Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan


dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal
sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks
dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga
ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh
bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam
kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).

Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan


banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting
dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder &
Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna
terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional
(Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna
terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun
1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).

Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan


masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi
alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi
akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat
untuk berperan memberikan terapi komplementer.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya sebagai
berikut :
1. Apa definisi dari terapi komplementer?
2. Apa saja tipe-tipe terapi komplementer?
3. Bagaimana fokus terapi komplementer?
4. Bagaimana peran perawat dalam keperawatan yang etis?
5. Bagaimana peran perawat dalam praktik keperawatan komplementer?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari terapi komplementer.
2. Mengetahui tipe-tipe terapi komplementer.
3. Memahami fokus terapi komplementer
4. Memahami peran perawat dalam keperawatan yang etis
5. Mengetahui peran perawat dalam praktik keperawatn komplementer

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Terapi Komplementer

Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan


dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal
sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks
dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga
ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh
bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam
kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).

Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai


sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem
kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan
cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau
budaya yang ada (Complementary and alternative medicine/CAM Research
Methodology Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Terapi
komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang
didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau
promosi kesehatan dan kesejahteraan. Definisi tersebut menunjukkan
terapikomplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang
diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu
dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi
tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat
modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang
manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual). Prinsip

3
holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan perawat dalam
menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer.
Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu mengacu kembali pada
teori-teori yang mendasari praktik keperawatan. Misalnya teori Rogers yang
memandang manusia sebagai sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai
dimensi dan energi. Teori ini dapat mengembangkan pengobatan tradisional yang
menggunakan energi misalnya tai chi, chikung, dan reiki.

Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam
praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini
didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang telah
menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan
pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi
komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring
pada klien (Snyder &Lindquis, 2002).

B. Tipe-tipe Terapi Komplementer

National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM)


membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima
kategori.

1. Terapi pikiran dan tubuh

Terapi pikiran dan tubuh (mind-body terapy) Memberikan intervensi dengan


berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala
fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik,
berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni

4
2. Produk alami

Produk alami yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya
herbal, makanan).

3. Pratik manipulasi dan system tubuh

Praktik manipulasi dan system tubuh yaitu Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam
pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi

4. Terapi energy

Terapi energy yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan,
pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.

5. System pemelihataan kesehatan

sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan


biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia,
pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy

C. Fokus Terapi Komplementer


1. Pasien dengan penyakit jantung.
2. Pasien dengan autis dan hiperaktif
3. Pasien kanker

D. Peran Perawat dalam Keperawatan Etik


Prinsip utama dalam melaksanakan peran perawat adalah moral
dan etika keperawatan. Dalam setiap memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien, perawat harus selalu berpedoman pada etika
keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu
keperawatan. Hal ini penting, guna menghindarkan kesalahan yang

5
dapat berakibat fatal terhadap pasien dan eksistensi profesi
keperawatan yang sedang mencari identitas diri. Menurut Nursalam
(2008), dalam melaksanakan peran profesionalnya, perawat harus
menerapkan prinsip-prinsip etika (J-A-B-V-C-F) yang meliputi:
keadilan (justice), asas menghormati otonomi (autonomy), asas
manfaat (beneficience) dan tidak merugikan (non -maleficiency), asas
kejujuran (veracity), serta asas kerahasiaan (confidentiality) serta
komitmen (Fidelity). Pengertian prinsip etika tersebut, antara lain:
1. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan berkaitan dengan kewajiban perawat untuk
dapat berlaku adil pada semua orang yaitu tidak memihak atau berat
sebelah. Persepsi keadilan bagi perawat dan pasien se ring berbeda,
terutama yang terkait dengan pemberian pelayanan. Perawat akan
mendahulukan pasien yang situasi dan kondisinya memerlukan
penanganan segera dan menunda melayani pasien lain yang
kebutuhannya termasuk di bawah prioritas. Tidak seluruh pasien d apat
memahami situasi ini, sehingga akan menimbulkan rasa kurang
nyaman bagi pasien yang merasa dirinya kurang diperhatikan oleh
perawat. Jika ditinjau dari prisip ini, tindakan perawat telah
memberikan asuhan keperawatan sesuai instruksi dokter.
2. Otonomi (autonomy),
Otonomi berkaitan dengan hak seseorang untuk mengatur dan
membuat keputusan sendiri, meskipun demikian masih terdapat
berbagai keterbatasan, terutama yang terkait dengan situasi dan
kondisi, latar belakang individu, campur tangan hukum, dan tenaga
kesehatan profesional yang ada. Konflik yang sering terjadi berkaitan
dengan otonomi pasien yang menenempatkan perawat pada posisi
beresiko. Namun keyakinan terhadap tugas dan prinsip bahwa perawat
mampu melaksanankan tugas secara mandiri dan m enerima
konsekwensi yang berlaku (Dreyer, 2011). Dalam kasus diatas, prinsip
ini tercermin pada tindakan pasien yang sering meminta diberikan obat

6
analgesik dengan penambahan dosis. Sebagai seorang perawat, sudah
pasti perawat berusaha untuk memberikan asu han keperawatan yang
terbaik bagi pasiennya. Saat pasien meminta dokter agar perawat
memasang ulang DC, perawat melakukan tindakan sesuai instruksi
dokter dengan permintaan pasien.
4. Asas Manfaat (Beneficience)
Asas manfaat berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal
yang baik dan tidak membahayakan orang lain. Kesulitan biasanya
muncul pada saat menentukan siapa yang harus memutuskan hal yang
terbaik untuk seseorang. Prinsip ini menuntut perawat untuk
melakukan tindakan yang menguntungkan pasiennya atas dasar
kebaikan, namun dalam kenyataan sehari hari prinsip ini sering
membuat risiko bagi profesi perawat itu sendiri. Seperti halnya pada
contoh kasus diatas, perawat melakukan tindakan pemasangan DC
untuk yang kedua kali atas permintaan pasien, namun terj adi keadaan
yang tidak diinginkan yaitu keluar darah segar dari saluran kencing
pasien.
5. Tidak merugikan (non-maleficiency)
Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk tidak
menimbulkan kerugian atau cedera pada pasiennya. Kerugian atau
cedera dapat diartikan sebagai kerusakan fisik seperti nyeri,
kecacatan, kematian, atau adanya gangguan emosi seperti perasaan
tidak berdaya, merasa terisolasi, dan adanya penyesalan. Pada kasus
diatas perawat berusaha agar pasien dapat kembali melakukan
eliminasi urine, namun karena saat pemasangan DC didapatkan
tahanan sehingga perawat segera melaporkan kepada dokter agar
pasien mendapatkan penangan yang lain.
5. Asas kejujuran (veracity)
Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk
mengatakan suatu kebenaran dan tidak berbohong atau menipu orang
lain. Prinsip ini mempunyai implikasi yang cukup berat bagi perawat,

7
karena terkadang perawat harus melakukan suatu kebohongan yang
tidak dikehendakinya. Pada kasus di atas perlu didiskusikan dengan
pasien dan keluarganya mengenai diagnosa pasien atas pemeriksaan
yang telah dilakukan.
6. Asas kerahasiaan (confidentiality)
Prinsip ini berkaitan dengan penghargaan perawat untuk
merahasiakan semua informasi tentang pasien yang dirawatnya, dan
perawat hanya akan memberikan informasi tersebut pada orang yang
tepat. Perawat menghindari pembicaraan mengenai kondisi pasien
dengan siapapun yang tidak secara langsung terlibat dalam perawatan
pasien.
7. Komitmen (Fidelity).
Prinsip kesetiaan berkaitan dengan kewajiban perawat unt uk
selalu setia pada kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat.
Perawat harus memegang janji yang dibuatnya pada pasien, kejujuran
dan kesetiaan merupakan modal dalam memupuk rasa percaya pasien
pada perawat. Apabila pasien dan keluarganya sudah tid ak percaya
lagi pada perawat yang menanganinya, maka tujuan dari asuhan
keperawatan tidak akan berhasil.
Pengambilan keputusan merupakan suatu tindakan yang
melibatkan berbagai komponen yang harus dipertimbangkan secara
matang oleh perawat, terutama yang t erkait dengan permasalahan pada
tatanan klinik. Tindakan kelalaian dapat di minimalisir dengan
pengetahuan serta pemahaman penuh tentang kode etik perawat yang
akan menjadikan pedoman perawat profesional dalam melakukan
tindakan praktik keperawatan secara professional sehingga
keselamatan dan kenyamanan pasien selalu menjadi prioritas utama.
Pelanggaran berkaitan kode etik tersebut banyak di pengaruhi oleh
karakteristik perawat, pasien, dan kurangnya pemahaman tentang
landasan teori berkaitan kode etik pera wat (Hidayat, 2012).

8
Proses keperawatan merupakan cara bagi perawat untuk
menyelesaikan masalah yang sistematis dan dinamis serta bersifat
subyektif sesuai respon pasien sebagai individu yang unik, serta
menekankan kemampuan perawat dalam proses pengambila n
keputusan, termasuk didalamnya dalam proses pemecahan dilemma
etik. Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik
sebagai berikut: (1). Mengembangkan data dasar, (2).
Mengidentifikasi konflik, (3). Membuat tindakan alternatif tentang
rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil
akhir atau konsekuensi tindakan tersebut, (4). Menentukan siapa
pengambil keputusan yang tepat, (5). Mendefinisikan kewajiban
perawat, dan (6). Membuat keputusan.
1. Mengembangkan data dasar:
a. Menentukan orang yang terlibat: pasien, keluarga pasien,
dokter, dan perawat.
b. Tindakan yang diusulkan: tidak menuruti keinginan pasien
untuk memasang ulang DC.
c. Maksud dari tindakan tersebut: agar tidak membahayakan
diri pasien.
d. Konsekuensi tindakan yang diu sulkan, bila tidak dilakukan
tindakan pemasangan ulang DC, Pasien dan keluarganya
menyalahkan perawat dan apabila keluarga pasien kecewa
terhadap pelayanan di Rumah Sakit mereka bisa menuntut ke
rumah sakit.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut: Penderitaan
Pasien tidak dapat BAK selama + 5 hari. Pasien meminta dokter
agar perawat memasang ulang DC padahal pada pemasangan
DC yang pertama didapatkan tahanan pada saluran kencing
pasien. Keluarga mendukung keinginan pasien agar pasien
dapat BAK. Konflik yang terjadi adalah:

9
a. Pemasangan DC Ulang mengakibatkan perdarahan dari
saluran kencing pasien.
b. Adanya perdarahan pada saluran kencing pasien
mengakibatkan pasien dan keluarga khawatir sehingga
mengakibatkan pasien tidak nyaman dan tidak puas dengan
pelayanan yang diberikan.
3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut:
a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang pemasangan DC.
Konsekuensi:
1. Tidak memperparah perdarahan dari saluran kencing
pasien.
2. Pasien tidak bisa BAK.
3. Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan
nasibnya sendiri.
4. Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut.
b. Tidak menuruti keinginan pasien, dan perawat membantu
untuk meredakan nyeri dengan manajemen nyeri.
Konsekuensi:
1. Tidak memperparah perdarahan dari saluran kencing
pasien.
2. Pasien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada
nyerinya (meningkatkan ambang nyeri).
3. Keinginan pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan pasien untuk memasang ulang DC
sambil menunggu pemeriksaan tunjangan lebih lanjut.
Artinya pemasangan DC dilanjutkan meskipun terdapat
perdarahan pada saluran kencing.
Konsekuensi:

10
1. Risiko memperparah perdarahan pada salu ran kencing
pasien.
2. Hak pasien sebagian dapat terpenuhi.
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat:
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat
keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan
instruksi pemasangan DC pada pasien sesuai dengan diagnosa
kedokteran. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan pasien dan
keluarganya mengenai efek samping yang ditimbulkan dari
pemasangan DC. Perawat membantu pasien dan keluarga pasien dalam
membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu m endampingi pasien
dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat
mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme
koping pasien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari
keluarga, dan lain-lain.
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
a. Memfasilitasi pasien dalam manajemen nyeri.
b. Membantu proses adaptasi pasien terhadap nyeri/
meningkatkan ambang nyeri.
c. Mengoptimalkan sistem dukungan
d. Membantu pasien untuk menemukan mekanisme koping
yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi
e. Membantu pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya.
f. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko
dan konsekuensi masing-masing terhadap pasien. Perawat dan dokter
perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan/
paling tepat untuk pasien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu
dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi,
pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi

11
efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila
alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan
antara petugas kesehatan dan pasien/ keluarganya akan dilaksanakan.
Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan m asalah
etika kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau
bioetis. Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana
dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau suatu situasi d imana alternatif yang
memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Pengambilan keputusan
merupakan suatu tindakan yang melibatkan berbagai komponen yang
harus dipertimbangkan secara matang oleh perawat, terutama yang
terkait dengan permasalahan pada tatanan kl inik. Tindakan kelalaian
dapat di minimalisir dengan pengetahuan serta pemahaman penuh
tentang kode etik perawat yang akan menjadikan pedoman perawat
profesional dalam melakukan tindakan praktik keperawatan secara
professional sehingga keselamatan dan kenyamanan pasien selalu
menjadi prioritas utama. Pelanggaran berkaitan kode etik tersebut
banyak di pengaruhi oleh karakteristik perawat, pasien, dan kurangnya
pemahaman tentang landasan teori berkaitan kode etik perawat
(Hidayat, 2012).
Menjadi seorang perawat yang memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan etis adalah sebuah proses. Namun, analisis
reflektif siswa keperawatan menunjukkan kemampuan mereka untuk
mengenali dilema etika dalam praktek klinis dan menggunakan
pemikiran kritis untuk menganalisis k eterlibatan mereka sendiri dan
tindakan selama dilema etika. Proses introspeksi melalui tulisan
mempromosikan tekad siswa untuk belajar dari pengalaman klinis dan
memperbaiki pengambilan keputusan etis, dari pengalaman itulah
siswa keperawatan berusaha men jadi perawat professional (Callister,
at al., 2009).

12
E. Peran Perawat dalam Praktek Keperawatan
1. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care provider)

Peran perawat sebagai care provider ditujukan kepada individu, keluarga,


kelompok, dan masyarakat berupa asuhan keperawatan masyarakat yang utuh
(holistic) serta berkesinambungan (komprehensif). Asuhan keperawatan dapat
diberikan secara langsung maupun secara tidak langsung pada berbagai tatanan
kesehatan meliputi puskesmas, ruang rawat inap puskesmas, puskesmas
pembantu, puskesmas keliling sekolah, panti, posyandu, dan keluarga.

2. Peran Sebagai Pendidik (Educator)

Peran sebagi pendidik (educator) menuntut perawat untuk memberikan


pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik
di rumah, puskesmas dan di masyarakat secara terorganisir dalam rangka
menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang
optimal. Perawat bertindak sebagai pendidik kesehatan harus mampu mengkaji
kebutuhan klien yaitu kepada individu, keluarga, kelompok masyarakat,
pemulihan kesehatan dari suatu penyakit, menyusun program penyuluhan atau
pendidikan kesehatan baik sehat maupun sakit. Misalnya penyuluhan tentang
nutrisi, senam lansia, manajemen stress, terapi relaksasi, gaya hidup bahkan
penyuluhan mengenai proses terjadinya suatu penyakit.

3. Peran sebagai konselor (Counselor)

Peran sebagai konselor melakukan konseling keperawatan sebagai usaha


memecahkan masalah secara efektif. Pemberian konseling dapat dilakukan dengan
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

13
4. Peran sebagai panutan (Role Mode)

Peran kesehatan masyarakat harus dapat member contoh yang baik dalam
bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang
bagaimana tatacara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.

5. Peran sebagai pembela (Advocate)

Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau tingkat


komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan fungsinya melalui
pelayanan social yang ada pada masyarakat. Seorang pembela klien adalah
pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa
yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi
hak-hak klien.

6. Peran sebagai manajer kasus (Case Manager)

Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai


kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban
tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

7. Peran sebagai kolaborator

Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerja sama


dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-
lain dalam kaitannya membantu mempercepat proses penyembuhan klien.
Tindakan kolaborasi atau kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan
dengan orang lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat
penting untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.

14
8. Peran sebagai penemu kasus (Case Finder)

Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi


pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadapat
status kesehatan melalui kunjugan rumah, pertemuan-pertemuan observasi dan
pengumpulan data. (Widyanto, 2014).

9. Perawat kesehatan masyarakat sekolah

Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan pada anak


ditatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan mengikut sertakan
keluarga maupun masyarakat sekolah dalam perencanaan pelayanan (Logan, BB,
1986). Fokus utama perawat kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkungannya
dan sasaran penunjang adalah guru dan kader.

10. Peran dalam bidang kesehatan kerja

Perawatan kesehatan kerja adalah penerapan prinsip-prinsip keperawatan


dalam memelihara kelestarian kesehatan tenaga kerja dalam segala bidang
pekerjaan. Perawat kesehatan kerja mengaplikasikan praktik keperawatan dalam
upaya memenuhi kebutuhan unik individu, kelompok dan masyarakat ditatanan
industry, pabrik, tempat kerja, tempat konstruksi, universitas dan lain-lain.

11. Perawatan kesehatan di rumah

Perawatan kesehatan dirumah adalah bagian dari rangkaian perawatan


kesehatan umum yang disediakan pada individu dan keluarga untuk
meningkatkan, memelihara dan memulihkan kesehatan guna memaksimalkan
kesehatan dan meminimalkan penyakit.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu
yang telah berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai
jenjang pelayanan kesehatan tidak hanya menggunakan pengobatan Barat
(obatkimia) tetapi secara mandiri memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan
terapi komplementer. Perkembangan terapi komplementer atau alternatif sudah
luas, termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam memberi pengobatan karena
banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum yang terlibat
dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melaluipenelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi
komplementer agar menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan.

B. Saran
Perawat sebagai salah satu profesional kesehatan, dapat turut serta
berpartisipasi dalam terapi komplementer. Peran yang dijalankan sesuaidengan
peran-peran yang ada. Arah perkembangan kebutuhan masyarakat dan keilmuan
mendukung untuk meningkatkan peran perawat dalam terapi komplementer
karena pada kenyataannya, beberapa terapi keperawatan yang berkembang diawali
dari alternatif atau tradisional terapi. Kenyataan yang ada, buku-buku keperawata
nmembahas terapi komplementer sebagai isu praktik keperawatan abad ke 21. Isu
ini dibahas dari aspek pengembangan kebijakan, praktik keperawatan, pendidikan,
dan riset. Apabila isu ini berkembangdan terlaksana terutama oleh perawat yang
mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang terapi komplementer,
diharapkan akan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan
klien dan perawat secara bersama-sama dapat meningkat (HH, TH).

16
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis, J.A., & Johnson, P.H. (1999).
Nurse’s handbook of alternative and complementary therapies. Pennsylvania:
Springhouse.

Fontaine, K.L. (2005). Complementary &alternative therapies for nursing


practice. 2th ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Stanhope, M. &Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing. 6th ed.
St. Louis: Mosby Inc.

Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to
advanced skills. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

17

Anda mungkin juga menyukai