Kelompok 3 :
- Anisah ( 1107617246)
- Shifa Nabila ( 1107617249 )
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembelajaran Efektif ” dengan baik tanpa
ada halangan yang berarti.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.
Penulis
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG....….…………………………………………4
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………....5
C. TUJUAN PENULISAN …………………………………………….5
A. KESIMPULAN ……………………………………………………20
B. SARAN ……………………………………………………………21
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Pendekatan Pembelajaran.
2. Untuk mengetahui macam-macam Pendekatan Pembelajaran.
3. Untuk mengetahui definisi dari Pembelajaran Efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu.
2. Pendekatan Kelompok
Dalam kegiatan pembelajaran terkadang ada juga guru yang
menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan
kelompok, memamng suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk
membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari
bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk
yang berkecendrungan untuk hidup bersama.
Dengan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuh
kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka
dibina untuk mengendalikan rasa emosi yang ada dalam diri mereka
masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas.
Tentu saja sikap ini pada hal-hal yang baik saja. Mereka sadar bahwa
hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai
kehidupan semua makhluk hidup di dunia. Tidak ada makhluk hidup yang
terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk lain, langsung
atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian
dalam kehidupan makhluk tertentu.
Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerjasama dalam kelompok,
akan menyedari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan yang
mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu mereka yang
mempunyai kekurangan. Sebaliknya, mereka yang mempunyai
kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai
kelebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan yang positif pun terjadi di
kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar ynag optimal. Inilah
yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif, kreatif, dan mandiri.
Ketika guru ingin menggunakan pendekatan kelompok, maka guru
harus sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan
tujuan., fasilitas belajar pendukung, metode yang akan dipakai sudah
dikuasai, dan bahan yang akan diberikan kepada anak didik memang
cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karena itu, pendekatan
kelompok tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus
mempertimbangkan hal-hal lain yang ikut mempengaruhi
penggunaannya.
Dalam pengelolaan kelas, terutama yang berhubungan dengan
penempatan anak didik, pendekatan kelompok sangat diperlukan.
Pendekatan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan
psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan pendekatan
kelompok.
3. Pendekatan Bervariasi
Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang
bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan
anak didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik
tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan. Dalam belajar, anak didik
mempunyai motivasi yang berbeda, tetapi pada saat lain anak didik
mempunyai motivasi yang rendah, tetapi pada saat lain anak didik
mempunyai motivasi yang tinggi. Anak didik yang satu bergairah belajar,
anak didik yang lain kurang bergairah belajar. Sementara sebagian besar
anak belajar, satu atau dua orang anak tidak ikut belajar. Mereka duduk
dan berbicara (berbincang-bincang) satu sama lain tentang hal-hal lain
yang terlepas dari masalah pelajaran.
Dalam mengajar, guru yang hanya menggunakan satu metode
biasanya sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam waktu
relative lama. Bila terjadi perubahan suasana kelas, sulit menormal
kannya kembali. Ini sebagai tanda adanya gangguan dalam proses
belajar mengajar. Akibatnya, jalannya pelajaran kurang menjadi efektif.
Efesiensi dan efektifitas pencapaian tujuan pun jadi terganggu,
disebabkan anak didik kurang mampu berkonsentrasi. Metode yang hanya
satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karena memang
gangguan itu terpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu,
dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan
jarang sekali menggunakan satu metode.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru bisa saja membagi anak didik
ke dalam beberapa kelompok belajar. Tetapi dalam hal ini, terkadang
diperlukan juga pendapat dan kemauan anak didik, bagaimana keinginan
mereka masing-masing. Boleh jadi dalam suatu pertemuan anak didik
yang suka belajar dalam kelompok, tetapi ada juga anak didik yang
senang belajar sendiri, terlepas dari kelmpok, tetapi masih dalam
pengawasan dan bimbingan guru.
4. Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dengan tujuan untuk
mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti dendam, gengsi, ingin
ditakuti, dan sebagainya. Anak didik yang telah melakukan kesalahan,
yakni membuat keributan di kelas ketika guru memberikan pelajaran,
misalnya tidak tepat diberikan sanksi hukum dengan cara memukul
badannya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum yang
tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah.
Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk
menundukkan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan
bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan
yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif.
Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai
pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai
norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma
agama.
Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk
menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu
contohnya, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak
jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka berbaris di depan
pintu masuk dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan.
Semua anak perempuan berbaris dalam kelompok sejenisnya. Demikian
juga semua anak laki-laki, berbaris dalam kelompok sejenisnya Jadi,
barisan dibentuk menjadi dua dengan pandangan terarah kepintu masuk.
Di sisi pintu masuk guru berdiri sambil mengontrol bagaimana anak-anak
berbaris di depan pintu masuk kelas. Semua anak dipersilakan masuk
oleh ketua kelas. Merekapun satu persatu masuk kelas, mereka satu
persatu menyalami guru dan mencium tangan guru sebelum dilepas.
Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaranpun dimulai.
Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah
dilakukan oleh guru dengan menyuruh anak didik berbaris di depan pintu
masuk kelas. Guru telah meletakkan tujuan untuk membina watak anak
didik dengan pendidikan akhlak mulia. Guru telah membimbing anak didik,
bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak lainnya,
membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi
semua perintahnya yang bernilai kebaikan. Sehingga kewibawaan guru
yang dirasakan mulai memudar sekarang ini dapat dimunculkan kembali
dan tetap melekat pada pribadi guru. sekaranglah saatnya
mengedepankan pendidikan kepribadian kepada anak didik dan jangan
hanya pendidikan intelektual serta keterampilan semata, karena akan
menyebakan anak tumbuh sebagai seorang intelektual atau ilmuwan yang
berpribadi kering.
Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin
terbentuknya kepribadian anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga
halnya dengan guru, yang mengambil jarak dengan anak didik disebabkan
komunikasi antara guru dengan anak didik kurang berjalan harmonis.
Kerawanan hubungan ini menjadi kendali bagi guru untuk melakukan
pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.
Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu
dengan masalah yang dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis
dan tertutup atas apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian
kurang dibenarkan dalam pendidikan, karena menyebabkan anak didik
menjadi orang yang introvert (tertutup).
Kasuistis yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi
membaca-baca jenis dan tingkat kesukarannya. Hal ini menghendaki
pendekatan yang tepat. Berbagai kasus yang terjadi, selaian ada yang
dapat didekati dengan pendekatan individual, ada juga yang dapat
didekati dengan pendekatan kelompok. Dan ada pula yang dapat didekati
dengan pendekatan bervariasi. Namun yang penting untuk diingat adalah
bahwa pendekatan individual, pendekatan kelompok dan pendekatan
bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dengan
tujuan untuk mendidik. Tindakan guru karena dendam, marah, kesal,
benci, dan sejenisnya bukanlah termasuk perbuatan mendidik, karena apa
yang guru lakukan itu menurutkan kata hati atau untuk memuaskan hati.
5. Pendektan Pengalaman
6. Pendekatan Pembiasaan
Anak kecil tidak seperti orang dewasa yang dapat berpikir abstrak.
Anak kecil hanya berpikir konkrit. Kata-kata seperti kebijaksanaan, keadilan
dan perumpamaan, adalah contoh kata benda abstrak yang sukar dipikirkan
oleh anak. Anak kecil belum kuat ingatannya, ia lekas melupakan apa yang
sudah dan baru terjadi. Perhatian mereka lekas dan mudah beralih kepada
hal-hal yang bau, yang lain, yang disukainya.
Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah dan kadang-
kadang makan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. Maka adalah penting,pada awal
kehidupan anak, menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik saja dan
jangan sekali-kali mendidik anak berdusta, tidak disiplin, suka berkelahi, dan
sebagainya. Tapi tanamkanlah kebiasaan seperti ikhlas, melakukan puasa,
gemar menolong orang yang kesukaran, suka membantu fakir dan miskin,
gemar melakukan Shalat lima waktu bagi yang beragama Islam, aktif
berpartisipasi dalam kegiatan yang baik-baik, dan sebagainya. Maka dari itu
pengaruh lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat tidak bisa dielakkan
dalam hal ini.
Bertolak dari pendidikan kebiasaan itulah yang menyebabkan
kebiasaan dijadikan sebagai pendekatan pembiasaan. Karena dengan
pendidikan pembiasaan itulah diharapkan siswa senantiasa dibiasakan
mengamalkan ajaran agamanya.
7. Pendekatan Emosional
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang. Emosi
berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai
perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun
perasaan rohaniah. Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan
intelektual, perasaan estetis, perasaan etis, perasaan sosial, dan perasaan
harga diri. Menurut Chalijah Hasan (1994;39) merasa adalah aktualisasi
kerja dari hati sebagai materi dalam struktur tubuh manusia, dan merasa
sebagai aktivitas kejiwaan ini adalah suatu pernyataan jiwa yang bersifat
subjektif. Hal ini dilakukan dengan mengemukakan suatu kesan senang atau
tidak senang, dan umumnya tidak tergantung pada pengamatan yang
dilakukan oleh indra.
9. Pendekatan Fungsional
C. Pembelajaran Efektif
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengajar
dalam kondisi tertentu, sehingga kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik
berubah ke arah yang lebih baik. Pembelajaran bertujuan membantu peserta
didik agar memperoleh berbagai pengalaman. Berdasarkan pengalaman
tersebut tingkah laku peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku
peserta didik menjadi bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Efektif adalah perubahan yang membawa pengaruh, makna dan
manfaat tertentu. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan sifatnya yang
menekankan pada pemberdayaan peserta didik secara aktif. Pembelajaran
menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang dikerjakan,
tetapi lebih menekankan pada internalisasi, tentang apa yang dikerjakan
sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati serta
dipraktekkan dalam kehidupan oleh peserta didik (Mulayasa, 2003: 49). Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran efektif merupakan sebuah proses perubahan
seseorang dalam kognitif, tingkah laku dan psikomotor dari hasil pembelajaran
yang ia dapatkan dari pengalaman dirinya dan dari lingkungannya yang
membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu.
Ciri –ciri pembelajaran efektif :
- Aktif bukan pasif
- Kovert bukan overt
- Kompleks bukan sederhana
- Dipengaruhi perbedaan individual siswa.
- Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
Wotruba dan Wright dalam Hamzah Uno (2013) mengungkapkan hasil
kajiannya dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa tujuh indikator
pembelajaran dikatakan efektif, yaitu: (1) pengorganisasian materi yang baik,
(2) komunikasi yang efektif, (3) penguasaan dan antusiasme terhadap materi
pelajaran, (4) sikap positif terhadap peserta didik, (5) pemberian nilai yang adil,
(6) keluwesan dalam pendekatan pembelajaran, dan (7) hasil belajar peserta
didik yang baik. Dari tujuh indikator tersebut indikator pemberian nilai yang adil
dan indikator keluwesan dalam pendekatan pembelajaran tergolong indikator
yang sukar terukur. Makna adil secara hakekakatnya sukar diwujudkan,
dibandingkan jika dalam penilaian dilakukan secara objektif dan transparan.
Sedangkan keluwesan dalam pendekatan pembelajaran tergolong indikator
yang sukar diwujudkan oleh setiap pengajar, karena bersikap luwes ada
keterkaitannya dengan kepribadian dan kebiasaan. Pembelajaran yang efektif
dapat juga dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran
dianggap efektif jika siswa terlibat secara aktif melaksanakan tahapan-tahapan
prosedur pembelajaran. Dari segi hasil, dianggap efektif jika tujuan
pembelajaran dikuasai siswa secara tuntas. Bentuk perubahan dari hasil
belajar meliputi 3 aspek, yaitu :
1. Aspek kognitif meliputi perubahan-perubahan dalam segi
penguasaan pengetahuan dan perkembangan keterampilan atau
kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan
tersebut.
2. Aspek efektif meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap
mental,perasaaan,dan kesadaran.
3. Aspek psikomotor meliputi perubahan-perubahan dalam segi
bentuk-bentuk tindakan motoric. (Daradjat, 1995:197).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya
mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoritis tertentu. Pendekatan pembelajaran ada 2 jenis , yaitu :
Pendekatan yang berorientasi pada guru dan pendekatan yang berorientasi
pada peserta didik.
Macam-macam pendekatan pembelajaran :
- Pendekatan individual
- Pendekatan kelompok
- Pendekatan bervariasi
- Pendekatan edukatif
- Pendekatan pengalaman
- Pendekatan Pembiasaan
- Pendekatan Emosional
- Pendekatan Konstruktifisme
- Pendekatan Fungsional
- Pendekatan kontekstual
Pembelajaran efektif ialah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengajar
dalam kondisi tertentu, sehingga kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik
berubah ke arah yang lebih baik. Pembelajaran bertujuan membantu peserta
didik agar memperoleh berbagai pengalaman. Berdasarkan pengalaman
tersebut tingkah laku peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku
peserta didik menjadi bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Ciri –ciri pembelajaran efektif :
- Aktif bukan pasif
- Kovert bukan overt
- Kompleks bukan sederhana
- Dipengaruhi perbedaan individual siswa.
- Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
B. SARAN
Yusuf Basuni Bistari. 2018. Konsep dan Indikator Pembelajaran Efektif. Jurnal kajian
Pembelajaran dan Keilmuan. 1(2): 2-4.