Anda di halaman 1dari 58

KAPASITOR (KONDENSATOR)

Kapasitor (Kondensator) yang dalam rangkaian elektronika dilambangkan


dengan huruf “C” adalah suatu alat yang dapat menyimpan energi/muatan listrik di
dalam medan listrik, dengan cara mengumpulkan ketidakseimbangan internal dari
muatan listrik. Kapasitor ditemukan oleh Michael Faraday (1791-1867). Satuan
kapasitor disebut Farad (F). Satu Farad = 9 x 1011 cm2 yang artinya luas permukaan
kepingan tersebut.

Struktur sebuah kapasitor terbuat dari 2 buah plat metal yang dipisahkan oleh
suatu bahan dielektrik. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara
vakum, keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan
listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki
(elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul
pada ujung metal yang satu lagi. Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung
kutub negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutub
positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini
tersimpan selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Di alam bebas,
phenomena kapasitor ini terjadi pada saat terkumpulnya muatan-muatan positif dan
negatif di awan.

1.1. Kapasitansi

Kapasitansi didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu kapasitor untuk


dapat menampung muatan elektron. Coulombs pada abad 18 menghitung
bahwa 1 coulomb = 6.25 x 1018 elektron. Kemudian Michael Faraday membuat
postulat bahwa sebuah kapasitor akan memiliki kapasitansi sebesar 1 farad jika
dengan tegangan 1 volt dapat memuat muatan elektron sebanyak 1 coulombs.
Dengan rumus dapat ditulis :

Q=CV
Q = muatan elektron dalam C (coulombs)
C = nilai kapasitansi dalam F (farad)
V = besar tegangan dalam V (volt)

Dalam praktek pembuatan kapasitor, kapasitansi dihitung dengan mengetahui luas area
plat metal (A), jarak (t) antara kedua plat metal (tebal dielektrik) dan konstanta (k)
bahan dielektrik. Dengan rumus dapat di tulis sebagai berikut :

C = (8.85 x 10-12) (k A/t)

Berikut adalah tabel contoh konstanta (k) dari beberapa bahan dielektrik yang
disederhanakan.

Untuk rangkaian elektronik praktis, satuan farad adalah sangat besar sekali.
Umumnya kapasitor yang ada di pasaran memiliki satuan : µF, nF dan pF.

1 Farad = 1.000.000 µF (mikro Farad)

1 µF = 1.000.000 pF (piko Farad)

1 µF = 1.000 nF (nano Farad)

1 nF = 1.000 pF (piko Farad)

1 pF = 1.000 µµF (mikro-mikro Farad)

1 µF = 10-6 F
1 nF = 10-9 F
1 pF = 10-12 F
Konversi satuan penting diketahui untuk memudahkan membaca besaran
sebuah kapasitor. Misalnya 0.047µF dapat juga dibaca sebagai 47nF, atau contoh lain
0.1nF sama dengan 100pF.

Kondensator diidentikkan mempunyai dua kaki dan dua kutub yaitu positif
dan negatif serta memiliki cairan elektrolit dan biasanya berbentuk tabung.

Sedangkan jenis yang satunya lagi kebanyakan nilai kapasitasnya lebih rendah, tidak
mempunyai kutub positif atau negatif pada kakinya, kebanyakan berbentuk bulat
pipih berwarna coklat, merah, hijau dan lainnya seperti tablet atau kancing baju
yang sering disebut kapasitor (capacitor).
2.2 Wujud dan Macam Kondensator

Berdasarkan kegunaannya kondensator di bagi menjadi :

1. Kondensator tetap (nilai kapasitasnya tetap tidak dapat diubah)

2. Kondensator elektrolit (Electrolit Condenser = Elco)

3. Kondensator variabel (nilai kapasitasnya dapat diubah-ubah)

Pada kapasitor yang berukuran besar, nilai kapasitansi umumnya ditulis dengan
angka yang jelas. Lengkap dengan nilai tegangan maksimum dan polaritasnya. Misalnya
pada kapasitor elco dengan jelas tertulis kapasitansinya sebesar 100µF25v yang artinya
kapasitor/ kondensator tersebut memiliki nilai kapasitansi 100 µF dengan tegangan
kerja maksimal yang diperbolehkan sebesar 25 volt.
Kapasitor yang ukuran fisiknya kecil biasanya hanya bertuliskan 2 (dua) atau 3
(tiga) angka saja. Jika hanya ada dua angka, satuannya adalah pF (pico farads). Sebagai
contoh, kapasitor yang bertuliskan dua angka 47, maka kapasitansi kapasitor tersebut
adalah 47 pF. Jika ada 3 digit, angka pertama dan kedua menunjukkan nilai nominal,
sedangkan angka ke-3 adalah faktor pengali. Faktor pengali sesuai dengan angka
nominalnya, berturut-turut 1 = 10, 2 = 100, 3 = 1.000, 4 = 10.000, 5 = 100.000 dan
seterusnya.
Contoh :

Untuk kapasitor polyester nilai kapasitansinya bisa diketahui berdasarkan


warna seperti pada resistor.
Contoh :

Seperti komponen lainnya, besar kapasitansi nominal ada toleransinya. Pada


tabel 2.3 diperlihatkan nilai toleransi dengan kode-kode angka atau huruf tertentu.
Dengan tabel tersebut pemakai dapat dengan mudah mengetahui toleransi kapasitor
yang biasanya tertera menyertai nilai nominal kapasitor. Misalnya jika tertulis 104 X7R,
maka kapasitansinya adalah 100nF dengan toleransi +/-15%. Sekaligus diketahui juga
bahwa suhu kerja yang direkomendasikan adalah antara -55Co sampai +125Co .
Dari penjelasan di atas bisa diketahui bahwa karakteristik kapasitor selain
kapasitansi juga tak kalah pentingnya yaitu tegangan kerja dan temperatur kerja.
Tegangan kerja adalah tegangan maksimum yang diijinkan sehingga kapasitor
masih dapat bekerja dengan baik. Misalnya kapasitor 10uF25V, maka tegangan
yang bisa diberikan tidak boleh melebihi 25 volt dc. Umumnya kapasitor-
kapasitor polar bekerja pada tegangan DC dan kapasitor non-polar bekerja pada
tegangan AC. Sedangkan temperatur kerja yaitu batasan temperatur dimana
kapasitor masih bisa bekerja dengan optimal. Misalnya jika pada kapasitor
tertulis X7R, maka kapasitor tersebut mempunyai suhu kerja yang
direkomendasikan antara -55Co sampai +125Co. Biasanya spesifikasi karakteristik
ini disajikan oleh pabrik pembuat di dalam datasheet.
2.3. Rangkaian Kapasitor

Rangkaian kapasitor secara seri akan mengakibatkan nilai kapasitansi total


semakin kecil. Di bawah ini contoh kapasitor yang dirangkai secara seri.

Pada rangkaian kapasitor yang dirangkai secara seri berlaku rumus :

Rangkaian kapasitor secara paralel akan mengakibatkan nilai kapasitansi


pengganti semakin besar. Di bawah ini contoh kapasitor yang dirangkai secara
paralel.

Pada rangkaian kapasitor paralel berlaku rumus :

2.4. Fungsi Kapasitor

Fungsi penggunaan kapasitor dalam suatu rangkaian :

1. Sebagai kopling antara rangkaian yang satu dengan rangkaian yang lain (pada PS =
Power Supply)

2. Sebagai filter dalam rangkaian PS

3. Sebagai pembangkit frekuensi dalam rangkaian antenna

4. Untuk menghemat daya listrik pada lampu neon

5. Menghilangkan bouncing (loncatan api) bila dipasang pada saklar

2.5. Tipe Kapasitor


Kapasitor terdiri dari beberapa tipe, tergantung dari bahan dielektriknya. Untuk
lebih sederhana dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kapasitor electrostatic, electrolytic
dan electrochemical.

 Kapasitor Electrostatic

Kapasitor electrostatic adalah kelompok kapasitor yang dibuat dengan


bahan dielektrik dari keramik, film dan mika. Keramik dan mika adalah bahan yang
popular serta murah untuk membuat kapasitor yang kapasitansinya kecil. Tersedia
dari besaran pF sampai beberapa µF, yang biasanya untuk aplikasi rangkaian yang
berkenaan dengan frekuensi tinggi. Termasuk kelompok bahan dielektrik film
adalah bahan-bahan material seperti polyester (polyethylene terephthalate atau
dikenal dengan sebutan mylar), polystyrene, polyprophylene, polycarbonate,
metalized paper dan lainnya.
Mylar, MKM, MKT adalah beberapa contoh sebutan merek dagang untuk
kapasitor dengan bahan-bahan dielektrik film. Umumnya kapasitor kelompok ini
adalah non-polar.

 Kapasitor Electrolytic

Kelompok kapasitor electrolytic terdiri dari kapasitor-kapasitor yang bahan


dielektriknya adalah lapisan metal-oksida. Umumnya kapasitor yang termasuk
kelompok ini adalah kapasitor polar dengan tanda + dan – di badannya. Mengapa
kapasitor ini dapat memiliki polaritas, adalah karena proses pembuatannya
menggunakan elektrolisa sehingga terbentuk kutub positif anoda dan kutub negatif
katoda.
Telah lama diketahui beberapa metal seperti tantalum, aluminium,
magnesium, titanium, niobium, zirconium dan seng (zinc) permukaannya dapat
dioksidasi sehingga membentuk lapisan metal-oksida (oxide film). Lapisan oksidasi
ini terbentuk melalui proses elektrolisa, seperti pada proses penyepuhan emas.
Elektroda metal yang dicelup ke dalam larutan elektrolit (sodium borate) lalu diberi
tegangan positif (anoda) dan larutan electrolit diberi tegangan negatif (katoda).
Oksigen pada larutan electrolyte terlepas dan mengoksidasi permukaan plat metal.
Contohnya, jika digunakan Aluminium, maka akan terbentuk lapisan Aluminium-
oksida (Al2O3) pada permukaannya.

Dengan demikian berturut-turut plat metal (anoda), lapisan-metal-oksida


dan electrolyte (katoda) membentuk kapasitor. Dalam hal ini lapisan-metal-oksida
sebagai dielektrik. Dari rumus (2) diketahui besar kapasitansi berbanding terbalik
dengan tebal dielektrik. Lapisan metal-oksida ini sangat tipis, sehingga dengan
demikian dapat dibuat kapasitor yang kapasitansinya cukup besar.
Karena alasan ekonomis dan praktis, umumnya bahan metal yang banyak
digunakan adalah aluminium dan tantalum. Bahan yang paling banyak dan murah
adalah aluminium. Untuk mendapatkan permukaan yang luas, bahan plat
Aluminium ini biasanya digulung radial. Sehingga dengan cara itu dapat diperoleh
kapasitor yang kapasitansinya besar. Sebagai contoh 100uF, 470uF, 4700uF dan
lain-lain, yang sering juga disebut kapasitor elco.
Bahan electrolyte pada kapasitor tantalum ada yang cair tetapi ada juga yang
padat. Disebut electrolyte padat, tetapi sebenarnya bukan larutan electrolit yang
menjadi elektroda negatif-nya, melainkan bahan lain yaitu manganese-dioksida.
Dengan demikian kapasitor jenis ini bisa memiliki kapasitansi yang besar namun
menjadi lebih ramping dan mungil. Selain itu karena seluruhnya padat, maka waktu
kerjanya (lifetime) menjadi lebih tahan lama. Kapasitor tipe ini juga memiliki arus
bocor yang sangat kecil Jadi dapat dipahami mengapa kapasitor Tantalum menjadi
relatif mahal.

 Kapasitor Electrochemical
Satu jenis kapasitor lain adalah kapasitor electrochemical. Termasuk
kapasitor jenis ini adalah battery dan accu. Pada kenyataannya battery dan accu
adalah kapasitor yang sangat baik, karena memiliki kapasitansi yang besar dan arus
bocor (leakage current) yang sangat kecil. Tipe kapasitor jenis ini juga masih
dalam pengembangan untuk mendapatkan kapasitansi yang besar namun kecil dan
ringan, misalnya untuk aplikasi mobil elektrik dan telepon selular

 RESISTOR

Pada dasarnya semua bahan memiliki sifat resistif namun beberapa bahan
seperti tembaga, perak, emas dan bahan metal umumnya memiliki resistansi yang
sangat kecil. Bahan-bahan tersebut menghantar arus listrik dengan baik, sehingga
dinamakan konduktor. Kebalikan dari bahan yang konduktif, yaitu bahan material
seperti karet, gelas, karbon memiliki resistansi yang lebih besar menahan aliran
elektron sehingga disebut sebagai isolator.

Resistor adalah komponen dasar elektronika yang selalu digunakan dalam


setiap rangkaian elektronika karena bisa berfungsi sebagai pengatur atau untuk
membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Dengan resistor, arus
listrik dapat didistribusikan sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan namanya
resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi
dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol Ω (Omega).

Di dalam rangkaian elektronika, resistor dilambangkan dengan huruf “R “.


Dilihat dari bahannya, ada beberapa jenis resistor yang ada dipasaran antara lain :
Resistor Carbon, Wirewound, dan Metalfilm. Ada juga Resistor yang dapat diubah-
ubah nilai resistansinya antara lain : Potensiometer, Rheostat dan Trimmer (Trimpot).
Selain itu ada juga Resistor yang nilai resistansinya berubah bila terkena cahaya
namanya LDR (Light Dependent Resistor) dan resistor yang nilai resistansinya akan
bertambah besar bila terkena suhu panas yang namanya PTC (Positive Thermal
Coefficient) serta resistor yang nilai resistansinya akan bertambah kecil bila terkena
suhu panas yang namanya NTC (Negative Thermal Coefficient).

Untuk resistor jenis carbon maupun metalfilm biasanya digunakan kode-kode


warna sebagai petunjuk besarnya nilai resistansi (tahanan) dari resistor. Resistor ini
mempunyai bentuk seperti tabung dengan dua kaki di kiri dan kanan. Pada badannya
terdapat lingkaran membentuk cincin kode warna, kode ini untuk mengetahui besar
resistansi tanpa harus mengukur besarnya dengan ohmmeter. Kode warna tersebut
adalah standar manufaktur yang dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries
Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Nilai warna pada cincin resistor

Besaran resistansi suatu resistor dibaca dari posisi cincin yang paling depan ke arah cincin
toleransi. Biasanya posisi cincin toleransi ini berada pada badan resistor yang paling pojok
atau juga dengan lebar yang lebih menonjol, sedangkan posisi cincin yang pertama agak
sedikit ke dalam. Dengan demikian pemakai sudah langsung mengetahui berapa toleransi
dari resistor tersebut. Kalau kita telah bisa menentukan mana cincin yang pertama
selanjutnya adalah membaca nilai resistansinya.

Jumlah cincin yang melingkar pada resistor umumnya sesuai dengan besar
toleransinya. Biasanya resistor dengan toleransi 5%, 10% atau 20% memiliki 3 cincin (tidak
termasuk cincin toleransi). Tetapi resistor dengan toleransi 1% atau 2% (toleransi kecil)
memiliki 4 cincin (tidak termasuk cincin toleransi). Cincin pertama dan seterusnya berturut-
turut menunjukkan besar nilai satuan, dan cincin terakhir adalah faktor pengalinya.

Misalnya resistor dengan cincin kuning, violet, merah dan emas. Cincin
berwarna emas adalah cincin toleransi. Dengan demikian urutan warna cincin resistor
ini adalah, cincin pertama berwarna kuning, cincin kedua berwarna violet dan cincin
ke tiga berwarna merah. Cincin ke empat yang berwarna emas adalah cincin toleransi.
Dari tabel 1.1 diketahui jika cincin toleransi berwarna emas, berarti resistor ini memiliki
toleransi 5%. Nilai resistansinya dihitung sesuai dengan urutan warnanya. Pertama
yang dilakukan adalah menentukan nilai satuan dari resistor ini. Karena resistor ini
resistor 5% (yang biasanya memiliki tiga cincin selain cincin toleransi), maka nilai
satuannya ditentukan oleh cincin pertama dan cincin kedua. Masih dari tabel 1.1,
diketahui cincin kuning nilainya = 4 dan cincin violet nilainya = 7. Jadi cincin pertama
dan ke dua atau kuning dan violet berurutan, nilai satuannya adalah 47. Cincin ketiga
adalah faktor pengali, dan jika warna cincinnya merah berarti faktor pengalinya
adalah 100. Sehingga dengan ini diketahui nilai resistansi resistor tersebut adalah nilai
satuan x faktor pengali atau 47 x 100 = 4700 Ohm = 4,7K Ohm (pada rangkaian
elektronika biasanya di tulis 4K7 Ohm) dan toleransinya adalah + 5%. Arti dari
toleransi itu sendiri adalah batasan nilai resistansi minimum dan maksimum yang di
miliki oleh resistor tersebut. Jadi nilai sebenarnya dari resistor 4,7k Ohm + 5% adalah :

4700 x 5% = 235

Jadi,

Rmaksimum = 4700 + 235 = 4935 Ohm

Rminimum = 4700 – 235 = 4465 Ohm

Apabila resistor di atas di ukur dengan menggunakan ohmmeter dan nilainya berada
pada rentang nilai maksimum dan minimum (4465 s/d 4935) maka resistor tadi masih
memenuhi standar. Nilai toleransi ini diberikan oleh pabrik pembuat resistor untuk
mengantisipasi karakteristik bahan yang tidak sama antara satu resistor dengan
resistor yang lainnya sehingga para desainer elektronika dapat memperkirakan faktor
toleransi tersebut dalam rancangannya. Semakin kecil nilai toleransinya, semakin baik
kualitas resistornya. Sehingga dipasaran resistor yang mempunyai nilai toleransi 1%
(contohnya resistor metalfilm) jauh lebih mahal dibandingkan resistor yang
mempunyai toleransi 5% (resistor carbon)

Spesifikasi lain yang perlu diperhatikan dalam memilih resistor pada suatu
rancangan selain besar resistansi adalah besar watt-nya atau daya maksimum yang
mampu ditahan oleh resistor. Karena resistor bekerja dengan di aliri arus listrik, maka
akan terjadi disipasi daya berupa panas sebesar :

Semakin besar ukuran fisik suatu resistor, bisa menunjukkan semakin besar
kemampuan disipasi daya resistor tersebut. Umumnya di pasar tersedia ukuran 1/8, 1/4, 1/2,
1, 2, 5, 10 dan 20 watt. Resistor yang memiliki disipasi daya maksimum 5, 10 dan 20 watt
umumnya berbentuk balok memanjang persegi empat berwarna putih, namun ada juga yang
berbentuk silinder dan biasanya untuk resistor ukuran besar ini nilai resistansi di cetak
langsung dibadannya tidak berbentuk cincin-cincin warna, misalnya 100Ω5W atau
1KΩ10W.
Dilihat dari fungsinya, resistor dapat dibagi menjadi :

 Resistor Tetap (Fixed Resistor)

Yaitu resistor yang nilainya tidak dapat berubah, jadi selalu tetap (konstan).
Resistor ini biasanya dibuat dari nikelin atau karbon. Berfungsi sebagai pembagi
tegangan, mengatur atau membatasi arus pada suatu rangkaian serta
memperbesar dan memperkecil tegangan.

 Resistor Tidak Tetap (variable resistor)

Yaitu resistor yang nilainya dapat berubah-ubah dengan jalan menggeser atau
memutar toggle pada alat tersebut, sehingga nilai resistor dapat kita tetapkan
sesuai dengan kebutuhan. Berfungsi sebagai pengatur volume (mengatur besar
kecilnya arus), tone control pada sound system, pengatur tinggi rendahnya nada
(bass/treble) serta berfungsi sebagai pembagi tegangan arus dan tegangan.

 Resistor NTC dan PTC.

NTC (Negative Temperature Coefficient), yaitu resistor yang nilainya akan


bertambah kecil bila terkena suhu panas. Sedangkan PTC (Positive Temperature
Coefficient), yaitu resistor yang nilainya akan bertambah besar bila temperaturnya
menjadi dingin.

 Resistor LDR

LDR (Light Dependent Resistor) yaitu jenis resistor yang berubah hambatannya
karena pengaruh cahaya. Bila terkena cahaya gelap nilai tahanannya semakin
besar, sedangkan bila terkena cahaya terang nilainya menjadi semakin kecil.

 RANGKAIAN RESISTOR

Dalam praktek para desainer kadang-kadang membutuhkan resistor dengan


nilai tertentu. Akan tetapi nilai resistor tersebut tidak ada di toko penjual, bahkan
pabrik sendiri tidak memproduksinya. Solusi untuk mendapatkan suatu nilai resistor
dengan resistansi yang unik tersebut dapat dilakukan dengan cara merangkaikan
beberapa resistor sehingga didapatkan nilai resistansi yang dibutuhkan. Ada dua cara
untuk merangkaikan resistor, yaitu :

1. Cara Serial

2. cara Paralel

Rangkaian resistor secara serial akan mengakibatkan nilai resistansi total


semakin besar.
Di bawah ini contoh resistor yang dirangkai secara serial.

Pada rangkaian resistor serial berlaku rumus :

Sedangkan rangkaian resistor secara paralel akan mengakibatkan nilai resistansi


pengganti semakin kecil.

Di bawah ini contoh resistor yang dirangkai secara paralel

Pada rangkaian resistor paralel berlaku rumus :

3. Nilai-nilai standar resistor

Tidak semua nilai resistansi tersedia di pasaran. Tabel 1.2 adalah contoh tabel nilai
resistansi resistor standard yang beredar dipasaran. Data mengenai resistor yang ada
di pasaran bisa didapat dari Data Sheet yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat
resistor.
Di bawah ini beberapa rumus (Hukum Ohm) yang sering dipakai dalam perhitungan
elektronika :

Di mana :
V = tegangan dengan satuan Volt

I = arus dengan satuan Ampere

R = resistansi dengan satuan Ohm

P = daya dengan satuan Watt

Konversi satuan :

1 Ohm = 1 Ω

1 K Ohm = 1 K Ω

1 M Ohm = 1 M Ω

1 K Ω = 1.000 Ω

1 M Ω = 1.000 K Ω

1 M Ω = 1.000.000 Ω

(M = Mega (106); K = Kilo (103)

Symbol elektronika
Dioda termasuk
komponen elektronika yang terbuat dari bahan semikonduktor. Beranjak dari penemuan dioda,
para ahli menemukan juga komponen turunan lainnya yang unik.

Dioda

Dioda memiliki fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Struktur
dioda tidak lain adalah sambungan semikonduktor P dan N. Satu sisi adalah semikonduktor
dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah tipe N. Dengan struktur demikian arus hanya
akan dapat mengalir dari sisi P menuju sisi N.
Gambar 1 : Simbol dan struktur dioda

Gambar ilustrasi di atas menunjukkan sambungan PN dengan sedikit porsi kecil yang disebut
lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat keseimbangan hole dan elektron. Seperti yang
sudah diketahui, pada sisi P banyak terbentuk hole-hole yang siap menerima elektron sedangkan
di sisi N banyak terdapat elektron-elektron yang siap untuk bebas merdeka. Lalu jika diberi bias
positif, dengan arti kata memberi tegangan potensial sisi P lebih besar dari sisi N, maka elektron
dari sisi N dengan serta merta akan tergerak untuk mengisi hole di sisi P. Tentu kalau elektron
mengisi hole disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena ditinggal elektron. Ini disebut
aliran hole dari P menuju N, Kalau mengunakan terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi
aliran listrik dari sisi P ke sisi N.

Gambar 2 : dioda dengan bias maju

Sebalikya apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan memberikan bias
negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N mendapat polaritas tegangan lebih besar dari sisi P.

Gambar 3 : dioda dengan bias negatif

Tentu jawabanya adalah tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran hole dari P ke N
maupun sebaliknya. Karena baik hole dan elektron masing-masing tertarik ke arah kutup
berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar dan menghalangi terjadinya
arus.

Demikianlah sekelumit bagaimana dioda hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Dengan
tegangan bias maju yang kecil saja dioda sudah menjadi konduktor. Tidak serta merta diatas 0
volt, tetapi memang tegangan beberapa volt diatas nol baru bisa terjadi konduksi. Ini disebabkan
karena adanya dinding deplesi (deplesion layer). Untuk dioda yang terbuat dari bahan Silikon
tegangan konduksi adalah diatas 0.7 volt. Kira-kira 0.2 volt batas minimum untuk dioda yang
terbuat dari bahan Germanium.
Gambar 4 : grafik arus dioda

Sebaliknya untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus, namun memang ada batasnya.
Sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt baru terjadi breakdown, dimana dioda tidak lagi
dapat menahan aliran elektron yang terbentuk di lapisan deplesi.

Zener

Phenomena tegangan breakdown dioda ini mengilhami pembuatan komponen elektronika


lainnya yang dinamakan zener. Sebenarnya tidak ada perbedaan sruktur dasar dari zener,
melainkan mirip dengan dioda. Tetapi dengan memberi jumlah doping yang lebih banyak pada
sambungan P dan N, ternyata tegangan breakdown dioda bisa makin cepat tercapai. Jika pada
dioda biasanya baru terjadi breakdown pada tegangan ratusan volt, pada zener bisa terjadi pada
angka puluhan dan satuan volt. Di datasheet ada zener yang memiliki tegangan Vz sebesar 1.5
volt, 3.5 volt dan sebagainya.

Gambar 5 : Simbol Zener

Ini adalah karakteristik zener yang unik. Jika dioda bekerja pada bias maju maka zener biasanya
berguna pada bias negatif (reverse bias).

LED

LED adalah singkatan dari Light Emiting Dioda, merupakan komponen yang dapat
mengeluarkan emisi cahaya.LED merupakan produk temuan lain setelah dioda. Strukturnya juga
sama dengan dioda, tetapi belakangan ditemukan bahwa elektron yang menerjang sambungan P-
N juga melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya. LED dibuat agar lebih efisien
jika mengeluarkan cahaya. Untuk mendapatkna emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang
pakai adalah galium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna
cahaya yang berbeda pula.

Gambar 6 : Simbol LED

Pada saat ini warna-warna cahaya LED yang banyak ada adalah warna merah, kuning dan
hijau.LED berwarna biru sangat langka. Pada dasarnya semua warna bisa dihasilkan, namun
akan menjadi sangat mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain warna, perlu
diperhatikan tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi daya-nya. Rumah (chasing) LED dan
bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi empat, bulat dan lonjong.

Aplikasi

Dioda banyak diaplikasikan pada rangkaian penyerah arus (rectifier) power suplai atau konverter
AC ke DC. Dipasar banyak ditemukan dioda seperti 1N4001, 1N4007 dan lain-lain. Masing-
masing tipe berbeda tergantung dari arus maksimum dan juga tegangan breakdwon-nya. Zener
banyak digunakan untuk aplikasi regulator tegangan (voltage regulator). Zener yang ada
dipasaran tentu saja banyak jenisnya tergantung dari tegangan breakdwon-nya. Di dalam
datasheet biasanya spesifikasi ini disebut Vz (zener voltage) lengkap dengan toleransinya, dan
juga kemampuan dissipasi daya.

Gambar 7 : LED array

LED sering dipakai sebagai indikator yang masing-masing warna bisa memiliki arti yang
berbeda. Menyala, padam dan berkedip juga bisa berarti lain. LED dalam bentuk susunan (array)
bisa menjadi display yang besar. Dikenal juga LED dalam bentuk 7 segment atau ada juga yang
14 segment. Biasanya digunakan untuk menampilkan angka numerik dan alphabet.

Transformator

Transformator merupakan suatu peralatan listrik yang digunakan untuk mengubah besaran
tegangan arus listrik bolak-balik (AC), seperti menaikkan atau menurunkan tegangan listrik
(voltase). Transformator bekerja berdasarkan prinsip fluks listrik dan magnet dimana antara sisi
sumber (primer) dan beban (sekunder) tidak terdapat hubungan secara fisik tetapi secara
elektromagnetik (induksi-elektromagnet).

Transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis dan dua buah
kumparan (lilitan kawat), yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.

Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday,
yaitu : arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet
dapat menimbulkan arus listrik. Jika pada salah satu kumparan pada transformator diberi
arus bolak-balik (AC) maka jumlah garis gaya magnet akan berubah-ubah. Akibatnya
pada sisi primer terjadi induksi. Sisi sekunder menerima garis gaya magnet dari sisi
primer yang jumlahnya berubah-ubah pula. Maka di sisi sekunder juga timbul induksi,
akibatnya antara dua ujung kumparan (lilitan) terdapat beda tegangan

Dalam transformator terdapat perhitungan untuk menentukan jumlah lilitan primer dan
sekunder agar dapat dihasilkan keluaran dengan tegangan rendah dan arus besar.
Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan :

Np = Jumlah lilitan primer

Ns = Jumlah lilitan sekunder

Vp = Tegangan Input (primer)

Vs = Tegangan Output (sekunder)

Ip = Arus primer (Input)

Is = Arus Output (sekunder)

Jenis-jenis transformator

1. Step-Up

DC.Transformator step-up adalah transformator yang memiliki lilitan sekunder lebih


banyak daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai penaik tegangan.
Transformator ini biasa ditemui pada pembangkit tenaga listrik sebagai penaik
tegangan yang dihasilkan generator menjadi tegangan tinggi yang digunakan dalam
transmisi jarak jauh.

Simbol transformator step-up

2. Step-Down
Transformator step-down memiliki lilitan sekunder lebih sedikit daripada lilitan
primer, sehingga berfungsi sebagai penurun tegangan. Transformator jenis ini sangat
mudah ditemui, terutama dalam adaptor AC-DC.

Simbol transformator step-down

3. Autotransformator

Transformator jenis ini hanya terdiri dari satu lilitan yang berlanjut secara listrik,
dengan sadapan tengah. Dalam transformator ini, sebagian lilitan primer juga
merupakan lilitan sekunder. Fasa arus dalam lilitan sekunder selalu berlawanan
dengan arus primer, sehingga untuk tarif daya yang sama lilitan sekunder bisa dibuat
dengan kawat yang lebih tipis dibandingkan transformator biasa. Keuntungan dari
autotransformator adalah ukuran fisiknya yang kecil dan kerugian yang lebih rendah
daripada jenis dua lilitan. Tetapi transformator jenis ini tidak dapat memberikan
isolasi secara listrik antara lilitan primer dengan lilitan sekunder.

Simbol autotransformator

Selain itu, autotransformator tidak dapat digunakan sebagai penaik tegangan lebih
dari beberapa kali lipat (biasanya tidak lebih dari 1,5 kali).

4. Autotransformator variabel

Autotransformator variabel sebenarnya adalah autotransformator biasa yang


sadapan tengahnya bisa diubah-ubah, memberikan perbandingan lilitan primer-
sekunder yang berubah-ubah

Simbol autotransformator variabel

5. Transformator isolasi

Transformator isolasi memiliki lilitan sekunder yang berjumlah sama dengan lilitan
primer, sehingga tegangan sekunder sama dengan tegangan primer. Tetapi pada
beberapa desain, gulungan sekunder dibuat sedikit lebih banyak untuk
mengkompensasi kerugian. Transformator seperti ini berfungsi sebagai isolasi antara
dua kalang. Untuk penerapan audio, transformator jenis ini telah banyak digantikan
oleh kopling kapasitor.

6. Transformator pulsa

Transformator pulsa adalah transformator yang didesain khusus untuk memberikan


keluaran gelombang pulsa. Transformator jenis ini menggunakan material inti yang
cepat jenuh sehingga setelah arus primer mencapai titik tertentu, fluks magnet
berhenti berubah. Karena GGL induksi pada lilitan sekunder hanya terbentuk jika
terjadi perubahan fluks magnet, transformator hanya memberikan keluaran saat inti
tidak jenuh, yaitu saat arus pada lilitan primer berbalik arah.

7. Transformator tiga fasa

Transformator tiga fasa sebenarnya adalah tiga transformator yang dihubungkan


secara khusus satu sama lain. Lilitan primer biasanya dihubungkan secara bintang (Y)
dan lilitan sekunder dihubungkan secara delta (Δ).

8. Trafo penyesuai frekuensi

9. Trafo penyaring frekuensi

10. Trafo penyesuai impedansi

Kerugian dalam transformator

1. Kerugian tembaga. Kerugian I2.R dalam lilitan tembaga yang disebabkan oleh
resistansi tembaga dan arus listrik yang mengalirinya.
2. Kerugian kopling. Kerugian yang terjadi karena kopling primer-sekunder tidak sempurna,
sehingga tidak semua fluks magnet yang diinduksikan primer memotong lilitan sekunder.
Kerugian ini dapat dikurangi dengan menggulung lilitan secara berlapis-lapis antara
primer dan sekunder.
3. Kerugian kapasitas liar. Kerugian yang disebabkan oleh kapasitas liar yang
terdapat pada lilitan-lilitan transformator. Kerugian ini sangat mempengaruhi
efisiensi transformator untuk frekuensi tinggi. Kerugian ini dapat dikurangi dengan
menggulung lilitan primer dan sekunder secara semi-acak (bank winding).
4. Kerugian histeresis. Kerugian yang terjadi ketika arus primer AC berbalik arah.
Disebabkan karena inti transformator tidak dapat mengubah arah fluks
magnetnya dengan seketika. Kerugian ini dapat dikurangi dengan menggunakan
material inti reluktansi rendah.
5. Kerugian efek kulit. Sebagaimana konduktor lain yang dialiri arus bolak-balik, arus
cenderung untuk mengalir pada permukaan konduktor. Hal ini memperbesar
kerugian kapasitas dan juga menambah resistansi relatif lilitan. Kerugian ini dapat
dikurang dengan menggunakan kawat Litz, yaitu kawat yang terdiri dari beberapa
kawat kecil yang saling terisolasi. Untuk frekuensi radio digunakan kawat
geronggong atau lembaran tipis tembaga sebagai ganti kawat biasa.
6. Kerugian arus eddy (arus olak). Kerugian yang disebabkan oleh GGL masukan
yang menimbulkan arus dalam inti magnet yang melawan perubahan fluks
magnet yang membangkitkan GGL. Karena adanya fluks magnet yang berubah-
ubah, terjadi olakan fluks magnet pada material inti. Kerugian ini berkurang kalau
digunakan inti berlapis-lapisan.

Pemeriksaan Transformator

Untuk mengetahui sebuah trafo masih bagus atau sudah rusak adalah dengan
menggunakan AVO meter. Caranya posisikan AVO meter pada posisi Ohm meter, lalu
cek lilitan primernya harus terhubung. Demikian juga lilitan sekundernya juga harus
terhubung. Sedangkan antara lilitan primer dan skunder tidak boleh terhubung, jika
terhubung maka trafo tersebut konslet (kecuali untuk jenis trafo tertentu yang memang
didesain khusus untuk pemakaian tertentu). Begitu juga antara inti trafo dan lilitan
primer/skunder tidak boleh terhubung, jika terhubung maka trafo tersebut akan
mengalami kebocoran arus jika digunakan. Secara fisik trafo yang bagus adalah trafo
yang memiliki inti trafo yang rata dan rapat serta jika digunakan tidak bergetar, sehingga
efisiensi dayanya bagus. Dalam penggunaannya perhatikan baik2 tegangan kerja trafo,
tiap tep-nya biasanya ditulis tegangan kerjanya misalnya pada primernya 0V – 110V –
220V, untuk tegangan 220 volt gunakan tep 0V dan 220V, sedangkan untuk tegangan
110 volt gunakan 0V dan 110V, jangan sampai salah atau trafo kita bakal hangus! Dan
pada skundernya misalnya 0V – 3V – 6V – 12V dsb, gunakan 0V dan tegangan yang
diperlukan. Ada juga jenis trafo yang menggunakan CT (Center Tep) yang artinya adalah
titik tengah. Contoh misalnya 12V – CT – 12V, artinya jika kita gunakan tep CT dan 12V
maka besarnya tegangan adalah 12 volt, tapi jika kita gunakan 12V dan 12V besarnya
tegangan adalah 24 volt.

Komponen-Komponen Transformator / Trafo

1. Inti Besi

Inti besi berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi, magnetik yang ditimbulkan oleh
arus listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang
berisolasi, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh
arus pusar atau arus eddy (eddy current).

2. Kumparan Transformator

Kumparan transformator adalah beberapa lilitan kawat berisolasi yang membentuk


suatu kumparan atau gulungan. Kumparan tersebut terdiri dari kumparan primer dan
kumparan sekunder yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap antar
kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinak dan lain-lain. Kumparan
tersebut sebagai alat transformasi tegangan dan arus.

Transformator Ideal

Pada transformator ideal, tidak ada energi yang diubah menjadi bentuk energi lain di
dalam transformator sehingga daya listrik pada kumparan skunder sama dengan daya
listrik pada kumparan primer. Atau dapat dikatakan efisiensi pada transformator ideal
adalah 100 persen. untuk transformator ideal berlaku persamaan sebagai berikut :

Efisiensi Transformator

Efisiensi transformator didefinisikan sebagai perbandingan antara daya listrik keluaran


dengan daya listrik yang masuk pada transformator. Pada transformator ideal
efisiensinya 100 %, tetapi pada kenyataannya efisiensi tranformator selalu kurang dari 100
%.hal ini karena sebagian energi terbuang menjadi panas atau energi bunyi.

Efisiensi transformator dapat dihitung dengan :

Transmisi Listrik Jarak Jauh

Pusat pembangkit listrik biasanya terletak jauh dari pemukiman atau pelanggan.
Sehingga listrik yang dihasilkan pusat pembangkit listrik perlu ditransmisikan dengan
jarak yang cukup jauh. Transmisi energi listrik jarak jauh dilakukan dengan menggunakan
tegangan tinggi, dengan alasan sebagai berikut:

 Bila tegangan dibuat tinggi maka arus listriknya menjadi kecil.

 Dengan arus listrik yang kecil maka energi yang hilang pada kawat transmisi
(energi disipasi) juga kecil.
 Juga dengan arus kecil cukup digunakan kawat berpenampang relatif lebih kecil,
sehingga lebih ekonomis.

Energi listrik atau daya listrik yang hilang pada kawat transmisi jarak jauh dapat dihitung
dengan persamaan energi dan daya listrik sebagai berikut:

W = energi listrik (joule)


I = kuat arus listrik (ampere)
R = hambatan (ohm)
t = waktu
P = daya listrik (watt)

Transmisi energi listrik jarak jauh menggunakan tegangan tinggi akan mengurangi
kerugian kehilangan energi listrik selama transmisi oleh disipasi.

Contoh Soal :

Contoh cara menghitung jumlah lilitan sekunder :

Untuk menyalakan lampu 10 volt dengan tegangan listrik dari PLN 220 volt digunakan
transformator step down. Jika jumlah lilitan primer transformator 1.100 lilitan, berapakah
jumlah lilitan pada kumparan sekundernya ?

Penyelesaian :

Diketahui : Vp = 220 V

Vs = 10 V

Np = 1100 lilitan

Ditanyakan : Ns = ………… ?

Jawab :

Jadi, banyaknya lilitan sekunder adalah 50 lilitan.


Contoh cara menghitung arus listrik sekunder dan arus listrik primer :

Sebuah transformator step down mempunyai jumlah lilitan primer 1000 dan lilitan sekunder 200,
digunakan untuk menyalakan lampu 12 V, 48 W.

Tentukan :

a. arus listrik sekunder

b. arus listrik primer

Penyelesaian :

Diketahui: Np = 1000 lilitan


Ns = 200 Lilitan
Vp = 12 V
Ps = 48 W

Ditanyakan :

a. Is = ……….. ?
b. Ip = ……….. ?

Jawab :

P=I.V

Jadi, kuat arus sekunder adalah 4 A


Jadi, kuat arus sekunder adalah 0,8 A

Contoh cara menghitung daya transformator :

Sebuah transformator mempunyai efisiensi 80%. Jika lilitan primer dihubungkan dengan
tegangan 200 V dan mengalir kuat arus listrik 5 A,
Tentukan:
a. daya primer,
b. daya sekunder

Penyelesaian :

Diketahui :

Ditanyakan :

a. Pp = ……….. ?

b. Ps = ……….. ?

Jawab :

Jadi, daya primer transformator 1000 watt.


Jadi, daya sekunder transformator 800 watt.

Daya listrik 2 MW ditransmisikan sampai jarak tertentu melalui kabel berhambatan 0,01
ohm. Hitung daya listrik yang hilang oleh transmisi tersebut, jika:

1. menggunakan tegangan 200 Volt,


2. menggunakan tegangan 400 kiloVolt ?

Penyelesaian:

Diketahui:

P = 2 MW = 2.106 watt
R = 0,01 ohm

Ditanyakan:

a. P(hilang) pada tegangan 200 Volt = ……….?

b. P(hilang) pada tegangan V= 4.105 volt = ……….?

Jadi, energi yang hilang di perjalanan setiap detiknya 106 watt. Nilai ini sangat besar
karena setengah dayanya akan hilang.
Jadi, energi yang hilang di perjalanan setiap detiknya hanya 0,25 watt

Contoh Soal

1. Sebuah trafo memiliki perbandingan lilitan 10 : 2 dihubungkan ke sumber listrik 100V


untuk menyalakan sebuah lampu 25 W. Hitunglah tegangan listrik yang diserap oleh
lampu dan kuat arus yang masuk kedalam trafo

Jawab :

Diket: Np:Ns = 10 : 2

Vp = 100 V

Ps = 25 W

Dit. Vs = …

Ip = …

Jawab:

Np : Ns = Vp : Vs Pp = Ps

10 : 2 = 100 : Vs Vp . Ip = Ps

Vs = 20 V 100 . Ip = 25

Ip = 0,25 A

2. Sebuah trafo memiliki perbandingan lilitan kumparan 10:1 dihubung-kan ke listrik 100
V untuk menyalakan sebuah lampu 7,5 W. Jika efisiensi trafo 75 %, berapakah arus
listrik pada kumparan primer?

Diket: Np : Ns = 10:1
Vp = 100 V

Ps = 7,5W

η = 75%

Dit Ip = …

Jawab:

η = (Ps/Pp)X100 % Pp = Vp . Ip

75 % = 7,5/Pp X 100% 10 = 100 . Ip

0,75 = 7,5/Pp Ip = 0,1 A

Pp = 7,7/0,75 = 10 W

PERENCANAAN PENGGULUNGAN TRANSFORMATOR

Bahan–bahan yang diperlukan untuk menggulung suatu transformator antara lain :


a. Kern
Kern atau teras besi lunak yang terbentuk dari kumparan besi lunak yang mengandung
silicon yang berbentuk seperti :

huruf E dan I

b. Koker
Koker atau rumah atau tempat mengulung kumparan primer dan sekunder

c. Kawat email
Kawat email yang terbuat dari tembaga yang dilapiskan bahan isolasi yang tahan panas.

Penentuan Gulungan atau volt

Pada system penggulungan trafo, biasa terjadi penyimpangan kerugian. Seperti kerugian
kawat email dan kerugian panas tidak diperhitungkan. Kerugian seperti ini sekitar 20%
sampai 30% dari tembaga gulunganPrimer.

Apabila kita ingin merencanakan gulungan sekunder 100 watt, maka tenaga primer harus
lebih 20% sampai 25% dari tenaga sekunder. Yang harus selalu diingat bahwa setiap kali
tegangan gulungan sekunder diberi beban tegangannya akan turun.

Keterangan :
I2 = arus yang mengalir ke beban
E1 = tegangan gulungan primer dari PLN
E2 = tegangan gulungan sekunder

Di negara kita tegangan listrik berfrekuensi sekitar 50 sampai 60 circle/second. Oleh


sebab itu untuk menghitung gulungan pervolt kita dapat memakai rumus :

Circle per second x 1 gulungan


Keliling besi kern untuk koker

Untuk menghindarkan panasnya transformator tenaga kita dapat memakai standar 56


circle/second sebagai dasar perhitungan. Jadi rumus perhitungan jumlah gulungan per
volt :

56 x 1 gulungan
Keliling besi kern untuk koker

GULUNG PER VOLT

Yang dimaksud dengan gulungan per volt yaitu sejumlah gulungan kawat yang
disesuaikan untuk tegangan sebesar 1 Volt. Untuk menetapkan besar jumlah gulung per
volt dipakai ketentuan :

Rumus :

gpv = f / O

Dimana
Gpv = jumlah gulung per volt
f = frekuensi listrik (50 Hz)
O = luas irisan teras diukur dengan cm2. (hasil kali dari lebar dan tinggi tempat gulungan

Contoh 1 :

Sebuah tempat gulung kawat transformator mempunyai ukuran lebar 2,5 cm dan tinggi
2 cm. Besar jumlah gulungan per volt ?

Jawab :

gpv = f / O

f = 50 Hz

O = 2,5 x 2 = 5 Cm2

gpv = 50 / 5
= 10 gulung / volt
(setiap 10 lilitan kawat berlaku untuk tegangan sebesar 1 volt)

Contoh 2 :

Dibutuhkan sebuah transformator dengan tegangan 220 V untuk gulung primer dan
tegangan 6 V digulungan sekundernya, lebar tempat gulungan kawat 2,5 cm dan tinggi
2 cm. Berapa jumlah gulungan atau banyaknya lilitan untuk kawatprimer dan sekunder.

Jawab :

O = 2,5 x 2 = 5 cm2
gpv = 50 / 5 = 10

Jadi untuk gulung primer dibutuhkan sejumlah 220 x 10 = 2200 lilitan. Untuk gulungan
sekunder dibutuhkan 6 x 10 = 60 lilitan. Mengingat selalu adanya tenaga hilang di
tansformator jumlah lilitan digulungan sekunder ditambahkan 10% = 60 +6 = 66 lilitan.

Dengan jumlah lilitan tersebut diatas, maka bila gulung primer dihubungkan kepada
tegangan listrik jala–jala sebesar 220 V, gulungan sekundernya menghasilkan tegangan
sebesar 6 volt.

GARIS TENGAH KAWAT

Garis tengah atau tebal kawat tembaga menentukan kemampuan kawat dilalui arus
listrik. Bila listrik yang mengalir di dalam kawat melebihi kemapuan dari kawat, maka
akan mengakibatkan kawat menjadi panas dan jika arus yang melaluinya jauh lebih besar
dari kemampuan kawat, kawat akan terbakar dan putus.

Contoh 3

Suatu alat memakai tenaga listrik 400 Watt dipasang pada tegangan 20 V. Berapa garis
tengah kawat yang dibutuhkan untuk menghubungkan alat tersebut ke sumber aliran?

W = 400 Watt
E = 200 Volt
I = W/E I = 400/200 I = 2 Ampere

Agar mampu dilewati arus sebesar 2 A dipakai kawat dengan ukuran garis tengah 1 mm.
Transformator jala-jala umumnya mempunyai gulungan yang bercabang guna
menyesuaikan tegangan.

Contoh perencanaan mengulung trafo


Perencanakan sebuah transformator jala-jala dengan data-data sebagai berikut :

Teras besi yang dipergunakan mempunyai lebar 2,5 cm dan tinggi 2 cm. Dikehendaki
gulungan primer untuk dipasang pada tegangan 110 V atau 220 V dan gulungan
sekunder yang menghasilkan tegangan 6 V dan 9 V, yang menghasilkan arus 500 mA.
Tentukan berapa jumlah gulung primer dan gulung sekunder beserta cabang-
cabangnya. Berapa ukuran tebal kawat yang dibutuhkan.

Pemecahannya:

0 = 2,5 x 2 = 5 Cm2
gpv = 50/5 = 10

Jumlah gulungan primer untuk 110 V : 110 X 10 = 1100 lilitan


Jumlah gulung primer untuk 220 V : 220 X 10 = 2200 lilitan.
Jumlah gulungan sekunder untuk 6 V : 6 X 10 = 60 lilitan + 10% = 66 lilitan.
Jumlah gulungan sekunder untuk 9 V : 9 X 10 = 90 lilitan + 10% = 99 lilitan.

Cara menggulung kawatnya untuk tegangan 110 V dan 220 V tidak digulung sendiri-
sendiri, tetapi cukup mencabang sebagai berikut:

Digulung dulu sebanyak 1100 lilitan untuk 110 V, kemudian ujung dari akhir gulungan
disalurkan keluar sebagai cabang untuk kemudian digulung lagi sebanyak 1100 lilitan lagi
untuk tegangan 2200 V.
Demikian halnya pada gulungan sekunder: kawat digulung dulu sebesar 66 lilitan untuk
tegangan 6 V kemudian di cabang, untuk kemudian ditambah gulungan lagi sebesar 33
lilitan buat tegangan 9 V.

Selanjutnya untuk menentukan tebal atau diameter kawat digulung primer dan digulung
sekunder dilakukan sebagai berikut:

Tebal kawat sekunder :


Karena gulung sekunder telah ditentukan mempunyai besar arus 500 mA, diperlukan
kawat yang mempunyai diameter 0,5 mm (dilihat di daftar tebal kawat)

Tebal kawat primer :

Untuk menentukan tebal kawat untuk kawat gulungan primer harus diketahui besar arus
primer .

Besar arus primer: II = WL/EI

Dimana :
II = besar arus primer.
WL = tenaga digulung primer.
EI = tegangan primer.

Karena besar tegangan primer juga belum diketahui, maka dapat ditentukan dengan
memakai rumus :

W1 = 1,25 x W2 (rendemen dianggap 80%)

W1 = besar tegang digulung primer

W2 = besar tegangan digulung sekunder.

Besar tegangan sekunder W2 = E2 X 12.

W2 = tegangan sekunder.

E2 = tegangan sekunder.

Besar arus dan tegangan sekunder telah diketahui yaitu: 9 V, 0,5 A. (500mA)

Besar tegangan sekunder : W2 = 0 X 0,5 = 4,5 Watt

Besar tegangan primer : W1 = 1,25 X W2

= 1,25 X 4,5

= 5,625 Watt dibutuhkan 5,6 Watt

Besar arus primer : I1 = W1/E1

I1 = 5,6/220

= 0,025 A = 25 mA.

Menurut daftar tebal kawat primer untuk untuk 25 mA berukuran: 0,15 mm. Dari
keterangan di atas transformator yang direncanakan mempunyai ukuran-ukuran seperti
dibawah ini:

Jumlah gulung primer untuk 110 V : 1100 lilitan, diberi cabang kemudian digulung lagi
sebanyak 1100 lilitan, untuk 220 V.

Gulung sekunder untuk 6 V : 66 lilitan, diberi cabang dan ditambah 33 lilitan untuk 9 V.
Tebal kawat 0,15 mm. Tebal kawat sekunder 0,5 mm.
Cara menggulung kawat trafo dilakukan dengan melilitkan kawat secara merata syaf
demi syaf. Antara syaf satu dengan yang lainnya diberi isolasi kertas tipis. Pembuatan
cabang dari lilitan dilakukan dengan membengkokkan kawat diluar lilitan, untuk
kemudian dilanjutkan manggulung lagi kawat sampai selesai.

Guna melakukan itu semua, pada lobang tempat gulungan dimasukkan sepotong kayu
ukuran yang sesuai yang pada kedua belah ujung intinya dimasukkan as dari logam yang
berhubungan dengan alat pemutar.

Apakah bagian primer atau sekunder yang digulung terlebih dulu tidak menjadi soal
karena keduanya akan memberikan hasil yang sama.

Semikonduktor

PRINSIP DASAR

Semikonduktor merupakan elemen dasar dari komponen elektronika seperti dioda,


transistor dan sebuah IC (integrated circuit). Disebut semi atau setengah konduktor,
karena bahan ini memang bukan konduktor murni. Bahan-bahan logam seperti
tembaga, besi, timah disebut sebagai konduktor yang baik sebab logam memiliki
susunan atom yang sedemikian rupa, sehingga elektronnya dapat bergerak bebas.

SUSUNAN ATOM SEMIKONDUKTOR

Bahan semikonduktor yang banyak dikenal contohnya adalah Silicon (Si), Germanium
(Ge) dan Gallium Arsenida (GaAs). Germanium dahulu adalah bahan satu-satunya yang
dikenal untuk membuat komponen semikonduktor. Namun belakangan, silikon menjadi
popular setelah ditemukan cara mengekstrak bahan ini dari alam. Silikon merupakan
bahan terbanyak ke dua yang ada di bumi setelah oksigen (O 2). Pasir, kaca dan batu-
batuan lain adalah bahan alam yang banyak mengandung unsur silikon. Dapatkah anda
menghitung jumlah pasir di pantai.

Struktur atom kristal silikon, satu inti atom (nucleus) masing-masing memiliki 4 elektron
valensi. Ikatan inti atom yang stabil adalah jika dikelilingi oleh 8 elektron, sehingga 4
buah elektron atom kristal tersebut membentuk ikatan kovalen dengan ion-ion atom
tetangganya. Pada suhu yang sangat rendah (0oK), struktur atom silikon divisualisasikan
seperti pada gambar berikut.

struktur dua dimensi kristal Silikon

Ikatan kovalen menyebabkan elektron tidak dapat berpindah dari satu inti atom ke inti
atom yang lain. Pada kondisi demikian, bahan semikonduktor bersifat isolator karena
tidak ada elektron yang dapat berpindah untuk menghantarkan listrik. Pada suhu kamar,
ada beberapa ikatan kovalen yang lepas karena energi panas, sehingga memungkinkan
elektron terlepas dari ikatannya. Namun hanya beberapa jumlah kecil yang dapat
terlepas, sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi konduktor yang baik.

Ahli-ahli fisika terutama yang menguasai fisika quantum pada masa itu mencoba
memberikan doping pada bahan semikonduktor ini. Pemberian doping dimaksudkan
untuk mendapatkan elektron valensi bebas dalam jumlah lebih banyak dan permanen,
yang diharapkan akan dapat menghantarkan listrik. Kenyataannya demikian, mereka
memang iseng sekali dan jenius.

TIPE-N

Misalnya pada bahan silikon diberi doping phosphorus atau arsenic yang pentavalen
yaitu bahan kristal dengan inti atom memiliki 5 elektron valensi. Dengan doping, Silikon
yang tidak lagi murni ini (impurity semiconductor) akan memiliki kelebihan elektron.
Kelebihan elektron membentuk semikonduktor tipe-n. Semikonduktor tipe-n disebut
juga donor yang siap melepaskan elektron.
doping atom pentavalen

TIPE-P

Kalau silikon diberi doping Boron, Gallium atau Indium, maka akan didapat
semikonduktor tipe-p. Untuk mendapatkan silikon tipe-p, bahan dopingnya adalah
bahan trivalent yaitu unsur dengan ion yang memiliki 3 elektron pada pita valensi. Karena
ion silikon memiliki 4 elektron, dengan demikian ada ikatan kovalen yang bolong ( hole).
Hole ini digambarkan sebagai akseptor yang siap menerima elektron. Dengan demikian,
kekurangan elektron menyebabkan semikonduktor ini menjadi tipe-p.

doping atom trivalent

RESISTANSI

Semikonduktor tipe-p atau tipe-n jika berdiri sendiri tidak lain adalah sebuah resistor.
Sama seperti resistor karbon, semikonduktor memiliki resistansi. Cara ini dipakai untuk
membuat resistor di dalam sebuah komponen semikonduktor. Namun besar resistansi
yang bisa didapat kecil karena terbatas pada volume semikonduktor itu sendiri.

DIODA PN

Jika dua tipe bahan semikonduktor ini dilekatkan–pakai lem barangkali ya , maka akan
didapat sambungan P-N (p-n junction) yang dikenal sebagai dioda. Pada pembuatannya
memang material tipe P dan tipe N bukan disambung secara harpiah, melainkan dari
satu bahan (monolithic) dengan memberi doping (impurity material) yang berbeda.
sambungan p-n

Jika diberi tegangan maju (forward bias), dimana tegangan sisi P lebih besar dari sisi N,
elektron dengan mudah dapat mengalir dari sisi N mengisi kekosongan elektron ( hole) di
sisi P.

forward bias

Sebaliknya jika diberi tegangan balik (reverse bias), dapat dipahami tidak ada elektron
yang dapat mengalir dari sisi N mengisi hole di sisi P, karena tegangan potensial di sisi N
lebih tinggi.

Dioda akan hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja, sehingga dipakai untuk aplikasi
rangkaian penyearah (rectifier). Dioda, Zener, LED, Varactor dan Varistor adalah
beberapa komponen semikonduktor sambungan PN yang dibahas pada kolom khusus.

TRANSISTOR BIPOLAR

Transistor merupakan dioda dengan dua sambungan (junction). Sambungan itu


membentuk transistor PNP maupun NPN. Ujung-ujung terminalnya berturut-turut
disebut emitor, base dan kolektor. Base selalu berada di tengah, di antara emitor dan
kolektor. Transistor ini disebut transistor bipolar, karena struktur dan prinsip kerjanya
tergantung dari perpindahan elektron di kutup negatif mengisi kekurangan elektron
(hole) di kutup positif. bi = 2 dan polar = kutup. Adalah William Schockley pada tahun
1951 yang pertama kali menemukan transistor bipolar.

Transistor NPN dan PNP

Akan dijelaskan kemudian, transistor adalah komponen yang bekerja sebagai sakelar
(switch on/off) dan juga sebagai penguat (amplifier). Transistor bipolar adalah inovasi
yang menggantikan transistor tabung (vacuum tube). Selain dimensi transistor bipolar
yang relatif lebih kecil, disipasi dayanya juga lebih kecil sehingga dapat bekerja pada
suhu yang lebih dingin. Dalam beberapa aplikasi, transistor tabung masih digunakan
terutama pada aplikasi audio, untuk mendapatkan kualitas suara yang baik, namun
konsumsi dayanya sangat besar. Sebab untuk dapat melepaskan elektron, teknik yang
digunakan adalah pemanasan filamen seperti pada lampu pijar.

BIAS DC

Transistor bipolar memiliki 2 junction yang dapat disamakan dengan penggabungan 2


buah dioda. Emitter-Base adalah satu junction dan Base-Kolektor junction lainnya.
Seperti pada dioda, arus hanya akan mengalir hanya jika diberi bias positif, yaitu hanya
jika tegangan pada material P lebih positif daripada material N ( forward bias). Pada
gambar ilustrasi transistor NPN berikut ini, junction base-emitter diberi bias positif
sedangkan base-collector mendapat bias negatif (reverse bias).

Arus elektron transistor NPN

Karena base-emitter mendapat bias positif maka seperti pada dioda, elektron mengalir
dari emitter menuju base. Kolektor pada rangkaian ini lebih positif sebab mendapat
tegangan positif. Karena kolektor ini lebih positif, aliran elektron bergerak menuju kutup
ini. Misalnya tidak ada kolektor, aliran elektron seluruhnya akan menuju base seperti
pada dioda. Tetapi karena lebar base yang sangat tipis, hanya sebagian elektron yang
dapat bergabung dengan hole yang ada pada base. Sebagian besar akan menembus
lapisan base menuju kolektor. Inilah alasannya mengapa jika dua dioda digabungkan
tidak dapat menjadi sebuah transistor, karena persyaratannya adalah lebar base harus
sangat tipis sehingga dapat diterjang oleh elektron.

Jika misalnya tegangan base-emitor dibalik (reverse bias), maka tidak akan terjadi aliran
elektron dari emitor menuju kolektor. Jika pelan-pelan ‘keran’ base diberi bias maju
(forward bias), elektron mengalir menuju kolektor dan besarnya sebanding dengan besar
arus bias base yang diberikan. Dengan kata lain, arus base mengatur banyaknya elektron
yang mengalir dari emitter menuju kolektor. Ini yang dinamakan efek penguatan
transistor, karena arus base yang kecil menghasilkan arus emitter-collector yang lebih
besar. Istilah amplifier (penguatan) menjadi salah kaprah, karena dengan penjelasan di
atas sebenarnya yang terjadi bukan penguatan, melainkan arus yang lebih kecil
mengontrol aliran arus yang lebih besar. Juga dapat dijelaskan bahwa base mengatur
membuka dan menutup aliran arus emitter-collector (switch on/off).

Pada transistor PNP, fenomena yang sama dapat dijelaskan dengan memberikan bias
seperti pada gambar berikut. Dalam hal ini yang disebut perpindahan arus adalah arus
hole.

Arus hole transistor PNP

Untuk memudahkan pembahasan prinsip bias transistor lebih lanjut, berikut adalah
terminologi parameter transistor. Dalam hal ini arah arus adalah dari potensial yang lebih
besar ke potensial yang lebih kecil.

arus potensial

IC : arus kolektor

IB : arus base

IE : arus emitor

VC : tegangan kolektor

VB : tegangan base
VE : tegangan emitor

VCC : tegangan pada kolektor

VCE : tegangan jepit kolektor-emitor

VEE : tegangan pada emitor

VBE : tegangan jepit base-emitor

ICBO : arus base-kolektor

VCB : tegangan jepit kolektor-base

Perlu diingat, walaupun tidak perbedaan pada doping bahan pembuat emitor dan
kolektor, namun pada prakteknya emitor dan kolektor tidak dapat dibalik.

penampang transistor bipolar

Dari satu bahan silikon (monolithic), emitor dibuat terlebih dahulu, kemudian base
dengan doping yang berbeda dan terakhir adalah kolektor. Terkadang dibuat juga efek
dioda pada terminal-terminalnya sehingga arus hanya akan terjadi pada arah yang
dikehendaki

Power supply (catu Daya)

1. PRINSIP KERJA CATU DAYA LINEAR

Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC


(direct current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau
accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi
yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak
cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC
(alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan
suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC.
Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply)
linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada
catu daya yang ter-regulasi.

2. PENYEARAH (RECTIFIER)

Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan


pada gambar-1 berikut ini. Transformator (T1) diperlukan untuk
menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya
menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya.

Pada rangkaian ini, dioda (D1) berperan hanya untuk merubah dari
arus AC menjadi DC dan meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini
yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk
mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan
transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.

Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1


sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1
dengan CT transformator sebagai common ground.. Dengan demikian
beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di
atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu motor dc
yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup
memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian
di atas masih sangat besar.

Gambar 3 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang


dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata
dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata.
Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian
penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-
kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan
ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis
b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat
pengosongan kapasitor.

Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus (I) yang mengalir
ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan
membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar,
kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan
berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah :

Vr = VM -VL

dan tegangan dc ke beban adalah Vdc = VM + Vr/2

Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki


tegangan ripple (Vr) paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau
pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis :

VL = VM e -T/RC
Jika persamaan (3) disubsitusi ke rumus (1), maka diperole

Vr = VM (1 – e -T/RC)

Jika T << RC, dapat ditulis : e -T/RC 1 – T/RC

sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan


yang lebih sederhana :

Vr = VM(T/RC)

VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan
antara beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr.
Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tegangan ripple yang
diinginkan.

Vr = I T/C

Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan
ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar,
tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya
dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik
yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz,
maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah
setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja
frekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.

Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan


menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan
menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4
dioda seperti pada gambar-5 berikut ini.

Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh


dari catu jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5
A. Berapa nilai kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki
tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (7) dibolak-
balik maka diperoleh.
C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF

Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki
polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja
kapasitor yang digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu
daya. Anda barangkali sekarang paham mengapa rangkaian audio yang
anda buat mendengung, coba periksa kembali rangkaian penyearah catu
daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup mengganggu.
Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa
dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.

3. VOLTAGE REGULATOR

Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil,


namun ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka
tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah
di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut
turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup
mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi
tegangan keluaran ini menjadi stabil.

Regulator Voltage berfungsi sebagai filter tegangan agar sesuai dengan


keinginan. Oleh karena itu biasanya dalam rangkaian power supply maka
IC Regulator tegangan ini selalu dipakai untuk stabilnya outputan
tegangan.

Berikut susunan kaki IC regulator tersebut.

Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan +5 volt, 7812


regulator tegangan +12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX
misalnya adalah 7905 dan 7912 yang berturut-turut adalah regulator
tegangan -5 dan -12 volt.

Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang


tegangannya dapat diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp
yang dikemas dalam satu IC misalnya LM317 untuk regulator variable
positif dan LM337 untuk regulator variable negatif. Bedanya resistor R1
dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui
resistor eksternal tersebut.

Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 6.


Pada rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga
menghasilkan tegangan output yang sama dengan tegangan zener atau
Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak
lebih dari 50mA.

Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator,
salah satu ciri khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan
beban. Ciri lain dari shunt regulator adalah, rentan terhadap short-circuit.
Perhatikan jika Vout terhubung singkat (short-circuit) maka arusnya tetap
I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang disebut dengan
regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada
gambar 7 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah:

Vout = VZ + VBE

VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara


0.2 – 0.7 volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan
mengabaikan arus IB yang mengalir pada base transistor, dapat dihitung
besar tahanan R2 yang diperlukan adalah :

R2 = (Vin – Vz)/Iz
Iz adalah arus minimum yang diperlukan oleh dioda zener untuk
mencapai tegangan breakdown zener tersebut. Besar arus ini dapat
diketahui dari datasheet yang besarnya lebih kurang 20 mA.

Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base IB
pada rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang
diketahui, besar arus IC akan berbanding lurus terhadap arus IB atau
dirumuskan dengan IC = IB. Untuk keperluan itu, transistor Q1 yang
dipakai bisa diganti dengan transistor Darlington yang biasanya memiliki
nilai  yang cukup besar. Dengan transistor Darlington, arus base yang
kecil bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar.

Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp
untuk men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 8. Dioda
zener disini tidak langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan
sebagai tegangan referensi bagi Op-Amp IC1. Umpan balik pada pin
negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar regulator, yaitu :

Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout

Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik
sampai tegangan ini sama dengan tegangan referensi Vz. Demikian
sebaliknya jika tegangan keluar Vout menurun, misalnya karena suplai
arus ke beban meningkat, Op-amp akan menjaga kestabilan di titik
referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor Q1. Sehingga pada
setiap saat Op-amp menjaga kestabilan :

Vin(-) = Vz
Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi
rumus (11) ke dalam rumus (10) maka diperoleh hubungan matematis :

Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz

Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar
R1 dan R2.

Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp,


transistor dan komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian
regulator seperti di atas. Karena rangkaian semacam ini sudah dikemas
menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini sudah banyak dikenal
komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan seri
79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan
komponen ini biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current
limiter) dan juga pembatas suhu (thermal shutdown). Komponen ini
hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa komponen saja sudah
dapat menjadi rangkaian catu daya yang ter-regulasi dengan baik.

Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC


tersebut bisa bekerja, tegangan input harus lebih besar dari tegangan
output regulatornya. Biasanya perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang
direkomendasikan ada di dalam datasheet komponen tersebut.
Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika komponen
ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet,
komponen seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1 A.

Induktor

Masih ingat aturan tangan kanan pada pelajaran fisika ? Ini cara yang efektif untuk mengetahui
arah medan listrik terhadap arus listrik. Jika seutas kawat tembaga diberi aliran listrik, maka di
sekeliling kawat tembaga akan terbentuk medan listrik. Dengan aturan tangan kanan dapat
diketahui arah medan listrik terhadap arah arus listrik. Caranya sederhana yaitu dengan
mengacungkan jari jempol tangan kanan sedangkan keempat jari lain menggenggam. Arah
jempol adalah arah arus dan arah ke empat jari lain adalah arah medan listrik yang mengitarinya.

Tentu masih ingat juga percobaan dua utas kawat tembaga paralel yang keduanya diberi arus
listrik. Jika arah arusnya berlawanan, kedua kawat tembaga tersebut saling menjauh. Tetapi jika
arah arusnya sama ternyata keduanya berdekatan saling tarik-menarik. Hal ini terjadi karena
adanya induksi medan listrik. Dikenal medan listrik dengan simbol B dan satuannya Tesla (T).
Besar akumulasi medan listrik B pada suatu luas area A tertentu didefinisikan sebagai besar
magnetic flux. Simbol yang biasa digunakan untuk menunjukkan besar magnetic flux ini adalah
 dan satuannya Weber (Wb = T.m2). Secara matematis besarnya adalah :

Medan Flux

Lalu bagaimana jika kawat tembaga itu dililitkan membentuk koil atau kumparan. Jika kumparan
tersebut dialiri listrik maka tiap lilitan akan saling menginduksi satu dengan yang lainnya. Medan
listrik yang terbentuk akan segaris dan saling menguatkan. Komponen yang seperti inilah yang
dikenal dengan induktor selenoid.

Dari buku fisika dan teori medan magnet, dibuktikan bahwa induktor adalah komponen yang
dapat menyimpan energi magnetik. Energi ini direpresentasikan dengan adanya tegangan emf
(electromotive force) jika induktor dialiri listrik. Secara matematis tegangan emf ditulis :
Tegangan emf

Jika dibandingkan dengan rumus hukum Ohm V=RI, maka kelihatan ada kesamaan rumus. Jika
R disebut resistansi dari resistor dan V adalah besar tegangan jepit jika resistor dialiri listrik
sebesar I. Maka L adalah induktansi dari induktor dan E adalah tegangan yang timbul jika
induktor di aliri listrik. Tegangan emf di sini adalah respon terhadap perubahan arus fungsi dari
waktu terlihat dari rumus di/dt. Sedangkan bilangan negatif sesuai dengan hukum Lenz yang
mengatakan efek induksi cenderung melawan perubahan yang menyebabkannya.

Hubungan antara emf dan arus inilah yang disebut dengan induktansi, dan satuan yang
digunakan adalah (H) Henry.

Induktor disebut self-induced

Arus listrik yang melewati kabel, jalur-jalur pcb dalam suatu rangkain berpotensi untuk
menghasilkan medan induksi. Ini yang sering menjadi pertimbangan dalam mendesain pcb
supaya bebas dari efek induktansi terutama jika multilayer. Tegangan emf akan menjadi penting
saat perubahan arusnya fluktuatif. Efek emf menjadi signifikan pada sebuah induktor, karena
perubahan arus yang melewati tiap lilitan akan saling menginduksi. Ini yang dimaksud dengan
self-induced. Secara matematis induktansi pada suatu induktor dengan jumlah lilitan sebanyak N
adalah akumulasi flux magnet untuk tiap arus yang melewatinya :

Induktansi

Induktor selenoida

Fungsi utama dari induktor di dalam suatu rangkaian adalah untuk melawan fluktuasi arus yang
melewatinya. Aplikasinya pada rangkaian dc salah satunya adalah untuk menghasilkan tegangan
dc yang konstan terhadap fluktuasi beban arus. Pada aplikasi rangkaian ac, salah satu gunanya
adalah bisa untuk meredam perubahan fluktuasi arus yang tidak dinginkan. Akan lebih banyak
lagi fungsi dari induktor yang bisa diaplikasikan pada rangkaian filter, tuner dan sebagainya.

Dari pemahaman fisika, elektron yang bergerak akan menimbulkan medan elektrik di sekitarnya.
Berbagai bentuk kumparan, persegi empat, setegah lingkaran ataupun lingkaran penuh, jika
dialiri listrik akan menghasilkan medan listrik yang berbeda. Penampang induktor biasanya
berbentuk lingkaran, sehingga diketahui besar medan listrik di titik tengah lingkaran adalah :

Medan Listrik

Jika dikembangkan, n adalah jumlah lilitan N relatif terhadap panjang induktor l. Secara
matematis ditulis :

Lilitan per-meter
Lalu i adalah besar arus melewati induktor tersebut. Ada simbol  yang dinamakan permeability
dan  yang disebut permeability udara vakum. Besar permeability  tergantung dari bahan inti
(core) dari induktor. Untuk induktor tanpa inti (air winding)  = 1.

Jika rumus-rumus di atas di subsitusikan maka rumus induktansi (rumus 3) dapat ditulis menjadi
:

Induktansi Induktor

Induktor selenoida dengan inti (core)

L : induktansi dalam H (Henry)


 : permeability inti (core)
o : permeability udara vakum
o = 4 x 10-7
N : jumlah lilitan induktor
A : luas penampang induktor (m2)
l : panjang induktor (m)
Inilah rumus untuk menghitung nilai induktansi dari sebuah induktor. Tentu saja rumus ini bisa
dibolak-balik untuk menghitung jumlah lilitan induktor jika nilai induktansinya sudah
ditentukan.
Toroid
Ada satu jenis induktor yang kenal dengan nama toroid. Jika biasanya induktor berbentuk
silinder memanjang, maka toroid berbentuk lingkaran. Biasanya selalu menggunakan inti besi
(core) yang juga berbentuk lingkaran seperti kue donat.

Toroida
Jika jari-jari toroid adalah r, yaitu jari-jari lingkar luar dikurang jari-jari lingkar dalam. Maka
panjang induktor efektif adalah kira-kira :

Keliling lingkaran toroida

Dengan demikian untuk toroida besar induktansi L adalah :


Induktansi Toroida

Salah satu keuntungan induktor berbentuk toroid, dapat induktor dengan induktansi yang lebih
besar dan dimensi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan induktor berbentuk silinder. Juga
karena toroid umumnya menggunakan inti (core) yang melingkar, maka medan induksinya
tertutup dan relatif tidak menginduksi komponen lain yang berdekatan di dalam satu pcb.
Ferit dan Permeability
Besi lunak banyak digunakan sebagai inti (core) dari induktor yang disebut ferit. Ada bermacam-
macam bahan ferit yang disebut ferromagnetik. Bahan dasarnya adalah bubuk besi oksida yang
disebut juga iron powder. Ada juga ferit yang dicampur dengan bahan bubuk lain seperti nickel,
manganese, zinc (seng) dan magnesium. Melalui proses yang dinamakan kalsinasi yaitu dengan
pemanasan tinggi dan tekanan tinggi, bubuk campuran tersebut dibuat menjadi komposisi yang
padat. Proses pembuatannya sama seperti membuat keramik. Oleh sebab itu ferit ini sebenarnya
adalah keramik.
Ferit yang sering dijumpai ada yang memiliki  = 1 sampai  = 15.000. Dapat dipahami
penggunaan ferit dimaksudkan untuk mendapatkan nilai induktansi yang lebih besar relatif
terhadap jumlah lilitan yang lebih sedikit serta dimensi induktor yang lebih kecil.
Penggunaan ferit juga disesuaikan dengan frekuensi kerjanya. Karena beberapa ferit akan
optimum jika bekerja pada selang frekuensi tertentu. Berikut ini adalah beberapa contoh bahan
ferit yang di pasar dikenal dengan kode nomor materialnya. Pabrik pembuat biasanya dapat
memberikan data kode material, dimensi dan permeability yang lebih detail.

Data Material Ferit


Sampai di sini kita sudah dapat menghitung nilai induktansi suatu induktor. Misalnya induktor
dengan jumlah lilitan 20, berdiameter 1 cm dengan panjang 2 cm serta menggunakan inti ferit
dengan  = 3000. Dapat diketahui nilai induktansinya adalah :
L  5.9 mH
Selain ferit yang berbentuk silinder ada juga ferit yang berbentuk toroida. Umumnya di pasar
tersedia berbagai macam jenis dan ukuran toroida. Jika datanya lengkap, maka kita dapat
menghitung nilai induktansi dengan menggunakan rumus-rumus yang ada. Karena perlu
diketahui nilai permeability bahan ferit, diameter lingkar luar, diameter lingkar dalam serta luas
penampang toroida. Tetapi biasanya pabrikan hanya membuat daftar indeks induktansi
(inductance index) AL. Indeks ini dihitung berdasarkan dimensi dan permeability ferit. Dengan
data ini dapat dihitung jumlah lilitan yang diperlukan untuk mendapatkan nilai induktansi
tertentu. Seperti contoh tabel AL berikut ini yang satuannya H/100 lilitan.
Tabel AL
Rumus untuk menghitung jumlah lilitan yang diperlukan untuk mendapatkan nilai induktansi
yang diinginkan adalah :

Indeks AL

Misalnya digunakan ferit toroida T50-1, maka dari table diketahui nilai AL = 100. Maka untuk
mendapatkan induktor sebesar 4H diperlukan lilitan sebanyak :
N  20 lilitan
Rumus ini sebenarnya diperoleh dari rumus dasar perhitungan induktansi dimana induktansi L
berbanding lurus dengan kuadrat jumlah lilitan N2. Indeks AL umumnya sudah baku dibuat oleh
pabrikan sesuai dengan dimensi dan permeability bahan feritnya.
Permeability bahan bisa juga diketahui dengan kode warna tertentu. Misalnya abu-abu, hitam,
merah, biru atau kuning. Sebenarnya lapisan ini bukan hanya sekedar warna yang membedakan
permeability, tetapi berfungsi juga sebagai pelapis atau isolator. Biasanya pabrikan menjelaskan
berapa nilai tegangan kerja untuk toroida tersebut.
Contoh bahan ferit toroida di atas umumnya memiliki permeability yang kecil. Karena bahan
ferit yang demikian terbuat hanya dari bubuk besi (iron power). Banyak juga ferit toroid dibuat
dengan nilai permeability  yang besar. Bahan ferit tipe ini terbuat dari campuran bubuk besi
dengan bubuk logam lain. Misalnya ferit toroida FT50-77 memiliki indeks AL = 1100.
Kawat tembaga
Untuk membuat induktor biasanya tidak diperlukan kawat tembaga yang sangat panjang. Paling
yang diperlukan hanya puluhan sentimeter saja, sehingga efek resistansi bahan kawat tembaga
dapat diabaikan. Ada banyak kawat tembaga yang bisa digunakan. Untuk pemakaian yang
profesional di pasar dapat dijumpai kawat tembaga dengan standar AWG (American Wire
Gauge). Standar ini tergantung dari diameter kawat, resistansi dan sebagainya. Misalnya kawat
tembaga AWG32 berdiameter kira-kira 0.3mm, AWG22 berdiameter 0.7mm ataupun AWG20
yang berdiameter kira-kira 0.8mm. Biasanya yang digunakan adalah kawat tembaga tunggal dan
memiliki isolasi.
Penutup
Sayangnya untuk pengguna amatir, data yang diperlukan tidak banyak tersedia di toko eceran.
Sehingga terkadang dalam membuat induktor jumlah lilitan yang semestinya selalu berbeda
dengan hasil perhitungan teoritis. Kawat tembaga yang digunakan bisa berdiameter berapa saja,
yang pasti harus lebih kecil dibandingkan diameter penampang induktor. Terkadang pada
prakteknya untuk membuat induktor sendiri harus coba-coba dan toleransi induktansinya cukup
besar. Untuk mendapatkan nilai induktansi yang akurat ada efek kapasitif dan resistif yang harus
diperhitungkan. Karena ternyata arus yang melewati kawat tembaga hanya dipermukaan saja. Ini
yang dikenal dengan istilah efek kulit (skin effect). Ada satu tip untuk membuat induktor yang
baik, terutama induktor berbentuk silinder. Untuk memperoleh nilai “Q” yang optimal panjang
induktor sebaiknya tidak lebih dari 2x diameter penampangnya. Untuk toroid usahakan lilitannya
merata dan rapat.

Anda mungkin juga menyukai