LAPORAN FOME Sangkrah GABUNGAN
LAPORAN FOME Sangkrah GABUNGAN
Kelompok 536B
Anggota Kelompok:
Septian Sugiarto G99151063
Derajat Fauzan N G99151065
Rianita Palupi G99161081
Rr Miranda Mutia G99161086
Ladysa Ashadita G99161116
Kelompok 536B
Anggota Kelompok:
Septian Sugiarto G99151063
Derajat Fauzan G99151065
Rianita Palupi G99161081
Rr Miranda Mutia G99161086
Ladysa Ashadita G99161116
Mengetahui,
Pembimbing FOME IKM/FK UNS Pembimbing FOME Puskesmas
Sangkrah Kota Surakarta
2
KATA PENGANTAR
1. Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. dr. Eti Poncorini Pamungkasari, M.Pd, selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Balgis, dr.,MSc,CM,FM, selaku pembimbing FOME IKM/FK UNS.
4. Heri Wijanarko, dr., M.Si, selaku Kepala Puskesmas Sangkrah dan
pembimbing FOME di Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta.
5. Seluruh staf di Puskesmas Sangkrah dan seluruh staf bagian IKM-Kedokteran
Pencegahan FK UNS.
6. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Surakarta, Desember2016
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………... 2
KATA PENGANTAR ……………………………..……………………. 3
DAFTAR ISI ……………………………………………………..……... 4
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ……………………………………. 6
4
G. FAKTOR NON PERILAKU YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN ………………… 24
H. IDENTIFIKASI INDOOR DAN OUTDOOR ……….. 26
TAHAP IV. DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN I………... 27
A. DIAGNOSIS HOLISTIK …………………………….. 27
B. PEMBAHASAN ……………………………………... 28
TAHAP V. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF I ……………. 34
A. SARAN KOMPREHENSIF …………………………. 34
B. FLOW SHEET ………………………………………. 36
SIMPULAN DAN SARAN I ……….…………………………………… 38
A. SIMPULAN ………………………………………….. 38
B. SARAN ………………………………………………. 39
TAHAP I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA II …………42
A. ANGGOTA KELUARGA ...............................……...... 42
B. KESIMPULAN ..............................………………........ 42
C IDENTIFIKASI ASPEK PERSONAL ......................... 42
TAHAP II. STATUS PASIEN II ……………….……………..…...……... 43
A. IDENTITAS PASIEN ………………………………... 43
B. ANAMNESIS ………………………………………… 43
C. PEMERIKSAAN FISIK ……………………………... 46
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ...........…………….. 50
E. ASSESMENT....………………………..........……. 50
F. PENATALAKSANAAN......................................... 50
G. RESUME............................................................. 50
TAHAP III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA II ………. 52
A. FUNGSI HOLISTIK …………………………………. 52
B. FUNGSI FISIOLOGIS ………………………………. 52
5
C. FUNGSI PATOLOGIS ………………………………. 55
D. GENOGRAM …………………………….................... 56
E. POLA INTERAKSI KELUARGA ………………….. 58
F. FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN ……………………………………….. 58
G. FAKTOR NON PERILAKU YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN ………………… 59
H. IDENTIFIKASI INDOOR DAN OUTDOOR ……….. 60
TAHAP IV. DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN II………... 62
A. DIAGNOSIS HOLISTIK …………………………….. 62
B. PEMBAHASAN ……………………………………... 63
TAHAP V. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF II ……………. 65
A. SARAN KOMPREHENSIF …………………………. 65
B. FLOW SHEET ………………………………………. 65
SIMPULAN DAN SARAN II ……….…………………………………… 67
A. SIMPULAN ………………………………………….. 67
B. SARAN ………………………………………………. 67
DOKUMENTASI…………………………………………...…………….. 69
DAFTAR PUSTAKA ……………....……………………………...…. 75
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah …..... 9
Tabel 5. Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah …..... 42
7
DAFTAR GAMBAR
8
TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
A. Anggota Keluarga
NamaKepalaKeluarga : Tn. D
Alamat : Sangkrah, Surakarta
BentukKeluarga : Nuclear Family
Struktur Komposisi Keluarga :
Tabel 1.Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah
Kedu- L/ Pendi-
No Nama Umur Pekerjaan Ket.
dukan P dikan
Kepala
1 Tn. D L 61th SD Wiraswasta -
Keluarga
2 Ny. D Istri P - - IRT Meninggal
Sumber : Data primer, Desember 2016
B. Kesimpulan
Keluarga Tn. D termasuk ke dalam nuclear family yang terdiri atas 3
orang. Keluarga tersebut terdiri dari ayah Tn. D (61tahun), ibu Ny. D
(meninggal), anak Nn. Y (26 tahun). Keluarga ini terdiri dari pasangan suami
istri yang memiliki 1 anak. Pendidikan dalam keluarga ini secara umum masih
kurang. Tn. D bekerja sebagai wiraswasta namun sudah berhenti berjualan
dawet lebih dari tiga tahun yang lalu. Tn. D berpendidikan terakhir SD
sedangkan Ny.D tidak pernah mengenyam pendidikan. Tn. D sudah
memeriksakan dirinya ke Puskesmas sejak 12 tahun yang lalu mengeluhkan
kedua kakinya yang menghitam. Hal ini disadari satu minggu setelah istrinya
meninggal. Tn. D baru didiagnosis penyakit kusta 3 bulan yang lalu. Pada
bulan Oktober 2016 mulai menjalani pengobatan kusta dan sudah berlangsung
2 bulan dan memasuki butia ketiga. Tn. D tiap bulan menerima MDT dari
puskesmas yang biasanya obat tersebut dimbil oleh anaknya karena Tn.D
kesulitan untuk berjalan jauh.
9
C. Identifikasi Aspek Personal
1. Alasan kedatangan berobat
Pasien datang ke Puskesmas Sangkrah dari rujukan kembali RSDM dengan
diagnosis kusta untuk pengobatan rutin dari Puskesmas Sangkrah
2. Persepsi pasien tentang penyakit
Pasien mengerti dengan keadaan yang dialaminya. Pasien sadar akan
perlunya pengobatan terhadap penyakitnya dan membutuhkan waktu yang
lama dan kedisiplinan dalam pengobatan penyakitnya.
3. Kekhawatiran pasien
Pasien memiliki kekhawatiran bila penyakitnya tersebut akan menular dan
mengancam kesehatan anggota keluarga lainnya dan apabila diketahui
menular akan dijauhi keluarga dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
4. Harapan pasien
Pasien berharap penyakit kusta yang dideritanya dapat sembuh dengan baik
agar pasien tidak merasa minder dan dapat menjalani peran sebagai suami
dan ayah yang baik bagi keluarganya.
10
TAHAP II
STATUS PASIEN
A. Identitas Penderita
Nama : Tn.D
Umur : 61tahun
Alamat : Sangkrah, Surakarta
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta (pedagang dawet keliling)
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 8 Desember 2016, 14 Desember 2016
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kaku pada jari jari tangan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tengah menjalani pengobatan multi drug therapy (MDT)
terhadap kusta yang sedang dideritanya.
Pasien tidak begitu memperhatikan apakah pernah kontak langsung
dengan penderita kusta. Pasien mengatakan bahwa sebelum istrinya
meninggal, Ny.D memiliki luka yang menggaung di wajah kemudian
punggungnya dan Tn.D mengetahui hal tersebut dikarenakan Ny.D memiliki
penyakit gula.
Saat ini pasien telah mendapat pengobatan kusta selama 3 bulan.
Bercak ditubuhnya sudah mulai mengering dan sudah tidak gatal.
3. Riayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat sakit gula : diakui
c. Riwayat sakit jantung : disangkal
d. Riwayat sakit ginjal : disangkal
11
e. Riwayat sakit asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat sakit gula : diakui pada istri
c. Riwayat sakit jantung : disangkal
d. Riwayat sakit ginjal : disangkal
e. Riwayat sakit asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat olahraga : jarang berolahraga
b. Riwayat merokok : pernah mencoba beberapa kali
c. Riwayat alkohol : disangkal
7. Riwayat Gizi
Dalam satu hari, frekuensi makan Tn. D tidak tentu karena menurut
kesaksian tetangganya, Tn.D baru menerima pemberian makan ketika
12
merasa sangat lapar. Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap
makanan.
C. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 8 Desember 2016
1. Keadaan Umum
Compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan baik
2. Tanda Vital
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 38,4oC per axiler
3. Status Gizi
BB : 61 kg
TB : 160 cm
BMI : BB/TB2 = 61/(1,60)2 = 23,82 kg/m2
Status gizi : normoweight
4. Kulit
Warna kulit sawo matang, rambut hitam, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-
), petechie (-), spider nevi (-), bercak-bercak kemerahan ukuran bervariasi
dengan tepi meninggi
5. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut sukar dicabut, tersebarmerata
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea
(+/+), visus menurun (-/-)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)
8. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-)
13
9. Telinga
Membran timpani intak (+), sekret (-), benjolan
10. Tenggorokan
Tonsil melebar (-), faring hiperemis (-), dahak (-)
11. Leher
JVP meningkat R + 4cm , trakea di tengah, KGB (Kelenjar Getah Bening)
tidak membesar
12. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrastenalis (-), sela iga melebar (-)
a. Cor
i. Inspeksi :Ictus kordis tidak tampak
ii. Palpasi :Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 1 cm
medial linea medioclavicularis sinistra
iii. Perkusi :
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC VI linea medioklavikularis
sinistra
iv. Auskultasi :Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-),
gallop (-)
Kesimpulan :batas jantung kesan melebar
b. Pulmo
i. Inspeksi : pengembangan dada kanan=dada kiri
ii. Palpasi : fremitus raba kanan=kiri
iii. Perkusi : sonor/sonor
iv. Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi basah kasar (-/-), wheezing
(-/-), inspirasi=ekspirasi
14
13. Abdomen
i. Inspeksi
Dinding perut sejajar dari dinding dada, venektasi (-)
ii. Perkusi
Timpani seluruh lapang perut
iii. Auskultasi
Bising usus (-), 6x / menit
iv. Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
14. Ekstremitas
i. Atas : Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
ii. Bawah : Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
15. Status Lokalis
Bercak-bercak hiperpigmentasi, tepi meninggi, kering, ukuran
bervariasi, beberapa mati rasa dan tersebar di ekstremitas.
D. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan kerokan pada lesi di dokter spesialis kulit dan kelamin
dengan hasil BTA (+).
E. Assesment
Morbus hansen multi basiler lepromatosa
F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa :
Multi Drug Therapy (MDT) Morbus Hansen
2. Non medikamentosa
Edukasi:
Mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat tinggi protein setiap hari
Memeriksa mata, tangan, dan kaki secara teratur
Menggunakan alas kaki saat beraktifitas
Merawat diri secara teratur
Memisahkan alat-alat sehari-hari milik pasien yang bersentuhan dengan
kulit pasien dengan milik anggota keluarga lain
15
Promotif: Menjelaskan dampak yang dapat terjadi jika obat tidak
diminum secara teratur
Preventif: Rutin memantau kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan
Rehabilitatif: Melakukan pemeriksaan POD 1 bulan 1 kali
G. Resume
Keluarga Tn. D berbentuk nuclear family beranggotakan 3 orang.
Didapatkan masalah kesehatan pada Tn. D usia 61 tahun yaitu morbus
hansen. Dari autoanamnesis didapatkan pasien Tn.D awalnya mengeluhkan
warna kulit menghitam di ekstremitas bawah yang disertai dengan bengkak.
Hal ini terjadi satu minggu setelah istrinya meninggal 12 tahun yang lalu.
Pasien memeriksakan diri ke dokter tetapi tidak dapat sembuh. Tn.D baru
memeriksakan diri ke spesialis kulit kelamin sekitar 3 bulan lalu dan
didiagnosa menderita kusta, kemudian dianjurkan melakukan pengobatan
selanjutnya di Puskesmas saja. Pasien memiliki riwayat bekerja sebagai
penjual dawet keliling. Saat ini, Tn. D telah mendapatkan pengobatan dan
meminum obatnya dengan rutin.
Sehari-hari pasien mendapat makan dari pemberian tetangganya.
Status gizi pasien kesan baik. Pasien tidak rutin berolahraga. Pasien juga tidak
mengkonsumsi obat-obatan bebas dan minuman beralkohol.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, tanda vital pasien
dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelainan pada kulit
pasien berupa bercak dan kaku di ekstermitas.
Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, pasien menerima bantuan
biaya dari putrinya.
16
TAHAP III
A. Fungsi Holistik
1) Fungsi Biologis dan Klinis
Pasien Tn. D berusia 61 tahun menderita kusta, berada dalam nuclear
family yang terdiri dari istrinya Ny. D (meninggal), dan Nn. F(26 th). Dalam
keluarga Tn. D tidak ditemukan adanya penyakit menurun (herediter). Di
rumah keluarga Tn. D tidak ditemukan adanya penyakit menular seperti TB
tetapi dicurigai kusta pada istri Tn. D.
2) Fungsi Psikologis
Hubungan yang terjadi dalam keluarga inti cukup baik. Jarang timbul
masalah diantara tiap anggota keluarga. Apabila ada masalah, mereka akan
berdiskusi bersama, keputusan yang diambil juga diputuskan bersama agar
tidak ada yang merasa diperberat. Tetapi hubungan dengan keluarga besar
tidak baik.
3) Fungsi Sosial
Fungsi sosial keluarga Tn. D kurang baik karena sejak sebelum istri
Tn.D meninggal, Tn.D memang jarang berkomunikasi dengan tetangga
sekitar rumah. Dalam kegiatan yang ada di desa, Tn.D juga jarang
berkontribusi.
4) Fungsi Ekonomi
Tn. D sudah berhenti dari pekerjaannya menjual dawet keliling dan
bergantung pada penghasilan anaknya yang kini sudah berkeluarga serta
hidup berbeda rumah dengan Tn.D. Untuk biaya pegobatan, Tn. D
membayar melalui BPJS non PBI.
17
dalam hal beradaptasi dengan masyarakat dan budaya di sekitar tempat
tinggalnya.
B. Fungsi Fisiologis
1. Adaption
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut
beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran
dari anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana
keluarga menjadi tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi
masalah. Contohnya, keluarga merupakan tempat pertama bagi Tn. D untuk
kembali dan berbagi serta berdiskusi apabila menghadapi masalahnya, termasuk
masalah kesehatannya.
2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut,
bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya bersama-sama.
Baik Tn. D, Ny. D dan satu anaknya sudah merasa puas dengan cara keluarga
membagi masalah.
3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut. Misalnya, pada saat Tn. D didiagnosis kusta
dan harus menjalani pengobatan rutin dari puskesmas.
4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar
anggota keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama
lain dan saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih sayangnya.
Menurut pasien, secara keseluruhan hubungan kasih sayang antara Tn. D dengan
18
keluarga inti cukup baik. Tetapi dalam hubungan dengan saudara-saudara
kandungnya kurang berjalan baik karena tempat tinggal saudara-saudara
kandungnya terpaut jauh.
5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan
dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Dalam keluarga
Tn. D nilai resolve kurang baik, ditandai keluarga yang jarang berkunjung dan
berkumpul bersama.
Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :
1. Selalu/sering : 2 poin
2. Kadang-kadang : 1 poin
3. Jarang/tidak pernah : 0 poin
Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :
1. 8-10 : baik
2. 6-7 : cukup
3. 1-5 : buruk
Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Tn. D dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. APGAR Anggota Keluarga Tn. D
Tn.
Kode APGAR keluarga Tn. D
D
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi 1
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah dengan 1
saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
G 2
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
19
Saya puas dengan cara keluarga saya dan
R 1
saya membagi waktu bersama-sama
Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga Tn. D tergolong cukup. Hal ini terlihat dari total skor
APGAR 6
C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga Tn. D menghadapi permasalahan. Fungsi patologis
keluarga Tn. D dapat diamati pada Tabel 3
Tabel 3. SCREEM Keluarga Tn. D
Sumber Patologi Ket.
Interaksi sosial antar anggota keluarga dan interaksi
dengan masyarakat di lingkungan sekitar rumah
SOCIAL -
tergolong kurang baik.
20
Kesimpulan:
Fungsi patologis keluarga Tn. D mengalami gangguan pada area social, religi
dan pendidikan.
21
D. Genogram
Tn. Y
Tn. Y Tn. T Ny.E Ny.P
Ny.E Ny.L Ny.L 52 th
52 th 47 th 44 th 40 th 40 th
58 th 49 th
Tn. D
Ny.
61 th
D
An.
Nn.Y
28 th
22
23
E. Pola Interaksi Keluarga
Tn. D Ny. D
An. Nn.Y
Keterangan :
: Hubungan harmonis
Kesimpulan :
1. Pengetahuan
24
memeriksakan diri ke dokter apabila merasa sakit sudah cukup baik.
Pengetahuan pasien akan pentingnya pengendalian dan komplikasi dari
penyakitnya cukup baik.Hal itu membuat pasien rutin minum obat.
2. Sikap
3. Tindakan
1. Lingkungan
25
7 Lantai rumah: tanah Dengan
8 Dinding rumah: tembok bata pencahayaan
9 Jamban keluarga: tidak ada kurang baik.
10 Kamar mandi: tidak ada
11 Dapur: tidak ada
12 Tempat tidur : ada 1
13 Penerangan listrik @20watt x 1 buah lampu= 20
watt
14 Pencahayaan: kurang baik
15 Ketersediaan air bersih bersumber dari sumur
16 Kondisi umum rumah: kondisi rumah kurang
terawat
17 Tempat pembuangan sampah : di dalam rumah
terdapat tempat sampah dan di luar rumah
terdapat tempat pembakaran sampah.
Sumber : Data primer, Desember 2016
2. Keturunan
3. Pelayanan Kesehatan
26
H. Identifikasi Outdoor dan Indoor
1. Lingkungan Indoor
U
Kamar Tidur
Jalan
Kamar
mandi
Dan
sumur
Jendela
Pintu
Keterangan:
c. Keadaan dalam rumah kurang terawat dan ada tumpukan barang bekas.
2. Lingkungan Outdoor
27
TAHAP IV
DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN
A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
Pasien berusia 61 tahun dalam nuclear family dengan diagnosa Morbus
Hansen. Dari penilaian aspek personal, didapatkan pasien tidak mengalami
keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Lingkungan sekitar tidak
mengetahui tentang penyakit pasien. Dari segi fungsi psikologis, pasien tidak
mengalami depresi, ansietas, maupun stres.
Aspek II: Klinis
Pasien didiagnosis menderita Morbus Hansen.
Aspek III: Faktor Internal
Tingkat pendidikan pasien kurang memadai untuk diberikan pengertian
mengenai kondisinya saat ini. Namun pasien masih bisa memahami cara
pengobatan, kepatuhan pengobatan, nutrisi untuk pasien, dan hal-hal yang harus
dihindari agar penyakitnya tidak menular pada orang-orang di sekitarnya. Pasien
bersedia menjalani pengobatan rutin, minum obat dan kontrol hingga selesai
pengobatan.
Aspek IV: Faktor Eksternal
Pasien masih dapat melaksanakan kehidupannya dengan baik dan masih
dapat bersosialisasi terhadap orang baru. Fungsi sosial pasien kurang baik terlihat
dari sehari-hari pasien yang hanya bersosialisasi dengan tetangga-tetangga
tertentu di sekitarnya. Hubungan yang terjadi dalam keluarga besarnya kurang
harmonis.
Aspek V: Derajat Fungsional
Kategori derajat fungsional :
1 : SEHAT tidak butuh bantuan
28
2 : sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)
3 : sakit sedang
4 : sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)
5 : 100% ADL butuh orang lain
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, Tn. D memiliki derajat
fungsional 1.Pasien mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit baik di
dalam maupun di luar rumah, serta mandiri dalam perawatan diri.
B. Pembahasan
Tn. D mengeluhkan bercak kehitaman dan kaku di ekstermitas sejak 12
tahun yang lalu. Bercak tersebut memiliki batas tegas dengan tepi meninggi.
Awalnya hanya berupa bercak di kaki yang tidak kunjung sembuh kemudian
tangan juga menghitam sejak sekitar 3 tahun lalu, sehingga para pembeli dawet
batal membeli dawet Tn. D karena melihat jari Tn. D. Kemudian Ny.Y selaku
anak Tn. D membawanya berobat ke RSDM untuk pasien memeriksakan diri ke
dokter spesialis kulit dan didiagnosis kusta yang selanjutnya disarankan untuk
melanjutkan pengobatan di Puskesmas. Kusta adalah infeksi kronis yang
disebabkan oleh bakteri tahan asam, berbentuk batang basil Mycobacterium
leprae. Kusta mempengaruhi jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer.
Awalnya, infeksi mikobakteri menyebabkan berbagai macam respon imun seluler.
Peristiwa imunologi kemudian menimbulkan bagian kedua dari penyakit,
neuropati perifer dengan berpotensi konsekuensi jangka panjang (Reibel, 2015).
Kusta dapat bermanifestasi dalam bentuk yang berbeda, tergantung pada
respon host terhadap agen. Individu yang memiliki respon imun seluler yang kuat
untuk M leprae akan cenderung menuju kusta dengan bentuk tuberkuloid, yang
biasanya melibatkan kulit dan saraf perifer, jumlah lesi kulit terbatas, dan lesinya
cenderung kering dan hipoestesi, keterlibatan saraf biasanya asimetris. Bentuk
penyakit ini juga disebut kusta sebagai pausibasiler karena rendahnya jumlah
29
bakteri dalam lesi kulit (yaitu, <5 lesi kulit, dengan tidak adanya organisme di
smear). Hasil tes kulit dengan antigen dari organisme yang mati adalah positif
pada individu-individu.
Sedangkan individu dengan respon imun selular minimal, cenderung
berkembang menjadi tipe lepromatosa yang ditandai dengan keterlibatan kulit
yang luas. Lesi kulit sering digambarkan sebagai nodul menyusup dan plak,
keterlibatan saraf cenderung simetris dalam distribusi. Organisme tumbuh terbaik
pada 27-30 ° C, oleh karena itu lesi kulit cenderung berkembang di daerah-daerah
yang lebih dingin dari tubuh, seperti di pangkal paha, ketiak, dan kulit kepala.
Bentuk penyakit ini juga disebut kusta sebagai multibasiler karena sejumlah besar
bakteri yang ditemukan dalam lesi (yaitu,> 6 lesi, dengan kemungkinan
visualisasi basil pada smear). Hasil tes kulit dengan antigen dari organisme yang
tewas adalah reaktif (Scollard, 2006). Pasien mungkin juga hadir dengan fitur-
fitur dari kedua kategori namun, dari waktu ke waktu, mereka biasanya
berkembang untuk satu atau yang lain (tak tentu atau kusta borderline) (Scollard,
2006). Bercak pada Tn. D berjumlah lebih dari 5 dan menyebar di seluruh tubuh,
ukuran bervariasi, berwarna putih dengan tepi meninggi dan beberapa diantaranya
hipoestesi. Berdasarkan morfologinya lesi kusta yang ada pada Tn. D lebih
mengarah pada tipe lepromatosa atau multibasiler. Selain itu, sudah dilakukan
pemeriksaan BTA di spesialis kulit dengan hasil BTA (+) sehingga diagnosis
kusta dapat ditegakkan.
Penyakit kusta ditandai dengan gejala berupa patch kulit tanpa rasa
sakit disertai dengan hilangnya sensasi tapi tidak gatal (hilangnya sensasi adalah
fitur kusta tuberkuloid, tidak seperti kusta lepromatosa), hilangnya sensasi atau
parestesia pada saraf perifer, wasting dan kelemahan otot, foot drop dan claw
hand akibat dari rasa sakit neuritik dan kerusakan saraf perifer yang cepat, borok
pada tangan atau kaki, lagophthalmos, iridosiklitis, ulserasi kornea, dan / atau
katarak sekunder karena kerusakan saraf dan langsung basiler kulit atau mata
30
invasi. Selain itu ada juga gejala reaksi sebagai berikut: tipe 1 (reversal) onset
mendadak kulit kemerahan dan lesi baru dan tipe 2 (eritema nodosum leprosum
[ENL]): timbul banyak nodul pada kulit, demam, mata kemerahan, nyeri otot,
dan nyeri sendi (Walker, 2008).
Dalam mempelajari patogenesitas penyakit baik dalam upaya
pencegahan atau pengobatan suatu penyakit, penting untuk mengetahui sifat
biokimiawi dari agen penyebab penyakit. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan
cara penularan dan pengendalian perkembangan agen dalam lingkungan.
Kusta harus dipertimbangkan pada siapa pun yang tinggal di daerah
tropis atau yang telah melakukan perjalanan untuk waktu yang lama ke daerah
endemis. Masa inkubasi kusta panjang, mulai dari beberapa bulan sampai 20-50
tahun. Waktu inkubasi rata diperkirakan 10 tahun untuk kusta lepromatosa dan 4
tahun untuk kusta tuberkuloid. Waktu pemisah lambat organisme (sekali setiap 2
minggu) memberikan kontribusi untuk tantangan epidemiologis menghubungkan
eksposur terhadap perkembangan penyakit (Walker, 2008). Menurut WHO
(2015), di daerah endemik, seorang individu dianggap memiliki kusta jika ia
menunjukkan salah satu dari dua tanda-tanda berikut yaitu sebuah lesi kulit
konsisten dengan kusta dan gangguan sensorik yang pasti, dengan atau tanpa
saraf menebal; serta apusan kulit positif.
Faktor kedua yang perlu diperhatikan dalam pengendalian penyakit
kusta adalah faktor host. Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman
seperti Mycobacterium tuberculosis dan morbus hansen, kuman tersebut dapat
menularkan pada 10-15 orang. Tingkat penularan kusta di lingkungan keluarga
penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan
kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Hal yang perlu diperhatikan mengenai
host atau penjamu meliputi karakteristik: gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan
tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan. Berdasarkan
studi epidemiologi, karakteristik host dapat dibedakan antara lain: umur, jenis
31
kelamin, pekerjaan, keturunan, pekerjaan, ras, pendidikan dan gaya hidup
(Djuanda et al., 2011). Dalam kasus ini, pasien dapat diduga tertular kusta dari
riwayat istrinya yang sebelum meninggal memiliki beberapa gambaran klinis
kusta, hal ini dapat dimengerti dari apa yang diceritakan Nn.Y sebagai anaknya.
Faktor kedua yang perlu diperhatikan dalam pengendalian penyakit
kusta adalah faktor host. Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman
seperti Mycobacterium tuberculosis dan morbus hansen, kuman tersebut dapat
menularkan pada 10-15 orang. Tingkat penularan kusta di lingkungan keluarga
penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan
kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Hal yang perlu diperhatikan mengenai
host atau penjamu meliputi karakteristik: gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan
tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan. Berdasarkan
studi epidemiologi, karakteristik host dapat dibedakan antara lain: umur, jenis
kelamin, pekerjaan, keturunan, pekerjaan, ras, pendidikan dan gaya hidup
(Djuanda et al., 2011). Dalam kasus ini, pasien dapat diduga tertular kusta dari
riwayat istrinya yang sebelum meninggal memiliki beberapa gambaran klinis
kusta, hal ini dapat dimengerti dari apa yang diceritakan Nn.Y sebagai anaknya.
Keluarga Tn. D termasuk ke dalam nuclear family yang terdiri atas 3
orang. Keluarga tersebut terdiri dari Tn. D (61 tahun), Ny. D (-), dan Nn. Y (26
tahun). Pendidikan dalam keluarga ini secara umum masih kurang. Saat ini Tn. D
sudah tidak bekerja. Anak perempuan pasien saat ini sudah berkeluarga dan
hidup berbeda rumah dengan pasien. Dalam pemenuhan gizi sehari hari, Tn. D
makan dari pemberian tetangganya. Pasien mengaku tidak memiliki alergi
terhadap makanan. Dalam kesehariannya, Tn.D mandi hanya ketika dijenguk
anaknya. Dari keadaan tersebut ada berbagai faktor yang dapat memperburuk
keadaan pasien yaitu, pendidikan masih rendah dan tingkat kebersihan yang
kurang terjaga.
Faktor terakhir dalam upaya pengendalian kusta yang perlu
32
diperhatikan adalah faktor lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada di luar diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti
suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host
yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik
terdiri dari keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan, dan lain-
lain), kelembaban udara, suhu, lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan
non fisik meliputi sosial (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun
temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan lokal), dan politik (suksesi
kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan
suatu penyakit). Dari aspek lingkungan fisik, pasien memiliki masalah karena
tinggal di tempat yang lembab karena dekat dengan sawah dan lingkungan yang
kurang bersih. Sedangkan dari lingkungan non fisik pasien memiliki masalah
dengan pendidikan yang masih rendah.
Terapi medikamentosa untuk kusta yang utama adalah menggunakan
regimen Multi drug Therapy (MDT).Regimen MDT yang dianjurkan WHO:
a. regimen untuk penderita PB
Lama pengobatan 6 blister diminum dalam batas waktu 9 bulan
1) Dosis dewasa
Sekali sebulan diminum di depan petugas
- 2 kapsul Rifampicin 300 mg (jumlah 600 mg)
- 1 tablet DDS 100 mg
- 3 kapsul Lamprene (Clofazamine) 100 mg (jumlah 300 mg)
Diminum di rumah selama 27 hari
- 1 tablet DDS 100 mg
- 1 kapsul Lamprene 50 mg
2) Dosis anak 10-14 tahun
Sekali sebulan,
- Rimfapicin 450 mg, Lamprene
33
- 150 mg dan DDS 50 mg.
Setiap hari di rumah,
- Lamprene 50 mg
- DDS 50 mg
b. Regimen untuk penderita MB
Lama pengobatan 12 blister diminum dalam batas waktu 18 bulan
1) Dosis dewasa
Sekali sebulan diminum di depan petugas
- 2 kapsul Rifampicin 300 mg (jumlah 600 mg)
- 1 tablet DDS 100 mg
- 3 kapsul Lamprene (Clofazamine) 100 mg (jumlah 300 mg)
Diminum di rumah selama 27 hari
- 1 tablet DDS 100 mg
- 1 kapsul Lamprene 50 mg
2) Dosis anak 10-14 tahun
Sekali sebulan,
- Rimfapicin 450 mg, Lamprene
- 150 mg dan DDS 50 mg.
Setiap hari di rumah,
- Lamprene 50 mg
- DDS 50 mg
(WHO, 2015).
34
TAHAP V
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
A. Saran Komprehensif
1. Promotif
a. Puskesmas lebih aktif untuk mempromosikan kepada masyarakat mengenai
penyakit menular dan tidak menular khususnya penyakit kusta, sehingga
masyarakat paham mengenai tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan dan
cara pencegahan, selain itu agar masyarakat dapat mengambil langkah dan
sikap yang sesuai dan tidak berlebih-lebihan.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik secara langsung dalam
acara khusus maupun disisipkan dalam acara lain seperti rapat koordinasi,
posyandu, program prolanis, hingga pengajian mengenai edukasi tentang
pola hidup bersih dan sehat melalui kader, bidan atau petugas terkait secara
berkala
c. Memberikan edukasi kepada tetangga bersangkutan yang tinggal dekat
rumah mengenai kondisi Tn. D untuk mencegah penularan kepada orang lain
dan tetap berinteraksi secara wajar tanpa mengucilkan Tn.D.
d. Memberikan edukasi agar Tn. D tidak sampai putus berobat dan
memeriksakan diri apabila ada anggota keluarga dan tetangga yang memiliki
gejala seperti Tn. D.
e. Tn. D harus lebih meningkatkan perilaku hidup sehat, dengan meningkatkan
asupan gizi, sadar akan kebersihan dan karakteristik lingkungan yang sehat
untuk menjaga kesehatan
35
2. Preventif
a. Menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan rumah dan sekitarnya
untuk mencegah bertambah parahnya penyakit serta mencegah penularan
penyakitnya kepada anggota keluarga lainnya dan lingkungan.
b. Makan teratur dengan makanan bergizi dan menu seimbang dan teratur
melakukan aktivitas fisik dan gaya hidup sehat.
c. Selalu mengingat waktu minum obat dan kontrol, sehingga tidak terjadi
kelalaian dalam meminum obat dan kontrol ataupun putus obat.
3. Kuratif
a. Mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan.
b. Segera memeriksakan diri apabila muncul bercak di tempat lain dan timbul
keluhan lain
4. Rehabilitatif
a. Kontrol ke puskesmas untuk melihat perkembangan penyakitnya.
36
A. Flow Sheet
Nama : Tn. D
Diagnosis : Kusta multibasiler lepromatosa.
Status Generalis :
GCS E4V5M6,
composmentis
2. 14- Gatal sudah sangat Tanda Vital, Tensi: Medikamentosa : 1. Terapi rutin 1. Tidak
12- berkurang, pasien 120/80 mmHg, Nadi: 1. OAT KDT dengan MDT adapenamba
2016 mengeluh badannya 80 x/menit (reguler, Non Medikamentosa : han lesi baru.
sdah membaik. isi cukup), RR: 19x 1. Pemahaman 2. Tidak ada
Pasien menyatakan /menit, Suhu: mengenai perburukan
sudah minum obat 36,8oCper axiler. komplikasi Kusta pada lesi
37
secara teratur. Status Gizi, BB: 64 2. Edukasi mengenai yang ada.
kg, TB: 163 cm, BMI: terapi non
BB/TB2 = 64/(1,63)2 = farmakologis
24.08 kg/m2 , Status (asupan makanan,
gizi: Normoweight aktivitas fisik,
lingkungan dan
Status Generalis : kebiasaan)
GCS E4V5M6, 3. Edukasi kepada
composmentis pasien untuk lebih
menjaga kebersihan
diri dan lingkungan
Sumber : Data primer, Desember 2016
38
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Tn. D menjalani kehidupan sehari-hari sendirian di rumah dengan fungsi
fisiologis baik dan fungsi patologis terganggu di bidang agama, sosial,
psikologi pendidikan.
2. Fungsi psikologis dan sosialisasi keluarga Tn. D terjalin kurang baik
yang dibuktikan dengan komunikasi yang sangat kurang antar anggota
keluarga.
3. Penyakit pada pasien Tn. D merupakan penyakit kronis yang
penyembuhannya memakan waktu. Perlu adanya dukungan dari keluarga
agar proses pengobatannya bisa diawasi dengan baik dan penyakit bisa
terkontrol sehingga komplikasi dari penyakit dapat diminimalisasi.
4. Tn. D dan keluarganya membutuhkan pendampingan dan pemantauan
dari petugas Puskesmas Sangkrah dalam hal edukasi penyakit, terutama
Tn. D dalam hal pengawasan keteraturan minum obat serta dosisnya saat
dalam masa pengobatan sehingga dapat sembuh dan mencegah
kekambuhan serta komplikasi penyakit.
B. SARAN
39
diupayakan agar pasien tidak berkecil hati dengan penyakit yang
dideritanya dan tetap optimis serta produktif.
4. Puskesmas hendaknya meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif dengan memaksimalkan kerjasama lintas sektor pada
pasien dengan penyakit infeksi dan kronis khususnya Kusta di daerah
kerja puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit menular khususnya Kusta, mencegah timbulnya kasus baru,
meningkatkan deteksi kasus, memaksimalkan terapi pada pasien dan
meningkatkan kualitas hidup penderita.
5. Kegiatan home visit sebaiknya tetap dilaksanakan secara berkelanjutan
untuk dapat melihat permasalahan kesehatan pasien secara lebih
komprehensif
40
KEGIATAN II.
UPAYA PENDEKATAN KELUARGA TERHADAP NY.T DALAM
MENANGANI PERMASALAHAN IBU HAMIL DENGAN RISIKO
TINGGI
41
TAHAP I.
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
A. Anggota Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. T
Alamat : RT 003/RW 001, Semanggi, Pasar Kliwon
Surakarta
Bentuk Keluarga : Extended Family
Struktur Komposisi Keluarga :
Tabel 5. Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah
No. Nama Kedu- L/P Umur Pendi- Pekerjaan Ket.
dukan (th) dikan
1 Tn. T Kepala L 68 SD Wiraswasta Orang tua
Keluarga pasien
2 Ny. R Istri P 64 SD Ibu Rumah Orang tua
Tangga pasien
3 Tn. M Suami L 40 SMA Karyawan Suami
Bengkel Pasien
4 Ny. I Istri P 39 D3 Ibu Rumah Pasien
Tangga
Sumber: Data primer, Desember 2016
42
TAHAP II.
STATUS PASIEN
A. Identitas Penderita
Nama : Ny.T
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah
Alamat : , Surakarta
Kunjungan : Tanggal 15 Desember 2016
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kaki terasa kebas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny.T 39 tahun G1P0A0 usia kehamilan saat pertama kunjungan
28 minggu dengan mioma uteri. Saat dilakukan kunjungan pasien mengeluh
kaki sering terasa kebas karena kehamilannya semakin besar. Pasien
digolongkan ibu hamil dengan risiko tinggi oleh Puskesmas Sangkrah dan
RS Kustati karena pasien saat ini hamil yang pertama kali di usia yang
terlalu tua yaitu 39 tahun (hamil pertama dan hamil saat ini di usia > 35
tahun). Selama hamil pasien rutin memeriksakan kehamilan sesuai jadwal
yang dianjurkan. Menurut pasien, ia mempunyai sakit mioma uteri sejak
setahun yang lalu menurut dokter yang merawatnya di RS Kustati, tetapi
karena si pasien ingin hamil sehingga pengobatan mioma uterinya tidak
dilanjutkan.
3. Riwayat Obstetri Sebelumnya
Sejak awal menikah, pasien belum pernah menhikuti progam KB. Saat
ini adalah kehamilan pertama.
43
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Operasi : (-)
b. Riwayat Alergi : disangkal
c. Riwayat Sakit gula : disangkal
d. Riwayat Tekanan darah tinggi : disangkal
e. Riwayat Sakit jantung : disangkal
f. Riwayat keluhan serupa : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Merokok : disangkal
b. Riwayat minum obat bebas : disangkal
c. Riwayat minum alkohol : disangkal
6. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
1) Riwayat Alergi : disangkal
2) Riwayat Sakit gula : (+) Ibu Pasien
3) Riwayat Tekanan darah tinggi : disangkal
4) Riwayat Sakit jantung : disangkal
5) Riwayat Mioma Uteri : (+) Ibu Pasien
7. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan usia 39 tahun, satu dua tahun yang
lalu sejak memutuskan untuk dapat hamil, pasien berhenti dari pekerjaanya
sebelumnya sebagai karyawan swasta dan sekarang hanya sebagai ibu
rumah tangga. Setiap hari pasien hanya tinggal berdua dengan suaminya,
namun sejak hamil pasien setiap siang hingga malam suaminya pulang kerja
tinggal di rumah orangtuanya. Pasien tinggal di rumah orantuanya bersama
orang tua pasien. Suami pasien bekerja sebagai karyawan di bengkel.
Sedangkan ayah beserta saudara laki-laki pasien memiliki usaha keluarga
yaitu pengrajin kulit kambing. Sehari-hari dilingkungan pasien, ia dan suami
aktif mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan sekitar. Saat ini pasien
memiliki jaminan kesehatan Kartu Indonesia Sehat (BPJS Non-PBI) untuk
berobat dan memeriksakan kehamilannya.
44
8. Riwayat Gizi
Pasien makan 4-5 kali sehari dengan sayur dan lauk pauk, antara lain
tahu, dan tempe. Pasien sedari kecil tidak suka makan daging, saat hamil
mulai mencoba makan daging namun sangat jarang. Pasien mengonsumsi
air putih kurang lebih 1,5 liter per hari. Pasien mengaku rutin
mengkonsumsi buah-buahan dan minum susu selama hamil. Pasien tidak
memiliki alergi atau pantangan terhadap makanan tertentu.
9. Anamnesis Sistem
a. Keluhan utama : Kaki sering merasa kebas
b. Kulit : gatal (-), kering (-), pecah-pecah (-), bersisik (-)
c. Kepala : nyeri kepala (-), pusing (-), perasaan berputar-putar
(-), rambut mudah rontok (-), luka (-), benjolan (-)
d. Mata : pandangan kabur (-), mata merah (-), cekung (-),
sekret (-), konjungtiva pucat (+)
e. Hidung : tersumbat (-), keluar cairan atau lendir (-), keluar
darah (-), gatal (-), nyeri (-)
f. Telinga : keluar cairan (-), keluar darah (-), telinga
berdenging (-), nyeri (-), pendengaran berkurang (-
)
g. Mulut : sariawan (-), mukosa basah (+), papil lidah atrofi(-
), gusi mudah berdarah (-), gigi mudah goyang (-),
sulit berbicara (-)
h. Tenggorokan : Rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-)
sakit tenggorokan (-), suara serak (-)
i. Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), darah (-),nyeri dada (-)
j. Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-),
sering pingsan (-), berdebar-debar (-), keringat
dingin (-) ulu hati terasa panas (-), bangun malam
karena sesak nafas (-)
k. Sistem gastrointestinal : Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), nafsu
makan berkurang (-), BAB warna hitam (-), BAB
45
bercampur darah(-), BAB bercampur lendir (-), diare
(-), sulit BAB (-), BAB sehari 1-2 kali.
l. Sistem muskuloskeletal : Tubuh lemas (+), badan pegal (-), leher kaku (-
), seluruh badan terasa keju-kemeng (-), kaku sendi
(-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), nyeri otot (-)
di daerah punggung, kaku otot (-), kejang (-)
m. Sistem genitouterina: sering buang air kecil (+), nyeri saat BAK (-),
panas saat BAK (-), BAK di malam hari (-), air
kencing warna seperti teh (-), BAK darah (-), nanah
(-), anyang-anyangan (-), sering menahan kencing (-
), nyeri suprapubik (-), rasa gatal pada saluran
kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-).
n. Ekstremitas
Atas : Bengkak (-/-), lemah (-/-), luka (-/-), kesemutan (-
/-), tremor (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), nyeri
(-/-), lebam-lebam kulit (-/-), tangan pucat (-).
Bawah : Bengkak (-/-), lemah (-/-), luka (+/-), kesemutan
(+/+), tremor (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-),
nyeri (+/-), lebam-lebam kulit(-/-), kaki pucat (-).
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 15 Desember 2016
1) Keadaan umum : Tampak sehat, compos mentis, GCS
E4/V5/M6
2) Tanda vital
i. Tensi : 120/80 mmHg
ii. Nadi : 72x/ menit, irama reguler, isi dan
tegangan cukup, equal
iii. Frekuensi nafas : 20x /menit
iv. Suhu : 36.80C per aksiler
3) Status gizi
i. Berat Badan : 58 kg
46
ii. Tinggi Badan : 155 cm
iii. BMI : BB/TB2 = 58/(1,55)2 = 22,89 kg/m2
iv. Status gizi : normoweight
4) Kulit : Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), uji
torniquet (-), pucat (-).
5) Kepala : Bentuk normocephal, rambut mudah rontok (-), luka (-).
6) Mata : Konjungtiva pucat (+/+), Mata cekung (-/-),sklera
ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),
strabismus (-/-)
7) Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8) Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9) Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-),
tiphoid tounge (-), papil lidah atrofi(-), ulserasi (-), oral thrush(-), bau
nafas aseton (-)
10) Leher : JVP tidak meningkat = R +2 cm, trakea ditengah,
simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical
(-), leher kaku (-)
11) Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan=kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan abdominothorakal,
pembesaran kelenjar getah bening aksila (-/-)
12) Jantung
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 2
cm medial linea medioclavicularis sinistra
c. Perkusi :
o Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
o Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
47
o Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
o Batas jantung kiri bawah: SIC V 2 cm linea
medioklavicularis sinistra
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising
(-), gallop (-)
13) Pulmo
a. Depan
1. Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris
o Dinamis : Pengembangan dada simetris
kanan=kiri, ketertinggalan gerak (-),
retraksi intercostal (-)
2. Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan kanan=kiri, fremitus raba
kanan=kiri
3. Perkusi
o Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-
hepar pada SIC VI linea
medioclavicularis dextra, pekak pada
batas absolut paru hepar
o Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung pada
SIC VI linea medioclavicularis sinistra
4. Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
o Kiri : Suara dasar vesikuler kiri normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-)
48
b. Belakang
5. Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris
o Dinamis : Pengembangan dada simetris
kanan=kiri, retraksi intercostal (-)
6. Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan kanan= kiri, fremitus raba
kanan=kiri
7. Perkusi
o Kanan : Sonor
o Kiri : Sonor
o Peranjakan diafragma 5 cm
8. Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
o Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-)
14) Abdomen
a. Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada,
scar/keloid (-), ascites (-),striae (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) normal, bising epigastrium (-)
c. Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-)
d. Palpasi : Supel, nyeri tekan di suprapubik (-), hepar dan lien
tidak teraba. Nyeri ketok ginjal (-),undulasi
Leopold 1 : Tinggi fundus uteri 3 jari di atas
umbilikus, teraba bokong
Leopold 2 : Teraba punggung kiri, ekstremitas kanan.
49
Leopold 3 : Presentasi kepala
Leopold 4 : Belum masuk pintu atas panggul
15) Ekstremitas
Akral dingin _ _ Oedem _ _
_ _ _ _
D. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal Pemeriksaan Hasil Interpretasi
E. Assesment Klinik
Ibu 39 tahun G1P0A0 hamil 28 minggu dengan mioma uteri.
F. Pengobatan Yang Sudah Didapatkan Sebelum Kunjungan
Medikamentosa:
1) Tablet Sulfus Ferrosus 1x1
2) Vit B Kompleks 1x1
3) Vit C 1x1
G. Resume
A. Keluhan utama:
Kaki sering terasa kebas
B. Anamnesis:
Pasien G1P0A0 usia 39 tahun, saat awal mengetahui kehamian
pasien segera memeriksakan kehamilan di RS Kustati karena
sebelumnya pasien memeriksakan kandungannya terkait riwayat mioma
50
uteri. Petugas Puskesmas Sangkrah mendiagnosis Ny.T mengalami
kehamilan resiko tinggi dilihat dari skor poedji rochjati 8. Pada saat
dikunjungi pasien hanya mengeluh kakinya sering terasa kebas. Saat ini
pasien memasuki usia kehamilan 28 minggu.
C. Pemeriksaan Fisik
Compos mentis, GCS E4/V5/M6, tensi 120/80 mmHg, nadi 72x/ menit,
irama reguler, isi dan tegangan cukup, equal, frekuensi nafas 20x /menit,
suhu 36.80C. Berat badan 58 kg, tinggi badan 155 cm, BMI 22,89 kg/m2.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan : TFU 3 jari di atas umbilikus,
punggung kiri, presentasi kepala, dan belum masuk pintu atas panggul.
D. Pemeriksaan Tambahan
Hb : 13,4
Proteinurin : (-)
HIV (VCT) : (-)
Syphilis : (-)
HbsAg : (-)
51
TAHAP III.
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Pasien G1P0A0 usia 39 tahun hamil 28 minggu dengan mioma uteri.
2. Fungsi Psikologis
Secara fungsi psikologis, pasien senang akan kehamilan yang sudah
dinanti-natikan. Pasien berharap janin dalam kandungannya tetap sehat dan
dapat melahirkan secara normal.
3. Fungsi Sosial
Selama hamil pasien masih aktif mengikuti kegiatan sosial di
lingkungan sekitar. Hubungan pasien dan keluarga sangat baik dan dengan
tetangga terjalin dengan baik.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan kebutuhan
Pasien sehari-ahri menghabiskan waktu di rumah orangtuanya,
sebagai ibu rumah tangga. Suami bekerjas ebagai karyawan bengkel.
Penghasilan suami setiap bulannya sejumlah ± 2 juta rupiah. Pasien dan
keluarga merupakan peserta BPJS Non-PBI. Jaminan kesehatan inilah yang
saat ini digunakan pasien untuk memeriksakan kehamilannya.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Setiap permasalahan yang terjadi dihadapi dengan tenang oleh pasien
dan keluarga untuk mencari solusi yang terbaik melalui diskusi bersama
anggota keluarga.
B. Fungsi Fisiologis
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain.
52
1. Adaption
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut
beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran
dari anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana
keluarga menjadi tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi
masalah. Fungsi ini menurut keluarga Ny. T cukup baik. Setiap permasalahan yang
dihadapi Ny. T selalu disampaikan kepada keluarganya dan dapat diselesaikan
dengan saling terbuka, diskusi, dan musyawarah.
2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut,
bagaimana sebuah keluarga membagi masasalah dan membahasnya bersama-
sama. Ny. T dan keluarga senantiasa saling membagi dan mebantu dalam setiap
permasalahan yang dihadapi, serta saling mengisi satu sama lain.
3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut. Menurut Ny. T keluarga selalu memberikan
dukungan terhadap kondisinya serta keputusan yang diambil. Perbedaaan pendapat
yang timbul diselesaikandengan diskusi untuk mencari solusi yang terbaik.
4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar
anggota keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama
lain dan saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih sayangnya.
Menurut Ny. T hubungan kasih sayang dan interaksi dalam keluarga sudah cukup
baik. Dengan kondisi kehamilannya keluarga senantiasa mendukung, membantu
dan memberikan perhatian kepada Ny. T.
5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan
dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Dalam keluarga
Ny. T nilai resolve sudah sangat baik. Pasien tampak puas dan bahagia dengan
kebersamaan dan waktu yang dihabiskan dengan keluarganya.
53
Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :
4. Selalu/sering : 2 poin
5. Kadang-kadang : 1 poin
6. Jarang/tidak pernah : 0 poin
Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :
4. 8-10 : baik
5. 6-7 : cukup
6. 1-5 : buruk
Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Ny. T dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. APGAR Anggota Keluarga Ny. T
Kode APGAR keluarga Ny. T Skor
54
C. Fungsi Patologis
Fungsi patplogis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga Ny. T menghadapi permasalahan. Fungsi
patologis keluarga Ny. T dapat diamati pada Tabel 7
Tabel 7 SCREEM Keluarga Ny. T
Sumber Patologi Ket.
SOCIAL Interaksi sosial antar anggota
keluarga maupun dengan tetangga
sekitar tergolong baik. Ny. T
masih aktif mengikuti kegiatan
sosial di lingkungan sekitar.
CULTURAL Ny. T menerapkan adat-istiadat
Jawa dalam kehidupannya,
mereka menjaga nilai-nilai
kesopanan dalam interaksinya.
Bahasa yang digunakan untuk
komunikasi sehari-hari adalah
Bahasa Jawa.
RELIGION Ny. T menerapkan dan menjaga
nilai-nilai kerohanian Islam dalam
kehidupannya. Berdasarkan
pengakuan Ny. T rutin
menjalankan ibadah solat 5 waktu.
Ny. T merasa dengan kegiatan
spiritual mampu membantu Ny. T
mengatasi permasalahan-
permasalahan dalam hidup. Ny. T
juga merasa apa yang mereka
dapat hingga saat ini adalah
anugerah dari Allah SWT
55
sehingga mereka selalu bersyukur.
ECONOMY Ny. T adalah seorang ibu rumah
tangga. Sebelum hamil, Ny. T
bekerja sebagai karyawan swasta.
Suami Ny. T bekerja di bengkel.
Keluarga Ny. T memiliki jaminan
kesehatan BPJS mandiri (non PBI)
kelas II.
EDUCATION Tingkat pendidikan terakhir Ny. T
adalah D1
MEDICAL Ny. T memiliki jaminan kesehatan
BPJS mandiri. Ny. T rajin
memeriksakan kehamilannya
sesuai jadwal yang ditentukan
ditemani oleh suami
Sumber: Data primer, Desember 2016
Kesimpulan: Fungsi patologis keluarga Ny. T cukup baik, karena fungsi
sosial, budaya, religi, pendidikan, ekonomi serta medis baik.
D. Genogram
56
Keterangan:
: pasien : perempuan : tinggal serumah
: laki-laki : meninggal
57
E. Pola Interaksi Keluarga
Tn. M Ny. T
40 th 39 th
Tn. T Ny. S
70 th 65 th
Keterangan:
: Hubungan harmonis
: Hubungan konfliktual
Kesimpulan:
1. Pengetahuan
Pendidikan terakhir Ny. T adalah Diploma 1 sehingga kemampuan
untuk mencari dan mengetahui informasi tentang kondisi kehamilannya
tergolong cukup baik. Selain dari petugas kesehatan di puskesmas dan
rumah sakit, informasi mengenai kondisi kehamilan dan penyakit yang
dideritanya juga diperoleh Ny. T dari hasil browsing internet.
58
2. Sikap
Kesadaran Ny. T terhadap kesehatan cukup baik. Ny. T dan keluarganya
sudah terdaftar BPJS non PBI. Setiap ada keluhan atau permasalahan
kesehatan, pasien dan keluarga segera mencari pertolongan.
3. Tindakan
Pasien dan keluarga sudah cukup memahami pentingnya kesehatan
dan pentingnya berobat kepada petugas medis. Bila ada anggota keluarga
yang sakit langsung diperiksakan di puskesmas. Pasien dan keluarga
mendapatkan jaminan kesehatan berupa BPJS non PBI.
1. Lingkungan
Berikut ini adalah keadaan rumah pasien:
Tabel 8. Keadaan Rumah Ny. T
No Lingkungan Ny. TH Keterangan
1 Status kepemilikan rumah: orang tua Kesimpulan:
pasien Keadaan rumah Ny. T
2 Daerah perumahan: padat, cukup bersih cukup luas. Kebersihan
3 Luas tanah: 150 m2, luas bangunan:150 dan kerapihan di dalam
m2 rumah sudah cukup
4 Jumlah penghuni dalam satu rumah: 4 terjaga, pencahayaan
orang dalam rumah juga
5 Jarak antar rumah: 1,5 meter sudah cukup. Kondisi di
6 Rumah 1 lantai dalam rumah juga
7 Lantai rumah: keramik cukup luas karena
59
14 Pencahayaan cukup
15 Ketersediaan air bersih
16 Kondisi umum rumah: barang-barang
tertata cukup rapi
17 Tempat pembuangan sampah: ada di
dalam dan di luar rumah, kemudian
dikumpulkan dan diambil oleh petugas
sampah
Sumber: Data primer, Desember 2016
2. Pelayanan Kesehatan
Ny. T aktif mengunjungi pelayanan kesehatan dengan rutin
melakukan ANC sesuai jadwal yang ditentukan baik di Puskesmas
maupun Rumah Sakit. Ny. T cukup sadar akan kondisi kesehatannya. Ny.
T juga terdaftar di JKN BPJS non PBI.
1. Lingkungan indoor
Ruang Ruang
R.
Tamu Keluarga
Solat
Teras
60
Keterangan:
a. Luas rumah ± 150 m2, lantai sudah dikeramik, tembok batu-bata sudah
diplester dan dicat, pencahayaan cukup, perabotan tersusun cukup rapi.
b. Penggunaan air sumur untuk kebutuhan sehari-hari.
c. Lantai kamar mandi sudah dikeramik dan terdapat 2 buah jamban.
2. Lingkungan outdoor
a. Rumah terletak saling berdekat dengan rumah lainnya, hanya berjarak
± 1,5 m dan tidak memiliki halaman.
b. Terdapat tempat pembuangan sampah
61
TAHAP IV.
DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN
A. Diagnosis Holistik
a. Aspek personal
Pasien berusia 39 tahun tinggal dalam nuclear family. Pasien rutin
melakukan ANC ke puskesmas dan Rumah Sakit Kustati sesuai jadwal
yang telah ditentukan sejak mengetahui kehamilannya. Pasien sadar
akan pentingnya pemeriksaan rutin untuk mengetahui kondisi
kehamilannya. Pasien dan keluarga senang akan kehamilan ini.
b. Aspek Klinis
Primigravida dengan risiko tinggi usia 39 tahun dengan mioma uteri.
c. Aspek Faktor Internal Individu
Pasien merasakan perubahan-perubahan pada dirinya selama
kehamilan. Namun tidak dirasakan keluhan yang sangat mengganggu
kondisi kehamilannya.sikap pasien selalu positif terhadap kondisi
kehamilannya.
d. Aspek Faktor Eksternal Individu
Dukungan penuh dari keluarga terhadap kondisi kehamilan Ny. T serta
adanya jaminan kesehatan BPJS menambah sikap positif pasien
terhadap kehamilannya.
Diagnosis Biologis
Ibu 39 tahun G1P0A0 hamil 28 minggu dengan mioma uteri.
Diagnosis Psikologis
Kondisi psikologis pasien baik. Hubungan antar anggota keluarga
terjalin harmonis dan saling mendukung. Perhatian dari suami
terhadap pasien juga cukup baik, dimana suami selalu menemani
pasien pada saat kontrol kehamilan.
Diagnosis Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Keterlibatan dengan lingkungan sekitar baik. Pasien masih aktif
mengikuti kegiatan sosial di lingkungan sekitar. Kondisi ekonomi
62
pasien cukup untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Biaya
kesehatan ditanggung oleh BPJS non PBI kelas II. Latar budaya
pasien dan keluarga adalah suku Jawa. Pasien dan keluarga
senantiasa menjaga norma dan nilai yang berlaku.
B. Pembahasan
Kehamilan risiko tinggi (KRT) adalah kehamilan yang menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun
janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan dan nifas normal.
Cara penentuan KRT dapat dengan memakai kriteria dan juga
dikelompokkan berdasarkan skoring atau nilai. Kriteria yang dikemukakan
oleh peneliti-peneliti dari berbagai institut berbeda, namun dengan tujuan
yang sama mencoba mengelompokkan kasus-kasus risiko tinggi. Rochyati,
dkk mengemukakan kriteria KRT adalah: primimuda, primitua, umur 35
tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm, grandemulti, riwayat
persalinan yang buruk, bekas seksio sesaria, pre-eklampsia, hamil
serotinus, perdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan medis, dan lain-
lain.
Pada pasien ini didapatkan skor 10 dimana Ny. T saat ini sedang
hamil (2) dengan usia 39 tahun (4) dan merupakan kehamilan yang
pertama (4), sehingga total skornya sudah mencapai 10. Oleh karena itu
Ny. T memerlukan penanganan yang lebih memadai sehingga persalinan
harus ditangani oleh dokter ahli untuk mencegah kemungkinan terjadinya
komplikasi. Kehamilan dengan usia tua seperti pada Ny. T (> 35 tahun)
berisiko menyebabkan perdarahan postpartum dan risiko persalinan
dengan sectio caesaria. Janin juga berisiko mengalami keguguran dan lahir
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
63
Berikut adalah skoring risiko Ny. T berdasarkan Skor Poedji Rochjati:
I II III IV
Triwulan
KEL Masalah / Faktor Resiko SKOR
NO. I II III.1 III.2
F.R
Skor Awal Ibu Hamil 2 2 2 2
I 1 Terlalu muda hamil I ≤16 Tahun 4
2 Terlalu tua hamil I ≥35 Tahun 4 4 4 4
Terlalu lambat hamil I kawin ≥4 Tahun 4
3 Terlalu lama hamil lagi ≥10 Tahun 4
4 Terlalu cepat hamil lagi ≤ 2 Tahun 4
5 Terlalu banyak anak, 4 atau lebih 4
6 Terlalu tua umur ≥ 35 Tahun 4 4 4 4
13 Hamil kembar 4
14 Hydramnion 4
15 Bayi mati dalam kandungan 4
16 Kehamilan lebih bulan 4
17 Letak sungsang 8
18 Letak Lintang 8
III 19 Perdarahan dalam kehamilan ini 8
20 Preeklampsia/kejang-kejang 8
JUMLAH SKOR 10 10 10
64
TAHAP V. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
Nama: Ny. T
Diagnosis: Kehamilan dengan risiko tinggi (kehamilan I usia > 35 tahun)
65
Presentasi kepala
j. Leopold 4
Belum masuk pintu atas
panggul
20/12/2016 Tensi: 120/70 Badan Inspeksi Medikamentosa: Kunjungan Pasien paham cara
mmHg mudah k. Mata : konjungtiva anemis o Tablet Sulfus Ferrosus ulang 4 hari menjaga kondisi
Nadi:84x/menit lemas dan (+) 1x1 setelahnya tubuh selama
RR: 20 x/menit pegal-pegal l. Abdomen : Dinding perut lebih o Vit B Kompleks 1x1 kehamilan
Suhu: 36,8 0C tinggi dari dinding dada, o Vit C 1x1
per axiler ascites (-), striae (-)
Palpasi Non Medikamentosa:
m. Leopold 1 Promotif dan Preventif :
Tinggi fundus uteri 3 jari di 1. Edukasi untuk
atas umbilicus, teraba bokong mengurangi aktivitas
n. Leopold 2 berlebih dan istirahat
Teraba punggung kiri, cukup
ekstremitas kanan. 2. Edukasi untuk menjaga
o. Leopold 3 kebersihan diri dan
Presentasi kepala payudara
p. Leopold 4
Belum masuk pintu atas
panggul
66
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pelaksanaan kunjungan rumah pasien (home visit) di Puskesmas Sangkrah
Kota Surakarta pada tanggal 15 dan 20 Desember 2016 pada pasien rawat
jalan Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta yang dirujuk ke RSUD Kota
surakarta, dengan kasus Kehamilan Risiko Tinggi. Dalam pelaksanaan
kunjungan rumah, kami melakukan tanya jawab kepada pasien dan keluarga
yang dikunjungi beserta melakukan pengamatan seputar lingkungan tempat
tinggal pasien. Berdasarkan tanya jawab kepada pasien dan pengamatan
seputar lingkungan pasien didapatkan:
1. Pasien Ny.T usia 39 tahun G1P0A0 dengan usia kehamilan 27 minggu +
4 hari ? pada saat kunjungan pertama, janin tunggal hidup intrauterin,
letak memanjang, presentasi kepala, punggung janin di kiri serta skor
Poedji Rochjati 10 sehingga merupakan indikasi rujukan.
2. Pasien tinggal bersama suami, ayah, dan ibu dimana fungsi holistik
keluarga, fungsi fisiologis keluarga baik, fungsi patologis keluarga dari
segi fungsi social, cultural, religius, medical, economic dan education
baik, genogram baik, pola interaksi baik, dimana interaksi antar anggota
keluarga berlangsung harmonis, perilaku baik, non perilaku terutama
masalah lingkungan cukup baik, lingkungan rumah indoor baik,
lingkungan rumah outdoor cukup baik.
B. Saran
1. Untuk puskesmas:
Perlu meningkatkan program surveillance terhadap kejadian
Kehamilan Risiko Tinggi di wilayah kerja puskesmas sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan Angka
Kematian Ibu dan Balita.
Mengadakan penyuluhan mengenai pencegahan, deteksi dini faktor
risiko serta Antenatal Care pada ibu hamil serta calon ibu hamil di
wilayah kerja puskesmas
67
2. Untuk pasien
Mengkonsumsi diet tinggi zat besi serta mengatur nutrisi lai yang
cukup untuk kondisi kehamilannya.
Melakukan aktivitas ringan dan istirahat yang cukup, misal dengan
segera mengambil cuti apabila tubuh semakin merasa lemas dan udah
lelah.
68
DOKUMENTASI
Kunjungan I
69
Tn. D diatas tempat tidur dan obat MDT
70
Di dalam kamar Tn. D
Kunjungan FOME II
71
Tempat sholat rumah Ny, T
72
Tempat kamar mandi I
73
Dapur rumah Ny. T
74
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi
keenam. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Kementrian Kesehatan. 2015. Infodatin: Kusta. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI
Reibel F, Cambau E, Aubry A. 2015. Update on the epidemiology, diagnosis,
and treatment of leprosy. Médecine et Maladies Infectieuses. Volume 45,
Issue 9:383–393.
Scollard DM, Adams LB, Gillis TP, Krahenbuhl JL, Truman RW, Williams DL.
2006. The continuing challenges of leprosy. Clinical Microbiology
Review. Apr. 19(2):338-81.
The World Health Organization. 2015. Transmission of Leprosy. Leprosy
Elimination. Dapat diakses di http://www.who.int/lep/transmission/en/.
Walker SL, Lockwood DNJ. 2008. Leprosy Type I (Reversal) Reaction And Their
Managenment Lap Review79.2 372-86.
75