Anda di halaman 1dari 7

Ringkasan Kasus

Suatu ketika sebuah perusahaan jasa profesional terbesar di dunia dan bisa dikatakan
sebagai perusahaan jasa profesional yang paling dihormati, Arthur Andersen LLP (AA),
mengalami kehancuran dan akhirnya lenyap dari bidang jasa akuntansi profesional. Big 5
perusahaan jasa akuntansi pun sekarang menjadi Big 4. Mengapa dan bagaimana hal ini bisa
terjadi? Apa pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini?

Arthur Andersen, seorang pengajar akuntansi berusia 28 tahun dari Northwestern


University, mendirikan Arthur Andersen pada tahun 1913. Cerita mengenai integritasnya
memang sudah cukup terkenal. Pada tahun 1954, pemberian jasa konsultasi Arthur Andersen
dimulai dengan pemasangan “mainframe computer” pertama di General Electric untuk
otomatisasi sistem payroll mereka.

Pada tahun 1978, Arthur Andersen menjadi perusahaan jasa profesional terbesar di dunia
dengan pendapatan sebesar USD 564 juta dan pada tahun 1984 jasa konsultasi menghasilkan
pendapatan yang lebih besar daripada jasa audit. Pada tahun 1989, divisi konsultasi
menginginkan fungsi kendali dan bagian laba yang lebih besar dibandingkan Swiss
Partnership dari divisi Audit. Kemudian pada tahun 2000, Andersen Consulting terpecah dari
Arthur Andersen dan berganti nama menjadi Accenture. Arthur Andersen, jasa audit, tetap
melanjutkan pemberian berbagai jasa, termasuk tax advice.

Sepanjang sejarahnya, Arthur Andersen terkenal karena integritas dan kompetensi


teknisnya. Arthur Andersen melakukan investasi besar-besaran pada program dan fasilitas
pelatihan di St. Charles, sebuah kota kecil di selatan Chicago dan terus mengembangkannya
hingga pusat pelatihan tersebut memiliki lebih dari 3.000 tempat tidur dan fasilitas pelatihan
yang outstanding.

Ironisnya, Arthur Andersen merupakan perusahaan pertama yang meng-inisiasi adanya


kebutuhan akuntan profesional untuk mempelajari bisnis dan akuntansi profesional secara
formal. Pada tahun 1980, Arthur Andersen menjalankan berbagai macam program untuk
menstimulasi pendidikan formal tersebut, termasuk pengembangan kasus-kasus etika dan
melakukan resolusi untuk pendekatan-pendekatan etika. Hampir tidak ada pelatihan formal
untuk etika pada saat itu dan bisa dikatakan kebijakan Arthur Andersen pada saat itu
berperan cukup banyak dalam pendidikan etika profesional yang berkembang pada saat ini.

Apa yang terjadi pada budaya Arthur Andersen yang pada awalnya berfokus pada
integritas dan kompetensi teknis? Perubahan apa yang bertanggung jawab akan keterlibatan
Arthur Andersen dalam berbagai skandal keuangan besar sebagai perusahaan jasa audit yang
gagal dalam mengungkapkan permasalahan-permasalahan tersebut?

Beberapa pengamat berpendapat bahwa perubahan dalam budaya Arthur Andersen-lah


yang bertanggung jawab dalam hal ini. Pada masa ketika praktik konsultan melampaui
praktik audit sebagai aspek yang paling menghasilkan di dalam perusahaan, kompetisi pun
secara alami tumbuh di antara dua kubu ini. “The revenue generation” menjadi semakin
dipertimbangkan dan menjadi kunci untuk promosi karir di Arthur Andersen.

Joe Berardino terpilih sebagai CEO Arthur Andersen pada 10 Januari 2001, tetapi ia telah
menjadi partner-in-charge untuk praktik audit Arthur Andersen di U.S hampir selama tiga
tahun. Ia menjadi dalang dari merosotnya nilai-nilai Arthur Andersen pada tahun 1998, dan
kemungkinan hal ini pun sebenarnya hanya meneruskan budaya dari pendahulunya di Arthur
Andersen. Barbara Ley Toffler, berpendapat bahwa ketika Berardino muncul pada
pertemuan partner, semua yang dilaporkan sebagai indikator kesuksesan hanyalah dalam
Dollar. Masalah kualitas tidak pernah dibahas. Segalanya hanya diukur dalam uang.

Dengan demikian cukup beralasan untuk menyimpulkan bahwa partner Arthur Andersen
hanya termotivasi atas besarnya pendapatan yang dapat dihasilkan. Arthur Andersen
merupakan satu-satunya dari Big 5 yang mengijinkan partner-in-charge audit tidak
mengindahkan aturan dari partner Quality Control. Hal ini berarti bahwa di Arthur Andersen,
keputusan yang paling penting diambil oleh pihak yang paling berhubungan dengan potensi
kehilangan pendapatan dari klien tersebut. Sebagai contoh, ketika David Duncan, partner-in-
charge Arthur Andersen untuk Enron diberikan peringatan oleh Carl Bass, partner Quality
Control Arthur Andersen, mengenai praktik audit yang dilakukan kepada Enron, Carl Bass
kemudian dipindahkan dari audit untuk Enron pada 17 Maret 2001, kurang dari 2 minggu
setelah ia mempertanyakan peran Fastow dalam SPE Enron.

Beberapa isu yang menjadi kesalahan Arthur Andersen terkait dengan kasus Enron adalah
sebagai berikut :
1. Arthur Andersen setuju untuk menjadi auditor sekaligus konsultan untuk Enron dan
termasuk mendapat fee atas jasa konsultasi berkaitan dengan SPE yang didirikan
Enron untuk menciptakan keuntungan palsu dan menutupi kerugian.
2. Arthur Andersen gagal dalam menerapkan GAAP yang melarang pencatatan saham
yang diterbitkan sebagai penambahan modal kecuali diterbitkan dalam bentuk kas.
3. Arthur Andersen tidak memberikan saran kepada manajemen Enron ketika Andrew
Fastow, CFO Enron, terlibat dalam berbagai konflik kepentingan dalam tubuh Enron.

Kehancuran Arthur Andersen tidak disebabkan secara langsung karena kesalahan dalam
pemberian jasa audit kepada Enron, melainkan karena keputusan yang diambil oleh Arthur
Andersen untuk melenyapkan dokumen audit yang dianggap menghalangi proses peradilan.
Bahkan keputusan untuk melenyapkan dokumen ini sudah dimulai sebelum Enron memutuskan
untuk mengumumkan adanya restatement.

Evaluate the violation of code of ethics committed by Andersen Accounting Firm in


Enron’s Financial Statements case and other cases, and analyze the source of the violation.

Menurut kelompok kami, motivasi utama di balik keputusan mitra audit Arthur Andersen
terhadap audit beberapa kliennya adalah lebih kepada kepentingan yang lain yaitu kepentingan
individu atau suatu golongan dalam perusahaan tersebut. Arthur Andersen melakukan suatu
tindakan tidak etis yang dilakukan untuk kepentingan segelintir orang atau menurut teori etika
disebut teori utilitarianisme. Contoh kasus yang mengungkapkan motivasi tersebut adalah
sebagai berikut:

 Enron
Bagi Arthur Andersen, Enron merupakan salah satu klien yang menjadi sumber
penghasilan terbesar baginya. Oleh karena didorong motivasi ingin mendapatkan
penghasilan yang lebih tinggi dan tidak ingin membuat Enron yang merupakan klien
besar menjadi kecewa, Arthur Andersen bersedia untuk membantu Enron dalam
memanipulasi laporan keuangannya yang mengalami kerugian sehingga para investor
tetap berinvestasi kepada Enron. Keputusan Arthur Andersen tersebut seolah tidak
memperdulikan resiko besar yang dapat muncul di kemudian hari.
 Worldcom
Dalam kasus Worldcom, Arthur Andersen menyatakan bahwa penyimpangan yang
dilakukan Worldcom tidak pernah diungkapkan kepada auditor dan Arthur Andersen
bersikeras bahwa ia telah memenuhi standar SEC dalam auditnya. Sebaliknya
Worldcom justru menuduh Arthur Andersen yang gagal menemukan penyimpangan
akuntansi tersebut.
Secara logika, KAP Big Six sekelas Arthur Andersen tidaka mungkin tidak
mengetahui penyimpangan besar yang terjadi di kliennya. Sikap Arthur Andersen
yang menghindar dengan mengatakan bahwa tidak mengetahui penyimpangan yang
terjadi tentunya dilakukan untuk menyelamatkan nama baik Arthur Andersen sendiri
yang ketika itu keterlibatannya dalam kasus Enron terkuak.

 Waste Management
Dalam kasus Waste Management, Arthur Andersen terlibat dalam upaya untuk
menutupi praktik akuntansi tidak benar yang dilakukan oleh kliennya tersebut. Waste
Management membayar jasa audit kepada Andersen, yang menyarankan bahwa bisa
memperoleh biaya tambahan melalui “tugas khusus”. Awalnya Andersen
mengidentifikasi praktek-praktek akuntansi yang tidak tepat dan disajikan kepada
Waste Management. Melihat praktik yang tidak benar tersebut seharusnya Arthur
Andersen melakukan koreksi akuntansi. Namun dikarenakan pimpinan Waste
Management menolak koreksi tersebut, Arthur Andersen pun tidak melakukan
koreksi. Padahal sebagai seorang auditor, Arthur Andersen haruslah bersikap
independen dan profesional. Arthur Andersen juga tidak menentang keinginan WMI
karena Arthur Andersen tertarik untuk menerima tawaran uang sebesar $11,8 juta dari
WMI diluar gaji pokok audit sebesar $7,5 juta untuk melakukan kecurangan
keuangan yang besar, yaitu memanipulasi hasil keuangan perusahaan untuk
memenuhi target laba yang telah ditentukan dengan menghilangkan dan menunda
beban periode berjalan. Selain biaya tersebut ada sebuah entitas yang terkait yaitu
Andersen Consulting yang menagih perusahaan WMI sekitar $6 juta untuk biaya
tambahan non audit. Dalam hal ini terlhat bahwa hanya karena pimpinan kliennya
tidak menyetujui hasil temuan auditnya, Arthur Andersen mengambil keputusan yang
mencederai kepentingan publik.
 Sunbeam

Pada kasus Sunbeam, Arthur Andersen dianggap gagal dalam melakukan audit yang
kemudian berdampak serius pada akuntansi Sunbeam sehingga ia dituntut oleh para
investor dengan tuduhan bahwa Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melalui
strategi penipuan akuntansi seperti pendapatan “cookie jar”, recording revenue on
contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal
masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan
transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari
pengiriman sebenarnya dan tagihannya. Arthur Andersen dituntut untuk mengakui
kesalahan audit yang dilakukannya. Namun, ia menghindar hanya dengan membayar
klaim sebesar $110 juta untuk menyelesaikan tuntutannya tetapi tanpa mengakui
kesalahan dan tanggung jawab. Tindakan tidak profesional ini dilakukan Arthur
Andersen untuk membersihkan namanya dari kasus Sunbeam.

Dari kasus tersebut terlihat sebuah tindakan malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi
akuntan antara lain:

1. Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari tindakan


dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada kebangkrutan
perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan
corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku manajemen
perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan
kepada perusahaan.

2. Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron
maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak
sehat. Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah
pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi
hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap
melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan
memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau mengungkapkan apa
sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi
Enron tetap dipertahankan.

3. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi
laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus
Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan
kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron
mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan.
Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi
kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen
hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan
independen dengan melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang salah dan
meyesatkan.

Budaya perusahaan Andersen berkontribusi terhadap kejatuhan perusahaan:

Ada beberapa poin yang membuktikan bahwa budaya perusahaan berkontribusi terhadap
kejatuhan perusahaan, diantaranya:

1. Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada perekrutran


dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutu dan independensi audit dikorbankan.

2. Standar-standar profesi akuntansi dan integritas yang menjadi contoh perusahaan-


perusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraup keuntungan yang lebih besar.

3. Perusahaan terlalu fokus terhadap pertumbuhan, sehingga tanpa sadar menghasilkan


perubahan mendasar dalam budaya perusahaan. Perubahan sikap lebih memprioritaskan
mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan keuntungan lebih besar lebih
tinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang obyektif yang merupakan dasar dari
awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen. Pada akhirnya ini
menggiring pada kehancuran perusahaan.

4. Andersen menjadi membatasi pengawasan terhadap tim audit akibat kurangnya check and
balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang dari kebijakan semula.
5. Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron
mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan.
Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi
kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen
hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur
Andersen pun ditutup.

Anda mungkin juga menyukai