Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MATA KULIAH:

METODOLOGI PENELITIAN
Dosen: Dr. Rico Januar Sitorus, S.K.M., M.Kes. (Epid)

REVIEW ARTIKEL INTERNASIONAL

OLEH:

Febrianti Komalasari 10012681822009


Zubaidah 10012681822030

PROGRAM STUDI (S2) ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
REVIEW ARTIKEL

1. Identitas Artikel
Judul : Vitamin A and zinc deficiencies among tuberculosis
patients in Ethiopia
(Defisiensi Vitamin A dan Zink Pada Pasien
Tuberculosis Di Ethiopia)
Penulis : Tibebeselassie Seyoum Keflie; Aregash Samuel:
Ashagrie Zewdu Woldegiorgis; Adane Mihret;
Markos Abebe; Hans Konrad Biesalski.
Jumlah Halaman : 7 Halaman
Alamat Website :vhttps//:www.sciencedirect.com/science/article
/pii/S2405579418300263

2. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB menjadi salah satu penyakit
yang mendapat perahatian khusus di dunia. Berdasarkan Laporan Global
diketahui bahwa di tahu 2017 telah terjadi 10,4 juta kasus TB dan 1,67 juta di
antaranya meninggal karena penyakit tersebut dan negara Ethiopia merupakan
salah satu negara dengan kasus TB yang tinggi di dunia.
Hubungan antara TB dan kekurangan gizi telah lama diketahui.
Malnutrisi dapat mempengaruhi perkembangan klinis penyakit dan TB dapat
berkontribusi terhadap kekurangan gizi. Malnutrisi menyebabkan kerentanan
terhadap infeksi penyakit baru pada individu karena, sistem kekebalan tubuh
melemah. Sebagai kontributor utama untuk fungsi kekebalan tubuh dan
kinetika sitokin, mikronutrien seperti vitamin A dan zink memainkan peran
utama dalam memerangi TB.
Defisiensi vitamin A dan zink pada tubuh dapat mengurangi imunitas dan
meningkatkan risiko penyakit. Hingga saat ini, banyak studi epidemiologi yang
dilakukan terkait permasalahan defisiensi vitamin A dan zink di Ethiopia yang
berfokus pada anak-anak dan wanita hamil. Namun, terdapat kekurangan
informasi pada besarnya defisiensi mikronutrien ini pada penderita TB.
Sehingga, penelitian ini dirancang untuk memperkirakan perbedaan dalam
defisiensi vitamin A dan zink bersama dengan asupan makanan pada penderita
TB dan bukan penderita TB (non-TB).
3. Metode Penelitian:
Desain studi yang digunakan pada penilitian ini adalah kasus-kontrol.
Penelitian ini dilakukan Shewa Utara, Etiopia. Populasi penelitian adalah
kelompok kasus dan kontrol yang tinggal di area geografis yang sama dan
responden kelompok kasus adalah semua penderita TB yang mengunjungi
fasilitas kesehatan antara Maret dan Agustus 2015.
Pada responden dilakukan pemeriksaan apus sputum, kromatografi cair
kinerja tinggi (HPLC), penyerapan spektrometri atom yang jelas (FAAS), dan
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) digunakan untuk menganalisis
Bakteri Tahan Asam (BTA), vitamin A, zink, dan protein C-reaktif (CRP).
Asupan makanan dinilai menggunakan kuesioner recall 24 jam. Uji statistik
yang dilakukan pada penelitian ini Mann-Whitney U, uji Kruskal-Wallis, Chi-
square, odds ratio (OR), korelasi Spearman, dan model regresi logistik
multinomial.

4. Analisis Statistik
Penelitian ini terdiri dari 62 kasus (penderita Tb) dan 59 kontrol (non-
TB). Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik hubungan jenis
kelamin terhadap penyakit TB. Hasil statistik menunjukkan adanya hubungan
penderita TB terhadap jenis kelamin yaitu, laki-laki memiliki risiko 2,2 kali
lebih besar untuk menderita TB dibandingkan dengan perempuan. Nilai OR
yang didapatkan adalah 2,2 (95% CI: 1,05 hingga 4,48) yang menunjukkan
bahwa responden berjenis kelamin laki-laki berisiko 2,2 kali lebih besar untuk
terkena TB dibandingkan dengan responden perempuan.
Selain itu, terdapat perbedaan signifikan secara statistik antara Body
Mass Index (BMI) terhadap penyakit TB. Hasil statistik menunjukkan adanya
hubungan penderita TB terhadap BMI yang rendah ( >18,5 kg/m3). Nilai OR
yang didapatkan 3,33 (95% CI: 1,17 – 9,50) yang menunjukkan bahwa
responden yang memiliki BMI dibawah normal memiliki risiko 3,3 kali lebih
besar terkena penyakit TB dibandingkan dengan yang memliki BMI normal.
Proporsi defisiensi vitamin A di antara kelompok kasus TB dan kontrol
non-TB masing-masing adalah 56,4% dan 39,0%. Pada semua anggota
kelompok kasus TB dan 92,5% kelompok kontrol mengalami defisiensi zink.
Hasil statistik menunjukkan adanya hubungan penderita TB terhadap defisiensi
vitamin A dan zink. Nilai OR yang didapatkan sebesar 2,3 (95% CI: 1,1 - 4,8)
yang menunjukkan bahwa responden yang mengalami defisiensi vitamin A dan
zink memiliki risiko 2,3 kali lebih besar untuk menderita TB dibandingkan
dengan responden yang tidak mengalami defisiensi vitamin A dan zink.

5. Kesimpulan
Defisisensi vitamin A dan zink merupakan permasalahan yang kompleks
bagi penderita TB karena, kekurangan gizi menentukan perkembangan dari
penyakit TB. Oleh karena itu, program manajemen TB perlu mengatasi
masalah Kekurangan vitamin A dan zink bersama dengan malnutrisi energi
protein.
REVIEW ARTIKEL

1. Identitas Artikel
Judul : Investigation of Malnutrition among Children 2–5
Years Old in Indonesia: A Cross-Sectional Study
(Investigasi Malnutrisi Pada Anak-Anak Usia 2-5
Tahun DI Indonesia: Studi Cross Sectional)
Penulis : Yasinta Betan, Monthana Hemchayat, Kanokwan
Wetasin
Jumlah Halaman : 10 Halaman
Alamat Website :vhttps//:www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S2352013217303319

2. Latar Belakang
Malnutrisi tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Secara global, hampir separuh dari semua kematian pada anak-anak usia di bawah
lima tahun disebabkan oleh kekurangan gizi. Permasalahan kekurangan gizi sering
terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di Afrika dan Asia.
Lebih dari separuh anak-anak di bawah lima tahun di Asia termasuk Indonesia
bepostur tubuh kurus dan kerdil.
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Indonesia, prevalensi kekurangan
gizi, termasuk kekurangan berat badan dan kerdil, meningkat dari 17,9% dan
35,6% pada tahun 2010 menjadi 19,6% dan 37,2% di 2013, sedangkan prevalensi
wasting (sangat kurus) menurun dari 13,3% pada tahun 2010 menjadi 12,1% pada
tahun 2013.
Malnutrisi terjadi di seluruh 33 provinsi di Indonesia, termasuk Provinsi
Nusa Tenggara Timur, yang merupakan prevalensi gizi buruk yang tinggi
dibandingkan dengan provinsi lain. Pada 2013, provinsi ini memperoleh
prevalensi berat badan rendah dan stunting tertinggi (masing-masing 33% dan
51%) dan peringkat kelima untuk wasting (sangat kurus) (15,5%). Data ini
menunjukkan bahwa prevalensi di provinsi ini lebih tinggi daripada tingkat
nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki malnutrisi pada anak-anak
usia 2-5 tahun di daerah pedesaan di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur,
Indonesia. Hasil penelitian ini dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai acuan
penyedia layanan kesehatan setempat.
3. Metode
Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional
dilakukan dengan 250 ibu-anak. Para peserta dipilih dari 13 pos kesehatan terpadu
di daerah pedesaan Flores Timur, Indonesia, melalui purposive sampling. Data
dikumpulkan dari Agustus hingga September 2015 melalui wawancara tatap muka
dengan kuesioner terstruktur dan pengukuran antropometri.
Kriteria inklusi adalah sebagai berikut: (1) anak-anak berusia 2-5 tahun
yang menghadiri pos kesehatan terpadu dengan ibu, (2) ibu yang mampu
berbicara dan mendengarkan, (3) ibu yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian
ini. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian adalah sebagai berikut: (1) anak-anak
dengan edema, (2) anak-anak yang sakit pada hari pengumpulan data dan tidak
dapat menghadiri pos kesehatan terpadu.

4. Analisis Statistik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 40,4% anak-anak menderita gizi
buruk (kurus, pendek, sangat kurus atau kombinasi dari semuanya). Secara
statistik penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kejadian malnutrisi pada masa kanak-kanak ( χ² = 4,22,
P <0,05).

5. Kesimpulan
Malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di daerah pedesaan
Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Tenggara, Indonesia. Oleh karena itu,
penyedia layanan kesehatan harus tanggap terkait permasalahan kekurangan gizi
terutama di kalangan anak laki-laki dan berusia 24-47 bulan.

Anda mungkin juga menyukai