Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Tn. S DENGAN


DIAGNOSA MEDIS ASMA BRONKHIAL
DI UNIT GAWAT DARURAT RSUD WONOSARI

Disusun Oleh:

Ari Fitriyani (2720162938)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan pada pasien Tn. ‘S’ dengan diagnosa medis Asma Bronkhial
di Unit gawat Darurat RSUD Wonosari. Laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas individu Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen
Bencana pada semester V, pada:
Hari :

Tanggal :

Tempat : Unit Gawat Darurat RSUD Wonosari

Praktikan

(..................................)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

(..............................) (..............................)
BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamsi saluran pernafasan yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk sesak nafas dan
berat didada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten , reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu
(Masjoer, 2007).

B. Etiologi
Menurut Jhonson (2000) Ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkial.
1. Faktor Predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi, penderita sangat
mudaah terkena penyakit ashma bronkial jika terpapar dengan faktor
pencetus . selain itu hipersensitifitas juga dapat diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh : makanan dan obat-
obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Manifestasi Klinis
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan
sebagian penderita disertai nyeri dada). Gejala-gejala tersebut tidak selalu
terdapat bersama-sama, sehingga ada beberapa tingkat penderita asma sebagai
berikut:

1. Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila
ada faktor pencetus.
2. Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada
pemeriksaan fisik tetapi fungsi paru menunjukan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
3. Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru menunjukan obstruksi jalan nafas.
Misal: Tingkat II dijumpai setelah sembuh dari serangan asma.
4. Tingkat III penderita sembuh tetapi tidak menemukan pengobatannya.
5. Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak
nafas, batuk dan nafas berbunyi.
Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan
nafas. Pada serangan asma yang berat gejala yang timbul antara lain:
a) Kompresi otot-otot bantu pernafasan terutama otot sterna.
b) Cyanosis
c) Silent chest
d) Gangguan kesadaran
e) Penderita tampak letih, hiperinflasi dada
f) Thacycardi
6. Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat
refrater sementara terhadap pengobatan yang langsung dipakai.

D. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya (Masjoer, 2007).
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
mmeningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter
bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa 3 menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi (Masjoer, 2007).
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest (Masjoer, 2007).
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara,
dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan
frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat
perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan
kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi
(Masjoer, 2007).
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena
histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru (Masjoer, 2007).
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara (Masjoer, 2007).

E. Komplikasi
Menurut Almazin (2012) komplikasi dari asma meliputi :

1. Pneumothorax
2. Pneumomediastinum dan emfisema subcutis
3. Atelektasis
4. Asper gilosis bronkopulmoner
5. Alergi
6. Gagal nafas
7. Bronchitus
8. Fraktur iga
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Almazin (2012) pememriksaan penunjang asma meliput :
1. Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik
2. Foto rontgen dada
3. Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital,
eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
4. Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST)
5. Analisa gas darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun
(alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan
pH, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik).

G. Penatalaksanaan
Menurut Almazin (2012) ada lima kategori pengobatan yaitu:
1. Abenis (Beta)
Medikasi awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan
gerakan siliarism, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan
menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Contoh: Epinenin,
Abuterol, Meraproterenol
2. Methil Santik
Mempunyai efek bronkodilator, merileksasikan otot-otot polos bronkus,
meningkatkan gerakan mukus, dan meningkatkan kontraksi diafragma.
Contoh: Aminofilin, Theofilin
3. Anti Cholinergik
Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan
kandidat untuk antibodi  dan methil santin karena penyakit jantung.
Contoh: Atrofin
4. Kortikosteroid
Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk
mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh: hidrokortison,
prednison dan deksametason
5. Inhibitor Sel Mast
Contoh: natrium bromosin adalah bagian integral dari pengobatan asma
yang berfungsi mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik.

H. Pengkajian Fokus
1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
a. Klien mengeluh sesak nafas, batuk, lendir susah keluar
b. Mengeluh mudah lelah dan pusing
c. Data penggunaan obat
d. Klien mengenal/tidak mengenal penyebab serangan
2. Pola nutrisi metabolik
a. Mual, muntah, tidak nafsu makan
b. Menunjukan tanda dehidrasi, membran mukosa kering
c. Cyanosis, banyak keringat
3. Pola aktivitas dan latihan
a. Aktivitas terbatas karena adanya wheezing dan sesak nafas
b. Kebiasaan merokok
c. Batuk dan lendir yang sulit dikeluarkan
d. Menggunakan otot-otot tambahan saat inspirasi
4. Pola tidur dan istirahat
a. Keluhan kurang tidur
b. Lelah akibat serangan sesak nafas dan batuk
5. Pola persepsi dan konsep diri
a. Klien kemungkinan dapat mengungkapkan strategi mengatasi
serangan, tetapi tidak mampu mengatasi jika serangan datang.
6. Pola kognitif dan persepsi sensori
a. Sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya
b. Kemampuan mengatasi masalah
c. Melemahnya proses berfikir
7. Pola peran dan hubungan dengan sesama
a. Terganggunya peran akibat serangan
b. Merasa malu bila terjadi serangan
8. Pola seksualitas dan reproduksi
a. Menurunnya libido
9. Mekanisme dan toleransi terhadap stress
a. Mengingkari
b. Marah
c. Putus asa

I. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman (2018), berikut adalah diagnosa secara umum pada pasien
asma yang mungkin muncul yaitu :
1. Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret.
2. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan
kelemahan fisik.
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama
serangan akut
J. Perencanaan Keperawatan
Menurut Herdman (2018), Moorhead dan Bulechek (2013) berikut adalah diagnosa dan intervensi secara umum pada pasien asma:
Tujuan Intervensi
Diagnosa
(NOC) (NIC)
Ketidakefektifan bersihan jalan napas NOC NIC
Respiratory status : Ventilation Airway suction
Faktor Yang Berhubungan : Respiratory status : Airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
Lingkungan 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
 Perokok pasif Kriteria Hasil : suctioning.
 Mengisap asap 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
 Merokok yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu suctioning
Obstruksi jalan nafas (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
 Spasme jalan nafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) dilakukan.
 Mokus dalam jumlah berlebihan 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 Eksudat dalam jalan alveoli merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan memfasilitasi suksion nasotrakeal
 Maten asing dalan jalan napas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
 Adanya jalan napas buatan abnormal) tindakan
 Sekresi bertahan/sisa sekresi 3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
 Sekresi dalam bronki yang dapat menghambat jalan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dan
Fisiologis :
nasotrakeal
 Jalan napas alergik
 Asma
8. Monitor status oksigen pasien
 Penyakit paru obstruktif kronik
 Hiperplasi dinding bronkial
 Infeksi
 Disfungsi neuromuscular
Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Oxygen Therapy
Faktor yang berhubungan :  Respiratory status : Airway patency 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Hiperventilasi  Vital sign Status 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
 Deformitas tulang Kriteria Hasil : 3. Atur peralatan oksigenasi
 Kelainan bentuk dinding dada 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas 4. Monitor aliran oksigen
 Penurunan energi/kelelahan yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu 5. Pertahankan posisi pasien
 Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas 6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Obesitas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
 Posisi tubuh 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak oksigenasi
 Kelelahan otot pernafasan merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
 Hipoventilasi sindrom pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara Vital sign Monitoring
 Nyeri nafas abnormal) 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Kecemasan 3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Disfungsi Neuromuskuler darah, nadi, pernafasan) 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
 Kerusakan persepsi/kognitif berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Intoleransi Aktivitas NOC NIC


 Energy conservation Activity Therapy
Faktor Yang Berhubungan :  Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik
 Tirah Baring atau imobilisasi  Self Care : ADLs dalam merencanakan program terapi yang tepat
 Kelemahan umum Kriteria Hasil : 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
 Ketidakseimbangan antara suplai dan 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai yang mampu dilakukan
kebutuhan oksigen peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
 Imobilitas 2. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
 Gaya hidup monoton secara mandiri social
3. Tanda-tanda vital normal 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
4. Energy psikomotor diinginkan
5. Level kelemahan 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
6. Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan seperti kursi roda, krek
alat 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
7. Status kardiopulmunari adekuat disukai
8. Sirkulasi status baik 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
9. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi diwaktu luang
adekuat 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk


Asma Berat.Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Bulechek, M. Gloria., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC)

Departemen Kesehatan RI., 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.


Herdman, T. Heater., et al. 2018. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius.
Moorhead, Sue., et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC)

Anda mungkin juga menyukai