Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan

Perpajakan. Pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang

terhutang oleh setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap

berdasarkan pada Undang-Undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung

serta digunakan untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya.

Sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun

1983 sistem yang berlaku di Indonesia adalah Self Assesment System, yaitu

sistem kewajiban perpajakan yang dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak mulai

dari mendaftarkan, menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Direktur

Jenderal Pajak, serta menetapkan sendiri pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan

(SPT) sehingga resiko pajak yang timbul ditanggung sendiri oleh wajib pajak. Self

Assesment memberikan sanksi yang berat kepada wajib pajak. Sanksi yang

diberikan akan lebih berat jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban-kewajiban

perpajakan. Tujuan Self Assesment System untuk menumbuhkan kesadaran

masyarakat untuk patuh dalam membayar pajak.

Pemungutan pajak bukan merupakan hal yang mudah untuk diterapkan,

dikarenakan kesadaran dan pemahaman mengenai kepatuhan membayar pajak

masih tergolong sangat rendah. Masyarakat yang belum paham karena membayar
pajak tidak dapat merasakan secara langsung dampak dari membayar pajak.

Masyarakat beranggapan untuk apa membayar pajak, jika membayar pajak

menjadi beban setiap tahun. Aparat perpajakan tidak ada keterbukaan terhadap

penggunaan uang pajak sehingga masyarakat tidak membayar pajak karena

mempunyai prasangka negatif. Banyaknya korupsi dan penyalahgunaan pajak

menyebabkan mansyarakat menghindari membayar pajak. Oleh sebab itu, wajib

pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terhutang sekecil mungkin

sepanjang hal itu memungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Salah satu kendala untuk mengoptimalkan penerimaan pajak adalah

adanya penghindaran pajak (Tax Avoidance) yang dilakukan secara “legal”

dengan memanfaatkan celah (loopholes) yang terdapat dalam peraturan

perpajakan untuk menghindari pembayaran pajak, atau melakukan transaksi yang

dilakukan manajemen suatu perusahaan dalam upaya untuk meminimalisasi

kewajiban pajak perusahaan. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang melakukan

penghindaran pajak (Budiman dan Setiono, 2012). Penelitian dalam pengukuran

ini menggunakan cash effective rate (CETR). CETR adalah kas yang dikeluarkan

untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak (Budiman dan Setiyono,

2012). Menggunakan pengukuran ini karena lebih dapat menggambarkan adanya

aktivitas tax avoidance. Pengukuran tax avoidance menurut Dyreng, et.al (2010)

digunakan untuk menggambarkan adanya kegiatan tax avoidance karena CETR

tidak berpengaruh dengan perubahan estimasi seperti adanya perlindungan pajak.

Semakin tinggi tingkat presentase CETR yaitu mendekati tarif pajak penghasilan

badan sebesar 25% mengindikasikan bahwa semakin rendah tingkat tax avoidance
perusahaan, sebaliknya semakin rendahnya tingkat presentasi CETR semakin

tinggi tingkat tingkat tax avoidance suatu perusahaan.

Praktik yang dilakukan perusahaan untuk penghindaran pajak terjadi di

Amerika Serikat dan juga marak terjadi di Asia. Penelitian yang telah dilakukan

oleh Uppal (2005) mengenai kasus penghindaran pajak di Indonesia, menyatakan

bahwa kasus penghindaran pajak telah marak terjadi di Negara-negara

berkembang, yaitu dengan cara tidak melaporkan atau melaporkan namun tidak

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atas pendapatan yang dikenakan pajak.

Factor penyebab praktik penghindaran pajak meliputi factor internal dan

eksternal. Faktor internal yaitu meliputi kurangnya kinerja pemerintah, rendahnya

pengawasan, pendidikan, dan rendahnya law enforcement. Sedangkan faktor

eksternal yaitu meliputi regulasi. Salah satu cara pemerintah untuk

menyelamatkan penerimaan Negara dalam mengatasi praktik-praktik dalam sector

pajak adalah regulasi.

Salah satu wajib pajak adalah perusahaan, sehingga ukuran perusahaan

mampu memenuhi kewajiban pajak nya dalam mempengaruhi cara sebuah

perusahaan dan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tax

avoidance. Perusahaan yang memiliki total asset yang lebih besar cenderung lebih

mampu menghasilkan laba jika dibandingkan perusahaan dengan otal asset kecil

(Indriani, 2005 dalam rachmawati dan Triatmoko, 2007). Penelitian terkait yang

dilakukan oleh Kurniasih dan Maria (2013) menemukan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh negatif terhadap tax avoidance pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2010.


Penelitian lain yang dilakukan oleh Nugroho (2011), Adelina (2012), Fatharani

(2012), Darmawan (2014), dan Calvin (2015) menemukan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh positif pada tax avoidance. Penelitian juga dilakukan

oleh Asfiyati (2012) dan Kristiana (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan

tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Beberapa penelitian sebelumnya mencoba untuk mengaitkan tax

avoidance terhadap faktor kondisi keuangan perusahaan yaitu memfokuskan pada

tingkat profitabilitas perusahaan. Profitabilitas menunjukkan kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba. Profitabilitas adalah dengan menggunakan

Return On Assets (ROA). ROA berfungsi untuk mengatur efektivitas perusahaan

dalam menggunkan sumber daya yang dimilikinya (Siahan, 2004). ROA

digunakan karena dapat memperhitungkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dan dapat memberikan pengukuran yang memadai atas

efektivitas perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, semakin besar laba yang

diperoleh perusahaan. Ketika besarnya laba yang diperoleh, maka jumlah pajak

penghasilan meningkat sesuai dengan meningkatnya laba perusahaan sehingga

kecenderungan untuk melakukan tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan

semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Maria (2013),

Maharani (2014) menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap tax

avoidance. Penelitian oleh Nugroho (2011), Fatharani (2012), dan darwaman

(2014) menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap tax avoidance.

Kondisi keuangan berikutnya yang mempengaruhi tax avoidance adalah

leverage. Leverage atau solvabilitas merupakan tingkat hutang yang digunakan


perusaan dalam melakukan pembiayaan. Setiawan (2010) dalam Suyanto (2012)

menyebutkan bahwa dari tahun 2000 hingga 2009, tingkat leverage perusahaan

manufaktur yang go public di Indonesia cenderung mengalami peningkatan.

Dalam kaitannya dengan pajak, apabila perusahaan memiliki kewajiban pajak

tinggi maka perusahaan akan memiliki utang yang tinggi pula. Oleh sebab itu

perusahaan akan berusaha melakukan penghindaran pajak. Penelitian terkait

dengan leverage yang dilakukan oleh Noor (2010) yang menjelaskan bahwa

perusahaan dengan jumlah utang lebih banyak memiliki tarif pajak yang efektif

baik, hal ini berarti bahwa dengan jumlah utang yang banyak, perusahaan untuk

melakukan tax avoidance akan cenderung lebih kecil. Penelitian lain dari

Kurniasih dan Maria (2013) dan Darmawan (2014) menunjukkan bahwa leverage

tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian dari Calvin

(2015) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.

Penjualan memiliki pengaruh yang strategis terhadap perusahaan, karena

penjualan yang dilakukan oleh perusahaan harus didukung dengan harta atau aset,

bila penjualan ditingkatkan maka aset pun harus ditambah (Weston dan Brigham,

1991). Penjualan perusahaan yang relative stabil lebih aman untuk memperoleh

lebih banyak pinjaman dan dapat menanggung beban yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Maka dari itu

perusahaan yang mendapatkan profit besar akan cenderung melakukan praktik tax

avoidance. Penelitian dari Budiman dan Setiyono (2012) menunjukkan bahwa

pertumbuhan penjualan berpengaruh signifikan terhadap CETR yang merupakan

indikator dari adanya aktivitas tax avoidance. Penelitian terkait dengan


pertumbuhan penjualan yang dilakukan oleh Calvin (2015) menunjukkan bahwa

pertumbuhan penjualan (sales growth) tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Pertumbuhan penjualan dapat dilihat dari peluang bisnis yang tersedia di pasar

yang harus diambil oleh perusahaan.

Menurut Fahmi (2014), Pertumbuhan penjualan merupakan rasio antara

penjualan tahun sekarang di kurangi penjualan tahun kemarin dan di bagi

penjualan tahun kemarin. Menurut Muhardi (2011) dalam Wastam. Wahyu H

(2016), stating that the company is growing under pressure to finance investment

opportunities that exceed retained earnings are there, so appropriate “pecking

order” so companies prefer to use debt rather than equity. Penjualan

mencerminkan marifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat

dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan dating, pertumbuhan

penjualan merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam

suatu industry.

Berdasarkan uraian diatas, Peneliti bermaksud untuk meneliti lebih lanjut

tentang Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Pertumbuhan

Penjualan Terhadap Tax Avoidance. Penelitian ini diharapkan dapat membantu

perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak dengan benar dan efisien tanpa

melanggar undang-undang perpajakan yang berlaku, selain itu dapat digunakan

untuk melakukan pertimbangan dan evaluasi perusahaan sehingga lebih effisien

dalam masalah perpajakan dimasa yang akan datang. Penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya merupakan perbedaan yang paling mendasar yaitu adanya

perbedaan waktu penelitian, periode pengamatan dan data perusahaan serta


sampel yang akan digunakan. Maka penulis akan melakukan penelitian yang

berjudul “ PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS,

LEVERAGE, DAN PERTUMBUHAN PENJUALAN TERHADAP TAX

AVOIDANCE “.

1.2 RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak (Tax

Avoidance) ?

2. Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap penghindaran pajak ( Tax

avoidance) ?

3. Apakah leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak (Tax

Avoidance) ?

4. Apakah pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap penghindaran pajak

(Tax Avoidance) ?

1.3 TujuanPenelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan

tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap

tax avoidance.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap tax

avoidance.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh leverage terhadap tax

avoidance.

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan penjualan

terhadap tax avoidance.

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

1. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian

selanjutnya dan dapat diteliti lebih dalam lagi serta memberikan konstribusi bagi

literatur mengenai pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan dan leverage

terhadap penghindaran pajak (tax avoidance).

2. Manfaat Praktik

a. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi regulator

atau dalam hal ini pemerintah agar lebih memperketat peraturan tentang

perpajakan agar tidak terjadinya penghindaran pajak dengan cara yang

legal maupun illegal.

b. Manajemen

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen

perusahaan agar berusaha untuk menjadi wajib pajak yang patuh agar tidak

merugikan Negara.
c. Investor

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi investor

sebagai pandangan bagaimana manajemen perusahaan mengambil

kebijakan terkait dengan perpajakan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Ukuran Perusahaan
H1
(X1)

Profitabilitas

(X2) H2

Tax Avoidance

(Y)
Leverage

(X3) H3

Pertumbuhan
Penjualan
H4
(X4)
1.6 Metode Penelitian

1. Sample dan Data

Populasi Penelitian ini adalah 10 perusahaan manufaktur yang


terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2011-2014.
Metode Pengambilan data adalah dengan sampling. Data yang diteliti
bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Sebagai variable independent adalah Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas, Leverage dan Pertumbuhan Penjualan
sedangkan variable dependent adalah Penghindaran Pajak.

2. Operasionalisasi Variable

Ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008:313) adalah besar


kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai ekuitas, nilai penjualan
maupun nilai asset. Ukuran perusahaan ditunjukkan melalui log total
aset, karena dinilai bahwa ukuran ini memiliki tingkat kestabilan yang
lebih dibandingkan proksi-proksi yang lainnya berkesinambungan
antar periode (Yogiyanto 2007:282).

Profitabilitas adalah Rasio yang digunakan untuk menilai


kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Profitabilitas
dapat dihitung dengan ROA ( return on asset), rasio ini dicari dengan
membandingkan Laba bersih setelah pajak dengan seluruh asset atau
secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : ROA = Laba
bersih setelah pajak/ Total asset.

Leverage adalah Rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh


mana aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. Leverage dapat dihitung
dengan DTA (debt to asset ), rasio ini di cari dengan membandingkan
seluruh utang dengan seluruh asset, atau secara matimatis dapat
dirumuskan sebagai berikut : DER = total utang/total asset.

Pertumbuhan Penjualan adalah Rasio yang digunakan untuk


mengukur pertumbuhan penjualan (growth sales) dari periode ke
periode berikutnya, growth sales dapat di cari dengan membadingkan
penjualan periode sekarang di kurangi dengan penjualan periode
sebelumnya dibagi denga penjualan periode sekarang, atau secara
matematis dapat dirumuskan: Growth sales = Sales.t – sales.t-1/ sales.t

Penghindaran pajak adalah usaha meringankan beban pajak dengan


tidak melanggar undangundang perpajakan. Penghindaran pajak dapat
di hitung dengan CETR, rasio ini d cari dengan membendingkan
seluruh pembayaran pajak dengan seluruh laba sebelum pajak, atau
secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : CETR =
Pembayaran pajak/Laba sebelum pajak.

Anda mungkin juga menyukai