Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMAHAMAN TERHADAP STASIUN LRT


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah dan
tujuan dari perencanaan kawasan stasiun LRT (Light Rail Transit) di Kota Bandung,
Jawa Barat. Bab ini sebagai dasar untuk melanjutkan penyusunan proposal ke bab
berikutnya.

2.1 Pemahaman TOD (Transit Oriented Development)

2.1.1 Pengertian TOD (Transit Oriented Development)

Ada beberapa definisi mengenai TOD, dari beberapa definisi tersebut


memiliki kesamaan prinsip sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Transit

page | 6
Oriented Development (TOD) dapat diartikan sebagai konsep pengembangan
kawasan dengan meminimalisir mobilitas perpindahan orang maupun barang ke
berbagai kawasan sehingga dibuat suatu kawasan terintegrasi dalam jangkauan jalan
kaki yang mampu memfasilitasi layanan angkutan massal, pemukiman, dan sentra
bisnis sehingga tercipta sebuah kota yang efisien.

2.1.2 Karakteristik TOD (Transit Oriented Development)

Ide konsep pengembangan kawasan menggunakan konsep TOD (Transit


Oriented Development) adalah menjadikan titik-titik transit seperti, halte, stasiun,
terminal, dsb tidak hanya sebagai tempat menaikkan atau menurunkan penumpang,
namun dapat pula difungsikan sebagai pusat aktivitas perkotaan. Oleh karena itu,
dalam terapannya TOD mampu meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas sehingga
mengurangi penggunaan energi Bahan Bakar Minyak (BBM), mengurangi polutan
sehingga menjadi lebih ramah lingkungan, dan tidak terkecuali mampu mengatasi
kemacetan. Karakteristik dari sebuah kawasan berkonsep TOD, umumnya sebagai
berikut (Alvinsyah, 2016) :

- Konsep TOD diterapkan pada lahan yang dimiliki atau dibawah wewenang
Lembaga yang mengelola transportasi umum
- Pembangunan infrastruktur yang baik dalam kondisi resesi
- Terdapat dorongan, dukungan atau subsidi yang diberikan Lembaga atau
pemerintah
- Merupakan pembangunan kawasan kompleks atau mixed-used yang
merapatkan fungsi hunian, kantor, pendidikan, trasnportasi umum, dan social
atau hiburan.
- Melindungi area rentan, bantaran sungai, dan ruang terbuka (public space)

2.1.3 Tipologi TOD (Transit Oriented Development)

Penerapan konsep Transit Oriented Development (TOD) juga harus


memerhatikan perbedaan wilayah di suatu kota. bagian wilayah yang ada di dalam

page | 7
kota dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah : City centre, Urban,
dan Suburban.

1) City centre

Pusat kota adalah suatu titik pada suatu kota yang memiliki peran sebagai
pusat dari segala kegiatan kota termasuk dalam berkegiatan politik, sosial budaya,
ekonomi dan teknologi (Yunus 2002;107). Oleh karena banyaknya aktivitas yang
terjadi di pusat kota, pusat kota dituntut untuk memberikan fasilitas yang
memadai dan mampu menampung aktivitas tersebut. Hal tersebut yang
menjadikan pembangunan infrastruktur di pusat kota semakin meningkat.
Pertumbuhan kota yang semakin pesat berujung pada penyempitan lahan kosong.
Pusat kota selalu diindikasikan dengan daerah padat penduduk dan kendaraan,
namun kemunculan TOD menjadi suatu solusi dalam pemecahan masalah
perkotaan ini. Dengan adanya TOD, lahan yang difungsikan sebagai lahan parkir
secara otomatis akan berkurang, sehingga mendorong masyarakat untuk beralih
sebagai pengguna angkutan umum.

2) Urban

Komunitas perumahan dimana masyarakat tinggal merupakan tempat yang


terdiri dari multi-family residential atau beberapa rumah dalam satu kompleks.
Adanya jarak dari hunian menuju tempat transit atau pertokoan dapat dicapai
dengan moda transportasi dasar seperti jalan kaki dan sepeda, untuk itu pada
prinsip dalam konsep TOD, salah satunya efektifitas fasilitas umum sehingga
dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Oleh karena itu, pentingnya fasilitas
pejalan kaki dan sepeda yang memadai pada kawasan ini.

3) Suburban

Suburban merupakan pemukiman yang berkepadatan penduduk lebih rendah


daripada urban. Pada kawasan ini penyebaran hunian atau failitas umum tidak
merata yang menyebabkan adanya lahan kosong. TOD dalam hal ini berperan
sebagai penguhubung kawasan suburban dengan pusat kota, dengan

page | 8
menghidupkan lahan yang masih ada sebagai pusat aktivitas di daerah tersebut.
Hal yang dapat dilakukan adalah mendirikan pertokoan yang dapat menghidupkan
lingkungan dengan terintegrasi pad titik transit kawasan TOD.

2.1.4 Prinsip TOD (Transit Oriented Development)

Sebagai tolak ukur kesuksesan pembangunan kawasan TOD, maka dibuatlah


prinsip yang mengatur kelengkapan fasilitas kawasan TOD. Berdasarkan Institude for
Transportation & Development Policy dalam bukunya berjudul TOD Standards
dinyatakan bahwa terdapat 8 prinsip kawasan Transit Oriented Development (TOD),
antara lain:

- Berjalan Kaki (Walk) Berjalan kaki adalah moda transportasi yang paling
alami, sehat, tanpa emisi, dan terjangkau untuk jarak pendek, serta merupakan
komponen penting dari suatu perjalanan dengan angkutan umum. Maka dari
itu, berjalan kaki merupakan dasar dari sistem transportasi yang berkelanjutan.
- Bersepeda (Cycle) Bersepeda adalah opsi transportasi bebas emisi, sehat dan
terjangkau, yang sangat efisien dan mengkonsumsi sedikit sekali ruang dan
sumber daya perkotaan.
- Menghubungkan (Connect) Jalur pejalan kaki yang singkat dan langsung
membutuhkan jaringan jalan-jalan yang padat di antara blok-blok kecil yang
permeabel.
- Angkutan Umum (Transit) Angkutan umum menghubungkan dan
mengintegrasikan wilayah-wilayah kota terlalu jauh bagi pejalan kaki.
- Pembauran (Mix) Pembauran tata guna lahan dalam satu wilayah akan
membuat jalan-jalan lokal terus hidup dan memberikan rasa aman, mendorong
aktivitas berjalan kaki dan bersepeda, serta membentuk lingkungan hidup
yang manusiawi.
- Memadatkan (Densify) Untuk dapat menopang pertumbuhan perkotaan dalam
pola tata ruang yang rapat dan padat, kota harus tumbuh secara vertikal
(densifikasi) bukan horizontal (sprawl).

page | 9
- Merapatkan (Compact) Prinsip dasar pembangunan perkotaan yang padat
(dense) adalah tata ruang yang rapat (compact). Di wilayah kota ataupun
pinggiran kota yang rapat, berbagai kegiatan dan aktivitas hadir saling
berdekatan satu sama lainnya. 8. Beralih (Shift) Ketika kota dibangun atas
dasar tujuh prinsip di atas, kendaraan bermotor pribadi menjadi hamper tidak
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Berjalan kaki, bersepeda, dan
menggunakan angkutan umum menjadi pilihan bertransportasi yang mudah
dan nyaman, dan dapat juga dilengkapi dengan moda angkutan perantara atau
kendaraan sewaan yang lebih hemat dalam penggunaan ruang.

2.2 Pemahaman LRT (Light Rail Transit)

2.2.1 Sejarah LRT (Light Rail Transit)

Light Rail Transit diciptakan pada tahun 1972 untuk menggambarkan


transformasi streetcar baru yang ada di Eropa dan Amerika Serikat. Transportasi
Research Board (Transportation systems Center) menetapkan "light rail" pada tahun
1977 sebagai moda transportasi perkotaan yang memanfaatkan jalur lintasan listrik
yang mendorong kendaraan di atas rel beroperasi secara tunggal. LRT menampung
penumpang dalam julah yang besar dengan tarif transportasi yang terjangkau.
Tram atau kereta api ringan ( sekarang LRT) pernah dikembangkan di
Indonesia pada zaman pendudukan Kolonial Belanda beroperasi di beberapa kota di
Indonesia seperti di Jakarta dan Surabaya dan dihilangkan pada tahun 1960an, karena
pada waktu itu tidak dirawat dengan baik sehingga dianggap mengganggu lalu
lintas karena sering mogok.
Light Rail Transit (LRT) adalah salah satu jenis urban passenger
transportation yang beroperasi di permukaan jalan baik memiliki jalur khusus
maupun memakai jalur umum. LRT merupakan bagian dari Mass Rapid Transit
(MRT) dengan cakupan wilayah yang lebih kecil dan bentuk armada yang lebih
compact dan ringan. LRT sudah banyak diterapkan di negara-negara di dunia, di Asia
Tenggara sendiri terdapat di Filipina dan Singapura. LRT di Singapura termasuk dari

page | 10
bagian Singapore Mass Rapid Transit (SMRT) dan mencakup di beberapa wilayah
Singapura.

2.2.2 Pengertian LRT (Light Rail Transit)

Light Rail Transit adalah sistem jalur kereta listrik metropolitan yang
dikarakteristikkan atas kemampuannya menjalankan gerbong atau kereta pendek satu
per satu sepanjang jalur-jalur khusus eksklusif pada lahan bertingkat, struktur
menggantung, subway, atau biasanya di jalan, serta menaikkan dan menurunkan
penumpang pada lintasan atau tempat parkir mobil (Kittelson & Associates, 1999).

2.2.3 Prasarana LRT (Light Rail Transit)


LRT (Light Rail Transit) merupakan salah satu dari urban transportasi massal
yang mampu mengatasi permasalahan kota, terutama kemacetan dan kepadatan lalu
lintas. Beberapa karakteristik dari tranportasi berbasis rel ini, antara lain :
1) Lebar rel
LRT menggunakan jalan rel dengan lebar 1067 mm karena pertimbangan
kondisi eksisting yang sudah menggunakan lebar rel tersebut dan kemungkinan
pada kondisi darurat dapat diintegrasikan. Alinyemen rel yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Alinyemen Rel


Lebar rel 106 mm
Kecepatan Maksimum Desain 80 km/h
Radius Lengkung Horizontal 60 m
Panjang Minimum Lengkung 15 m
Peralihan
Peninggian Maksimum Jalur KA Raya 110 m
Platform 70 mm
Radius Minimum Lengkung Vertical 1000 m
Gradien Maksimum
Di Lintas 40 %
Di Stasiun 1.5 %
Di Depo 60 %

page | 11
Sudut Wesel #10
Tipe Jalan Raya Direct Fixation Track
Sumber : Kemenhub Dirjen Perkeretaapian

2) Elektrifikasi
Sebagai sumber distribusi daya, LRT menggunakan third rail system,
sementara untuk tegangan, LRT menggunakan tegangan 1500V DC dengan
pertimbangan efisiensi, jarak substation, kehandalan, dan biaya.

3) System persinyalan
LRT menggunakan system persinyalan moving block dengan berbagai
pertimbangan, diantaranya mudah dalam hal perawatan, topologi jaringan sangat
sederhana, dan perubahan kecepatan kereta sangat teratur sehingga sangat nyaman.

4) Stasiun
Stasiun menggunakan ketinggian minimum ruangan 2,700m. bila terdapat
penghalang maka batas bawah penghalang minimum sebesar 2,400m. Minimum
clearance dengan jalan raya sebesar 5,2 m.

Gambar 2.1 Rencana Stasiun LRT Jabodetabek


Sumber : PT. Adhi Karya

page | 12
2.2.4 Fasilitas LRT (Light Rail Transit)

2.3

page | 13

Anda mungkin juga menyukai