang biasanya dijumpai pada waktu lahir

12
RESPONSI ORAL MEDICINE
atau pada anak kecil, tetapi menetap seumur hidup. Ditandai dengan lesi-lesi
mukosa yang tanpa gejala, putih, berkerut, dan seperti busa.

Etiologi : Penyebabnya dihubungkan dengan cacat pada kematangan epitel dan


eksfoliasi.

Gambaran Klinis :

 Bervariasi
 Meskipun demikian, daerah mukosa bukal dan dasar mulut yang terlihat cukup
luas.
 Mukosa terlihat tebal dan berlipat.
 Mukosa hidung juga dapat terkena.
 Lesi bersifat jinak.

Perawatan : Tidak diperlukan perawatan, hanya penjelasan untuk meyakinkan pasien


bahwa lesi tersebut tidak berbahaya. Diagnosis dapat ditentukan
berdasarkan biopsi dan pemeriksaan histologi.

GRANULA FORDYCE

Definisi : Fordyce granules merupakan salah satu dari variasi pada struktur dan
penampakan dari mukosa rongga mulut. Lesi ini merupakan suatu kondisi
dimana terdapat kelenjar sebasea ektopik atau sebaceous choristomas
(jaringan normal pada lokasi yang abnormal) pada mukosa rongga mulut.

Gambaran Klinis :

 Fordyce granules memiliki karakteristik gambaran klinis berupa butiran-butiran


berwarna putih kekuning-kuningan yang kecil, berbatas jelas, dan sedikit
terangkat yang dapat terisolasi atau bergabung menjadi suatu kesatuan.

13
RESPONSI ORAL MEDICINE
 Butiran-butiran ini sering terjadi secara bilateral dan simetris.
 Fordyce granules merupakan lesi yang asimptomatik.
 Setiap glandula atau butiran memiliki diameter 1-2 mm, tetapi butiran-butiran
tersebut juga dapat bergabung menjadi suatu kesatuan hingga mencapai beberapa
sentimeter diameternya.

Perawatan : Kondisi ini merupakan lesi jinak dan sama sekali tidak berbahaya,
sehingga sama sekali tidak dibutuhkan perawatan, cukup dengan
memberikan DHE kepada pasien.

14
RESPONSI ORAL MEDICINE
DAFTAR PUSTAKA

1. Birnbaum W, Dunne SM. 2012. Diagnosis Kelainan dalam Mulut, Petunjuk bagi
Klinisi. Jakarta : EGC.

2. Harty FJ, Ogston R. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC.

3. Coogan MM, Greenspan J, Challacombe SJ. 2005. Oral lesions in infection with
human immunodeficiency virus. Bulletin of The World Health Organization. 83 (9).

4. Hasan A, Patel H, Saleh H, Youngberg G, Litchfield J, Krishnaswamy G. 2013.


Remission of severe aphthous stomatitis of celiac disease with etanercept. Clinical
and Molecular Allergy. 11 (6).

5. Caputo BV, Filho GAN, Santos CC, Okida Y, Giovani EM. 2012. Laser Therapy of
Recurrent Aphthous Ulcer in Patient with HIV Infection. Hindawi Publishing
Corporation Case Reports in Medicine.

6. Park KK, Robert T. Brodell, Stephen E. Helms. 2011. Angular Cheilitis, Part 2:
Nutritional, Systemic, and Drug-Related Causes and Treatment. CUTIS Vol.88.

7. Michael W. Finkelstein, DDS, MS. 2013. A Guide to Clinical Differential Diagnosis


of Oral Mucosal Lesions. Crest Oral-B at dentalcare.com Continuing Education
Course.

8. Jusri M, Nurdiana. 2009. Treatment of recurrent aphthous stomatitis major with


metronidazole and ciprofloxacin. Dent. J. (Maj. Ked. Gigi). 42 (3).

9. Lalabonova H. 2014. Low Energy Lasers In The Management Of Traumatic Ulcers In


Oral Mucosa – Methods Of Application. J of IMAB. 2014. 20 (1).

10. Tovaru S. Tovaru M. Cionca L. 2009. Primary herpetic gingivostomatitis in children


and adults. Quintessence International. 40 (2).

15
RESPONSI ORAL MEDICINE
11. Cawson RA, Odel EW. Colour Guide Oral Pathology. 1995. Melbourne. Churchill
Livingstone.

12. Joseph A, Jamesh J, Richard C. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 5th
ed. 2008. California. Regezi.

16
RESPONSI ORAL MEDICINE

Anda mungkin juga menyukai