Fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis merupakan penyakit atau cidera yang semakin lama semakin meningkat angka kejadiannya di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya angka harapan hidup manusia. Fraktur kompresi vertebra merupakan salah satu manifestasi orthopaedi tersering dari kondisi Osteoporosis, selain fraktur tulang radius bagian distal dan fraktur pada femur proximal ataupun panggul (hip).1 Dari beberapa literatur, dikatakan bahwa hanya 23% sampai 33% saja dari fraktur ini yang terlihat secara klinis. Keluhan utama penderita terutama adalah nyeri yang sangat hebat.2,3 Osteoporosis sendiri didefinisikan sebagai penurunan kepadatan massa tulang. Diperkirakan Osteoporosis mengenai 40% dari perempuan pasca menopause.4 Penyakit ini dikenal juga dengan nama silent disease, oleh karena penurunan densitas tulang ini tidak menimbulkan keluhan atau gejalan klinis pada pasien. Keluhan nyeri hanya akan muncul jika sudah terjadi fraktur patologis akibat Osteoporosis tersebut.5 Metode diagnostik Osteoporosis yang menjadi baku emas adalah dengan Dual Energy Xray Densitometry, atau DEXA scan. Melalui pemeriksaan ini akan diperoleh hasil kepadatan tulang atau Bone Mineral Density (BMD) dengan bentuk T-score dan z-score. Perlu diketahui, T-score adalah perbandingan anatara BMD aktual penderita dengan rata-rata BMD pada usia 25 tahun, pada jenis kelamin yang sama. Sedangkan Z-score adalah perbandingan BMD aktual penderita dengan rerata BMD pada kelompok usia yang sama, pada jenis kelamin yang sama.5-7 Tatalaksana penderita fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis ini adalah meliputi terapi terhadap Osteoporosis secara umum, dan terapi terhadap manifestasi orthopaedi yang terjadi, yakni fraktur. Tatalaksana meliputi pemberian obat-obatan, perubahan pola aktivitas dan pemakaian brace. Akan tetapi, penderita bisa saja tidak menunjukkan respon yang baik terhadap modalitas terapi ini, dan hal ini membuat kualitas hidup pasien menjadi menurun karena tidak dapat beraktivitas dengan baik kembali. Tindakan operatif menjadi tidak menarik oleh karena pasien- pasien ini memiliki kualitas tulang yang jelek. Resiko pembiusan juga semakin besar pada pasien-pasien berusia lanjut.8 Walaupun brace banyak digunakan dan diresepkan, pemakaian brace ini tidak selalu memberi efek yang baik bagi pasien. Ditemukan berbagai efek samping pemakaian brace seperti atrofi otot dan iritasi pada kulit.6-8 Penelitian ini disusun untuk mengevaluasi secara objektif hasil luaran klinis dan kualitas hidup dari pasien-pasien fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis, yang diterapi dengan menggunakan brace dan tanpa menggunakan brace, di RSUP H. Adam Malik dan RS Setiabudi Medan. Parameter klinis yang digunakan mencakup skala nyeri Visual Analog Score (VAS) dan Oswestry Disability Index (ODI). Sedangkan parameter fungsional memakai kuesioner SF-36 yang telah terbukti akurat sebagai alat survey dalam menilai kualitas hidup penderita.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana luaran klinis terapi dengan menggunakan brace pada tatalaksana penderita fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis b. Bagaimana luaran klinis terapi dengan tidak menggunakan brace pada tatalaksana penderita fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis c. Apakah terdapat perbedaan hasil terapi dalam rentang waktu 3 bulan, di antara kedua metode terapi tersebut 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak tatalaksana brace dan tanpa brace pasien-pasien fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis terhadap perbaikan klinis, berkurangnya rasa nyeri, dan kualitas hidup pasien.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui perubahan skor rata-rata kualitas hidup pasien berdasarkan kriteria Oswestry Disability Index (ODI) yang diukur pada 3 bulan setelah terjadinya fraktur vertebra - Mengetahui perubahan skor nyeri pasien berdasarkan kriteria VAS - Mengetahaui perubahan skor SF-36 - Mengetahui perbedaan hasil perbaikan kinis dan kualitas hidup pasien yang diterapi dengan brace dan non-brace
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis Sebagai sebuah sarana pendidikan dalam melakukan proses penelitian, melatih cara berpikir analitik sistematik, serta meningkatkan wawasan pengetahuan mengenai analisis hasil penelitian. Penelitian ini juga merupakan salah satu syarat kelulusan program pendidikan dokter spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Diharapakan pelayanan terhadap pasien akan menjadi lebih baik, karena dengan mengetahui luaran tata laksana ini, maka akan dapat memberi referensi yang bermanfaat mengenai efektivitas terapi brace ataupun non brace dalam menatalaksana pasien dengan fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis.