Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih
tinggi,termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.
Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan
dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand
dan Barlow, 2008).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita
demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih
daridua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan
yangterjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040
jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang.
(Demensia dikawasan asia pasifik, 2009).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan,
kecemasan,penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi
perubahan ringandalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata
yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak
mampu menemukan kata-katayang tepat. Ketidakmampuan mengartikan
tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan.
Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia
lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang
dari 501tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah
penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat
diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R.
J. et al. 2009). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai
penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N,
2003)

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan
yang hendak kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu
mengenai Bagaimana asuhan keperawatan pada klien lansia dengan
demensia?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang Teori Demensia dan Asuhan keperawatan pada
klien lansia dengan demensia.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang Demensia
b. Menjelaskan tentang penyebab dari Demensia
c. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari Demensia.
d. Menjelaskan tentang patofisiologi dari Demensia
e. Menjelaskan tentang pathway Demensia
f. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk Demensia
g. Menjelaskan tentang komplikasi Demensia.
h. Menjelaskan tentang penatalaksanaan Demensia.
i. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
Demensia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori
yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia
seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah
laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun
tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat
progresif dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal
juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera
hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida)
menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul
secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia
bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan
dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa
menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka
pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal
ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia lanjut bukan merupakan
pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer stadium awal.
Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius,
yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa
akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan
keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.

2. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak
dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen
diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer
mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga
penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel
filament predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit
Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik
jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan
penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif
neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan
metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi
protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor
non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas
atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana
faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
- Faktor genetic
- Faktor infeksi
- Faktor lingkungan
- Faktor imunologis
- Faktor trauma
- Faktor neurotransmitter

3. Klasifikasi
a. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki
demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini
adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai
dengan gejala :
- Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
- Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
- Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
- Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
- Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti
penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi
post mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang
strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama
dengan Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis
fokal seperti :
- Peningkatan reflek tendon dalam,
- Respontar eksensor,
- Palsi pseudobulbar,
- Kelainan gaya berjalan,
- Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling
sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi
Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan
menurunkan faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia.
Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
- Terdapat gejala demensia
- Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
- Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
- Menurut Umur:
1. Demensia senilis (>65th)
2. Demensia prasenilis (<65th)
- Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural
hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
- Menurut kerusakan struktur otak
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10. Morbus Jakob-Creutzfeldt
11. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12. Prion disease
13. Palsi Supranuklear progresif
14. Multiple sklerosis
15. Neurosifilis
16. Menurut sifat klinis:
17. Demensia proprius
18. Pseudo-demensia
4. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi
yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang
kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis
(deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein
prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer
pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan
kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan
amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat
perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron.
Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur
intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein
“tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat
pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan
merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD
terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan
perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara
bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks
ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya
system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali
tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron
yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan
Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid
(A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan
dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)
yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang
berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket
yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut
akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril
– fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini
beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu hubungan intraseluler dan
menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin
rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga
berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
5. Pathway
6. Gejala Klinis
Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer
a. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala
demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang
berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif
menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel
otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun.
Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang
menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar,
berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini
disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala
neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang
mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi
(gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan
gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
- Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
1) Stadium I :
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik
dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas
spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah
memori baru atau lupa hal baru yang dialami
2) Stadium II :
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium
demensia. Gejalanya antara lain: Disorientasi, gangguan
bahasa (afasia), Penderita mudah bingung, penurunan fungsi
memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya
tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial,
menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya,
depresi berat prevalensinya 15-20%,”
3) Stadium III :
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12
tahun.Gejala klinisnya antara lain: Penderita menjadi vegetatif,
tidak bergerak dan membisu, daya intelektual serta memori
memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak
bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari
membutuhkan bantuan ornag lain, kematian terjadi akibat
infeksi atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga
mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan
dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang
menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada
umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan
awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat
nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan
meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia
mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang
terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi
keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih
banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah
besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa
depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan
lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya
penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada
saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita
demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal
utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji
oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki
kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.
Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan
cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang
positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan
penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status
mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah
laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi
keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami
oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku
pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat
dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar
merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang
dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah
delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi
spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan,
marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
- Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita
demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
- Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
- Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat
yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah
kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
- Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat
melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil
yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-
perasaan tersebut muncul.
- Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri
dan gelisah

7. Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
- Pembedaan antara delirium dan demensia
- Bagian otak yang terkena
- Penyebab yang potensial reversibel
- Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
- Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
- Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
- Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
- Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
- Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan
lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan
penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus
baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia
penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya.
Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini
sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan
dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian
Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan.
Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia
agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara
mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin
sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi
depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan
dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka,
mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita,
bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk
mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota
keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa
penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya.
Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul
akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu
meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan
teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh
anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.

8. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan
otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika
pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap,
pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang
tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien
menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi
diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien
dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik,
termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik
pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis
simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis
demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi,
latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah
visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai,
seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi
kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau
anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang
berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan
ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan
alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena
penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi
kognitif.
 Obat untuk demensia
a. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak
dilakukan penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents
menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa penderita; namun
demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama
sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia
alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi
kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi
neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan
noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat
kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang
mengganggu sistem kardiovaskular.
b. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada
demensia Alzheimer dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya
dengan memori mendorong peneliti untuk mengarahkan
perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor,
cholinedan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil
lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang
istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan terutama dalam
fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya cenderung
negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar
dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal
naik sampai 58 persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu
memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya
ingat semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata.
Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat
memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang
sering digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-
dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin.
Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara
mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen
otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi
bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi lain,nicergoline tampak
bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal,
L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat.
Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan
susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk
mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan
demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel
endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif;
dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk
lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial

9. Pencegahan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia ataupun menunda terjadinya demensia diantaranya adalah
menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi
otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
- Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
- Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi
4) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
5) Jagalah pikiran anda agar tetap aktif. Kegiatan merangsang mental
dapat meningkatkan kemampuan anda untuk menangani dan
mengkompensasi perubahan yang berhubungan dengan demensia.
Ini mencakup teka teki dan permainan kata,belajar bahasa,bermain
alat music,membaca,menulis,atau menggambar. Tidak hanya
kegiatan ini yang membantu menunda terjadinya demensia,tetapi
juga membantu menurunkan efek. Semakin sering melakukan
aktivitas maka semakin menguntungkan.
6) Turunkan kadar homosistein. Penelitian awal menunjukkan bahwa
tiga dosis tinggi vitamin B-asam folat-B6 dan B12 membantu
menurunkan kadar homosistein dan berguna untuk memperlambat
perkembangan penyakit Alzheimer.
7) Turunkan kadar kolesterol. Endapan yang terjadi dalam otak orang-
orang dengan kolesterol tinggi merupakan salah satu penyebab
demesia vaskuler.
8) Pertahankan pola makan sehat. Diet yang sehat adalah penting
karena menurut penelitian bahwa makanan seperti buah-
buahan,sayuran dan omega 3 dan asam lemak. Biasanya ditemukan
pada ikan dan kacang-kacangan tertentu dapat memiliki efek
perlindungan dan menurunkan resiko terkena demensia.
9) Dapatkan vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk
influenza,tetanus,difteri dan polio tampaknya secara signifikan
mengurangi resiko demensia karena memiliki efek perlindungan
terhadap berkembangnya demensia.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan secara umum pada penyakit demensia antara
lain:
a. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa,
hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa
yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan
hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat
bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi,
episode emboli (merupakan factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan
persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi
terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini
bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri.
kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri
yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak
mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan
membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan
menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin
menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan
berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain
), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi
dengan diare.

e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor
predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan,
kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/
kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah,
menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk
menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus
(tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan
personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa
untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk
buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan:
tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan
menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan
kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan
hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang
sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif,
mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan
tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan
sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam
ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral
vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung
secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas
kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda );
bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi
kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau
bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk
membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan
motorik halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin
menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya),
trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang
lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya;
pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah
pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
Demensia terjadi akibat kerusakan yang terjadi di dalam susunan
saraf pusat terkait dengan proses penuaan. Pada pengkajian Lansia dengan
masalah demensia bisa digolongkan dalam pengkajian sistem saraf secara
umum.
Perubahan umum dari sistem saraf yang terkait dengan Proses
Menua adalah sebagai berikut:
Struktur Otak:
- Kehilangan berat otak karena penuaan menyebabkan pengurangan
jumlah dari neuron dengan kehilangan area yang besar dari cortex dan
cerebellum.
- Atrofi dari tegangan dengan perluasan sulci dan gyri paling banyak di
daerah frontal.
- Dilatasi dari ventrikel karena proses menua.
- Peningkatan akumulasi intrasel dari pigmen lipofuscin menyebabkan
intisel mengasumsikan posisi yang abnormal.
- Perkembangan dari senile plaques atau lesi yang anatomik terkait
dengan penuaan.
Fungsi Metabolik dan Fisiologik
- Menurunnya konsumsi oksigen menyebabkan penurunan energi
intraseluler, penggunaan glukosa, aliran darah.
- Perubahan metabolik dari kompleks sinaptik menyebabkan efek
neurotransmiter berhubungan dengan fungsi otak dengan tidur, kontrol
temperatur, mood mengakibatkan gangguan tidur, intoleransi terhadap
dingin dan depresi.
- Penurunan kadar norepinephrine, peningkatan kadar serotonin dan
monoamin oksidase menyebabkan perubahan dalam fungsi
neurotransmiter dan depresi, penurunan kadar dopamin menyebabkan
penyakit parkinson’s.
- Perubahan umum dalam sirkulasi otak menyebabkan kekacauan mental
(association retrieval, recall, memory dan kemampuan kognitif), dalam
pergerakan (kekuatan motorik, kelincahan dan ketangkasan), pada
interpretasi sensory (penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan
perasa), kemampuan dalam koping dengan kejadian multipel (depresi,
afek, komunikasi).
- Penurunan jumlah neuron menyebabkan penurunan dalam kekuatan
transmisi dari otak ke anggota badan dan mengakibatkan perubahan
ambang bekerja dari organ dan sistem.
- Peningkatan recovery time dari susunan saraf otonom menyebabkan
pemanjangan waktu untuk kembali ke fungsi organ awal setelah
stimulasi mengakibatkan kecemasan dan ketegangan akibat stimulasi
yang berlebihan.
- Penurunan dendrites pada saraf, sinap, lesi pada akson menyebabkan
penurunan pada hantaran saraf tepi dan memperlambat waktu reaksi.
- Perubahan ekstra piramidal menyebabkan perubahan affect,
mengurangi pergerakan dan berkedip.
Perubahan Electroencephalographic (EEG)
- Pada pembacaan menampakkan satu siklus yang lebih rendah daripada
tahap lain yang matang.
Fungsi dan Struktur Sensori
- Penurunan ukuran pupil dan perubahan respon cahaya yang minimal
menyebabkan kesulitan melihat dalam gelap, pada malam hari atau
adaptasi yang lambat untuk melihat dalam gelap.
- Penurunan dalam sensitivitas dari cones di retina terhadap warna
menyebabkan kesulitan dalam membedakan warna (merah dan hijau
menjadi hitam).
Perubahan Pola Tidur
- Tetap pada tahap I dan II untuk jangka waktu yang lama dan mungkin
membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur.
- Tahap III tetap sama, waktu tahap IV sangat berkurang atau terlewati
semua dengan penuaan, menyebabkan frekuensi bangun saat malam
hari dan penurunan intensitas dari tidur membuat lebih mudah untuk
bangun dan tidak mendapatkan tidur yang cukup.
- Waktu tidur REM sebanding dengan tahap lain dari masa dewasa tetapi
penuaan mengakibatkan mimpi kurang dan pengurangan pada REM
mengakibatkan mudah terangsang, letargi dan depresi.
- Pengurangan pada tahap IV menyebabkan rasa lemas, capek, cemas dan
tegang.
- Insomnia, sleep apnea dan tidur sebentar, meningkat dengan usia
menyebabkan gangguan pola tidur dan penyimpangan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau
memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan
stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas,
apatis, gelisah, halusinasi.
3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan,
keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah
laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah
laku agresif.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-
menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif,
frustasi atas kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan
kemampuan melakukan perawatan diri.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan
masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah
tersinggung.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan
sensori.
9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan
keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
3. Intervensi

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Rasional


1. Perubahan proses pikir Tujuan : Mandiri
berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan 1. Kembangkan lingkungan yg 1. Mengurangi kecemasan dan
perubahan fisiologis 3 x 24 jam keperawatan mendukung & hubungan klien- emosional.
(degenerasi neuron ireversibel) diharapkan klien mampu perawat yg terapeutik. 2. Kebisingan merupakan sensori
ditandai dengan hilang ingatan mengenali perubahan 2. Pertahankan lingkungan yg berlebihan yg meningkatkan gangguan
atau memori, hilang konsentrsi, dalam berpikir dengan menyenangkan dan tenang. neuron.
tidak mampu KH: 3. Tatap wajah ketika berbicara3. Menimbulkan perhatian, terutama
menginterpretasikan stimulasi - Mampu dengan klien. pada klien dg gangguan perceptual.
dan menilai realitas dengan memperlihatkan 4. Panggil klien dengan
4. Nama adalah bentuk identitas diri
akurat kemampuan kognitif untuk namanya. & menimbulkan pengenalan terhadap
menjalani konsekuensi 5. Gunakan suara yang agak realita & klien.
kejadian yang rendah dan berbicara dengan 5. Meningkatkan pemahaman.
menegangkan terhadap perlahan pada klien. Ucapan tinggi & keras menimbulkan
emosi & pikiran tentang 6. Gunakan kata-kata pendek, stress yg mencetuskan konfrontasi &
dirinya kalimat, dan instruksi
respon marah.
- Mampu sederhana(tahap demi tahap). 6. Seiring perkembangan penyakit,
mengembangkan strategi 7. Ciptakan aktivitas
pusat komunikasi dlm otak terganggu
untuk mengatasi anggapan sederhana, bermanfaat, dan tidak sehingga menghilangkan kemampuan
diri yang negative. bersifat kompetitif sesuai
klien dlm respons penerimaan pesan &
kemampuan klien. percakapan secara keseluruhan.
8. Evaluasi pola tidur. 7. memotivasi klien dlm cara yang
menguatkan kegunaannya &
Kolaborasi kesenangan diri serta merangsang
1. Berikan obat sesuai indikasi realita.
8. Kurang tidur dpt mengganggu
proses piker & kemampuan koping
klien.
Kolaborasi
1. Untuk mengurangi rasa defresi
pada klien.
2. Kurang perawatan diri Tujuan : Mandiri :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kesulitan dalam 1. Memahami penyebab yg
penurunan kognitif, frustasi keperawatan 3 x 24 jam berpakaian/ perawatan diri, mempengaruhi intervensi. Masalah dpt
atas kehilangan diharapkan klien dapat seperti: keterbatasan gerak fisik, diminimalkan dengan menyesuaikan
kemandiriannya ditandai merawat dirinya sesuai apatis/ depresi. atau memerlukan konsultasi dari ahli
dengan penurunan kemampuan dengan kemampuannya 2. Identifikasi kebutuhan lain.
melakukan perawatan diri dengan kebersihan diri & berikan bantuan 2. Seiring perkembangan penyakit,
KH : sesuai kebutuhan dg perawatan kebutuhan kebersihan dasar mungkin
- Mampu melakukan rambut /kuku/kulit, bersihkan dilupakan.
aktivitas perawatan diri kaca mata, & gosok gigi. 3. Kehilangan sensori dan penurunan
sesuai dg tingkat 3. Perhatikan adanya tanda- fungsi bahasa menyebabkan klien
kemampuan. tanda nonverbal yg fisiologis. mengungkapkan kebutuhan perawatan
4. Beri banyak waktu untuk diri dg cara nonverbal, seperti terengah-
melakukan tugas. engah, ingin berkemih dengan
5. Bantu mengenakan pakaian memegang dirinya.
yang rapi dan indah. 4. Pekerjaan yg tadinya mudah
sekarang menjadi terhambat karena
penurunan motorik & perubahan
kognitif.
5. Meningkatkan kepercayaan untuk
hidup.
3. Risiko terhadap cedera Tujuan : Mandiri 1. Mengidentifikasi risiko di
berhubungan dengan kesulitan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji derajat gangguan lingkungan dan mempertinggi
keseimbangan, kelemahan, otot keperawatan 3x 24 jam kemampuan, tingkah laku kesadaran perawat akan bahaya. Klien
tidak terkoordinasi, aktivitas diharapkan Risiko cedera impulsive dan penurunan persepsi dengan tingkah laku impulsi berisiko
kejang tidak terjadi dengan visual. Bantu keluarga trauma karena kurang mampu
KH : mengidentifikasi risiko terjadinya mengendalikan perilaku. Penurunan
- Meningkatkan tingkat bahaya yang mungkin timbul. persepsi visual berisiko terjatuh.
aktivitas. 2. Hilangkan sumber bahaya 2. Klien dengan gangguan kognitif,
- Dapat beradaptasi lingkungan. gangguan persepsi adalah awal terjadi
dengan lingkungan untuk 3. Alihkan perhatian saat trauma akibat tidak bertanggung jawab
mengurangi risiko trauma/ perilaku teragitasi/ berbahaya, terhadap kebutuhan keamanan dasar.
cedera. memenjat pagar tempat tidur. 3. Mempertahankan keamanan dengan
4. Kaji efek samping obat, menghindari konfrontasi yang
tanda keracunan (tanda meningkatkan risiko terjadinya trauma.
ekstrapiramidal, hipotensi 4. Klien yang tidak dapat melaporkan
ortostatik, gangguan penglihatan, tanda/gejala obat dapat menimbulkan
gangguan gastrointestinal). kadar toksisitas pada lansia. Ukuran
dosis/ penggantian obat diperlukan
untuk mengurangi gangguan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori
yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia
seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah
laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun
tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer : Faktor genetic,
Faktor infeksi , Faktor lingkungan, Faktor imunologis, Faktor trauma,
Faktor neurotransmitter.
Dimensia diklasifikasikan menjadi 2 yaitu dimensia alzhaimer dan
dimensia vaskuler

B. Saran
Kepada seluruh individu diharapkan dapat menjaga gaya hidupnya
kerah yang positif, hal ini dikarenakan agar dapat mencegah penyakit
demensia ini menyerang kehidupan kita dimasa tua. Ya walaupun
sebenarnya demensia ini adalah proses yang wajar, namun jika kita dapat
mencegah dari masa muda insyaallah dakan terminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Https://www.scribd.com/doc/23549458/ASKEP-DEMENSIA
Https://www.academia.edu/30343985/Askep_Dimensia
Https://www.kupdf.net/download/demensia/askep_59a76a25dc0d60202256ede_p
df

Anda mungkin juga menyukai